DISUSUN OLEH :
SUGENG YULIAWAN
NIM. 201501038
DISUSUN OLEH :
SUGENG YULIAWAN
NIM. 201501038
Malang, ………………………….
Mahasiswa
Sugeng Yuliawan
NIM. 201501038
Disetujui Oleh :
…………………………… ……………………………
Mengetahui
Kepala Ruangan
……………………………
LEMBAR PENGESAHAN
Malang, ………………………….
Mahasiswa
Sugeng Yuliawan
NIM. 201501038
Disetujui Oleh :
…………………………… ……………………………
Mengetahui
Kepala Ruangan
……………………………
LEMBAR KONSULTASI
a. Stage 1 biasanya belum muncul tanda dan gejala namun sudah dapat dilihat
gambaran EKG yang menunjukkan terlihat perpanjangan interval P –R > 0,21
detik.
b. Stage 2 Biasanya asimtomatik, tetapi pada beberapa pasien, merasakan
kejanggalan dari detak jantung, presinkop, atau sinkop dapat terjadi; dapat
bermanifestasi pada pemeriksaan fisik sebagai bradikardia (terutama Mobitz II)
dan / atau ketidakteraturan denyut jantung (terutama Mobitz I [Wenckebach])
c. Stage 3 sering dikaitkan dengan gejala seperti kelelahan, pusing, pusing,
presinkop, dan sinkop; terkait dengan bradikardia kecuali lokasi blok yang terletak
di bagian proksimal dari node atrioventrikular (AVN).
(Chirag M Sandesara, MD, FACC, 2014. Journal Of Cardiology. Medscape).
5. STAGE AV BLOCK
a. AV blok derajat I: letak kelainan pada AV node dan pada EKG terlihat
perpanjangan interval P –R > 0,21 detik. Semua impuls dihantarkan ke ventrikel.
Kelainan ini sering terdapat pada usia lanjut.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan
dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja).
Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat
antidisritmia.
3. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan
dengan disfungsi ventrikel atau katup
4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard
yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan
kemampuan pompa.
5. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang
menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
mnenyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat
jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh
endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai
anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan
hipertensi
Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
2. Terapi mekanis
a. Kardioversi
Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang
memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien dalam
keadaan sadar dan diminta persetujuannya.
b. Defibrilasi
Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat
darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel apabila tidak ada
irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan mendepolarisasi secara lengkap
semua sel miokard sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus memperoleh
kembali fungsinya sebagai pacemaker.
c. Defibrilator kardioverter implantable
Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia ventrikel
yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami
fibrilasi ventrikel.
d. Terapi pacemaker
Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang
ke otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini memulai dan
memeprtahankan frekwensi jantung kerika pacemaker alamiah jantung tak mampu
lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker biasanya digunakan bila pasien mengalami
gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan
kegagalan curah jantung.
1) Pengkajian
Pengkajian primer :
1. Airway
Penilaian akan kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan mengenai adanya
obstruksi jalan nafas, karena benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat
dianggap bahwa jalan nafas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara
nafas tambahan misalnya stridor
2. Breathing
3. Inspeksi frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, adanya
sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi adanya suara nafas
tambahan seperti ronchi, wheezing, kaji adanya trauma pada dada yang dapat
menyebabkan takipnea dan dispnea.
4. Circulation
5. Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan kardiak output serta adanya
perdarahan. Monitor secara teratur status hemodinamik, warna kulit, nadi.
6. Disability
Nilai tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil
Pengkajian sekunder :
Meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan
format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illness, Last meal, dan Event/environment,
yang berhubungan dengan kejadian perlukaan).