Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Anak yang terlahir dengan profil ideal, dan dapat tumbuh berkembang
dengan sempurna adalah harapan dari setiap orangtua, sehingga mereka memiliki
kebanggaan serta tuntutan yang sesuai dengan harapannya di masa depan. Namun
pada kenyataan hidup, adakalanya harapan-harapan itu tidak terwujud. Dan setiap
orang akan memiliki sikap yang dapat mereka tampilkan bila menyadari sesuatu
yang tidak diharapkan terjadi pada diri mereka. Sehingga berbagai sikap dapat
terjadi pada setiap orang tua yang menyadari bahwa anak tercintanya menyandang
“Autisme” . Banyak cara penerimaan yang ditunjukkan. Dalam keadaan ini
biasanya yang dikehendaki adalah anak akan dapat tumbuh dan kembali normal
sama seperti anak lainnya. Semakin besar penolakan pada kondisi yang ada,
semakin lama proses ini dapat diatasi oleh orang tua. Bagaimanapun juga peran
orang tua sangatlah penting bagi anak-anak dengan gangguan autisme.1
Dalam waktu terakhir ini kasus penderita autisme tampaknya semakin
meningkat pesat. Autisme tampak menjadi seperti epidemik ke berbagai belahan
dunia. Dilaporkan terdapat kenaikan angka kejadian penderita Autisme yang
cukup tajam di beberapa Negara. Keadaan tersebut diatas cukup mencemaskan
mengingat sampai saat ini penyebab Autisme adalah multifaktorial, dan sampai
saat ini penyebab autis masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara
para ahli dan dokter di dunia.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Istilah Autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri dan
“Isme” yang berarti suatu aliran. Jadi Autisme dapat diartikan sebagai suatu
paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri.2
Autisme adalah penyakit neuropsikiatrik atau gangguan perkembangan
yang kompleks yang ditandai oleh gangguan interaksi sosial, komunikasi, dan
aktivitas imajinasi serta disertai dengan keterbatasan tingkah laku atau
pengulangan tingkah laku dan perhatian.2
Kelainan perkembangan yang berhubungan dengan autisme ini akan
muncul dalam waktu tiga tahun pertama kehidupan anak dan akan menetap pada
masa dewasa. Bahkan pada autistic infantile gejalanya sudah ada sejak lahir.2
Autisme secara tipikal ditandai sebagai bagian dari kelompok gangguan
yang terdiri dari Sindrom Asperger (AS) dan gangguan menetap atau Pervasive
Developmental Disorders (PDD) lainnya. AS dibedakan dari gangguan autistik
oleh keterlambatan yang bermakna secara klinik dalam perkembangan bahasa (1
kata pada umur 2 tahun), selain gejala-gejala kegagalan interaksi sosial dan
tingkah laku atau perhatian maupun aktifitas yang terbatas dan berulang yang
menandai “autism-spectrum disorders (ASDs)”, artinya jenis gejala yang tampak
serta berat-ringannya bisa sangat bervariasi. Tidak ada anak yang mempunyai
diagnosis yang sama menunjukkan pola dan variasi perilaku yang sama persis.
PDD digunakan untuk mengkategorikan anak-anak yang kriterianya kurang sesuai
untuk autisme tetapi mereka sangat mendekati diagnosis autisme dengan 2-3
gejala autisme. Autisme infantile (autisme pada masa anak-anak) adalah PDD
yang awitannya muncul sebelum umur 30-36 bulan dan kegagalan pada interaksi
sosial dan komunikasi berhubungan dengan pola tingkah laku yang terbatas,
berulang (repetisi) dan stereotipi.2

2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Jumlah anak yang terkena autisme makin betambah. Di Canada dan
Jepang pertambahan ini mencapai 40% sejak tahun 1980. Di California pada
tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya.3
Badan Pusat Statistik mencatat, saat ini 1,5 juta anak di Indonesia yang
mengalami autis. Namun, karena terbatasnya sarana pendidikan luar biasa, baru
sekitar 50.000 anak yang mengenyam pendidikan.
Diperkirakan 75-80%
penyandang autis ini mempunyai retardasi mental, sedangkan 20% dari mereka
mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk bidang-bidang tertentu.
Estimasi prevalensi (peluang terjadinya) autisme antara 4-5 pasien/10.000
individu. Berdasarkan penelitian akhir-akhir ini diperkirakan prevalensi
meningkat menjadi 10- 12/10.000 individu. Di AS tahun 1980-an, dari hanya 4-5
anak yang autis per 10.000 kelahiran naik menjadi 15-20 per 10.000 kelahiran pda
tahun 1990-an. Pada tahun 2000-an, sudah mencapai 60 per 10.000 kelahiran.
Dari prevalensi ini sudah sangat diketahui bahwa jumlah penderita laki-laki 4x
lebih banyak dibanding perempuan. Atau 80%nya adalah laki-laki. Belum ada
data prevalensi autisme di Indonesia. Namun, mengingat pola hidup kurang sehat
di Negara maju pun sudah merambah masyarakat kota-kota besar si Indonesia,
fenomenanya diyakini mirip AS.3

2.3 ETIOLOGI
1. Faktor Genetika
Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa factor genetika memegang
peranan penting pada terjadinya autistik. Lebih kurang 20% dari kasus-kasus
autisme disebabkan oleh faktor genetik. Penyakit genetik yang paling sering
dihubungkan dengan autisme adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom
fragile X (20-34%). Bayi kembar satu telur akan mengalami gangguan autistik
yang mirip dengan saudara kembarnya. Juga ditemukan beberapa anak dalam satu
keluarga atau dalam satu keluarga besarnya mengalami gangguan yang sama. 1,3
 Aberasi Kromosom
Kelainan kromosom seperti delesi, translokasi, fragile site pada
autosom dan kromosom seks sering berkaitan dengan autisme infantile.

3
Hampir semua penelitian menemukan frekuensi kelainan kromosam pada
autisme antara 5-12%. Yang paling sering adalah kelainan struktur
kromosom 15 (15q11-q13). 3
Gillberg melaporkan enam penderita autisme dengan inverse
duplikasi pada kromosom 15 dan empat kasus tersebut kelainannya berasal
dari ibunya. Bentuk kelainan kromosam autosom lainnya yang dilaporkan
pada penderita autistic adalah fragile 16q23 (rapuh lengan panjang
kromosom 16) dan kelainan struktur kromosom 17p11. 3
Dan akhir-akhir ini dilaporkan juga bahwa Sindrom Turner, wanita
yang hanya memunyai 1 kromosom X menunjukkan gejala-gejala autisme.
Diantara penderita sindrom Turner yang membawa pewarisan kromosom
X dari ibu (maternal) ternyata mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk
menderita autisme disbanding mereka yang mewarisi kromosom X dari
bapak (paternal). Tampaknya krpmosom X berperanan dalam
perkembangan otak dan kecerdasan. 3
 Kelainan Genetik Biokimiawi
Beberapa peneliti berpendapat bahwa pada keluarga dengan anak
yang autistik ada ketidak-seimbangan neurotransmitter yang mengganggu
pertumbuhan otak bayi pada masa-masa awal kehamilan. Bahan-bahan
kimiawi monoamine, 5HT (5 hdroxytryptamine/serotonine) dan
cathecolamine (adrenalin atau epinephrine, dopamine, dan
noradrenaline) telah banyak diteliti secara luas pada autisme karena
keterlibatannya dalam menimbulkan gangguan tingkah laku dan efek dari
dari antagonis dopamine yang mengurangi gejala-gejala atau tingkah laku
pada autisme. 3
 Kelainan Gen Tunggal
Patofisiologi penyakit akhir-akhir ini telah dibuktikan berbasis
perubahan struktur asam nukleat (mutasi) yang diwariskan maupun akibat
tekanan lingkungan seperti infeksi virus. 3

4
2. Komplikasi Obstetrik
Virus seperti Rubella, toxo, herpes, jamur, nutrisi yang buruk, perdarahan,
keracunan makanan, dsb pada kehamilan dapat menghambat pertumbuhan sel
otak yang dpat menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu
terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi. 3
3. Vaksinasi
Perdebatan yang terjadi akhir-akhir ini berkisar pada kemungkinan
penyebab autisme yang disebabkan oleh vaksinasi anak, terutama vaksinasi MMR
( Measles, Mumps, Rubella). Juga Thimerosal yang digunakan sebagai pengawet
vaksin diduga dapat menyebabkan autisme. Yakni bahan yang digunakan pada
vaksin untuk mencegah perkembangbiakan jamur atau bakteri selama proses
manufacturing (pembuatan, pengemasan, pengiriman, penyimpanan,
penggunaan). Terutama pada vaksin multidosis yang telah dibuka. Dan sampai
sekarang Thimerosal masih dianggap paling efektif membunuh virus, jamur atau
bakteri pada vaksin. 3
Pernah dilaporkan kasus meningoensefalitis pada minggu ke3-4 setelah
imunisasi di Inggris dan beberapa tempat lainnya. Reaksi klinis yang pernah
dilaporkan meliputi kekakuan leher, iritabilitas hebat, kejang, gangguan
kesadaran, serangan ketakutan yang tidak beralasan dan tidak dapat dijelaskan,
deficit motorik/sensorik, gangguan penglihatan, defisit visual atau bicara yang
serupa dengan gejala pada autisme. 3
Namun teori ini telah dibantah oleh berbagai pihak. Dan telah disimpulkan
bahwa imunisasi MMR tidak mengakibatkan Autisme, bila anak sehat dan tidak
berbakat autisme. Tetapi teori, penelitian atau pendapat beberapa kasus yang
mendukung keterkaitan autisme dengan imnisasi, tidak boleh diabaikan begitu
saja. Walaupun adanya beberapa bukti yang menyingkirkan pendapat adanya
hubungan autisme dengan MMR, tetapi diduga imunisasi dapat memicu
memperberat timbulnya gangguan perilaku pada anak yang sudah mempunyai
bakat autisme secara genetik sejak lahir. Sangatlah bijaksana untuk lebih waspada
bila anak sudah mulai tampak ditemukan penyimpangan perkembangan atau
perilaku sejak dini, memang sebaiknya untuk mendapatkan imunisasi MMR harus
berkonsultasi dahulu dengan dokter anak. Bila anak sudah dicurigai ditemukan

5
bakat kelainan Autisme sejak dini atau beresiko untuk menjadi autisme, mungkin
bisa saja menunda dahulu imunisasi MMR sebelum dipastikan diagnosis Autisme
dapat disingkirkan. Meskipun sebenarnya pemicu atau faktor yang memperberat
Autisme bukan hanya imunisasi. Kekhawatiran terhadap imunisasi tanpa didasari
pemahaman yang baik dan pemikiran yang jernih akan menimbulkan
permasalahan kesehatan yang baru pada anak. Dengan menghindari imunisasi
maka akan timbul permasalahan baru yang lebih berbahaya dan dapat mengancam
jiwa terutama bila anak terkena infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi.3
WHO (World Health Organisation), pada bulan Januari 2001 menyatakan
mendukung sepenuhnya penggunaan imunisasi MMR dengan didasarkan kajian
tentang keamanan dan efikasinya.3

2.4 PATOFISIOLOGI AUTISME


Bahan-bahan kimiawi monoamine, 5HT (5 hdroxytryptamine/serotonine)
dan cathecolamine (adrenalin atau epinephrine, dopamine, dan noradrenaline)
telah banyak diteliti secara luas pada autisme karena keterlibatannya dalam
menimbulkan gangguan tingkah laku dan efek dari dari antagonis dopamine yang
mengurangi gejala-gejala atau tingkah laku pada autisme. 4
Norephineprine (NE) dan Epinephrine terlibat dalam mengatur perhatian
dan stimulasi, gangguan pada transpor neurotransmiter ini juga dikaitkan dengan
autisme. Bahan-bahan ini berfungsi untuk system sensoris, belajar, ingatan, nafsu
makan, tidur dan fungsi motorik. Sehingga adanya ketidak seimbangan
neurotansmiter tersebut dapat mengakibatkan gangguan-gangguan fungsinya. 4
Dan beberapa penelitian telah mendeteksi kenaikan 5HT didalam darah
pada pasien-pasien autistik, selain itu juga adanya peninggian serotonin platelet
dalam darah dan urin. Maka pemberian inhibitor serotonin memperbaiki gejala-
gejala autisme. 4
Wanita hamil dalam keadaan normal mempunyai kadar Dopamine dan
Serotonine serum maternal meninggi dan diekspresikan pada jonjot plasenta.
Neurotransmitter ini berfungsi pada regulasi pertumbuhan dan kehidupan sel saraf
/otak bayi. Aktivitas enzim Dopamine Beta Hydroxylase (DBH) serum menurun
pada hampir semua ibu yang mempunyai 2 anak laki-laki autistik (multipleks).

6
Penurunan ini berhubungan dengan alel spesifik DBH yang disebut DBH- (ada
tanda minus). Karena DBH berfungsi untuk mengkonversi Dopamine ke
Norepinephrine, maka Dopamine dalam sirkulasi akan meninggi pada ibu yang
mempunyai alel DBH- homozigot. Kenaikan Dopamine level bersama-sama
dengan kenaikan normal Dopamine dan 5HT selama kehamilan akan mengganggu
sistem penghantar sel-sel saraf sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan
awal bayi dan diduga dapat menyebabkan autisme/PDD. 4

2.5 DIAGNOSA
Diagnostic and Statistical Manual IV atau DSM-IV merupakan suatu
system diagnosis yang dibuat oleh perhimpunan psikiater Amerika, sedangkan
International Classification of Diseases-10 atau ICD-10 merupakan suatu sistem
diagnosis yang dibuat oleh WHO. Kedua system ini menyebutkan tentang
Pervasive Developmental Disorder. Seorang anak dapat disebut mengalami
Gangguan Autistik harus memenuhi kriteria dibawah ini : 5
A. Klasifikasi Autisme
Enam atau Lebih Gejala dari (1),(2),dan (3) dengan paling sedikit 2 dari (1)
dan 1 dari masing-masing (2) dan (3) 5
1. Gangguan kualitatif interaksi sosial, yang terlihat sebagai paling sedikit 2
dari gejala 
berikut : 5
1.1. Gangguan yang jelas dalam perilaku non-verbal (perilaku yang
dilakukan tanpa 
bicara) misalnya kontak mata, ekspresi wajah,
posisi tubuh, dan mimik untuk 
mengatur interaksi sosial
1.2. Tidak bermain dengan teman seumurnya, dengan cara yang sesuai
1.3. Tidak berbagi kesenangan, minat, atau kemampuan mencapai
sesuatu hal dengan 
orang lain, misalnya tidak memperlihatkan
mainan pada orang tua, tidak menunjuk 
ke suatu benda yang
menarik, tidak berbagi kesenangan dengan orang tua.
1.4. Kurangnya interaksi social timbale balik, misalnya tidak
berpartisipasi aktif dalam 
bermain, lebih senang bermain sendiri
2. Gangguan kualitatif komunikasi yang terlihat sebagai paling tidak satu
dari gejala 
berikut : 5

7
2.1. Keterlambatan atau belum dapat mengucapkan kata-kata berbicara,
tanpa disertai 
usaha kompensasi dengan cara lain, misalnya
mimik dan bahasa tubuh
2.2. Bila dapat berbicara, terlihat gangguan kesanggupan memulai atau
mempertahankan komunikasi dengan orang lain
2.3. Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang, atau bahasa yang
tidak dapat dimengerti
2.4. Tidak adanya cara bermain yang bervariasi dan spontan, atau
bermain meniru secara sosial yang sesuai dengan umur
perkembangannya
3. Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, berulang, dan tidak
berubah (stereotipik), yang ditunjukkan dengan adanya 2 dari gejala
berikut : 5
3.1. Minat yang terbatas, stereotipik dan menetap dan abnormal dalam
intensitas dan 
fokus
3.2. Keterikatan pada ritual yang spesifik tetapi tidak fungsional secara
kaku dan tidak 
fleksibel
3.3. Gerakan motorik yang stereotipik dan berulang, misalnya flapping
tangan dan jari, 
gerakan tubuh yang kompleks
3.4. Preokupasi terhadap bagian dari benda
Keterlambatan atau fungsi abnormal pada keterampilan berikut, yang muncul
sebelum umur 3 tahun : 5
1. Interaksi sosial
2. Bahasayang digunakan sebagai komunikasi social
3. bermain simbolik atau imajinatif
B. Karakteristik Autisme
Anak autistik mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang :
1. Komunikasi5
 Perkembangan bahasa lambat atau sama sekli tidak ada
 Anak tampak seperti tuli, sulit bicara, atau pernah berbicara tapi
kamudien sirna
 Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya

8
 Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak
dimengerti orang lain
 Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi
 Senang meniru atau membeo (echolalia)
 Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanian
tersebut tanpa mengerti artinya
 Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit
berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa

 Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang
ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu
2. Interaksi sosial5
 Pada masa bayi, kadang anak autisme tidak mau digendong atau
terbaring berjam-jam tanpa menangis atau membutuhkan orang
tua

 Penyandang autistic lebih suka menyendiri
 Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk
bertatapan
 Tidak tertarik untuk bermain bersama teman atau sulit untuk
berteman, dan kadang cara bertemannya “aneh”

 Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh
3. Gangguan sensoris5
 Sangat sensitive terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
 Bila mendengar suara keras langsung menutuo telinga

 Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
 Tidak sensitive terhadap rasa sakit dan rasa takut
4. Pola Bermain5
 Tidak bermain seperti pada anak-anak pada umumnya
 Tidak suka bermain pada anak sebayanya

 Tidak kreatif dan tidak imajinatif

 Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu
rodanya diputar-putar


9
 Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angina, roda
sepeda
 Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang
terus dan dibawa kemana-mana
5. Perilaku5
 Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan
(hipoaktif)
 Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,
mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan
mata ke pesawat televise, lari, berjalan bolak-balik, melakukan
gerakan yang diulang-ulang
 Tidak suka pada perubahan
 Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
6. Emosi5
 Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis
tanpa alasan
 Temper tantrum (mengamuk tanpa kendali) jika dilarang atau tidak
diberikan keinginannya
 Kadang suka menyerang dan merusak
 Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri
 Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain
Namun harus diperhatikan bahwa gejala dari Gangguan Autistik sangat
bervariasi dari anak ke anak. Tidak semua anak menunjukkan gejala yang
sama jenisnya, dan tidak semua anak menunjukkan gejala sama berat. 5
C. Tanda-tanda awal Autisme
 Bayi lahir usia 6 bulan5
 Anak terlalu tenang/baik
 Mudah terangsang (irritable)
 Banyak menangis terutama malam, susah ditenangkan

 Jarang menyodorkan kedua lengan untuk minta diangkat
 Jarang mengoceh
 Jarang menunjukkan senyuman sosial

10
 Jarang menunjukkan kontak mata
 Perkembangan gerakan kasar tampak normal
 Usia 6 bulan – 2 tahun5
 Tidak mau dipeluk, atau menjadi tegang bila diangkat

 Acuh menghadapi kedua orang tuanya
 Tidak mau mengikuti permainan sederhana seperti “ciluk ba, bye-
bye”
 Tidak berupaya menggunakan kata-kata
 Seperti tidak tertarik pada boneka atau binatang mainan untuk bayi
 Bisa sangat tertarik pada kedua tangnnya sendiri
 Mungkin menolak makanan keras atau tidak mengunyah
 Usia 2 – 3 tahun5
 Tidak tertarik (terbatas) atau menunjukkan perhatian khusus
 Meganggap orang lain sebagai alat atau benda
 Menunjukkan kontak mata yang terbatas
 Mungkin mencium atau menjilati benda-benda
 Menolak untuk dipeluk dan menjadi tegang atau sebaliknya (tubuh
menjadi lemas)
 Relatif cuek menghadapi kedua orang tuanya
 Usia 4-5 tahun5
 Bila anak akhirnya berbicara, tidak jarang echolalic

 Menunjukkan nada suara yang aneh (biasanya bernada tinggi dan
monoton)
 Merasa sangat terganggu bila terjadiperubahan rutin pad kegiatan
sehari-hari
 Kontak mata masih sangat terbatas, walaupun bisa terjadi
perbaikan
 Tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berangsur-
angsur berkurang
 Melukai diri sendiri
 Merangsang diri sendiri

11
D. Autisme PPDGJ III
Menurut PPDGJ III, kelompok gangguan perkembangan pervasive ini
ditandai dengan kelainan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik dan
dalam pola komunikasi, serta minat dn aktivitas yang terbatas, streotipik,
berulang. Kelainan kualitatif ini menunjukkan gambaran yang pervasif dari
fungsi-fungsi individu dalam semua situasi, meskipun dapat berbeda dalam
derajat keparahannya.
a. F 84.0 Autisme masa kanak9
 Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan
dan/atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan
dengan ciri kelainan fungsi dalam 3 bidang : interaksi sosial, komunikasi,
dan perilaku yang terbatas dan berulang.
 Biasanya tidak jelas ada perkembangan yang normal sebelumny, tetapi bila
ada, kelainan perkembangan sudah menjadi jelas sebelum usia 3 tahun,
sehingga diagnosis sudah dapat ditegakkan. Tetapi gejala-gejalanya
(sindrom) dapat di diagnosis pada semua kelompok umur.
 Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik
(reciprocal social interaction). Ini berbentuk apresiasi yang tidak adekuat
terhadap isyarat sosio-emosional, yang tampak sebagai kurangnya respon
terhadap emosi orang lain dan/atau kurangnya modulasi trhadap perlaku
dalam konteks sosial, buruk dalam menggunakan isyarat sosial dan integritas
yang lemah dalam perilaku sosial, emosional dan komunikatif, dan
khususnya, kurangnya respons timbal balik sosio-emosional.
 Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk
kurangnya pengguanaan keterampilan bahasa yang dimiliki di dalam
hubungan sosial, hendaya dalam permainan imaginative dan imitasi sosial,
keserasian yang buruk dan kurangnya interaksi timbal balik dalam
percakapan, buruknya keluwesan dalam bahasa ekspresif dan kreativitas dan
fantsai dalam proses pikir yang relatif kurang, kurangnya respon emosional
terhadap ungkapan verbal dan non-verbal orang lain, hendaya dalam
mengguanakan variasi iramaatau penekanan sebagai modulasi komunikatif,
dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau memberi arti tambahan

12
dalam komunikasi lisan.
 Kondisi ini juga di tandai oleh pola perialku, minat, dan kegiatan yang
terbatas, berulang dan streotipik. Ini bentuk kecenderungan untuk bersikap
kaku dan rutin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, ini biasanya
berlaku untuk kegiatan baru dan juga kebiasaaan sehari-hari serta pola
bermain.
 Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autism,
tetapi pada tiga perempat kasus secara signifikan terdapat retardasi mental.
b. F 84.1 Autisme tak khas
 Gangguan perkembangan pervasif yang berbeda dari autism dalam hal onset
maupun tidak terpenuhinya ketiga kriteria diagnostik. Jadi kelainan dan atau
hendaya perkembangan menjadi jelas untuk pertama kalinya pada usia
setelah 3 tahun, dan/atau tidak cukup menunjukkan kelainan dalam satu
atau dua dari tiga bidang psikopatologi yang dibutuhkan untuk diagnosis
autism (interaksi sosial timbal-balik, komunikasi, dan perilaku terbatas,
streotipik, dan berulang) meskipun terdapat kelainan yang khas dalam
bidang lain.
 Autisme tidak khas sering muncul pada individu dengan retardasi mental
yang berat, yang sangat rendah kemampuannya, sehingga psien tidak
mampu menampakkan gejala yang cukup untuk menegakkan diagnosis
autisme, ini juga tampak pada individu dengan gangguan perkembangan
yang khas dari bahasa resptif yang berat.
Tidak ada satupun pemeriksaan medis yang dapat memastikan suatu
diagnosis autism pada anak. Tetapi terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat
menunjang diagnosis yang dapat digunakan sebagai dasar intervensi. 8
 Elektroensefalogram (EEG)
EEG untuk memeriksa gelombang otak yang mennujukkan gangguan
kejang, diindikasikan pada kelainan tumor dan gangguan otak. 8
 Skrening Metabolik
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah dan urine untuk
melihat metabolisme makanan di dalam tubuh dan pengaruhnya pada

13
tumbuh kembang anak. Beberapa spectrum autism dapat disembuhkan
dengan diet khusus. 8
 Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Computer Assited Axial
Tomography (CT Scan)
MRI atau CAT Scans sangat menolong untuk mendiagnosis kelainan
struktur otak, karena dapat melihat struktur otak secara lebih detail. 8
 Pemeriksaan Genetik
Pemeriksaan darah untuk melihat kelainan genetik, yang dapat
menyebabkan gangguan perkembangan. Beberapa penelitian menunjukkkan
bahwa penderita autism telah dapat ditemukan pola DNA dalam tubuhnya.8

2.6 DIAGNOSIS BANDING


1. Asperger Disorder
Ditandai dengan gangguan sosial. Anak-anak dengan kelainan ini
mungkin mempunyai perhatian atau minat yang terbatas dan sering terlihat
canggung. Pada umumnya mempunyai IQ yang lebih dari 70 tanpa disertai
keterlambatan perkembangan bahasa.1
2. Disintergrative Disorder
Anak dengan disintegrative Disorder dapat berkembang normal di
semua bidang sampai mereka berumur 2-10 tahun. Pada saat itu, mereka
mengalami kemunduran komunikasi verbal, sosial dan kemampuan kognitif
yang berat dan biasanya meninggalkan kelainan yang menetap.1
3. Rett Syndrome
Berhentinya perkembangan psikomotor pada umur 7-18 bulan dan
diikuti kemunduran fungsi mental, merupakan kelainan neurology yang
sebagian besar ditemukan pada anak perempuan.1
4. Pervasive Developmental Disorder not Otherwise Spesified (PDD-NOS)
Istilah ini digunakan untuk pasien yang tidak dapat dimasukan
kedalam kategori yang telah disebut sebelumnya. 1

14
2.7 TERAPI
Manajemen pada Autistic Spectrum Disorder harus dilakukan secara
komprehensif dan terpadu, meliputi semua disiplin ilmu yang terkait meliputi
tenaga medis yaitu psikiatri, dokter anak, neurologi, dokter rehabilitasi medik dan
non-medis yaitu antara lain tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi
wicara/okupasi/fisik, dan pekerja sosial.6
Tujuan terapi pada ASD adalah untuk:
 Mengurangi masalah perilaku

 Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya terutama
dalam penguasaan bahasa
Manajemen disiplin ilmu dapat dibagi 2:
1. Non Medikamentosa
2. Medikamentosa
A. Non Medikamentosa6
 Terapi Edukasi
Hambatan pada individu dengan ASD terutama pada interaksi
sosialnya. Hal ini akan berlanjut bila tidak segera ditangani pada usia sekolah,
anak akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, bersosialisasi dengan
lingkungan barunya (teman,guru). Oleh karena itu sebaiknya anak sesegera
mungkin dikenalkan dengan lingkungannya. 6
Metode pengajaran : TEACCH (Treatment and Education of Autistic
and Related Communication Handicappes Children). Merupakan suatu
program yang sangat terstruktur yang mengintegrasikan metode klasikal yang
individual, metode pengajaran yang sistematik, terjadwal, dan dalam ruang
kelas yang ditata khusus. 6
 Terapi perilaku
Gangguan perilaku pada individu dengan ASD biasaya merupakan satu
gejala yang membuat orang tua menyadari bahwa anaknya berbeda
perkembangaanya dengan anak lain seusianya. Selain hiperaktivitas,
impulsivitas, gerakan stereotipik, cara bermain yang tidak sama dengan anak
lain, juga adanya agresivitas dan perilaku yang cenderung melukai diri sendiri.
Kondisi inin sangat menguras tenaga, fisik/psikis orang-orang disekitarnya. 6

15
 Terapi Wicara
Terapi wicara yang diberikan pada individu dengan ASD berbeda
dengan gangguan lain, sehingga diperlukan pengetahuan yang baik mengenai
ciri-ciri bicara dan berbahasa anak autistik. Terpi ini harus diberikan sejak dini
dan intensif, bersama dengan terapi-terapi yang lain. 6
 Terapi Okupasi
Diperlukan intervensi terapi olupasi/fisik agar individu dengan ASD
dapat melakukan gerakan, memegang, menggunting, menulis, melompat
dengan terkontrol dan teratur sesuai kebutuhan saat itu. 6
 Sensori Integrasi
Sensori intergrasi adalah pengorganisasian informasi melalui semua
sensori yang ada (gerakan, sentuhan, penciuman, penglihatan, pendengaran,
body awareness dan gravitasinya) untuk menghasilkan respon yang bermakna.
Melalui semua indera yang ada,otak menerima aliran informasi tentang
kondisi fisik dan lingkungan sekitarnya. Pad ASD terjadi disorganisasi pada
fungsi sarafnya, sehingga terjadi gangguan dalam aliran informasi ke otak. Hal
ini yang sering menimbulkan pelbagai macam gangguan sensorik pada
individu dengan ASD, seperti koordinasi motorik yang buruk, aktivitas yang
6
tidak terkontrol, hipo/hipersensitif, perilaku melukai diri sendiri. Dengan
pendekatan sensori integrasi yang bertujuan mengintegrasikan sensorik yang
ada, diharapkan semua gangguan akan dapat diatasi. 6
 AIT (Auditory Integration Training)
Pada intervensi AIT pada awlnya ditentukan suara yang mengganggu
pendengaran dengan perangkat audiometer. Lalu diikuti dengan seri terapi
yang memperdengarkan suara-suara yang direkam, tapi tidak disertai dengan
suara yang menyakitkan. Selanjutnya dilakukan desensitisasi terhadap suara-
suara yang menyakitkan tersebut. 6
 Intervensi Keluarga
Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga baik
perrlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorangan untuk dapat
tercapainya perkembangan yang optimal dari seorang anak, mandiri dan dapat
bersosialisasi dengan lingkungannya. 6

16
B. Medikamentosa
a. Perilaku Disruptif
Neuroleptik7
 Neuroleptik tipikal potensi rendah : Thioridazine (Melleril)
o Dapat menurunkan agresivitas dan agitasi
o Dosis : 0,5-3mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3x/hari
 Neuroleptik Tipikal potensi tinggi : Haloperidol (Haldol, Serenace),
Pimozide (Orap)
o Dapat menurunkan agresivitas, hiperakrivitas, iritabilitas, dan
stereotipik
o Dalam dosis kecil : 0,25-3 mg/hari
 Neuroleptik Atipikal : Risperidone (Risperdal, Noprenia), Clozapine
(Clozaril), Olanzapine (Zyprexa)
o Risperidone bila dipakai dalam dosis yang direkomendasikan:
0,5-
3mg/hari dibagi dalam 2-3x/hari, yang dapat dinaikkan 0,25mg setiap
3-5 hari sampai dosis inisial tercapai 1-2mg/hari dalam 4-6 minggu,
akan tampak perbaikan pada hubungan sosial, atensi, dan gejala
obsesif.7
b. Perilaku Repetitif
Perilaku stereotipik seperti perilaku yang melukai diri sendiri, resisten
terhadap perubahan hal-hal rutin, ritual obsesif dengan anxietas yang tinggi dapat
diatasi dengan Neuroleptik seperti Risperidone ataupun Selective Serotonine
Reuptake Inhibitors (SSRI). Kedua jenis medikamentosa ini dapat dipakai secara
efektif dalam bentuk kombinasi, masing-masing dalam dosis rendah. SSRI yang
banyak dipakai adalah Fluoxetine (Prozac), Fluvoxamine (Luvox) dalam dosis
kecil. Fluoxetine mulai dengan dosis 5-10mg pagi hari dan secara bertahap
dinaikkan dosisnya sampai mencapai dosis terapeutik.
Naltrexone (Potent Long-Acting Opioid Antagonist) mempunyai potensi
untuk mengatasi perilaku melukai diri sendiri dan ritual pada anak dengan ASD
dengan dosis 0,5-2mg/kg/hari. 7

17
 Inatensi
Stimulan : Methylphenidat (Ritalin, Concerta) dapat meningkatkan atensi
dan mengurangi distraktibilitas. Dosis rendah 0,3mg/kgBB/hari.7
 Insomnia
Intervensi farmakoterapi dapat diberikan untuk waktu yang tidak terlalu
lama, sekitar 4-6 minggu dengan Diphenhydramine (Benadryl)
dosis12,5-50mg setengah jam sebelum tidur. Juga diberikan Neuroleptik
yaitu Thioridazine 10-25mg menjelang waktu tidur. 7
 Gangguan Metabolisme
Pada anak dengan ASD banyak ditemukan adanya gangguan
metabolisme, seperti gangguan pencernaan, alergi makanan, ganguan
kekebalan tubuhm ketidakmapuan anak-anak ini untuk membuang racun
dari tubuhnya sehingga banyak dari mereka yang keracunan legam berat.
Semua ganguan ini saling berkaitan dan akhirnya mengganggu fungsi
otak. 7

2.8 PROGNOSIS
Prognosis umunya ditentukan beratnya gejala, tingginya intelegensi dan
umur saat didiagnosa. Makin berat gejala, prognosis makin buruk. Makin muda
diagnosis ditegakkan , makin baik karena intervensi dapat segera dilakukan. Otak
masih dapat dirangsang untuk membentuk myelin, yaitu bagian putih dari otak
sampai 5 tahun.3
Selain itu juga tergantung dari kecerdasan. Makin cerdas anak tersebut,
makin baik prognosisnya, karena ia akan bisa menagkap pelajaran lebih cepat.3

18
BAB III
KESIMPULAN
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan yang komplek, yang
akhir-akhir ini jumlahnya semakin meningkat. Autis bukanlah suatu penyakit
yang menular dan membahayakan orang lain yang ada disekitarnya.1
Pada dasarnya gangguan autisme tergolong dalam gangguan
perkembangan pervasive, namun bukan satu-satunya golongan yang termasuk
dalam gangguan perkembangan pervasive ( Pervasive Developmental Disorder)
menurut DSM IV ( 1995). Namun dalam kenyataannya hampir keseluruhan
golongan gangguan perkembangan pervasif disebut oleh para orangtua atau
masyarakat sebagai Autisme. Padahal di dalam gangguan perkembangan
pervasive meski sama-sama ditandai dengan gangguan dalam beberapa area
perkembangan seperti kemampuan interaksi sosial, komunikasi serta munculnya
perilaku stereotipe, namun terdapat beberapa perbedaan antar golongan gangguan
autistik (Autistic Disorder) dengan gangguan Rett ( Rett’s Disorder), gangguan
disintegatif masa anak ( Childhood Disintegrative Disorder ) dan gangguan
Asperger ( Asperger’s Disorder ).3
Neurotransmitter merupakan cairan kimiawi yang berfungsi
menghantarkan impuls dan menerjemahkan respon yang diterima. Jumlah
neurotransmitter pada penyandang autisme berbeda dari orang normal dimana
sekitar 30-50% pada penderita autisme terjadi peningkatan jumlah serotonin
dalam darah (Nikita,2002). Selanjutnya, penelitian kemudian mengarahkan
perhatian pada faktor biologis, diantaranya kondisi lingkungan, kehamilan ibu,
perkembangan perinatal, komplikasi persalinan, dan genetik.4
Perlu disadari pentingnya pengenalan dan penanganan secara dini untuk
perkembangan anak anak ini. Penanganan terpadu secara dini akan membantu
anak lebih siap lagi untuk mengikuti pendidikan bersama-sama anak pada
umumnya.7

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Saddoks. 2007. Synopsis of psychiatry. Lippincott Williams &


Wilkins
2. Reinecke, AM, dkk. 2006. Cognitive Therapy ith children and adolescents
second edition. London : The Guilford Press
3. Brasic, J R, dkk. Autism (Online) (Available at
http://emedicine.medscape.com/article/912781-overview#showall) (Di akses
tgl 19 Februari 2013)
4. Moldin, S O, dkk. 2006. Understanding autism from basic neuroscience to
treatment. Taylor and Francis Group
5. Packham,K. 2011. Autism: recognition, referral and diagnosis of children and
young people on the autism spectrum. The Royal College of Obstetricians
and Gynaecologists.
6. Jennifer,K, dkk. Autism. (Online) (available :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002494/) (Di akses tgl 19
Februari 2013)
7. Autism Society. Diagnosis of autism (Online) (Available :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002494/) (Di akses tgl 19
Februari 2013)
8. Brasic, J B. Autism workup (Online) (Available :
http://emedicine.medscape.com/article/912781-workup#showall) (Di akses
tgl 19 Februari 2012)
9. Maslim, R. 2001. Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III.
Jakarta : PT Nuh Jaya

20
Makalah Psikiatri

AUTISME

Disusun Oleh :
Trigen Rahmat Yulis, S.Ked
Adhisti Handarie Agung, S.Ked
Lidia Wati, S.Ked
Suci Pratiwi, S.Ked

Pembimbing :
dr. Rina Amtarina, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN
PEKANBARU
PERIODE 11 Juli-13 Agustus 2016

21

Anda mungkin juga menyukai