Anda di halaman 1dari 20

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama : Grasia

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 3 tahun

RM : 570133

MRS : 24/9/2012

Jaminan : Jamkesmas

Diagnosis : Microtia

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Telinga sebelah kanan kecil

Anamnesis Tambahan : Dialami sejak lahir. Osi juga tidak dapat mendengar pada sisi
telinga yang kecil. Riwayat ibu mengkonsumsi jamu-jamuan saat hamil tidak ada. Ibu
osi mengaku sering memakan makanan yang bergizi saat hamil dulu. Riwayat
persalinan tidak ada masalah. Riwayat keluarga yang menderita hal yang sama dengan
osi tidak ada.

III. PEMERIKSAAN FISIS


Status Generalis
Sakit Ringan/ Gizi Cukup/ Composmentis
Status Vitalis
TD: 110/70 mmHg HR: 88x/mnt P: 24x/mnt S: 36,8oC
Status Lokalis
Regio Auricula (D)
I : Tampak ukuran daun telinga lebih kecil dibandingkan telinga sebelah
kiri. Tidak terdapat lubang telinga pada sisi kanan.
IV. FOTO KLINIS

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (24/09/2012)

24/9/2012

WBC 8,27

RBC 4,55

HGB 12,9

HCT 34,4

PLT 294

ur/cr 30/0,6

SGOT/SGPT 35/19

PT/APTT 10,3/28,9
VI. RENCANA TINDAKAN
Rencana Tindakan rekonstruksi telinga pada umur 7 tahun

VII. RESUME

Seorang perempuan usia 3 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan bentuk telinga
kanan lebih kecil dari telinga kecil, dialami sejak lahir. . Osi juga tidak dapat
mendengar pada sisi telinga yang kecil. Riwayat ibu mengkonsumsi jamu-jamuan saat
hamil tidak ada. Ibu osi mengaku sering memakan makanan yang bergizi saat hamil
dulu. Riwayat persalinan tidak ada masalah. Riwayat keluarga yang menderita hal
yang sama dengan osi tidak ada. Dari pemeriksaan fisis pada status generalis
didapatkan sakit ringan, gizi cukup, composmentis, TD: 110/70 mmHg HR: 88x/mnt
P: 24x/mnt S: 36,8oC. Status lokalis, pada region auricular dextra pada pemeriksaan
inspeksi tampak auricular dextra lebih kecil dari auricular sinistra. Tidak didapatkan
kanalis auditorius externa. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis dapat disimpulkan
diagnosis sementara yaitu microtia grade III.
MICROTIA

I. PENDAHULUAN
Mikrotia terbentuk dari dua kata yaitu micro yang artinya kecil dan otia yang
artinya telinga. Microtia adalah malformasi daun telinga yang memperlihatkan
kelainan bentuk ringan sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk
sama sekali (anotia). Biasanya bilateral dan berhubungan dengan stenosis atau atresia
meatus akustikus eksternus dan mungkin malformasi inkus dan maleus. Serta faresis
N. fasialis. Kadang disertai dengan gangguan pertumbuhan mandibula berupa
disostosis mandibulofasial (sindrom treacher-Collin).(1)
Kelainan kongenital ini akibat cacat pertumbuhan tulang rawan Meckel dari
arkus brankialis I. Kelainan berupa gangguan pertumbuhan pina sehingga telinga luar
menjadi kecil sekali dan bentuknya tidak normal. Kelainan ini sering kali diikuti
dengan gangguan pertumbuhan telinga bagian tengah dengan akibat tuli konduksi.(1)

II. EPIDEMIOLOGI
Terjadi pada setiap 5000-7000 kelahiran (bergantung kepada statistik tiap-tiap
negara dan ras individual). Jumlahnya di Indonesia tidak diketahui dengan pasti
karena belum pernah ada koleksi data sehubungan dengan mikrotia. Sekitar 90%
kasus mikrotia hanya mengenai satu telinga saja (unilateral) dan 10% dari kasus
mikrotia adalah mikrotia bilateral. Telinga terbanyak yang terkena adalah telinga
kanan. Anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan anak perempuan
(sekitar 65:35). Dan ras Asia lebih sering terkena dibanding ras lain.(1,2)

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Embriologi Telinga
Telinga tengah dan telinga bagian luar berasal dari yang pertama (mandibula) dan
yang kedua (hyoid) lengkungan brachial. (1)
Gambar 1. Enam tonjolan mesenkemial berasal
dari lengkungan brachial pertama dan kedua yang
muncul di sisi lai dari celah brachial yang
petama.(2)

Gambar 2. Tonjolan pertama dan ke enam


relatif berada pada posisi yang tetap,
sementara tonjolan yang lain berputar di
sekitar celah menuju posisi baru mereka,
memberikan pertumbuhan kepada bagian-
bagian dari anatomi aurikuler.(2)

Kebanyakan pasien dengan mikrotia terdapat atresia (ketiadaan) dari kanal


auditory external dan membran timpani dengan kelainan yang bervariasi dari osikel
telinga tengah. Jarang pasien datang dengan mikrotia dan kanal stenosis yang paten.
Jarang terjadi tapi sangat sulit diperbaiki adalah pasien dengan sisa aurikuler yang
berada dalam posisi abnormal. Karena meatus hanya bisa dipindahkan dalam jarak
yang terbatas, dokter bedah harus mempertimbangkan eksisi komplit dari kanal.(1,2)
Telinga bagian dalam berasal dari jaringan embriologi yang terpisah sama
sekali dari telinga bagian tengah dan bagian luar, sehingga hampir selalu normal pada
pasien dengan mikrotia. Dengan kata lain kehilangan pendengaran pada pasien
mikrotia atau atresia adalah tuli konduktif.(2)
Gambar 4: Struktur Telinga Luar

Gambar 5: Anatomi Telinga

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian antara lain telinga luar, telinga
tengah dan telinga dalam. (2)

a. Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf
S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga
bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½-3cm. (1,2)
b. Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan : (2)
Batas luar : membrane timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batasan bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis)
Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
Batas atas : tegmen timpani ( menigen/ otak)
Batas dalam :berturut-turut dari atas ke bawah semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
( round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga.
Bagian atas disebut pars flaksida (membrane shrapnel) sedangkan bagian bawah pars
tensa (membrane propria). Pars flaksida hanya berlapis dua , yaitu bagian luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia,
seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah,
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.(2,3)
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan . Prosesus
longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan
inkus melekat pada stapes. Stapes melekat pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.(2)
c. Telinga dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibule. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membrane tektoria, dan pada membrane basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis korti, yang membentuk organ corti.(2)
Gambar 6. Rata-rata, aurikel orang dewasa
tinggi 6,5 cm secara vertical dan lebar 3.5
cm. Batas posterior sudut secara anterior
tepat 15 derajat dari vertikal.(1)

Mekanisme pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh


daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang ke koklea. Sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang
akan menimbulkan potensial aksi pada saraf audiotorius, lalu dilanjutkan ke
nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-40) di lobus
temporalis.(2)

IV. ETIOLOGI
Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya Microtia. Tapi
hal-hal berikut harus diperhatikan oleh ibu hamil di trimester pertama kehamilan : (3)
a. Faktor Makanan
b. Stress
c. Kurang Gizi pada saat kehamilan
d. Menghindari pemberian / penggunaan obat2an / zat kimia
e. Genetik bisa menjadi salah satu factor penyebab microtia tapi belum pernah
diketahui bagaimana genetic bisa mempengaruhi / menjadi faktor penyebab
Microtia.
Ukuran, posisi aurikula, serta lekuknya penting dalam evaluasi keberhasilan
rekonstruksi aurikula. Rangka telinga dibentuk dari tandur iga, yang disesuaikan
dengan tinggi telinga sisi normal (Sa-sba) dan lebar telinga (Pra-pa). Aurikuloplasti
tahap pertama, yaitu membentuk rangka telinga dan menanamnya pada daerah
subkutis telinga. Tahap kedua setelah 12 minggu, dilakukan elevasi rangka telinga.(2,3)
V. MANIFESTASI KLINIS
Ada tiga kategori penting yang memudahkan menilai kelainan daun telinga
dengan cepat. Departemen THT FKUI/RSCM menggunakan kriteria menurut Aguilar
dan Jahrsdoerfer,1 yaitu:
a. Derajat I: jika telinga luar terlihat normal tetapi sedikit lebih kecil. Tidak
diperlukan prosedur operasi untuk kelainandaun telinga ini. Telinga berbentuk
lebih kecil dari telinga normal. Semua struktur telinga luar ada pada grade I
ini, yaitu kita bisa melihat adanya lobule, helix dan anti helix. Grade I ini
dapat disertai dengan atau tanpa lubang telinga luar (external auditory
canal).(2,3)
b. Derajat II: jika terdapat defisiensi struktur telinga seperti tidak terbentuknya
skapa, lobul, heliks atau konka. Ada beberapa struktur normal telinga yang
hilang. Namun masih terdapat lobule dan sedikit bagian dari helix dan anti
helix.(2,3)

c. Derajat III: terlihat seperti bentuk kacang tanpa struktur telinga atau
anotia.Kelainan ini membutuhkan proses operasirekonstruksi dua tahap atau
lebih. Kelompok ini diklasifikasikan sebagai mikrotia klasik. Sebagian besar
pasien anak akan mempunyai mikrotia jenis ini. Telinga hanya akan tersusun
dari kulit dan lobulus yang tidak sempurna pada bagian bawahnya. Biasanya
juga terdapat jaringan lunak di bagian atas nya, dimana ini merupakan tulang
kartilago yang terbentuk tidak sempurna. Biasanya pada kategori ini juga akan
disertai atresia atau ketiadaan lubang telinga luar.(3,4)

Gambar 1: Grade I Gambar 2: Grade II


Gambar 3: Grade III Gambar 4: Anotia

Sedangkan Tanzer mengklasifikasikan mikrotia berdasarkan deskripsi dan lokasi


dari defek: (3)
 Tipe A : Telinga anotik
 Tipe B : Telinga hipoplastik yang lengkap dengan atau tanpa atresia
aural
 Tipe C : Hipoplasia dari 1/3 tengah dari aurikel
 Tipe D : Hipoplasia dari 1/3 superior dari aurikel
 Tipe E : Telinga yang prominen

Kemudian ada klasifikasi Nagata yang berhubungan dengan pendekatan operasi.(4)


 Tipe lobulus. Pasien memiliki sisa telinga dan lobulus salah posisi tapi tidak
memiliki konka, meatus akusitikus atau tragus.
 Tipe konka. Pasien memiliki sisa telinga, lobulus salah posisi, konka
(dengan atau tanpa meatus akustikus), tragus, dan anti tragus dengan
insisura intertragica
 Tipe konka kecil. Pasien memiliki sisa telinga, lobulus salah posisi, dan
indentasi kecil daripada konka.
 Anotia. Pasien dengan tidak ada atau hanya sedikit telinga yang tersisa.
 Mikrotia atipikal. Pasien ini memiliki deformitas yang tidak sesuai dengan
kategori diatas.
Gangguan Penyerta Mikrotia
Sebagian besar pasien dengan mikrotia tidak memiliki gangguan lain. Namun
sepertiga dari keseluruhan kasus akan mengalami jaringan dan tulang yang tidak
berkembang di sisi mikrotianya. Hal ini biasa disebut dengan hemifacial microsomia.
Sekitar 15% dari keseluruhan kasus mengalami kelemahan saraf fasialis. Kelainan
lainnya yang sangat jarang bisa berupa gangguan pembentukan palatum (bibir
sumbing), gangguan jantung dan gangguan ginjal. Jantung dan ginjal bisa terkena
karena kedua organ ini berkembang bersamaan dengan perkembangan telinga luar dan
telinga tengah.(4)
Anak-anak dengan mikrotia menjadi sadar dengan kondisi dirinya pada saat
menginjak usia tiga setengah tahun. Sebelum usia itu anak-anak cenderung tidak
peduli dengan kondisinya. Setelah menginjak usia tersebut anak mulai menanyakan
tentang telinganya yang kecil sebelah atau telinganya yang bentuknya berbeda dengan
teman-temannya.(4)

VI. DIAGNOSIS
Mikrotia akan terlihat jelas pada saat kelahiran, ketika anak yang dilahirkan
memiliki telinga yang kecil atau tidak ada telinga. Tes pendengaran akan digunakan
untuk mengetahui apakah ada gangguan pendengaran di telinga yang bermasalah atau
tidak. Dan jika ada gangguan pendengaran, maka derajat berapa gangguan
pendengarannya.(2,4)

VII. PENATALAKSANAAN
Usia pasien menjadi pertimbangan operasi, minimal berumur 6–8 tahun. Pada
usia ini, kartilago tulang iga sudah cukup memadai untuk dibentuk sebagai rangka
telinga dan telinga sisi normal telah mencapai pertumbuhan maksimal, sehingga dapat
digunakan sebagai contoh rangka telinga. Pada usia ini daun telinga mencapai 80–
90% ukuran dewasa.(1,4)
Dengan tidak adanya tulang rawan daun telinga, pembedahan rekonstruksi
jarang menghasilkan kosmetik yang memuaskan. Prostesis yang artistik adalah
pemecahan yang paling baik untuk kosmetiknya. Pada kelainan unilateral dengan
pendengaran normal dari telinga telinga sisi lain, rekonstruksi telinga tengah tidak
dianjurkan, tetapi bila terjadi gangguan pendengaran bilateral, dianjurkan rekonstruksi
telinga tengah.(5)
Terdapat tiga model rangka telinga untuk operasi rekonstruksi, antara lain:
a. tandur autologus, yaitu rekonstruksi menggunakan kartilago autologus, telah
menjadi standar operasi rekonstruksi karena tandur diterima dengan baik dan
tidak terjadi reaksi penolakan jaringan.(5)
b. prosthetic framework, bila rekonstruksi menggunakan rangka silikon atau
goretex. Metode ini sering menimbulkan komplikasi nekrosis. Integritas
jaringan host dengan bahan prostetik masih memerlukan penelitian lebih
lanjut.(5)
c. prosthetic ear replacements.(5)

Di bawah ini adalah tiga pilihan untuk rekonstruksi mikrotia: (5)


1. Rekonstruksi autogenik
2. Gabungan rekonstruksi autogenik dan aloplastik menggunakan sebuah
kerangka telinga aloplastik
3. Rekonstruksi prostetik

 Rekonstruksi Autogenik
Dua teknik utama yang menjelaskan untuk rekonstruksi autogenik dari aurikel
yang menggunakan kerangka kartilago dari tulang rusuk adalah teknik Brent dan
teknik Nagata.(3)
Teknik Brent melibatkan empat tahapan:
1. Pembuatan dan penempatan dari kerangka aurikuler kartilago tulang rusuk.
Gambar 5. Pemuatan dari kerangka telinga dari kartilago tulang rusuk. Teknik brent
tahap 1. A: Blok dasar diperoleh dari sinkondrosis dari dua kartilago tulang rusuk.
Pinggrian heliks dipertahankan dari sebuah kartilago rusuk yang “mengambang”. B:
Mengukir detail menjadi dasar menggunakan gouge. C: Penipisan dari kartilago
tulang rusuk untuk membuat pinggiran heliks. D: Mengaitkan pinggiran ke blok dasar
menggunakan benang nilon. E: Kerangka selesai(4)

Gambar 6. Pemasangan dari kerangka telinga teknik Brent tahap 1. A: Tanda preoperative menandakan lokasi
yang diinginka dari kerangka (garis lurus) dan pelebaran dari pembedahan yang diperlukan (garis putus-putus).
B: Pemasangan dari kerangka kartilago. C: Tampilan setelah tahap pertama. Kateter suction digunakan untuk
2. Rotasi dari lobulus telinga yang salah posisi menjadi posisi yang benar.
menghisap kulit ke dalam jaringan interstisial dari kerangka.
Gambat 7. Rotasi dari lobules. Teknik
Brent tahap 2. Lubang telinga di
rotasi dari malposisi vertical menjadi
posisi yang benar di aspek kaudal dari
kerangka. A: Desain dari rotasi lobus
dibuat dengan incise yang dapat

A B digunakan di tahap 4, konstruksi


tragus. B: Setelah rotasi dari
lobules.(4)

3. Pengangkatan dari aurikel yang di rekonstruksi dan pembuatan dari sulkus


retroaurikuler.
Gambar 8. Elevasi dari kerangka dan skin
graft menjadi sulkus. Teknik Brent tahap
3. A: Insisi dibuat dibelakang telinga. B:
Kulit kepala retroaurikuler dimajukan ke
sulkus jadi graft akhir tidak akan terlihat.
C: Graft yang tebal pada permukaan
medial yang tidak tersembunya dari
aurikel.(3)
A B C

4. Pendalaman dari konka dan pembuatan tragus.

Gambar 9. Konstruksi dari tragus. Teknik Brent tahap 4. A: Graft konka diambil dari dinding konka posterior dari
telinga yang berlawanan. B: Insisi bentuk L dibuat dan graft diamasukkan dengan permukaan kulit di bawah. C:
Graft sembuh dengan baik(3)
Teknik Nagata dilakukan dalam dua tahapan: (3,4)
1. Pembuatan kerangka aurikuler termasuk tragus dan rotasi dari lobules ke
posisi yang benar. (dengan kata lain menggabungkan tahap 1,2, dan 4 dari
teknik Brent)

Gambar 10. Pembuatan kerangka


kerangka telinga dari kartilago tulang
rusuk. Teknik Nagata tahap 1. A. Secaa
garis besar mirip dengan Brent, dasar dan
detailnya di buat dari sinkrondosis dari 2
tulang rusuk. B: Empat buah kartilago
yang membuat kerangka kartilago
diberikan nomor. Dasar dan pinggiran
heliks seperti pada teknik Brent. Terdapat
potongan antiheliksa-fossa triangular
tambahan dan ada tambahan potongan
tragus-antitragus yang khas pada prosedur
Nagata.

A B
B
A

D
C

Gambar 11. Penempatan dari kerangka kartilago, teknik Nagata tahap 1. A: Insisi di
desain, mengambil sebagian besar dari kulit di permukaan medial dari lobulus yang akan
dibutuhkan untuk membentuk garis konka. B: Kantung di bedah, membuat pedikel yang
intak di ujung kaudal dari flap. C: Kerangka di masukkan. D: Tampilan dari kerangka
setelah tahap 1. Drain suction ditempatkan untuk menghisap kulit yang berada dibawah
kartilago.

2. Elevasi dari rekonstruksi telinga dan pembuatan dari sulkus retroaurikuler.


A B C

Gambar 12. Pengangkatan dari kerangka. Teknik Nagata tahap 2. A: Aurikel diangkat,
kulit kepala dibuat menjadi sulkus, dan kulit yang dipindahkan di tutup dengan flap
temporoparietal dan skin graft. B: Skin graft berada di tempatnya. Nagata menjelaskan
kegunaan dari ketebalan kulit yang dipisah , tetapi penulis telah memperhatikan
penyusutan yang drastic dari graft yang tipis dan menyarankan graft yang sangat tebal. C:
Pemotongan melintang menunjukkan bahwa gaft kartilago berada pada tempatnya
menyediakan gambaran sebagaimana flap temporoparietal menutupi flap temporoparietal.

 Rekonstruksi Alloplastik
Sejumlah material telah pernah digunakan untuk membuat kerangka
aurikuler. Sekarang ini, bahan yang paling sering digunakan adalah silastik atau
cetakan polietilen yang bisa menyerap. Kerangka alloplastik memiliki resiko yang
lebih tinggi untuk erosi dan eksposur dibandingkan dengan autogenus. Faktor
yang berkontribusi terhadap tingginya resiko ekstrusi adalah jaringan luka, kulit
yang terlalu tipis, tekanan pada implan, trauma dan infeksi. Walaupun begitu,
dengan penutupan jaringan lunak yang adekuat, seperti flap temporoparietal fasial,
kerangka alloplastik dapat digunakan dengan sukses. Banyak penulis merasa
bahwa rekonstruksi alloplastik merupakan pilihan kedua setelah kartilago tulang
rusuk. (2,4)
 Rekonstruksi Prostetik
Sebuah alternatif untuk operasi rekonstruksi telinga adalah dengan
menggunakan prostetik aurikuler. Pada beberapa pasien, ini merupakan alternatif
yang tepat. Prostetik aurikuler digunakan untuk menghindarkan semua operasi
telinga dalam. Pasien dengan ciri-ciri dibawah ini sebaiknya di pikirkan untuk
prostetik aurikuler: (3,5)
 Kehilangan aurikel yang banyak setelah pengangkatan kanker
 Tidak adanya telinga ½ bagian di bawah
 Buruknya kualitas dari jaringan lokal
 Pasien dengan resiko tinggi untuk anastesi umum
 Pasien yang sulit diatur
 Tindakan penyelamatan setelah rekonsruksi yang gagal.
Implan titanium dari gabungan tulang merupakan yang pertama ditanamkan
pada tulang mastoid. Setelah implant telah sembuh secara sempurna, dibuatlah
prostetik silicon aurikuler yang sesuai dengan telinga yang lain. Gabungan
titanium ditonjolkan melalui tempelan kulit ke prostetik dengan mekanisme
tertentu. Lem tidak diperlukan. Prostetik bisa di keluarkan dengan mudah dan area
tersebut dapat dibersihkan.(4)

Alloplastic Rekonstruksi
Silicone:
a. Good initial result
b. Poor long term result secondary to implant exposure
c. Minor trauma can cause implant failure
Medpor:
Good short term (2 years) result in combination of temporoparietal
fascia flap

Prosthetic Rekonstruksi
integrated anchoring device: approved extraoral use by FDA in 1995
Indication: (5)
 Failed autogenous reconstruction
 Sever soft tissue/skeletal hypoplasia
 Low or unfavorable hairline
 Acquired total or subtotal auricular defect, usually in adults
 Prosthesis changes every 2 to 5 years
 Meticulous hygiene at skin/implant interface
 Preclude future autogenous reconstruction

VIII. KOMPLIKASI
Seperti yang disebutkan sebelumnya, kerangka alloplastik memiliki resiko
ekstrusi yang lebih besar dibandingkan denga kerangka kartilago tulang rusuk.
Ekstrusi yang membutuhkan pemindahan terjadi pada 5-30% dari kerangka
silastik, dibandingkan pada 1-2% dari kartilago tulang rusuk. Komplikasi lainnya
termasuk infeksi, hematom, dan kehilangan kulit. Hal ini biasanya jarang terjadi
dan kerangka hampir selalu bisa diselamatkan. Komplikasi daerah donor termasuk
luka pada dada yang tidak bagus, retrusi ringan sampai berat dan perataan dari
kontur tulang rusuk.(3,4)

IX. PROGNOSIS

Sekitar 90% anak dengan mikrotia akan mempunyai pendengaran yang


normal. Karena adanya atresia pada telinga yang terkena, anak-anak ini akan
terbiasa dengan pendengaran yang mono aural (tidak stereo). Sebaiknya orangtua
berbicara dengan gurunya untuk menempatkan anak di kelas sesuai dengan sisi
telinga yang sehat agar anak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Pada kasus
bilateral (pada kedua telinga) umumnya juga tidak terjadi gangguan pendengaran.
Hanya saja anak-anak perlu dibantu untuk dipasang dengan alat bantu dengar
konduksi tulang (BAHA = Bone Anchor Hearing Aid). Hal ini diperlukan agar
tidak terjadi gangguan perkembangan bicara pada anak. Lebih jauh lagi agar
proses belajar anak tidak terganggu.(2,5)
DAFTAR PUSTAKA

1. Thorne, Charles H. Otoplasty and Ear Reconstruction. In Thorne CH et al eds, Grabb


and Smith’s Plastic Surgery, edisi ke-6, 2007, Wolters Kluwer/Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia.
2. Leach J.L.. Ear Reconstruction. [article on internet]. 2011. [cited on September 2012,
26th]. Available on: http://www.emedicine.medscape.com

3. Sarkissian, Raffi der. Otoplasty. In Dolan, W editor. Facial Plastic, Reconstructice,


and Trauma Surgery, 2005, Marcell-Decker, New York.
4. Kryger, Zol B. Mikrotia Repair. In Kryger, ZB. Practical Plastic Surgery. 2007.
Landes Biosciense, Texas
5. Throne C.H. Information about microtia/ aural atresia [article on internet] 2011.[cited
on September 2012, 26th]. Available on: http://www.microtia.com

Anda mungkin juga menyukai