Anda di halaman 1dari 19

BAB I.

PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang
tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai “ disease of theories “ ini, masih sulit untuk
ditanggulangi.
Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Yang ditandai adanya hipertensi, edema
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Umumnya terjadi pada triwulan ke-3 kehamilan, tetapi
dapat pula terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Komplikasi yang tejadi termasuk:
eklampsia, HELLP Syndrome, oedema paru, gagal ginjal, DIC, krisis hipertensi, encephalopathy
hypertension, dan buta kortikal.
Hipertensi biasanya muncul terlebih dulu dari tanda-tanda yang lainnya. Untuk menegakkan
diagnosa preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas nilai normal atau
mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dipercaya. Apabila tekanan
diastolik naik 15 mmHg atau lebih, atau 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat.
Penentuan tekanan darah ini dapat dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan
istirahat.
Oedema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh,
diketahuinya dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan wajah. Kenaikan berat
badan ½ kg / minggu dalam kehamilan masih dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg / minggu
beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g / liter dalam air kencing 24
jam, atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1 atau +2 atau 1 g / liter atau lebih dalam urin yang
dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya
proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap
sebagai tanda yang serius.

BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Preeklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil diatas 20 minggu, bersalin,
dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuria, oedem atau keduanya. Sedangkan
seorang wanita dikatakan eklampsia bila memenuhi kriteria preeklampsia dan disertai dengan kejang –
kejang ( yang bukan disebabkaan oleh penyakit neurologis seperti epilepsi ) dan atau koma. Ibu tersebut
tidak menunjukkan tanda – tanda kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya.

1
Kaki membengkak seringkali dialami wanita hamil, terutama pada akhir trimester ketiga hingga
menjelang kelahiran. Pembengkakan di kaki ini, dianggap normal, jika tidak diikuti dengan kenaikan
tekanan darah.
Kumpulan gejala ini berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah
perifer, dan penurunan perfusi organ. Kelainan yang berupa lesi vaskuler terdapat pada banyak sistem
organ termasuk plasenta, juga terdapat peningkatan aktivasi trombosit dan aktivasi sitem koagulasi.

B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi preeklampsia masih belum jelas, terdapat 4 hipotesis mengenai etiologi
preeklampsia:
1. Iskemia plasenta; invasi trofoblast yang tidak normal terhadap arteri spiralis menyebabkan
berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat berkembang menjadi iskemia plasenta.
2. Peningkatan toksisitas very low density lipoprotein
3. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh sel – sel
sinsitiotrofoblast dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh peningkatan pelepasan
sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.
4. Genetik
Teori yang dapat dikemukakan saat ini adalah akibat dari iskemia plasenta. Banyak faktor yang
menyebabkan preeklampsia, diantara faktor-faktor itu yang ditemukan seringkali sukar ditentukan mana
yang sebab mana yang akibat.
Teori-teori tersebut antara lain :
1. Peran prostasiklin dan tromboksan.
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga penurunan
produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan
fibrinolisin, yang kemudian diganti oleh trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi tombosit menyebabkan pelepasan tromboksan
dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya.
Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap
antigen plasenta tidak sempurna, yang makin sempurna adalah pada kehamilan berikutnya.
3. Peran faktor genetik/familial
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa preeklampsia berat kemungkinan suatu sifat yang resesif.
Walaupun belum dapat dipastikan diduga genotipe ibu dan janin merupakan faktor predisposisi
penyakit tersebut.
C. Insidens dan Faktor Resiko Preeklampsia

2
Insidens preeklampsia relatif stabil antara 4 – 5 kasus per 10.000 kelahiran hidup pada negara
maju. Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6 – 10 kasus per 10.000 kelahiran hidup.
Eklampsia berkaitan dengan resiko pada ibu dan bayi. Angka kematian ibu bervariasi antara 0% - 4%.
Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh. Penyebab
kematian terbanyak adalah perdarahan intraserebral dan oedema paru. Kematian perinatal berkisar antara
10% - 28%. Penyebab terbanyak kematian perinatal disebabkan karena prematuritas, pertumbuhan janin
terhambat, dan meningkatnya karena solutio plasentae. Sekitar kurang lebih 75% eklampsia terjadi
antepartum dan 25% terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus ( 95% ) eklampsia antepartum terjadi
pada trimester ketiga.
Pencegahan sangat penting dalam mengantisipasi kejadian preeklampsia, hal ini termasuk dalam
mengetahui wanita – wanita hamil ynag mana yang mempunyai faktor resiko tinggi untuk timbulnya
preeklampsia. Faktor – faktor resiko preeklampsia adalah:
1. Nullipara
2. Kehamilan ganda
3. Obesitas
4. Riwayat keluarga preeklampsia – eklampsia
5. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. Abnormal uterine Doppler pada kehamilan 18 dan 24 minggu
7. Diabetes mellitus gestasional
8. Adanya trombofilia
9. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal

D. Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme pembuluh darah
disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap bahwa spasmus arteriolar juga ditemukan diseluruh
tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat nampaknya merupakan usaha
mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Peningkatan berat badan dan
oedema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui
sebabnya. Telah diketahui bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar
prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume
plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap
protein meningkat.
a. Perubahan Kardiovaskuler
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer yang diakibatkan
turunnya tonus otot polos arteriol, mungkin akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau
menurunnya kadar vasokonstriktor seperti angiotensin II dan adrenalin serta noradrenalin, dan atau
menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor tersebut akan meningkatnya produksi vasodilator atau

3
prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang
normal ke tekanan darah sebelum hamil.
Kurang lebih sepertiga pasien dengan preeklampsia akan terjadi pembalikan ritme diurnalnya,
sehingga tekanan darahnya akan meningkat pada malam hari.
b. Regulasi Volume Darah
Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada preeklampsia. Kemampuan untuk
mengeluarkan natrium juga terganggu tapi pada derajat mana hal ini terjadi adalah sangat bervariasi dan
pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya oedem. Bahkan jika dijumpai oedem interstitial,
volume plasma adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi
hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat
menjadi tanda awal hipertensi.
c. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan hamil normal,
penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan BBLR.
d. Aliran Darah di Organ-Organ

1. Aliran darah di otak


Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Penurunan arus darah
berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan suatu faktor penting dalam
terjadinya kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.

2. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal


Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi pertanda pada
kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-rata berkurang 20% (dari 750 ml
menjadi 600ml/menit) dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata 30% (dari 170 menjadi 120ml/menit)
sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus
dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal.
Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya mungkin untuk
dicadangkan untuk menaikan tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan
normal renin plasma, angiotensinogen, angiotensinogen II dan aldosteron semuanya meningkat nyata diatas
nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar
progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin
dan aldosteron, namun keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsi. Sperof (1973) menyatakan bahwa
dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter, dimana terjadi ketidak seimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasentanya yang berkurang. Apabila
terjadi hipoperfusi uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi
dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah, disamping itu angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal
pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.

4
Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun pada preeklampsi tapi karena
hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%, maka nilai pada preeklampsi masih
diatas atau sama dengan nilai wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat juga menurun, kadang-kadang
beberapa minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat merupakan gejala awal.
Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein, biasanya ringan sampai sedang, namun preeklampsia
merupakan penyebab terbesar terjadinya sindrom nefrotik pada kehamilan.
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian dari lesi morfologi
khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus, yang merupakan tanda khas
patologi ginjal pada preeklampsia.

3. Aliran darah uterus dan choriodesidua


Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan patofisiologi terpenting pada
preeklampsi, dan mungkin merupakan faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan belum
ada satupun metode pengukuran arus darah yang memuaskan baik di uterus maupun didesidua.

4. Aliran darah di paru-paru


Kematian ibu pada preeklampsi dan eklampsi biasanya oleh karena edema paru yang
menimbulkan dekompensasi cordis.

5. Aliran darah di mata


Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah. Bila terjadi hal-hal tersebut, maka
harus dicurigai terjadinya preeklampsia berat. Gejala lain yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma,
diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat
penglihatan dikorteks serebri atau dalam retina.

6. Keseimbangan air dan elektrolit


Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara, asam laktat dan asam
organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu
bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali
dapat pulih kembali.

E. Manifestasi Klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria, merupakan
kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan seperti sakit kepala,
gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat.
Tekanan darah

5
Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak mengherankan bila tanda
peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin
merupakan tanda prognostik yang lebih andal dibandingakan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar
90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.

Kenaikan Berat badan


Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan preeklampsia, dan
bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia pada sementara
wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg perminggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1 kilo
dalam seminggu atau 3 kilo dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai.
Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan
selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas, seperti kelopak mata
yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar.

Proteinuria
Derajat protein uria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional
(vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau
tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan
mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya
lebih belakangan darapada kenaikan berat badan yang berlebihan.

Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-kasus yang
lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan
pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsi, nyeri kepala hebat
hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama.

Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering ditemukan
preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin
disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat oedem atau perdarahan.

Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total. Disebabkan
oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital.

G. Klasifikasi

6
Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah adanya hipertensi dan proteinuria.
Kriteria lebih lengkap digambarkan oleh Working Group of the NHBPEP ( 2000 ) seperti digambarkan
dibawah ini:
Disebut preeklamsi ringan bila terdapat:
1. Tekanan darah >140 / 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.
2. Proteinuria kuantitatif (Esbach)  300 mg / 24 jam, atau dipstick  +1.
Disebut preeklampsia berat bila terdapat:
1. Tekanan darah >160 / 110 mmHg.
2. Proteinuria kuantitatif (Esbach)  2 gr / 24 jam, atau dipstick  +2.
3. Trombosit < 100.000 / mm3.
4. Hemolisis mikroangiopathi ( peningkatan LDH )
5. Peningkatan SGOT / SGPT.
6. Adanya sakit kepala hebat atau gangguan serebral, gangguan penglihatan.
7. Nyeri di daerah epigastrium yang menetap.

H. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan penanganan obstetrik.
Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebalum janin mati
dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.
Tujuan pengobatan PEB adalah :
1. Mencegah terjadinya eklampsi.
2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap.
Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah sakit ialah:
1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih.
2. Proteinuria 1+ atau lebih.
3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.
4. Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba.
Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena tindakan tersebut
menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia dengan bayi yang masih premature.

I. PENANGANAN PEB
Pada preeklapmsia ringan pengobatan bersifat simtomatis dan istirahat yang cukup. Pemberian
luminal 1-2 x 30 mg/hari dapat dilakukan bila tidak bisa tidur. Bila tekanan darah tidak turun dan ada
tanda-tanda ke arah preeklamsi berat maka dapat diberikan obat antihipertensi serta dianjurkan untuk rawat
inap.

7
Untuk preeklampsia yang berat, dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif berarti:
kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan terapi medikamentosa. Konservatif berarti:
kehamilan dipertahankan bersamaan dengan terapi medikmentosa.

1. Penanganan aktif
Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada tanda-tanda impending eklampsia,
HELLP syndrome, tanda-tanda gawat janin, usia janin 35 minggu atau lebih dan kegagalan penanganan
konservatif. Yang dimaksud dengan impending eklampsia adalah preeklampsia berat dengan satu atau lebih
gejala: nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah
progresif.
Terapi medikamentosa:
a. Diberikan anti kejang MgSo4 dalam infus 500 cc dextrose 5% tiap 6 jam. Cara
pemberian: dosis awal 2 gr iv dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
sebanyak 2 gram per jam drip infus. Syarat pemberian MgSO4: frekuensi nafas >
16x/menit, tidak ada tanda-tanda gawat nafas, diuresis >100 ml dalam 4 jam sebelumnya
dan refleks patella positif. Siapkan juga antidotumnya, yaitu: Ca-glukonas 10% (1 gram
dalam 10 cc NACL 0,9% IV, dalam 3 menit).
b. Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila dalam 2 jam belum turun,
dapat diberikan 10 mg lagi.
c. Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit.
Terminasi kehamilan dapat dilakukan bila penderita belum inpartu, dilakukan induksi persalinan
dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter foley atau prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat
induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi persalinan pervaginam.

2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan
kondisi janin baik, dilakukan penanganan konservatif.
Medikamentosa: sama dengan penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila tidak ada tanda-tanda
preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada perbaikan maka
keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan pengobatan dan harus segera diterminasi. Jangan lupa
diberikan oksigen dengan nasal kanul 4-6 L/menit.

J. KOMPLIKASI
Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari
ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang biasa terjadi :
1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
hipertensi akut.

8
2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.
3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.
4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low platelet.
5. Kelainan ginjal
6. DIC.
7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine

HELLP Syndrome
Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah suatu komplikasi pada
preeklampsia – eklampsia berat. Kehamilan yang dikomplikasikan dengan sindroma HELLP juga sering
dikaitkan dengan keadaan – keadaan yang mengancam terjadinya kematian ibu, termasuk DIC, oedema
pulmonaris, ARF, dan berbagai komplikasi hemoragik. Insiden terjadinya sindroma ini sebanyak 9,7 %
dari kehamilan yang mengalami komplikasi preeklampsia – eklampsia. Sindroma ini dapat muncul pada
masa antepartum (70 %) dan juga post partum (30 %). Ciri – ciri dari HELLP syndrome adalah:
 Nyeri ulu hati
 Mual dan muntah
 Sakit kepala
 Tekanan darah diastolik  110 mmHg
 Menampakkan adanya oedema
HELLP syndrome dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian:
1. Mississippi, dibagi menjadi 3 kelas:
 Thrombositopenia
- Kelas 1: ≤ 50.000 / μl
- Kelas 2: > 50.000 ≤ 100.000 / μl
- Kelas 3: > 100.000 ≤ 150.000 / μl
 Disfungsi hemolisis - hepatis
- LDH  600 IU / L
- SGOT dan / atau SGPT  40 IU / L
- Ciri – ciri tersebut harus semua terdapat
2. Tennessee, dibagi menjadi 2 kelas:
 Complete
- Trombosit < 100.000 / μl
- LDH  600 IU / L
- SGOT  70 IU / L
 Parsial
- Hanya satu dari ciri – ciri di atas yang muncul

9
Penanganan sindroma HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada preeklampsia –
eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi yang secara teoritis dapat berguna
untuk :
1. Dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan memberikan temporarisasi
singkat dari status klinis maternal.
2. Dapat meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara konvensional agar dapat
dilakukan anestesi regional untuk persalinan vaginal maupun abdominal.
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg sampai persalinan.
Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali, dilanjutkan dengan 2 x 5 mg sebanyak 2
kali, setelah itu dihentikan.

K. PROGNOSIS
Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklamsia adalah kriteria Eden:
1. Koma yang lama.
2. Nadi > 120x/menit.
3. Suhu > 40 ° C
4. TD sistolik > 200 mmHg.
5. Kejang > 10 kali.
6. Proteinuria > 10 gr/dl.
7. Tidak terdapat oedem.
Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas.

BAB III
IKHTISAR KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Identitas Istri
Nama : Ny. I
Umur : 37 tahun
Alamat : Jl. Seruni
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Tanggal Masuk : 21 Oktober 2005
Identitas Suami
Nama : Tn. S

10
Umur : 48 tahun
Alamat : Jl. Seruni
Suku : Jawa
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMP

II. ANAMNESA
Dilakukan autoanamnesa tgl. 21 Oktober 2005, pukul 17.30 WIB
Keluhan Utama:
Dirujuk dari bidan dengan keterangan G5P4A0 Hamil 26 minggu, dengan hipertensi TD 230/160 dan
sesak.
Keluhan Tambahan:
Nyeri perut bawah, kedua tangan dan kaki bengkak.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dirujuk dari bidan dengan keterangan G 5P4A0 Hamil 26 minggu ( berdasarkan USG 19
Oktober 2005 ) dengan hipertensi TD 230/160 dan sesak. Pasien juga mengeluh rasa kencang – kencang
pada perut bawah, kedua tangan dan kaki bengkak. Keluar air – air (-), lendir darah (-), sakit kepala (+)
kadang - kadang, nyeri ulu hati (-), mual (-), pandangan kabur (-), kejang (-). Saat di bidan sudah diberikan
adalat 10 mg sub lingual pada pukul 16.00.
Selama hamil pasien ANC dibidan tidak teratur.
Riwayat Penyakit Sistemik:
Hipertensi (+) tidak minum obat, DM (-), penyakit jantung (-), asthma (-), alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Hipertensi (+) ibu dan saudara kandungnya, DM (-), penyakit jantung (-), asthma (-), alergi (-).
Riwayat Perkawinan
Menikah 1x, usia 18 tahun, dengan suami 24 tahun.
Riwayat haid
Menarche pada usia 15 tahun, haid teratur, banyaknya 2-3 pembalut perhari, siklus 30 hari, lama haid 7
hari, dismenorhea tidak ada.
HPHT : 8 April 2005 TP : 15 Januari 2006
Riwayat KB
Pil KB selama 1 tahun setelah kelahiran anak pertama, dilanjutkan lagi selama 6 tahun setelah kelahiran
anak kedua.
Suntik 3 bulan selama 1 tahun dan pil selama 3 tahun setelah kelahiran anak ketiga.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan:
G5P4A0
1. 1987, ♀, spontan, 9 bulan, 3500 gr, ditolong dukun, sehat.

11
2. 1989, ♀, spontan, 9 bulan, 3000 gr, ditolong dukun, sehat.
3. 1997, ♀, spontan, 9 bulan, 3000 gr, ditolong dokter, sehat.
4. 2004, ♀, IUFD, 32 minggu.
5. Ini
BB sebelum Hamil =  70 kg.
BB setelah hamil = 93 kg

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36,5oC
RR : 28x/mnt
A. Status Generalis
Kepala : Normochepali, rambut hitam tebal, sukar dicabut.
Mata : CA -/-, SI -/-
THT : Faring Hiperemis (-), Tonsil T1 – T1 tenang
Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak membesar.
Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler, Rh-/-, Wh-/-
Mammae : Simetris, benjolan (-), retraksi puting (-).
Abdomen : Lihat status obstretikus.
Ekstremitas : Oedem (+) tangan dan kaki, akral hangat
B. Status Ginekologis
1. Abdomen
Inspeksi : Simetris, membesar sesuai dengan kehamilan, striae gravidarum (+)
Palpasi : TFU  25 cm
Leopold I – IV : Sukar ditentukan karena os gemuk
His : (-)
Auskultasi : Djj: 153 dpm
2. Anogenital
Inspeksi : V / U tenang, lendir darah (-)
VT : Portio kenyal, aksial, tebal 3 cm, Ø 1 cm, ketuban (+).

12
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG
Tampak janin presentasi bokong tunggal hidup
DBP: 6,6 cm AC: 20,567 cm FL: 5,2 cm
ICA: cukup TBJ: 700 gr
Plasenta di fundus
Kesan: Hamil intra uterine, sesuai kehamilan 27 minggu.
2. Laboratorium tgl 21 Oktober 2005
Darah:
Hb : 13,9 gr/dl SGOT : 134 U/l Natrium : 142
Ht : 42 vol % SGPT : 113 U/l Kalium : 4,0
Leukosit : 19.500 /l LDH : 1960 U/l Chlorida : 106
Trombosit : 138.000 /l Albumin : 3,8 g/dl Fibrinogen : 529
Gol. darah : B/+ Ureum : 55 mg/dl PT : 33,5”
GDS : 97 mg/dl Creatinin : 1,69 mg/dl APTT : 10,8“
Asam urat : 5,7 mg/dl
Urin:
Warna : Kuning jernih
BJ : 1020
pH : 5
Sedimen : Epitel : (+)
Leukosit : 6 - 8 / LPB
Eritrosit : 3 - 5 / LPB
Silinder : 2 – 3 / LPB
Kristal : (-)
Protein : +3
Glukosa : (-)
Keton : (-)
Hb : +2
Bilirubin : (-)
Urobilinogen: 0,1
Urobilin : (+)

V. RESUME
Pasien, Ny. I, 37 tahun, datang dirujuk dari bidan dengan keterangan G 5P4A0 Hamil 26 minggu
( berdasarkan USG 19 Oktober 2005 ) dengan hipertensi TD 230/160 dan sesak. Pasien juga mengeluh rasa

13
kencang – kencang pada perut bawah, kedua tangan dan kaki bengkak. Keluar air – air (-), lendir darah (-),
sakit kepala (+) kadang - kadang, nyeri ulu hati (-), mual (-), pandangan kabur (-), kejang (-).
Pemeriksaan Fisik :
Status generalis :
KU / Kesadaran : Sakit sedang / CM
TD : 180/100 mmHg
Nadi : 100 x / menit
RR : 28x / menit
S : 36,5 º C
Cor : S1-S2 reguler, mur –mur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler, Rh-/-, Wh-/-
Extremitas: Oedem (+) tangan dan kaki.
Status Obstretikus :
1. Abdomen
Inspeksi : Simetris, membesar sesuai dengan kehamilan, striae gravidarum (+)
Palpasi : TFU 25 cm
Leopold I – IV : Sukar ditentukan karena os gemuk
His : (-)
Auskultasi : Djj: 153 dpm
2. Anogenital
Inspeksi : V / U tenang, lendir darah (-)
VT : Portio kenyal, aksial, tebal 3 cm, Ø 1 cm, ketuban (+).
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 13,9 gr/dl SGOT : 134 U/l
Ht : 42 vol % SGPT : 113 U/l
Leukosit : 19.500 /l LDH : 1960 U/l
Trombosit : 138.000 /l Albumin : 3,8 g/dl
GDS : 97 mg/dl Protein : +3

VI. DIAGNOSA KERJA


Ibu : G5P4A0 Hamil 27 minggu dengan PEB superimposed, HELLP
Syndrome
Janin : Janin Presentasi Bokong Tunggal Hidup

VII. PROGNOSIS
Ibu : Dubia
Janin : Dubia ad malam

14
VIII. SIKAP
1. Observasi TNP / jam, S / 4 jam, his, DJJ tiap 1 jam
2. MgSO4 2 gr i.v dilanjutkan 12 gr i.m boka boki  ditunda s/d diuresis normal
3. Nifedipin 3 x 10 mg
4. Fluimucyl 3 x 600 mg
5. Inj. Vit C 2 x 400 mg
6. Restriksi cairan 2000 cc / 24 jam, balan seimbang / 6 jam
7. Terminasi kehamilan pervaginam
8. Induksi pematangan dengan folley catheter
9. O2 4 – 6 liter / menit
10. Informed consent kepada suami

IX. FOLLOW-UP
Pukul 21.00 WIB :
Informed consent kepada suami  suami tidak ada

Pukul 22.20 WIB :


Suami datang, setuju untuk dilakukan pemasangan folley catheter.
S : mulas (+) jarang
O : Ku/Kes : Baik / CM
TD : 160/100 mmHg N : 90x/menit
RR : 16x/ menit. S : afebris
St. Obs : VT : Portio lunak, axial, tebal 2 cm, Ø 2 cm, ketuban (+), bokong H I - II
A : Pelvik belum matang, Ø 2 cm, jika dipasang folley catheter kemungkinan besar akan
lepas.
P : Induksi pematangan dengan misoprostol 2 x 100 mg

Pukul 22.35 WIB


Terpasang misoprostol pertama 100 mg

Pukul 02.00 WIB:


S : Mules (+) sering, pasien ingin meneran, keluar air – air.
O : Ku/Kes : Baik / CM
TD : 140/80 mmHg N : 90x/menit
RR : 16x/ menit. S : afebris
St. Obs : VT : Ø lengkap, ketuban (-), bokong H II - III
A : G5P4A0 Hamil 27 minggu, PEB, HELLP Syndrome
PK II

15
P : Pimpin meneran

Pukul 02.15 WIB :


Lahir spontan bayi ♀, BB 750 gr, PB 35 cm, AS: 2 / 4, ketuban jernih, jumlah cukup.
Dilakukan mamajemen aktif kala III.
Plasenta lahir spontan, lengkap.
Perineum intak.
Observasi 2 jam PP :
TD FN RR Kontraksi
02.40 160/110 92 20 baik
03.20 160/100 92 20 baik
03.40 160/100 88 20 baik
04.20 160/100 80 20 baik

BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini ditegakkan diagnosis G 5P4A0, hamil aterm dengan PEB superimposed dan HELLP Syndrome
berdasarkan:
1. Anamnesa
Pasien datang dirujuk oleh bidan dengan tekanan darah tinggi yaitu 230/160 mmHg, kedua tangan
dan kaki bengkak, berat badan yang banyak meningkat dibandingkan dengan kehamilan normal yaitu >20
kg selama kehamilan 27 minggu, dan juga pasien kadang mengalami sakit kepala. Selain itu pasien juga
mengatakan bahwa saat kehamilan sebelumnya dan saat tidak hamil pun tekanan darah pasien tinggi. Hal
ini diperkuat dengan adanya faktor keturunan hipertensi dari keluarganya.
Hal ini sesuai dengan teori yaitu preeklampsi yang salah satunya terdiri dari hipertensi,
dikatakan hipertensi karena tekanan darah pasien ini pada sistole lebih dari 140 mmHg dan diastole lebih
dari 90 mmHg, bahkan pada pasien ini termasuk dalam preeklampsia berat dikarenakan tekanan darah
systole pada pasien ini > 160 mmHg dan diastole > 110 mmHg. Hipertensi pada preeklampsia terjadi
pada kehamilan lebih dari 20 minggu. Tetapi pada pasien ini disebut PEB superimposed karena
hipertensinya sudah terdapat sebelum pasien hamil, dan diperberat dengan adanya kehamilan. Kedua
tangan dan kaki bengkak menunjukkan adanya oedem dan peningkatan berat badan saat kehamilan yaitu
> 20 kg (kehamilan normal rata-rata 12,5 kg) disamping karena kehamilannya juga disebabkan karena
retensi cairan di jaringan sehingga menambah berat badan ibu. Nyeri kepala yang dirasakan oleh pasien
juga merupakan suatu gejala yang lazim ditemukan pada pasien – pasien PEB, sedangkan pada PER

16
belum tentu terdapat keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala ini terutama dirasakan di daerah frontal dan
oksipital, yang tidak hilang dengan analgesik biasa.
Sedangkan untuk HELLP syndrome-nya, gejala yang terdapat pada pasien ini juga sesuai dengan
teori, yaitu adanya tekanan darah diastolik yang  110 mmHg, adanya nyeri kepala, dan adanya oedema.

2. Pemeriksaan fisik
Ditemukan tekanan darah: 180/100 mmHg, peningkatan berat badan berlebih (20 kg) selama
kehamilan, dan adanya edema pada kedua tangan dan tungkai.
Hal ini sesuai dengan teori dimana pre-eklampsi berat tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan
didapatkan adanya peningkatan berat badan yang berlebih, dan adanya oedema pada keempat
ekstrimitasnya. Sedangkan pada pasien ini didapatkan tekanan darah diastolik yang hanya 100 mmHg,
hal ini tidak sesuai dengan teori PEB, dimana tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg. Hal ini
dimungkinkan karena pasien sudah mendapatkan terapi adalat 10 mg sub lingual pada pukul 16.00 saat di
bidan. Sehingga tekanan darahnya sudah sempat turun.

3. Pemeriksan penunjang:
Dari pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan laboratrium ditemukan proteinuria yaitu +3,
trombosit 138.000 /l, SGOT 134 U/l, SGPT 113 U/l, LDH 1960 U/l,
Hasil laboratorium dari pasien ini juga sesuai dengan teori PEB, yaitu adanya proteinuria
kuantitatif (Esbach)  2 gr / 24 jam, atau dipstick  +2. Dan sesuai juga dengan teori HELLP Syndrome,
dimana terdapat adanya LDH  600 IU / L, SGOT dan / atau SGPT  40 IU / L, dan trombosit > 100.000 ≤
150.000 /l. Dan menurut hasil laboratoriumnya pasien ini termasuk dalam kelas 3 menurut criteria
Mississippi
dari adanya hipertensi, edema dan proteinuria, pasien ini termasuk dalam pre-eklampsi berat karena
adanya gejala dari pre-eklampsi berat yaitu tekanan sistol ≥ 160 mm Hg, tekanan diastole ≥ 110 mm Hg,
dan proteinuria +3.

Pengobatan preeklampsi yang tepat pada pasien ini adalah pengakhiran kehamilan. Pada pasien ini
diakhiri kehamilannya secara partus pervaginam, dengan pertimbangan multipara, kehamilan yang masih
berumur 27 minggu, dengan TBJ yang tidak terlalu besar. Sehingga ibu tidak perlu terlalu meneran.
Diagnosa banding untuk preeklampsi adalah hipertensi kronis. Pada kasus ini tidak dituliskan diagnosis
banding karena gejala dan tanda dari preeklampsia sudah jelas sehingga diagnosis hipertensi kronis dapat
disingkirkan. Karena pada pasien ini ditemukan adanya edema dan proteinuria. Walaupun pada pasien ini
sebelum hamil didapatkan tekanan darah yang tinggi dan setelah melahirkan tekanan darahnya tidak normal
kembali. Sehingga pada pasien ini ditegakkan diagnosa PEB superimposed.
Penanganan yang dilakukan pada pasien preeklamsia ditujukan untuk mengurangi gejala / tanda
preeklampsia-eklampsia dan melahirkan janin. Pada pasien ini diputuskan dilakukan penanganan aktif

17
dengan prioritas menyelamatkan ibu dengan indikasi adanya PEB dan HELLP Syndrome, walaupun hamil
belum aterm, dan kemungkinan janin untuk hidup juga kecil. Selain terminasi kehamilan pada pasien juga
diberikan terapi:
1. MgSO4 2 gr i.v dilanjutkan 12 gr i.m boka boki  ditunda s/d diuresis normal.
MgSO4 diberikan untuk meningkatkan ambang rangsang terhadap kejang, dimana his pada
persalinan merupakan rangsangan yang kuat untuk terjadinya kejang. Tetapi pada pasien ini
ditunda karena diuresisnya pada saat datang sedikit dan pada saat dipasang DC urin juga tidak
keluar. Sedangkan syarat pemberian MgSO4 adalah diuresis >100 ml dalam 4 jam
sebelumnya, karena Mg diekskresikan melalui ginjal. Sehingga bila fungsi ginjal jelek maka
Mg akan tertimbun dalam tubuh sehingga menjadi toksik.
2. Nifedipin 3x10 mg, sebagai anti hipertensi.
3. Flumucyl 3 x 600 mg, sebagai antioksidan.
4. Inj Vit C 2 x 400 mg, sebagai antioksidan.
5. Restriksi cairan 2000 cc/jam, agar tidak terjadi oedema paru
6. Induksi pematangan dengan folley catheter, karena pada pasien ini direncanakan partus
pervaginam, sedangkan pada saat datang pelvic belum matang.
7. O2 4 – 6 liter / menit, agar suplai oksigen ke janin melalui plasenta tetap adekuat.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Preeklampsia dan segala komplikasinya merupakan suatu keadaan yang memiliki angka yang
cukup tinggi dalam menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Deteksi dini dan
pencegahan dapat dilakukan dengan suatu asuhan antenatal yang teratur dan berkesinambungan. Bila kita
sudah mengetahui sebelum terjadi komplikasi yang berat, maka kita akan mendapat hasil yang memuaskan,
baik ibu maupun janin. Diharapkan pelayanan kesehatan primer dapat mendeteksi adanya preeklampsia.
Jadi bila merujuk pasien ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi tidak dalam keadaan terlambat.
Komplikasi preeklampsia dapat mengenai berbagai macam sistem tubuh. Bila telah terjadi
komplikasi maka pengawasan dan penanganan ketat harus dilakukan. Salah satu tindakan yang harus
dilakukan pada PEB dengan komplikasi adalah terinasi kehamilan, dimana sudah dilakukan secara tepat
pada pasien ini. Setelah itu pengontrolan tekanan darah juga harus dilakukan secara ketat agar tidak terjadi
perburukan keadaan ibu.

18
Saran :
1. ANC pada ibu hamil harus dilakukan secara teratur sehingga adanya gejala preeklampsi
dapat terdeteksi secara dini dengan demikian timbulnya gejala yang lebih berat (eklampsi) dapat
dihindari.
2. Perbaikan intake ibu, tinggi protein, tinggi kalori, balans cairan seimbang 2000 cc/24 jam.
3. Pada kasus ini seharusnya ibu disarankan untuk KB mengingat ini adalah kehamilan yang
keempat dan disertai dengan PEB dan hipertensi diluar kehamilan.
4. Pada pasien ini juga seharusnya dikonsulkan kepada bagian penyakit dalam untuk penatalaksanaan
hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsi Berat. Ilmu Kandungan edisi ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta 1999. 281-308.
2. Jenklus D. Pre-eclamptic Toxaemia, Interuniversity school for study of pathophysiology of pregnancy.
Dubrovnik,1989.
3. SMF Kebidanan RSUP Fatmawati , Pre-eklampsi, Standard Operatif Pelaksanaan Medis 1998.
4. Jurnal penatalaksanaan Pre-eklampsi dan Eklampsi Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta, April 1998.
5. Bagian Obstetri Ginekologi FK Unpad Pre-eklampsi, Obstetri Patologi, 1983.
6. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Preeklampsi berat dan Eklampsi.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Jakarta.2002.
7. Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams Obstetrics, 21 st ed. Prentice
Hall International Inc. Appleton and Lange. Connecticut. 2001. 653 - 694.
8. Visser, W et.al. Temporising Management of Severe Pre-eclampsia With and Without the HELLP
Syndrome. British Journal of Obstetrics and Gynecology. Volume 102. Number 2, February 1995. 111
– 117.
9. Martin, JN et.al. Early Risk Assessmentof Severe Pre-eclampsia: Admission Battery of Symptoms
and Laboratory Test to Predict Likelihood of Subsequent Significant Maternal Morbidity. American
Journal of Obstetrics and Gynecology. Part 1. Volume 180. Number 6. 1999. 1407 – 1414.
10. Anwar, AD et.al. Penggunaan Nifedipin Pada Penderita Preeklampsia Berat. Majalah Obstetri dan
Ginekologi Indonesia. Volume 22. Nomor 1. Januari 1998. 8 – 13.
11. http://www.healthatoz.com/health/ency/pre-eclamptic.
12. http://www.emedicine.com/health/topic1905.html
13. http://www.emedicine.com/health/topic3250.html

19

Anda mungkin juga menyukai