BAB I
A. Latar Belakang
Sekitar tahun 1951 diperkenalkan satu bedah orthopedi yang ditemukan oleh Gavriel
Ilizarov, seorang ahli ortopedik asal Rusia. Teknik yang dikenal dengan nama “ Ilizarov “
Selama ini, operasi yang dilakukan di Indonesia masih menggunakan metode ilizarov.
Metode itu digunakan untuk mengoreksi bentuk kaki yang tidak simetris atau dikenal dengan
istilah osteogenesis distraksi. Caranya, dengan melakukan pembukaan tulang dari luar ke
dalam. ''Kelemahannya, pasien merasa tidak nyaman, luka sayatan pun menjadi lebih besar,
proses penyembuhannya menjadi lebih lama, bila tidak hati-hati, bisa timbul infeksi.
Sekarang telah diketemukan metode pembedahan tulang baru yang disebut
dengan metode “ Fitbone“.Berbeda dengan Ilizarov, metode fitbone dilakukan pertama kali
di Singapura pada Tahun 2001, teknik fitbone ini merupakan teknik dengan teknologi tinggi
dan efek samping yang sangat kecil. Selain itu, teknik ini bisa membuat pasien kembali
beraktivitas seperti semula.
1. Pengertian
Menurut Prof Sarbijt Singh, seorang ahli bedah orthopedi di Moun Elizabeth Medical Centre,
Singapura, MetodeFitbone merupkaan implant orthopedi pertama, teknik terbaru dan satu-
satunya di dunia yang dikendalikan oleh computer yang bertujuan untuk perbaikan struktur
tulang. Teknik terbaru ini menggunakan teknologi yang dapat dikendalikan sendiri oleh si
pasien dengan alat pengendali jarak jauh.
2. Keuntungan Metode Fitbone
Metode ini tidak menimbulkan rasa sakit, dan tanpa infeksi, Fitbone bisa diaplikasikan untuk
orang yang mengalami kecelakaan yang menyebabkan tungkai kaki mengalami cacat, atau
kelainan tulang sejak kecil karena penyakit seperti polio dengan kondisi kaki berbentuk O
atau X dan bahkan bisa dilakukan untuk bedah kosmetika bagi mereka yang kurang tinggi.
Pada tungkai kaki atas bisa dipanjangkan hingga 9 cm, sedangkan pada tulang kering bisa
memanjang maksimal hingga 6 cm, jadi jika ditotal, Anda bisa bertambah tinggi sekitar 15
cm.
3. Indikasi dan Kontra indikasi Metode Fitbone
Metode fitbone sangat berguna untuk kelainan tulang bawaan atau kerusakan tulang akibat
kecelakaan. Kelainan bawaan, misalnya, penyakit kaki berbentuk O dan X atau lantaran
terinfeksi polio. Bisa pula untuk meninggikan kaki. Teknik Fitbone diperuntukkan untuk
anak usia 16 tahun keatas, karena kondisi lempeng pertumbuhan tulangnya sudah terbentuk
dan teknik ini tidak dapat dilakukan pada penderita dengan osteoporosis.
4. Teknik Fitbone
Metode ini diterapkan dengan terlebih dahulu melakukan foto rontgen pada pasien. Ini untuk
melihat bentuk tulang yang akan diterapi dan ukuran rongga yang memungkinkan
dimasukkannya alat fitbone. Dari gambaran tadi bisa direka-reka panjang gagang baja yang
akan dimasukkan ke tubuh pasien di samping tulang. Lalu dokter membuat sayatan di lengan
atau tulang paha. Sayatan itu digunakan untuk memotong tulang. Kemudian alat berupa
gagang yang terbuat dari stainless steel dimasukkan diantara tulang
Dan beberapa komponennya diletakkan dibawah kulit, sehingga luka tidak terlihat
dimasukkan. Selanjutnya dokter menancapkan pen untuk menyangga alat itu di bagian atas
dan bawah tulang. Di bagian ujung atas gagang tadi terpasang kabel dan pemancar yang
ditaruh di bawah kulit. Lalu ada kabel lagi yang menghubungkannya dengan sensor. Lewat
sensor inilah, pasien mengetahui pertumbuhan tulang barunya. Sedangkan gagang itu bekerja
mendorong tulang untuk segera menyatu. Bila tulang sudah menyatu, alarm akan berbunyi.
Dalam pembedahan ini, pasien dibius total karena operasi ini merupakan operasi besar karena
harus memotong tulang.
Kejadian bedah Ortopedi kerap dilakukan pada Cedera tulang keras dapat
menyebabkan patah tulang dan anak-anak relatif paling umum untuk mendapatkan fraktur .
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan , tulang rawan epifisis , baik total
atau parsial . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik patah tulang pada anak-
anak mereka yang dirawat . Penelitian ini merupakan studi retrospektif deskriptif yang
dilakukan di Arifin Achmad General Hospital Pekanbaru . Berdasarkan hasil studi dari 214
kasus patah tulang pada anak-anak , kejadian patahan paling sering ditemukan dalam
adolecents ( 60,3 % ) , persentase anak laki-laki ( 75,2 % ) lebih tinggi dibandingkan anak
perempuan . Lokasi yang paling umum dari fraktur adalah ekstremitas bawah yang Os femur
( 21,5 % ) . Klasifikasi yang paling umum dari fraktur adalah fraktur lengkap ( 18,5 % ) .
Sebagian besar patah tulang pada anak-anak dirawat oleh bedah ( 45,8 % ) dan panjang rawat
inap adalah sekitar 1-7 hari ( 53,7 % ) tapi itu tidak spesifik untuk kasus patah tulang
.Kondisi pasien untuk pulang menunjukkan tanda-tanda perbaikan seb
BAB II
HASIL PENELITAN
A. Pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pra
Bedah
Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang
disertai dengan tanda somatik yang mengambarkan perasaan keragu-raguan, keadaan tidak
berdaya, ketegangan, kegelisahan, khawatir terhadap sesuatu yang mengancam. Pengertian
kecemasan digunakan untuk menyatakan terjadinya hiper aktifitas sisyem otonom ( Kusuma ,
1997 ).
B. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian Quasi –eksperimen dengan one
grouppre test – post test design. Populasi penelitian ini adalah semua pasien fraktur femur
yang akan menghadapi operasi di bangsal orthopedi RSUI Kustati Surakarta. Besarnya
populasi pasien bedah femur di RSUI Kustati Surakarta pada tahun 2009 sebanyak 400
pasien. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah denga teknik sampel sampai kouta
pasien sebanyak 58 subyek (Quota Sampling).
C. Hasil Dan Pembahasan
Frekuensi Kecemasan
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih belum sempurna, maka penulis
memberikan saran :
1. Bagi tenaga medis khususnya dokter dan perawat perlu meningkatkan komunikasi
terapeutik terutama dalam memberikan informasi tentang pra bedah pada pasien yang
menghadapi operasi melalui pelatihan -pelatihan khusus, seminar.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut yang lebih besar subyeknya tentang variabel – variabel
komunikasi terapeutik yang mempengaruhi tingkat kecemasan dengan menggunakan alat
yang lebih peka dan lebih teliti
( Endang Sawitri & Agus Sudaryanto,2009 ).
BAB III
LEGAL ETIK
BAB IV
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Orthopedik adalah cabang ilmu bedah yang berhubungan dengan pemeliharaan dan
pemulihan fungsi sistem rangka, persendiannya, dan stuktur yang berkaitan. Berhubungan
dengan koreksi deformitas sistem muskuloskeletal; berhubungan dengan orthopedik
(Dorland, 1998).
Bedah orthopedi adalah suatu tindakan bedah untuk memullihkan kondisi disfungsi
muskuloskeletal seperti, fraktur yang tidak stabil, deformitas, dislokasi sendi, jaringan
nekrosis dan terinfeksi, sindrom kompartemen, serta sistem muskuloskeletal (Brunner &
Suddart).
Dalam bedah orthopedi meliputi proses keperawatan Preoperatif Ortopedi dan
Pascaoperatif Ortopedi.
B. Preoperatif Orthopedic
Umumnya individu yang akan mengalami beragam ketakutan, rasa ketidaknyamanan,
ketakutan akan kematian yang muncul ketika klien berhadapan dengan pesiapan operasi.
Periode preoperasi adalah waktu untuk menghilangkan ketakutan klien dengan
mempersiapkan mental dan fisik untuk menjalani operasi. Fase preoperasi dimulai ketika
klien pertama kali mempertimbangkan dan diakhiri ketika masuk ke dalam ruang operasi.
Persiapan Administrasi preoperasi
institusi mempunyai bentuk beragam dalam administrasi preoperasi. Perawat bertanggung
jawab dalam mempersiapkan klien, meyakinkan bahwa klien telah dipersiapkan dengan baik
untuk menjalani operasi maupun tahap selanjutnya. Berikut ini diuraikan implementasi dan
rasionalisasi pada tahap persiapan operasi ( Lukman Nurnaningsih,2012 ).
No Implementasi Rasional
1 Mencuci tangan Mengurangi pergerakan
mikroorganisme.
2 Periksa kembali surat Memberikan informasi
izin pembedahan akutan dan sebagai data
(informed dasar.
contcent), berbagai
resiko dan perlengkapan
klien.
3 Periksa kembali nama Melindungi keabsahan dan
klien, nama belakang melengkapi kenyamanan
dan nama panggilan. klien.
4 Tanyakan apakah klien Mengurangi kecemasan,
memiliki pertanyaan lain mungkin klien tidak tahu
tentang pembedaan dan resiko komplikasi.
jelaskan prosedur.
5 Lengkapi data Melengkapi data dasar.
preoperasi, termasuk
riwayat dahulu,
pengkajian fisik, dan
ketepatan pemeriksaan.
6 Pengkajian Melengkapi data dasar, untuk
persarafan, termasuk pengkajian pascaoperasi.
genggaman tangan,
menekuk lutut, serta
plantar dan dorsolfleksi
pada kaki.
7 Mengakaji nadi, tekanan Melengkapi data dasar, bila
darah nadi apikal, nadi ada beberapa yang tidak
perifer, suhu badan, dan lazim beri catatan.
dibandingkan dengan
informasi yang sudah
didapat. Lebih dar 50%
klien mmbutuhkan daa
dasar EKG.
8 Auskultasi paru-paru kiri Melengkapi data dan adanya
dan kanan, bagian depan resiko komplikasi.
dan belakang.
9 Kaji sistem Melengkapi data dasar,
gastrointestinal, makan mencegah mual
terakhir, alergi makanan, pascaoperasi,muntah.
bising usus, BAB/BAK Biasanya instruksi puasa (
terakhir. nothing per-oral-NPO )
dimulai dini hari.
10 Kaji alat genitalia/sistem Melengkapi data dasar
perkemihan ( menstruasi
terakhir ).
11 Mengkaji kekencangan Melengkapi data dasar
kulit dan kekuatan otot
12 Pastikan tidak ada alergi Khususnya alergi iodin,
atau reaksi merugikan karena povidon iodine adalah
selama pembedahan / antiseptik umum yang
penggunaan anastesi dipakai pada perlengkapan
untuk pembedahan.
13 Dapatkan riwayat Menghindari interaksi dalam
pengobat pengobatan
14 Pastikan riayat Penggunakan alkhohol bisa
penggunaan alkohol, mengubah rasa nyeri.
kapan terhir
penggunakan.
15 Periksa / timbang Untuk pengkajian
beratbadan. pascaoperasi.
16 Periksa keluarga dan Keberadaan keluarga atau
status perannya dalam orang dekat, bisa menurunkan
keluarga. kecemasan, dan menambah
dukungan.
17 Pastikan klien siap untuk Melengkapi data, permintaan
dioperasi dan akan diteruskan/disampaikan
permintaan lagsung akan kepada keluarga sebagai wali.
pembedahan (misalnya
ingin hidup setelah
operasi)
2. Fiksasi Interna
Stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan sekrup, plat, paku, dan pin logam.
Selain Fiksasi interna ada Fiksasi eksterna yaitu alat yang diletakkan diluar kulit untuk
menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut
dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau
kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada
tulang femur, humerus dan pelvis.
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian
proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin tersebut
dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang
berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur.
3. Graft Tulang
Penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk memperbaiki
penyembuhan untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.
4. Amputasi
Adalah pengangkatan / pemotongan / pembuangan sebagian anggota tubuh / gerak yang
disebabkam karena adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis, kanker melalui
tindakan pembedahan.
5. Artroplasti
Adalah memperbaiki masalah sendi dengan arthostop (suatu alat yang memungkinkan ahli
bedah mengoprasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi
terbuka.
9. Transfer tendo
Adalah pemindahan insersi untuk memperbaiki fungsi.
10. Fasiotomi
Adalah pemotongan fascia otot untuk menghilangkan kontriksi otot atu mengurangi
kontraktur fascia. (Brunner & Suddarth. 2002)
D. Macam-macam gangguan Orthopedi
1. Fraktur
Adalah pemisahan atau patahnya tulang. Ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur, 5 diantaranya
adalah;
a) Inclomplete: fraktur hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang. Salah satu sisi
patah, yang lain biasanya hanya bengkok atau greenstick.
b) Complete: garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang biasanya berubah tempat.
c) Tertutup (simple) : fraktur tidak meluas melewati kulit
d) Terbuka (compound) : fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensian
untuk terjadi infeksi.
e) Patologis : fraktur terjadi pada penyakit tulang atau seperti kanker, osteoporosis, dengan
tak ada trauma atau hanya minimal.
2. Bedah rekrontuksi wajah
3. Amputasi: Pada umumnya amputasi disebabkan oleh kecelakaan, penyakit, dan gangguan
kongenital. Untuk tujuan perencanaan asuhan ini, amputasi adalah pengangkatan melalui
bedah atau traumatik pada tungkai. Amputasi ekstremitas bawah dilakukan lebih sering dari
pada amputasi ekstremitas atas. Terdapat dua tipe amputasi:
a) Terbuka (provisional), yang memerlukan teknik aseptik ketat dan refisi lanjut.
b) Tertutup atau flaps.
4. Penggantian sendi total
Penggantian sendi diindikasikan unuk kerusakan sendi peka rangsang dan nyeri yang tak
hilang (contoh; degeneratif dan artritis reumatoid; fraktur tertentu (contoh, leher femur),
ketidakstabilan sendi panggul kongenital. Penggantian panggula dan lutut dalam bedah paling
umum. Prostase mungkin besi atau polietilen (atau kombinasi) dan ditanam dengan semen
akrilik, atau mungkin sesuatu yang berpori-pori, implan bersalut yang mendorong
pertumbuhan tulang kedalam (Doengoes Marilyn. 2000.)
E. Komplikasi
1. Syok Hipovolemik
Kehilangan darah besar-besaran selama atau setelah pembedahan, dapat mengakibatakan
syok hipovolemik. Pantau kondisi klien setelah pembedahan bila klien mengalami syok
hipovoemik. Identifikasi tanda dan gejala awal syok, misal peningkatan denyut nadi,
penurunan tekanan darah dan keluaran urin kurang dari 30 ml/jam, gelisah, perubahan
kesadaran, rasa haus, penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit darah.
2. Atelaktasis dan pnemonia
Pada pasien pre dan post bedah sering mengalami gangguan pernafasan. Pengembangan paru
yang penuh dapat mencegah penimbunan sekresi pernafasan dan terjadinya atelaktasis dan
pnemonia.
Anjurkan klien latihan napas dalam an batuk efektif serta pantau suara paru. Pengembangan
paru yang penuh dapat mencegah penimbunan sekresi pernapasan dan terjadinya atelektasis
serta pneumonia. Bila diindikasikan menggunakan spirometri intensif, anjurkan klien untuk
menggunakannya. Bila muncul tanda gangguan pernapasan misalpeningkatan frekuensi
pernapasa, batuk produktif, suara napas menurun dan jauh, serta demam, segera lapor ke
dokter ahli bedah.
3. Retensi urine
Haluaran urin harus dipantau setelah pembedahan setiap jam. Anjurkan klien untuk BAK 3
sampai 4 jam sekali untuk mencegah retensi urin dan distensi kandung kemih. Berikan privasi
selama klien BAK dalam posisi yang tidak biasa. Gunakan pispot khusus, misalnya untuk
klien fraktur, biasanya akan lebih nyaman dibanding dengan pispot jenis lain.
4. Infeksi
Infeksi merupakan resiko pada setiap pembedahan, bahkan pada semua tindakan invasif.
Resiko Infeksi akibat tindakan invasif mencapai 80%. Infeksi merupakan perhatian khusus
terutama pada klien pascaoperasi ortopedi karena tingginya resiko osteomielitis.
Ostheomilitis sering memerlukan pemberian antibiotikintravena jangka panjang.
Segera mungkin tulang, prostesis dan alat fiksasi interna yang terinfeksi hrus diangkat. Itulah
sebabnya, antibiotik sistemik diberikan selama perioperatif dan pascaoperatif. Kaji respon
klien terhadap penggunaan antibiotik. Pertahankanlah tehnik aseptik pada saat mengganti
balutan dan mmengeringkan cairan.
F. Penatalaksanaan
Banyak pasien yang mengalami difungsi muskuloskletal harus menjalani
pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Maslah yang dapat dikoreksi meliputi stabilisasi,
fraktur, deformitas, penyaki sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah
(missal : sindrom kompartemen) adanya tumor. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
adalah meliputi reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF : open reduction and internal
fixation) untuk fraktur antroplasti, menisektomi, dan penggantian sendi untuk masalah sendi,
amputai untuk masalah extremitas berat (missal : ganggren trauma pasif). Sasaran
kebanyakan bedah orthopedic adalah memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan
dan stabilitas sertamengurangi nyeri dan distabilitas.
G. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
2) Kadar Hb
3) Hitung darah putih
6) Kadar enzym serum kreatinin kinase (CK) dan SGOT, aspartat aminotransferase
c. Pemeriksaan radiologi
1. Sinar-X
Sinar x standar akan menapakan perubahan struktural atau fungsional pada tulang dan sendi
yang secara umum yang digunakan untuk menilai masala atau penyakit muskuloskeletal.).
2. Arthrography.
Arthrography akan memberikan visualisasi radiografik setelah udara dan media kontras
dimasukan ke sendi..
3. Myelography
Tes ini digunakan untuk mengevaluasi kerusakan jaringan chorda spinalis dan ujung–ujung
syaraf.
4. Scan tulang.
Scan tulang memberikan tampilan gambar system tulang setelah injeksi radioactive tracer.
CT Scan dapat memberikan gambar irisan melintang dari jaringan lunak dan tulang yang
mengalami ketidaknormalan.
MRI menyediakan ganbar-ganbar yang sensitif yang dapat membedakan antara jaringan
solid, lemak, darah dan tulang.
Sebagian dari synovial diambil dengan jarum berlobang besar yang dimasukan kedalam
kapsul sendi. Cairan tersebut kemudian dianalisa terhadap penyakit-penyakit sendi yaitu
sepsis, perdarahan, inflamasi dan noninflammasi.
H. Orhopedi Pediatric
Karena ortopedik pediatrik merupakan bidang yang luas, bagian yang ini dibatasi
untuk topik – topik terpilih saja .trauma pedriatik tidak tercakupdalam bagian ini. Tetapi
dokter yang merawat anak harus mengerti klasifikasi fraktur Salter Herris, termasuk lempeng
pertumbuhan. Meskipun beberapa fraktura spesifik didiskusikan pada bagian ini pada fraktur
ektremitasatas dan bawah. (Robert d. Fitch,m.d
B. Pemeriksaan Fisik
1. Move /Gerak
Setelah memeriksa feel, pemeriksaan diteruskan dengan menggerakan anggota gerak dan
dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan Move, periksalah
bagian tubuh yang normal terlebih dahulu, selain untuk mendapatkan kooperasi dari
penderita, juga untuk mengetahui gerakan normal penderita.
a. Apabila ada fraktur, tentunya akan terdapat gerakan yang abnormal didaerah fraktur
(kecuali fraktur incomplete).
b. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan, mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metric. Pencatatan ini penting untuk mengetahui
apakah ada gangguan gerak.
c. Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat disebabkan oleh factor intraarticuler
atau ekstraarticuler.
d. Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (apabila penderita sendiri yang
menggerakan karena disuruh oleh pemeriksa) dan gerak pasif (bila pemeriksa yang
menggerakan).
e. Pada pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring, juga perlu dilihat waktu berdiri
dan berjalan. Pada pemeriksaan jalan, perlu dinilai untuk mengetahui apakah adanya pincang
atau tidak. Pincang dapat disebabkan oleh karena instability, nyeri, discrepancy atau fixed
deformity.
2. Anggota gerak
Sendi bahu: merupakan sendi yang bergerak seperti bumi (Global Joint).ada beberapa sendi
yang mempengaruhi gerak sendi bahu, yaitu: Gerak tulang belakang : Gerak sendi
stenoclavicula,Gerak sendi acromioclavicul, Gerak sendi gleno humeral, Gerak sendi scapulo
thoracal (floating joint). Karena gerakan tersebut diisolasi satu persatu, maka gerakan
tersebut sukar untuk di isolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan diperiksa bersamaan
kanan dan kiri. Pemeriksa berdiri dibelakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila
penderita berbaring, maka pemeriksa ada disamping pasien.
3. Sendi Siku
a. Gerak flexi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap humerus).
b. Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dengan sumbu ulna. Hal ini
diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk menghindari gerak rotasi dari sendi bahu.
4. Sendi Pergelangan Tangan
Untuk memeriksa pergerakan ini, perlu dilakukan fixasi dan gerakan bagian lain kaki dengan
memegang tumit dan dilakukan flexi (plantar flexi) dan extensi (dorso flexi).
Abduksi dan adduksi merupakan sebagian gerakan subtalar (Talo calcaneal).
Inversi dan eversi merupakan gerakan seperti supinasi dan pronasi dan merupakan gerakan
dari kaki / tarsalia, sedangkan jari – jari kaki seperti juga gerakan jari tangan (MTP, PIP,
DIP)
5. Tulang Belakang
Bagian yang cukup mobile adalah daerah leher dan pinggang. Pencatatan rotasi mungkin
masih mudah dicatat dengan derajat, tetapi flexi extensi biasanya selain dengan derajat,
dicatat dengan metric jarak dari dua titik tertentu. Pertambahan panjang ukuran metric pada
waktu bergerak flexi atau extensi dari dua titik yang prominen, atau garis yang
menghubungkan kanan dan kiri yang memotong garis tegak pada ketinggian tertentu.
C. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pendapat Altman (1999) dan Smeltzer (2002) diagnosa keperawatan pada
klien Pre Operatif adalah
1. Nyeri berhubungan dengan fraktur, masalah ortopedi, pembengkakan atau inflamasi.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat yang
mengikat, atau gangguan aliran balik vena.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemandirian.
4. Gangguan citra tubuh, harga diri, atau kinerja peran berhubungan dengan masalah
muskuloskeletal.
5. Hambatan moblitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan atau peggunaan alat
imobilisasi.
Diagnosa Keperawatan Post Operatif
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan dan imobilisasi.
2. perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan alat yang
mengikat, atau gangguan aliran darah.
3. Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan hilangnya kemandirian.
4. Hamabtan moblitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur
pembedahan, adanya alat imobilisasi.
D. Intervensi Pre Operatif
d. Berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan
rencana perawatan
c. Berhenti merokok
d. Melakukan latihan
pernapasan
c. Menggunakan
alatimobilitas sesuai
petunjuk
d. Mematuhi pembatasan
pembebanan sesuai
anjuran.
Evaluasi
Diagnosa Pre Operatif
No. Dx Evaluasi
1 Pasien melaporkan nyeri berkurang:
No. Dx Evaluasi
1 Klien melaporkan nyeri berkurang:
c. Berhenti merokok
Bruner, Sundrat. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Herdam, Heater. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012- 2014. Jakarta :
EGC.
Nurnaningsih, Lukman. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien Bedah Ortopedi. Jakarta: Salemba
Medika.
Sawitri Endang &Agus sudaryanto. (2009 ).pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah terhadap
Tingkat Kecemasan pada Pasien Pra Bedah Mayor di Bangsal Orthope di RSUI Kustati
Surakarta.
http://www.kalbemed.com/News/tabid/229/id/2899/Parasetamol-IV-Menurunkan-
Kebutuhan-Morfin-pada-Bedah-Ortopedik.aspx
Diposting oleh Mizu Ry di 23.53
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Asuhan keperawatan, Kesehatan