Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumothoraks adalah suatu penumpukan udara pada pleura viseralis dan

parietalis. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi

paru-paru dan rongga dada.

Seiring dengan makin pesatnya pembangunan diberbagai bidang timbul

berbagai masalah lingkungan yang perlu ditangani secara serius diantaranya masalah

peningkatan polusi udara yang banyak membawa dampak terhadap status kesehatan

masyarakat. Peningkatan polusi udara ini menyebabkan banyak warga masyarakat

yang dekat dengan sumber polusi tersebut rentan menderita penyakit saluran

pernapasan, baik yang menyebabkan timbulnya infeksi maupun yang menyebabkan

iritasi terhadap saluran pernapasan.

Di Indonesia dan sejumlah negara yang sedang dan belum berkembang,

infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama. Diantara penyakit

infeksi yang paling seringmenyebabkan kematian adalah infeksi saluran pernapasan.

Kejadian pneumothoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-kasus

yang tidak didiagnosis sebagai pneumothoraks karena berbagai sebab. Johnston dan

Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumothoraks berkisar antara 2,4 – 17,8 per

100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumothoraks antara lain laki-laki

lebih sering daripada wanita (4:1), paling sering pada usia 20-30 tahun

pneumothoraks spontan yang timbul pada umur lebih dari 40 tahun sering disebabkan

karena adanya bronkitis kronik dan empisema (Cermin Dunia Kedokteran no. 101,

1995, 13). Lebih sering pada orang-orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi

1
terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumothoraks kanan

lebih sering terjadi daripada kiri. Salah satu penyakit pernapasan adalah

pneumothoraks yang biasanya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan ataupun

akibat trauma.

Salah satu tindakan untuk pengobatan pneumothoraks yaitu dengan tindakan

Water Soul Drainage (WSD) yang bertujuan untuk mengeluarkan udara yang terdapat

dalam rongga pleura. Setelah dilakukan tindakan WSD biasanya timbul masalah nyeri

akibat luka pemasangan selang WSD dan resiko terjadinya infeksi

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum

Untuk memenuhi persyaratan program D-III keperawatan Akademi

Keperawatan Pemkab. Tapanuli Tengah.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui manfaat pemberian breathing exercise dan terapi

latihan bisa membantu mengurangi spasme otot pernapasan pada

pneumothoraks spontan sekunder.


b. Untuk mengetahui manfaat pemberian breathing excersise dan terapi

latihan bisa membantu mengurangi nyeri pada pneumothoraks spontan

sekunder
c. Untuk mengurangi manfaat pemberian breathing excersise dan terapi

latihan bisa membantu meningkatkan ekspansi thoraks pada

pneumothoraks spontan sekunder.


d. Untuk mengurangi manfaat pemberian breathing excersise dan terapi

latihan bisa mengurangti derajat sesak napas pada pneumothoraks spontan

sekunder

2
BAB II
TINJAUAN TEORIS

2.1 Tinjauan Teoritis Medik


2.1.1 Pengertian

3
Robeknya pembuluh intercosta, laserasi paru-paru atau keluarnya udara

dari paru yang cedera ke dalam ruang pleura. (Brunner dan Suddarth, 2001).

Adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura disebut

pneumotoraks (Wilson and Price, 2005).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pneumothoraks adalah keadaan dimana

terdapat udara dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak

berisi udara, upaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada.

2.1.2 Klasifikasi

Menurut Wilson dan Price (2005), pneumotoraks dapat dikelompokan

menjadi

a. Pneumothoraks Traumatik.
b. Pneumothoraks Spontan. Pneumothoraks jenis ini dapat dibagi

menjadi 3 yaitu:
1. Pneumuthoraks spontan primer/idopatik
2. Pneumothoraks spontan sekunder
3. Pneumothoraks tekanan.
c. Pneumotoraks terbuka dan tertutup

2.1.3 Etiologi

Penyebab pneumotoraks antara lain:

a. Pneumotoraks traumatic: adanya luka tembak, luka tajam, biasanya

kecelakaan bermotor, atau trauma saat operasi atau pada saat biopsy
b. Pneumotoraks spontan:
1. Spontan primer/idiopatik disebabkan oleh pecahnya bula atau bleb

dalam paru, umumnya terjadi pada orang dewasa.


2. Spontan sekunder disebabkan oleh penyakit paru yang

menyertainya, antara lain: emfisema, pneumonia dan neoplasma

4
c. Pneumothoraks tegangan, terjadi bila udara banyak tertimbun dalam

rongga pleura, sehingga tekanan dalam rongga pleura akan melebihi

tekanan atmosfir. Hal ini menyebabkan paru kolaps total.

2.1.4 Patofisiologi

5
2.1.5 Manifestasi Klinis

a. Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat

unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90%

kasus. Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan

aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih gampang

ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat

b. Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghemat atau

menetap bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura

parietalis. Suatu waktu perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari

pneumothoraks, sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato-

pneumothoraks)

c. Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan

pneumothoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonor, fremitus

yang melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai

menghilang pada sisi yang sakit

d. Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumothoraks, trakea dan

mediastinum dapat terdorong kesisi kontralateral. Diafragma tertekam ke

bawah, gerakan pernafasan tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi

menurun, terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun.

6
e. Kebanyakan pneumothoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi

kiri (45%) dan bilateral hanya 2 %. Hampir 25 % dari pneumothoraks

spontan berkembang menjadi hidropneumothoraks.

Keluhan Subyektif :

1. Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya pada saat

bernafas dalam atau batuk.

2. Sesak, dapat sampai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila sebagian

paru yang kolaps sudah mengembang kembali

3. Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat.

4. Warna kulit yang kebiruan disebabkan karna kurangnya oksigen (cyanosis)

2.1.6 Komplikasi

Sekitar 3% pnemotoraks spontan berkembang menjadi pneumotoraks

tension, dengan kemungkinan timbulnya hipoksemia, sianosis, hipotensi dan

kematian. Edema paru reinflasi dilaporkan setelah terjadi koreksi luas pneumonia

spontan (Greenberg, 2008)

2.1.7 Penatalaksanaan

Pneumotoraks mula-mula diatasi dengan pengamatan konservatif bila

kolaps paru 20% atau kurang. Udara sedikit demi sedikit diabsorbsi melalui

permukaan pleura yang bertindak sebagai membran yang basah, yang

memungkinkan difusi O2 dan CO2 .jika pneumotoraks besar dan dispnea berat,

perlu dilakukan torakotomi dan dihubungkan dengan water-sealed drainage untuk

7
membantu pengembangan paru kembali. Jika efusi berdarah disebabkan oleh

pneumotoraks maka harus dilakukan oleh pengeluaran dengan drainage karena

bekuan dan organisasi dapat menyebabkan fibrosis pleura yang luas (Wilson and

Price, 2005).

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


a. Gambaran Radiologis

Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan

radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas

paru berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceral

Pada foto terlihat bayangan udara dari pneumothoraks yang berbentuk

cembung, yang memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis. Bila

penumothoraksnya tidak begitu besar, foto dengan pernafasan dalam (inspirasi

penuh) pun tidak akan menunjukkan kelainan yang jelas. Dalam hal ini

dianjurkan membuat foto dada dengan inspirasi dan ekspirasi penuh. Selama

ekspirasi maksimal udara dalam rongga pleura lebih didorong ke apeks,

sehingga rongga intrapleura di apeks jadi lebih besar. Selain itu terdapat

perbedaan densitas antara jaringan paru dan udara intrapleura sehingga

memudahkan dalam melihat pneumothoraks, yakni terdapatnya kenaikan

densitas jaringan paru selama ekspirasi tapi tidak menaikkan densitas

pneumothoraks.

b. Gas Darah Arteri

8
Variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,

gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2

kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun; saturasi

oksigen biasanya menurun (Doengoes, 1999).

2.2 Tinjauan Teoritis Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

1. Pola persepsi Kesehatan/ managemen kesehatan

DS : pasien mengatakan mempunyai kebiasaan merokok, minum alcohol,

jarang berolahraga.
DO : Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi : dapat terjadi pencembungan dan pada waktu pergerakan

nafas, tertinggal pada sisi yang sakit.

b. Palpasi : Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau

melebar, iktus jantung terdorong kesisi thoraks yang sehat.

c. Fremitus suara melemah atau menghilang.

d. Perkusi : Suara ketok hipersonor sampai tympani dan tidak bergetar,

batas jantung terdorong ke thoraks yang sehat, apabila tekanannya

tinggi.

e. Auskultasi : suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat

amforik apabila ada fistel yang cukup besar.

9
2. Pola nutrisi metabolic
DS : pasien mangatakan tidak ada nafsu makan akibat sesak nafas
DO : Tinggi badan, Berat badan, pasien tampak lemah
3. Pola eliminasi
DS : pasien mengatakan sejak masuk rumah sakit BAB sekali dalam dua

hari
DO : pasien susah BAB, urin pekat
4. Aktivitas latihan
DS : pasien mengatakan dada terasa sesak, nyeri pada salah satu bagian

dada
DO : pasien tampak lemah, meringis dan tampak susah bernafas (dispnea).

RR : 18x/ menit
5. Pola istirahat dan tidur.
DS: pasien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya,

kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat

banyak.
DO : tachicardia, dyspnea dengan usaha bernapas sekuat-kuatnya
6. Pola Sensori dan kognitif.
DO : Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian

juga dengan proses berpikirnya.


7. Pola Interaksi Sosial
DS : pasien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang

diderita
DO : pasien tampak gelisah, bingung
8. Pola seksual-reproduksi.
DO : Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse

akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah

sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.


9. Pola stress dan koping.
DS : pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya, tidak tahu tentang

perawatan yang akan dilakukan padanya.


DO : pasien banyak bertanya pada perawat mengenai penyakitnya.
10. Pola Kepercayaan
DS : pasien mengatakan percaya pada Tuhan akan kesembuhan

penyakitnya
DO : pasien tampak berserah dan rajin melakukan ritual keagamaan.

10
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru
2. Nyeri b/d rusuk yang fraktur dan merobek membran pleura
3. Resiko penurunan curah jantung b/d kompresi organ-organ

mediastium
4. Gangguan pertukaran gas b/d terjadinya kolaps pada alveolus
5. Gangguan mobilitas fisik b/d insersi WSD
6. Resiko infeksi b/d insersi WSD
7. Kurang pengetahuan b/d kurang terpajan informasi
2.2.3 Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi ditandai

dengan dispnea.
Tujuan :
Pasien menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan

dengan gas darah arteri dalam rentang normal dan tak ada gejala

distress pernapasan.
Tindakan :
1) Observasi warna kulit, membrane mukosa dan kuku. Catat adanya

sianosis perifer atau sianosis sentral.


Rasional : sianosis kuku menunjukan vasokonstriksi atau respon tubuh

terhadap demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membrane

mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukan hiposemia sistemik.


2) Kaji status mental
Rasional : gelisah, bingung dan mudah terangsang menunjukan

hipoksemia.
3) Pertahankan istirahat tidur, dorong menggunakan teknik relaksasi dan

aktivitas senggang
Rasional : Mencegah terlalu lelah.
4) Observasi penyimpangan kondisi, catat hipotensi. Siapkan untuk

pemindahan ke unit perawatan kritis bila diindikasikan.


2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Tujuan:
Pasien menunjukan pola pernapasan normal/efektif dengan Gas Darah

Arteri dalam rentang normal.


Tindakan :
1) Evaluasi fungsi pernapasan, terjadinya sianosis dan tanda-tanda vital

11
Rasional :distress pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi

akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukan terjadinya syok

sehubungan dengan hipoksia.


2) Catat pengembangan dada dan posisi trakea
Rasional : pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi

trakea dari area sisi yang sakit pada tegangan pneumotorak.


3) Kaji adanya area nyeri pada pasien jika batuk
Rasional : sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk

lebih efektif.
4) Pertahankan posisi nyaman biasanya dengan meninggikan tempat

tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong pasien untuk duduk sebanyak

mungkin. Rasional: meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan

ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tak sakit.

12

Anda mungkin juga menyukai