Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN MASALAH KEBUTUHAN DASAR

GANGGUAN RASA NYAMAN “NYERI”

A. Konsep dasar

1. Definisi

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan

bersifat sangat subjektif karena perasaan berbeda pada setiap orang dalam

hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat

menjeaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul

2006). Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya.

Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan

dan meningkatkan akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial

(Judith M. Willkinson 2002).Sensori yang tidak menyenangkan dan

pengalaman emosional yang muncul secara actual atau potensial

kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan. Serangan

mendadak atau pelanintensitasnya dari ringan ke berat yang dapat

diantisipasi dengan akhir yang diprediksi dan denngan durasi kurang dari 6

bulan.

Perubahan kenyamanan adalah suatu keadaan dimana individu

mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespon terhadap

suatu rangsangan yang berbahaya. Gangguan rasa nyaman dibedakan

menjadi tiga yakni kenyamanan fisik, kenyamanan sosial, kenyamanan

lingkungan.
Nyeri adalah suatu mekanisme nyeri proteksi bagi penderita yang

timbul bila mana jaringan sedang rusak dan menyebabkan individu

tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri.Nyeri merupakan suatu

kondisi yang lebih dari sekedar sensansi tunggal yang disebabkan oleh

stimulus tertentu. Nyeri sangat bersifat subjektif dan individual. Stimulus

nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik atau mental, sedangkan

kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego

seseorang individu (Mahon 1994).

B. Fisiologi nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah

ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus

kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut

juga nosireceptor,secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang

bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa

bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic),

dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri

yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.Nosireceptor

kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah

ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan

kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :


a. Reseptor A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det)

yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang

apabila penyebab nyeri dihilangkan

b. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det)

yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat

tumpul dan sulit dilokalisasiStruktur reseptor nyeri somatik dalam

meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah,

syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur

reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul

dan sulit dilokalisasi.Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor

viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati,

usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini

biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat

sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

C. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

1. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus

mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan

nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia

cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap


nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau

mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

2. Jenis kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara

signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya

(ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh

nyeri).

3. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon

terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan

bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan

kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

4. Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri

dan dan bagaimana mengatasinya.

5. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang

meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya

distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik

relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.


6. Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa

menyebabkan seseorang cemas.

7. Pengalaman masa lalu.

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat

ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi

nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung

pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

8. Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan

sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang

mengatasi nyeri.

9. Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan

D. Manifestasi klinis

1. Vakolasi

a) Mengaduh

b) Menangis

c) Sesak nafas

d) Mendengkur

2. Expresi wajah

a) Meringis
b) Mengeletuk gigi

c) Mengernyit dahi

d) Menutup mata, mulut, dengan rapat

3. Gerakan tubuh

1) Gelisah

2) Imobilisasi

3) Ketegangan otot

4) Peningkatan gerakan jari dan tangan

5) Gerakan ritmik atau gerakan menggosok

6) Gerakan melindungi bagian tubuh

4. Interaksi sosial

1) Menghindari percakapan

2) Fokus hanya pada aktifitas untuk menghilangkan nyeri

3) Menghindar kontak sosial

4) Penurunan rentang perhatian

E. Tipe nyeri

1. Berdasarkan sumbernya

a. Cutaneus/superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan.

Biasanya bersifat burning (seperti terbakar) ex: terkena ujung pisau atau

gunting

b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pemb.

Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama drpd cutaneus ex:

sprain sendi
c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga

abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,

iskemia, regangan jaringan

2. Berdasarkan lokalisasi/letak

a. Radiating ,pain nyeri menyebar dari sumber nyeri kejaringan didekatnya

(cardiac pain)

b. Reffered ,nyeri dirasakan pada bagian tubuh tentang diperkirakan berasal

dari jaringan.

c. Intractable, nyeri yang sangat susah dihilangkan (nyeri kangker maligna)

d. Phantom pain

Sensansi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang

3. Berdasarkan pemnyebab fisik

Psycogenic, Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut

4. Menurut serangannya

Nyeri akut danNyeri kronik

F. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh

individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh

dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri

dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan

respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran

dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri
itu sendiri(Tamsuri, 2007). Menurut smeltzer, S.C bare B.G(2002)adalah

sebagai berikut :

Keterangan :

0 :Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasidengan baik.


4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi

nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi

nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagiberkomunikasi,

memukul.Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan

atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan

nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah

ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini

juga sulit untuk dipastikan.Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat

keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal

Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai

lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang

garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang

tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta

klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga

menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh

nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien

memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian

numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti


alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan

menggunakan skala 0-10.

G. Penatalaksanaan

a. Relaksasi

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fidik dari ketegangan dan

stress.tehknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi

rasa tidak nyamanatau nyeri.

b. Tehknik imajinasi biofeedback

Merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu

informasi tentang respon fisiologis misalnya tekanan darah.hipnosis diri

dapat membantu mengubah presepsi nyeri melalui pengaruh sugesti

positif dan dapat mengurangi ditraksi.

c. Teknik distraksi

Pengalihan dari focus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain.

Misalnya distraksi visual (melihat pertandingan, menonton Tv dan lain-

lain), Distraksi pendengaran (mendengarkan musik, suara gemercik air,

d. Terapi fengan pemberian analgetik

Pemberian obat analgesic sangat membantu manajemen nyeri seperti

pemberian obat analgesik non opioid (ibuprofen, aspirin) yang bekerja

pada syaraf perifer didaerah luka dan menurunkan tingkatan inflamasi.


A. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian nyeri akurat penting untuk upaya penatalaksanaannyeri
yang afektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan
dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka perawat
perlu mengkaji semua factor yang mempengaruhi nyeri, seperti factor
fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian
nyeri terdiri atas dua komponen utama, yakni (a) riwayat nyeri untuk
mendapatkan data dari klien dan (b) observasi langsung pada respon
perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah untuk
mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjek.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST :
P : (pemicu) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri.
Q : (quality) dari nyeri, apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat.
R : (region) yaitu daerah perjalanan nyeri.
S : (severty) adalah keparahan atau intensits nyeri.
T : (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
a. Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan klien
kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap
nyeri dan situasi tersebut dengan kata-kata mereka sendiri. Langkah
ini akan membantu perawt memahami makna nyeri bagi klien dan
bagaimana ia berkoping terhadap aspek, antara lain :
1) Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien
menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini biasanya dilakukan
dengan bantuan gambar tubuh. Klien biasanya menandai bagian
tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama
untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri.
2) Intensitas Nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan
terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri
yang paling sering digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10. Angka
“0” menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi
menandakan nyeri “terhebat” yang dirasakan klien. Intensitas nyeri
dapat diketahui dengan bertanya kepada pasien melalui skala nyeri
wajah, yaitu Wong-Baker FACES Rating Scale yang ditujukan
untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya
melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu
berkomunikasi secara verbal dan lan sia yang mengalami gangguan
komunikasi.
3) Kualitas Nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-
tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien
untuk menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat dapat
berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta pilihan
tindakan yang diambil.
4) Pola
Pola nyeri meliputi: waktu awitan, durasi/lamanya nyeri dan
kekambuhan atau interval nyeri. Karenanya, perawat perlu
mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung,
apakah nyeri berulang dan kapan nyeri terakhir kali muncul.
5) Faktor Presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicumunculnya nyeri.
Sebagai contoh: aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri
dada. Selain itu, faktor lingkungan (lingkungan yang sangat dingin
atau sangat panas), stresor fisik dan emosional juga dapat memicu
munculnya nyeri.
6) Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi: mual, muntah, pusing dan diare. Gejala
tersebut bisa disebabkan oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu
sendiri.
7) Pengaruh aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas
harian klien akan akan membantu perawat memahami persepsi
klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu dikaji
terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi, pekerjaan,
hubungan interpesonal, hubungan pernikahan, aktivitas di rumah,
aktivitas waktu seggang serta status emosional.
8) Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam
menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh oleh
pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama/budaya.
9) Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, tergantung pada
situasi, derajat dandurasi nyeri, interpretasi tentang nyeri dan
banyak faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan
ansietas, takut, lelah, depresi atau perasaan gagal pada diri klien.
b. Observasi respons perilaku dan fisiologis
Banyak respons nonverbal/perilaku yang bisa dijadikan indikator
nyeri diantaranya :
1) Ekspresi wajah:
a. Menutup mata rapat-rapat
b. Membuka mata lebar-lebar
c. Menggigit bibir bawah
2) Vokalisasi:
a. Menangis
b. Berteriak
3) Imobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri akan digerakan
tubuh tanpa tujuan yang jelas):
a. Menendang-nendang
b. Membolak-balikkan tubuh diatas kasur.

Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada


sumber dan durasi nyeri. Pada awal awitan nyeri akut, respons fisiologis:
1. Peningkatan tekanan darah
2. Nadi dan pernapasan
3. Diaforesis
4. Dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis.
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama dan saraf simpatis telah
beradaptasi, respon fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau
bahkan tidak ada. Karenanya, penting bagi perawat untuk mengkaji
lebih dari satu respons tersebut merupakan indikator yang buruk untuk
nyeri.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Nyeri kronis

C. Intervensi

DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24 a. Lakukan pengkajian nyeri komperhensif yang meliputi
jam diharapkan nyeri yang dirasakan pasien lokasi, karakteristik, onset, durasi, frekuensi, kualitas,
menjadi berkurang ditandai dengan : intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus.
1. Tingkat kenyamanan : tingkat persepsi b. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
positif terhadap kemudahan fisik dan ketidaknyamanan terhadap nyeri.
c. Tentntukan obat yang diperlukan dan kelola menurut
psikologis
resep.
2. Pengendalian nyeri : tindakan individu untuk d. Ajarkan keluarga klien mengenai metode pemberian obat
mengendalikan nyeri yang sesuai.
3. Tingkat nyeri : keparahan nyeri yang dapat e. Monitor klien mengenai terapi efek obat.
diamati atau dilaporkan.
2 Nyeri Kronis Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24
jam diharapkan nyeri yang dirasakan pasien 1. Gunakan strategi komunikasiterapeutik untuk
menjadi berkurang ditandai dengan : megetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
1. Tingkat kenyamanan : tingkat persepsi penerimaan klien terhadap nyeri.
positif terhadap kemudahan fisik dan 2. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri.
psikologis
2. Tingkat depresi : keparahan alam perasaan
melankolis dan kehilangan minat dengan
peristiwa hidup
3. Pengendalian diri terhadap depresi tindakan
individu untuk meminimalkan melankolia
dan mempertahankan minat dengan peristiwa
hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochtermman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).


Nic Noc. Indonesia: Elsevier.
Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Herlman,T. Heather, dkk. (2015). Nanda Internasional Diagnosis


Keperawatan:Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC
Mubarak, Wahit Iqbal & Cahyani, Nurul. (2007). Kebutuhan Dasar. Jakarta :
EGC.

Muhammad, Wahit Ikbal dkk. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta.
Nanda Internasional (2013), Diagnosis Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta : EGC.

Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Tarwonto dan Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Asuhan


Keperaweatan. Jakarta: Salemba Medika.

Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai