Anda di halaman 1dari 7

511

3) Disinfeksi serentak: Buanglah kotoran manusia pada jamban saniter; budayakan


perilaku hidup bersih dan sehat secara ketat seperti membiasakan cuci tangan
sebelum makan dan sesudah buang air besar khsususnya untuk mencegah infeksi
cacing Taenia solium.
4) Karantina: Tidak di lakukan
5) Immunisasi terhadap kontak: Tidak ada.
6) Lakukan investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi : Lakukan evaluasi
terhadap kontak yang menunjukkan gejala.
7) Pengobatan spesifik: Praziquantel (Biltricide®) efektif untuk pengobatan T.
saginata dan Taenia solium. Niclosamide (Niclocide®, Yomesan®) saat ini sebagai
obat pilihan kedua kurang cukup tersedia secara luas dipasaran. Untuk
cysticercosis tindakan operasi (bedah) dapat menghilangkan sebagian dari gejala
penyakit tersebut. Pasien dengan cysticercosis SSP harus diobati dengan
praziquantel atau dengan albendazole di rumah sakit dengan pengawasan ketat;
biasanya diberikan kortikosteroid untuk mencegah oedem otak pada penderita
cysticerci.

C. Penanggulangan wabah: Tidak ada


D. Implikasi untuk menjadi bencana: Tidak ada
E. Tindakan internasional: Tidak ada

PENYAKIT TAENIASIS ASIA

Taeniasis Asia ini disebabkan oleh cacing pita yangserupa dengan T. saginata. Infeksi cacing
ini dilaporkan terjadi di Filipina, Korea, Taiwan, Indonesia dan Thailand. Infeksi terjadi
karena kebiasaan mengkonsumsi hati dan jeroan babi yang tidak dimasak dengan sempurna.
Pada percobaan di laboratorium cacing ini hanya menimbulkan cysticerci pada hati dari babi,
sapi, kambing an monyet.
Jenis cacing ini berbeda secara genetis satu sama lain dan digolong-golongkan kedalam
spesies dan subspesies yang berbeda.

TETANUS ICD–9 037; ICD-10 A35


(Lockjaw)
(Tetanus obstetrik : ICD – 10 A34)

1. Identifikasi
Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh eksotoksin yang dikeluarkan oleh
basil tetanus yang hidup secara anaerobic pada luka. Ciri khas dari tetanus adalah adanya
kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot leher kemudian diikuti dengan otot-otot
seluruh badan. Gejala pertama yang muncul yang mengarahkan kita untuk memikirkan
tetanus pada anak usia lebih tua dan orang dewasa adalah jika ditemukan adanya kaku otot
pada abdomen.
512

Walaupun kaku otot abdomen bisa disebabkan oleh trauma pada daerah tersebut. Kejang
seluruh tubuh dapat terjadi akibat rangsangan. Posisi yang khas pada penderita tetanus
yang mengalami kejang adalah terjadinya opisthotonus dan ekspresi wajah yang disebut
dengan “risus sardonicus”.
Kadang-kadang riwayat adanya trauma atau riwayat port d’entre tidak diketahui dengan
jelas pada penderita tetanus. CFR berkisar 10%-90%, paling tinggi pada bayi
dibandingkan dengan pada penderita yang lebih dewasa. CFR juga bervariasi dan
berbanding terbalik dengan masa inkubasi, tersedianya fasilitas perawatan intensif dan
tenaga medis yang berpengalaman dalam perawatan intensif.
Upaya untuk menemukan hasil tetanus melalui pemeriksaan laboratorium biasanya kurang
berhasil. Basil jarang dapat ditemukan dari luka dan antibodi jarang terdeteksi.

2. Penyebab Infeksi: Clostridium tetani, basil tetanus.

3. Distribusi penyakit
Tersebar diseluruh dunia, sporadis dan relatif jarang terjadi di AS dan negara-negara
industri. Selama periode 1995-1997, terdapat 124 kasus yang dilaporkan dari 33 negara
bagian di AS, 60 % diantaranya terjadi pada usia 20-59 tahun; 35 % pada usia di atas 60
tahun, dan 5 % pada usia 20 tahun. Angka CFR meningkat sebesar 2,3 % pada mereka
yang berumur 20-39 tahun dan 18 % pada mereka yang berumur di atas 60 tahun.
Tetanus yang terjadi dikalangan pecandu Napza suntik berkisar antara 11 % dari 124
kasus tetanus dibandingkan dengan 3,6 % yang terjadi selama tahun 1991 -1994.
Rata-rata setiap tahun penderita yang di laporkan ke CDC Atlanta sebanyak 50 kasus.
Tetanus pada umumnya terjadi didaerah pertanian dan daerah yang masih terbelakang,
dimana orang lebih sering kontak dengan kotoran hewan dan program imunisasi tidak
adekuat. Penyebab utama kematian bayi di Asia, Afrika dan Amerika Selatan, terutama di
daerah pedesaan dan daerah tropis disebabkan oleh tetanus neonatorum (lihat dibawah).
Pemakaian obat-obatan terlarang oleh para pecandu, terutama yang di gunakan melalui
suntikan baik intramuskuler atau subkutan, dapat menimbulkan kasus individual dan
KLB terbatas.

4. Reservoir
Reservoir dari basil tetanus adalah usus kuda dan hewan lainnya termasuk manusia
dimana kuman tersebut berbahaya bagi hospes dan merupakan flora normal dalam usus;
tanah atau benda-benda yang dapat terkontaminasi dengan tinja hewan atau manusia dapat
juga berperan sebagai reservoir. Spora tetanus dapat ditemukan dimana-mana dan tersebar
di lingkungan sekitar kita dan dapat mengkontaminasi berbagai jenis luka.

5. Cara Penularan
Spora tetanus masuk kedalam tubuh biasanya melalui luka tusuk yang tercemar dengan
tanah, debu jalanan atau tinja hewan dan manusia, spora dapat juga masuk melalui luka
bakar atau luka lain yang sepele atau tidak di hiraukan, atau juga dapat melalui injeksi dari
jarum suntik yang tercemar yang dilakukan oleh penyuntik liar. Tetanus kadang kala
sebagai kejadian ikutan pasca pembedahan termasuk setelah sirkumsisi.
Adanya jaringan nekrotik atau benda asing dalam tubuh manusia mempermudah
pertumbuhan bakteri anaerobik.
513

Tetanus yang terjadi setelah terjadi luka, biasanya penderita pada waktu mengalami luka
menganggap lukanya tidak perlu dibawa ke dokter.

6. Masa Inkubasi
Biasanya 3-21 hari, walaupun rentang waktu bisa 1 hari sampai beberapa bulan, hal ini
tergantung pada ciri, kedalaman dan letak luka, rata-rata masa inkubasi adalah 10 hari.
Kebanyakan kasus terjadi dalam waktu 14 hari. Pada umumnya makin pendek masa
inkubasi biasanya karena luka terkontaminsi berat, akibatnya makin berat penyakitnya dan
makin jelek prognosisnya.

7. Masa Penularan: Tidak ada penularan langsung dari manusia kepada manusia.

8. Kerentanan dan kekebalan


Semua orang rentan terhadap tetanus. Pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid
(TT) dapat menimbulkan kekebalan yang dapat bertahan paling sedikit selama 10 tahun
setelah pemberian imunisasi lengkap. Kekebalan pasif sementara didapat setelah
pemberian Tetanus Immunoglobin (TIG) atau setelah pemberian tetanus antitoxin (serum
kuda)
Bayi yang lahir dari ibu yang telah mendapatkan imunisasi TT lengkap terhindar dari
tetanus neonatorum. Setelah sembuh dari tetanus tidak timbul kekebalan, orang tersebut
dapat terserang untuk kedua kalinya, oleh karena itu segera setalah sembuh dari tetanus
orang tersebut segera diberikan imunisasi TT dasar.

9. Cara-cara pemberantasan
A. Cara-cara pencegahan
1) Beri penyuluhan kepada mesyarakat tentang manfaat pemberian imunisasi TT
lengkap. Berikan juga penjelasan tentang bahayanya luka tertutup terhadap
kemungkinan terkena tetanus dan perlunya pemberian profilaksi aktif maupun
pasif setelah mendapatkan luka.
2) Berikan imunisasi aktif dengan TT kepada anggota masyarakat yang dapat
memberikan perlindungan paling sedikit 10 tahun. Setelah seri imunisasi dasar
diberikan selang beberapa lama dapat diberikan dosis booster sekali, dosis booster
ini dapat menaikkan titer antibodi cukup tinggi, Tetanus Toxoid biasanya diberikan
bersama-sama Diphtheria toxoid dan vaksin pertussis dalam kombinasi vaksin
(DPT atau DaPT) atau dalam bentuk DT untuk anak usia dibawah 7 tahun dimana
pemberian vaksin pertussis merupakan kontraindikasi atau dalam bentuk Td untuk
orang dewasa.
Untuk anak usia 7 tahun keatas di AS tersedia preparat vaksin yang didalamnya
berisi Haemophylus influenzae “type b conjugate” (DPT – Hib), begitu juga Hib
dikombinasi dengan preparat yang berisi pertussis aseluler (DaPT). Di beberapa
negara ada juga vaksin DPT, DT dan T yang dikombinasikan dengan vaksin polio
inaktif. Dinegara dimana program imunisasinya kurang baik semua wanita hamil
harus diberikan 2 dosis TT, vaksin TT non adsorbed (“plain”) imunogenisitasnya
kurang dibandingkan dengan yang adsorbed baik pada pemberian imunisasi dasar
maupun pada pemberian booster. Reaksi lokal setelah pemberian TT sering terjadi
namun ringan.
514

Reaksi lokal dan sistemik yang berat jarang terjadi, terutama setelah pemberian TT
yang berulang kali.
a) Jadwal imunisasi TT yang dianjurkan sama dengan jadwal pemberian vaksin
difteri (lihat Difteria, 9A).
b) Walaupun TT dianjurkan untuk diberikan kepada seluruh anggota masyarakat
tanpa memandang usia; namun penting sekali untuk diberikan kepada para
pekerja atau orang dengan risiko tinggi seperti mereka yang kontak dengan
tanah, air limbah dan kotoran hewan; anggota militer; polisi dan mereka yang
rentan terhadap trauma; dan kelompok lain yang mempunyai risiko tinggi kena
tetanus.
TT perlu diberikan kepada WUS dan ibu hamil untuk melindungi bayinya
terkena tetanus neonatorum.
c) Perlindungan aktif perlu dipertahankan dengan pemberian dosis booster Td
setiap 10 tahun sekali.
d) Anak-anak dan orang dewasa yang menderita HIV/AIDS atau yang
mempunyai sistem kekebalan rendah, jadwal pemberian imunisasi TT sama
dengan jadwal pemberian untuk orang normal walaupun dengan risiko reaksi
immunitasnya suboptimal.
3). Tindakan pencegahan pada perawatan luka :
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya tetanus pada pederita luka
sangat tergantung pada penilaian terhadap keadaan luka itu sendiri dan status
imunisasi penderita.
Penilaian harus dilakukan dengan hati-hati apakah luka itu bersih atau kotor,
apakah penderita pernah mendapatkan imunisasi TT ataukah pernah mendapatkan
TIG (Tetanus Immune Globulin) sebelumnya (lihat table dibawah). Bersihkan luka
sebagaimana mestinya, bila diperlukan lakukan debridement luka dan berikan
antibiotika yang tepat.
a). Bagi mereka yang sudah pernah mendapat imunisasi TT lengkap dan hanya
menderita luka ringan dan tidak terkontaminasi, dosis booster TT diberikan
jika imunisasi TT terakhir yang diberikan sudah lebih dari 10 tahun yang lalu.
Untuk luka yang luas dan kotor, berikan dosis tunggal booster tetanus toxoid
(sebaiknya Td) pada hari itu juga, dengan catatan penderita tidak pernah
mendapatkan suntikan TT selama lima tahun terakhir.
b). Bagi orang yang belum mendapatkan imunisasi dasar TT secara lengkap, pada
saat mengalami luka berikan dosis tunggal TT segera. TIG diberikan selain TT
jika luka yang dialami cukup luas dan terkontaminasi dengan tanah dan
kotoran hewan. Mengenai jenis tetanus toxoid yang dipakai seperti telah
dijelaskan sebelumnya tergantung pada usia dan status imunisasi penderita,
yang tujuannya adalah sekaligus melengkapi dosis imunisasi dasar dari
penderita. Vaksin dapat berupa DaPT, DPT, DT atau Td.

Imunisasi pasif diberikan berupa TIG sebanyak 250 1U (Catatan: IU =


International Unit). Jika TIG tidak ada dapat diberikan antitoksin yang berasal dari
serum binatang sebanyak 1.500 – 5.000 IU. Indikasi pemberian imunisasi pasif
adalah jika lukanya kotor dan luas/dalam dan riwayat imunisasinya tidak
jelas/tidak pernah diimunisasi atau imunisasi dasarnya tidak lengkap.
515

Jika TT dan TIG harus diberikan pada saat yang sama gunakanlah jarum suntik
dan semprit yang berbeda, suntikan ditempat yang berbeda.
Jika antitoksin yang berasal dari serum binatang (ATS) yang dipakai lakukan
terlebih dulu Skin test untuk mencegah terjadinya syok anafilaksis.
Skin test dilakukan dengan menyuntikkan antitoksin yang telah diencerkan dengan
garam fisiologis dengan perbandingan 1 : 100, sebanyak 0,02 cc intrakutan. Pada
saat yang bersamaan siapkan alat suntik yang telah diisi dengan adrenaline.
Skin test dengan larutan yang lebih encer (1 : 1000) dilakukan terhadap penderita
yang sebelumnya sudah pernah mendapatkan suntikan antitoksin dari serum
binatang. Sebagai kontrol ditempat lain disuntikkan garam fisiologis intrakutan.
Jika setelah 15 – 30 menit setelah suntikan timbul benjolan dikulit yang dikelilingi
oleh warna kemerahan berupa eritema dengan ukuran 3 mm atau lebih
dibandingkan dengan kontrol maka lakukan desensitisasi terhadap penderita.
Pemberian penisilin selama 7 hari dapat membentuk C. Tetani didalam luka
namun hal ini tidak mengurangi upaya pengobatan yang tepat dari luka, bersama-
sama dengan pemberian imunisasi yang tepat.

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan terdekat.


1). Laporan ke Dinas Kesehatan setempat: di AS, tetanus wajib dilaporkan diseluruh
negara bagian dan juga di banyak negara, kategori 2B (lihat pelaporan Penyakit
Menular).
2). Tindakan isolasi: Tidak ada
3). Tindakan disinfeksi segera: Tidak ada
4). Tindakan karantina: Tidak ada
5). Imunisasi terhadap kontak: Tidak ada
6). Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Lakukan investigasi kasus untuk
mengetahui derajat dan asal luka.
7). Pengobatan spesifik : TIG IM dengan dosis 3.000 – 6.000 I.U. Jika TIG tidak
tersedia, berikan anti toxin tetanus (dari serum kuda) dengan dosis tunggal
intravena setelah dilakukan uji terhadap hipersensitivitas; metronidazole intravena
dalam dosis besar diberikan untuk jangka waktu 7 -14 hari. Luka dibersihkan dan
dilakukan debridement yang luas dan bila memungkinkan dilakukan eksisi luka.
Debridement pada potongan tali pusat neonatus tidak dilakukan.
Pertahankan aliran udara yang cukup pada jalan nafas dan bila diperlukan dapat
diberkan obat penenang. Berikan obat muscle relaxant, bersamaan dengan itu
lakukan tracheostomy atau lakukan intubasi nasotrakeal.
Pemberian nafas buatan secara mekanis membantu menyelamatkan nyawa
penderita. Imunisasi aktif dapat diberikan bersamaan dengan pengobatan dan
tindakan lain.

C. Penanggulangan Wabah
Walaupun sangat jarang, jika terjadi KLB, lakukan penyelidikan terhadap
kemungkinan terjadinya kontaminasi pada penggunaan obat-obat terlarang dengan
suntikan.
516

D. Dampak bencana
Kerusuhan sosial (konflik militer, huru hara) dan bencana alam (banjir, badai, gempa
bumi) yang mengakibatkan banyak orang yang luka pada populasi yang tidak pernah
mendapatkan imunisasi sehingga pada keadaan ini ada peningkatan kebutuhan TIG
atau anti toxin tetanus atau toxoid untuk mengobati penderita yang mengalami luka
luka.

E. Tindakan internasional
Imunisasi TT dianjurkan untuk diberikan kepada wisatawan manca negara.

TETANUS NEONATORUM ICD. 9.771.3; ICD-10 A 33

Tetanus neonatorum merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius disebagian besar
negara bekembang dimana cakupan pelayanan kesehatan antenatal dan imunisasi TT kepada
ibu hamil masih rendah. Selama lima tahun terakhir insidens tetanus neonatorum di negara-
negara berkembang menurun dengan drastis karena pemberian imunisasi TT kepada ibu hamil
walaupun telah terjadi penurunan drastis namun WHO masih mencatat sekitar 500.000
kematian tetanus neonatorum terjadi setiap tahun di negara-negara berkembang.
Sebagian besar bayi yang terkena tetanus biasanya lahir dari ibu yang tidak pernah
mendapatkan imunisasi TT dan ditolong oleh dukun beranak diluar rumah sakit. Penyakit
tetanus muncul biasanya disebabkan oleh masuknya spora tetanus melalui puntung tali pusat
yang dipotong dengan alat yang tidak steril pada waktu bayi lahir atau spora masuk melalu
puntung tali pusat karena dibalut dengan pembalut yang tidak steril atau karena diberi ramu-
ramuan yang terkontaminasi oleh spora tetanus. Di negera berkembang tali pusat sering
dipotong dengan pisau dapur atau sembilu dan pemberian ramu-ramuan seperti kunyit dan
abu dapur sering merupakan bagian dari ritual pada masyarakat tertentu ditujukan untuk bayi
yang baru lahir. Gejala utama pada tetanus neonatorum adalah bayi tidak bisa minum susu.
Ciri khas tetanus neonatorum adalah pada mulanya beberapa hari setelah lahir bayi menangis
keras dan mengisap susu dengan kuat, namun beberapa hari kemudian tidak bisa mengisap
susu lagi karena trismus, kaku otot dan kejang seluruh tubuh, risus sardonicus (mulut mecucu
seperti mulut ikan), opisthotonus.
Masa inkubasi rata-rata 6 hari dengan rentang dari 3 – 28 hari. Secara keseluruhan CFR
tetanus neonatorum sangat tinggi, diatas 80% untuk masa inkubasi yang pendek.
Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu
: meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan antenatal dengan pemberian imunisasi TT
kepada wanita usia subur (WUS) termasuk kepada ibu hamil dan meningkatkan cakupan
pertolongan persalinan yang dilakukan tenaga profesional.
Upaya pencegahan yang paling penting untuk dilakukan adalah perizinan dan pengawasan
terhadap bidan praktek. Lakukan supervisi yang ketat terhadap peralatan yang dipakai untuk
pertolongan persalinan dan teknik asepsis dalam melakukan pertolongan persalinan. Lakukan
pendidikan dan pelatihan berkelanjutan kepada para bidan tentang pertolongan persalinan
yang benar. Berikan juga penyuluhan kepada para ibu rumah tangga, anggota keluarga dan
mereka yang merawat tali pusat tentang teknik asepsis dalam merawat puntung tali pusat.
517

Penyuluhan ini sangat penting dilakukan dinegara berkembang karena praktek penggunaan
sembilu untuk memotong tali pusat dilakukan sangat luas, begitu juga praktek pemberian abu
dapur, ramuan tumbuh-tumbuhan bahkan pemakaian tahi sapi untuk ditaruh pada puntung tali
pusat merupakan tradisi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di negara berkembang.
Oleh karena itu setiap WUS yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu
ditanyakan status imunisasi TT mereka dan bila diketahui yang bersangkutan belum
mendapatkan imunisasiTT harus diberi imunisasi TT minimal 2 kali dengan jadwal sebagai
berikut : Dosis pertama diberikan segera pada saat WUS kontak dengan pelayanan kesehatan
atau sendini mungkin saat yang bersangkutan hamil, dosis kedua diberikan 4 minggu setelah
dosis pertama. Dosis ketiga dapat diberikan 6 – 12 bulan setelah dosis kedua ata setiap saat
pada kehamilan berikutnya. Dosis tambahan sebanyak dua dosis dengan interval satu tahun
dapat diberikan pada saat WUS tersebut kontak dengan fasilitas pelayanan kesehatan atau
diberikan pada saat kehamilan berikutnya.
Total 5 dosis TT yang diterima oleh WUS akan memberi perlindungan seumur hidup. WUS
yang riwayat imunisasinya telah memperoleh 3 – 4 dosis DPT/DaPT pada waktu anak-anak,
cukup diberikan 2 dosis TT pada saat kehamilan pertama, ini akan memberi perlindungan
terhadap seluruh bayi yang akan dilahirkan.

Ringkasan Pedoman Profilaksi Terhadap Tetanus


Pada Perawatan Luka Rutin1)
Riwayat Imunisasi Luka kecil dan bersih Luka jenis lain
Tetanus ( dosis )
Td2) TIG Td2) TIG
Tak jelas atau < 3 dosis Ya Tidak Ya Tidak
3 dosis atau lebih Tidak3 ) Tidak Tidak4) Tidak

1) Penjelasan rinci ada dalam teks.


2) Untuk anak kurang dari 7 tahun, berikan DaPT atau DPT (DT, jika vaksin pertusis
merupakan kontra indikasi. Untuk anak umur 7 tahun keatas, dianjurkan untuk
memberikan Td daripada tetanus toxoid saja.
3) Ya, jika dosis terakhir yang diberikan sudah 10 tahun lebih.
4) Ya, jika dosis terakhir sudah 5 tahun atau lebih (pemberian dosis booster tidak perlu
karena dapat menimbulkan efek samping).

TOXOCARIASIS ICD-9 128.0; ICD-10 B83.0


(Visceral larva migrans, Larva migrans visceralis, Ocular larva migrans, Infeksi Toxocara
[Canis] [Cati])

1. Identifikasi
Infeksi kronis biasanya ringan terutama menyerang anak-anak, yang belakangan ini
cenderung juga menyerang orang dewasa, disebabkan oleh migrasi larva dari Toxocara
dalam organ atau jaringan tubuh.

Anda mungkin juga menyukai