Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak merupakan kelompok yang memerlukan perhatian dalam upaya

pembinaan kesehatan masyarakat, karena mereka akan berperan sebagai calon

orang tua, tenaga kerja, pemimpin bangsa di masa depan. Perilaku kejahatan

yang menimpa anak di Indonesia, masih tetap menghantui dari waktu ke

waktu dan terus meningkat. Tahun 2011 kasus kejahatan seksual meningkat

dari 2.413 kasus pada tahun 2010, menjadi 2.508 kasus pada tahun 2011.

Sebanyak 1.020 kasus, setara dengan 62,7% terdiri dari kejahatan seksual

seperti sodomi, pemerkosaan dan pencabulan, sisanya sebesar 37,3% adalah

kekerasan fisik dan psikis.1,2

Tindak pidana kejahatan seksual adalah setiap bentuk perilaku yang

memiliki muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang

namun tidak disukai dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran

sehingga menimbulkan akibat negatif, seperti: rasa malu, tersinggung,

terhina, marah, kehilangan harga diri dan kehilangan kesucian.3

Kejahatan merupakan suatu pelanggaran hak anak baik dari segi moral,

susila dan agama, terutama tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh

terdakwa terhadap anak dibawah umur. Perbuatan tersebut dapat

menimbulkan trauma fisik dan psikis terhadap korban terutama yang berusia

anak-anak sehingga bisa berpengaruh pada perkembangan diri.3

1
Belakangan ini banyak muncul kasus perilaku seks bebas yang

melanda anak-anak di bawah umur, dimana anak merupakan kelompok yang

rentan baik fisik maupun mental. Sexualabuse termasuk oral-genital, genital-

genital, genital-rektal, tangan-genital, tangan-rektal atau kontak tangan-

payudara, pemaparan anatomi seksual, melihat dengan paksa anatomi seksual,

dan menunjukkan pornografi pada anak atau menggunakan anak dalam

produksi pornografi.4

Maka dari itu, hal yang penting dilakukan adalah memberikan

pendidikan seksual atau pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak-anak

sedini mungkin, perlu dilakukan oleh orangtua dan pihak sekolah agar anak

tidak mendapatkan informasi yang salah dari teman, internet, maupun media

lainnya.5

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Umum

Tujuan umum penyusunan referat ini agar tenaga medis memahami

mengenai tentang kejahatan seksual baik pada anak ataupun dewasa.

1.2.2 Khusus

1. Mengetahui definisi dari kejahatan seksual pada anak

2. Mengetahui peraturan apa saja yang mengatur perlindungan

terhadap kejahatan seksual pada anak dalam rumah tangga

3. Mengetahui bagaimana dampak yang terjadi terhadap kejahatan

seksual pada anak

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kejahatan Seksual

Kejahatan secara umum adalah perbuatan atau tindakan yang

dilakukan oleh manusia yang dinilai tidak baik, tercela dan tidak patut

dilakukan. Menurut Simandjuntak dalam penelitian Fajar Triyono kejahatan

adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat

dibiarkan yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.6

Kejahatan kesusilaan secara umum merupakan perbuatan atau tindakan

melanggar kesusilaan atau immoral yang sengaja merusak kesopanan di muka

umum atau orang lain tidak atas kemauan, dengan paksaan dan melalui

ancaman kekerasan. Undang-undang mengancam pidana bagi siapa saja yang

melanggar perbuatan tersebut. Sementara itu, yang dimaksud di muka umum

adalah, misal: di gedung-gedung sekolah, sekumpulan orang banyak, tempat-

tempat yang dapat di datangi setiap orang dan sebagainya.6

Menurut WHO kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan

kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau

sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan

besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan

perkembangan atau perampasan hak.7

3
2.1.1 Kejahatan Seksual di Dalam Keluarga

Berdasarkan Kamus Hukum, “sex dalam bahasa inggris diartikan dengan

jenis kelamin”. Jenis kelamin di sini lebih dipahami sebagai persoalan

hubungan (persetubuhan) antara laki laki dengan perempuan.Secara umum

seksualitas manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu8:

1. Biologis (kenikmatan fisik dan keturunan)

2. Sosial (hubungan-hubungan seksual, berbagai aturan sosial serta

berbagai bentuk sosial melalui mana seks biologis diwujudkan,

dan)

3. Subjektif (kesadaran individual dan bersama sebagai objek dari

hasrat seksual).

Pendapat itu mempertegas pengertian seksualitas dengan suatu

bentuk hubungan biologis yang terikat pada aturan-aturan yang

berlaku di tengah masyarakat.Salah satu bentuk praktik seks yang

dinilai menyimpang adalah kejahatan seksual. Kejahatan seksual dapat

dalam berbagai bentuk termasuk perkosaan, pencabulan, pelecehan

seksual, prostitusi paksa, perdagangan perempuan untuk tujuan

seksual, perbudakan seks, kehamilan paksa, kekerasan seksual,

eksploitasi seksual dan atau penyalahgunaan seks dan aborsi.8

4
Kejahatan seksual dikategorikan menjadi: 8

1. Non-Konsensual, memaksa perilaku seksual fisik seperti pemerkosaan

atau penyerangan seksual.

2. Psikologis bentuk pelecehan, seperti pelecehan seksual, perdagangan

manusia, mengintai, dan eksposur tidak senonoh tapi bukan

eksbisionisme.

3. Penggunaan posisi kepercayaan untuk tujuan seksual, seperti pedofilia

dan semburit, kekerasan seksual, dan incest.

4. Perilaku dianggap Pemerintah tidak sesuai.

Bentuk kejahatan seksual yang paling banyak adalah

pelecehan seksual namun ini hanya berdasarkan keterangan korban

dan tidak dapat dibuktikan dengan barang bukti, sedangkan peringkat

kedua adalah pemerkosaan dan pada pemerkosaan selain berdasarkan

keterangan korban juga dapat dibuktikan dengan barang bukti.8

2.1.2 Kejahatan Seksual di Masyarakat

Kejahatan dalam hukum pidana adalah perbuatan pidana yang

diatur dalam Buku ke-II KUHP dan dalam aturan-aturan lain di luar

KUHP. Perbuatan pidana itu juga meliputi tindakan pelanggaran-

pelanggaran.Dalam arti luas, kejahatan tidak hanya ditentukan oleh

perundang-undangan dalam hukum pidana saja, melainkan pula

perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan adanya nestapa dan

kerugian. Kejahatan kekerasan merupakan salah satu bentuk kejahatan

5
dalam masyarakat yang perkembangannya semakin beragam baik

motif, sifat, bentuk, intensitas maupun modus operandinya.9

Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual yang merupakan

salah satu bentuk kejahatan kekerasan, bukan hanya menimpa

perempuan dewasa, namun juga perempuan yang tergolong di bawah

umur (anak-anak). Kejahatan kekerasan seksual ini juga tidak hanya

berlangsung dilingkungan perusahaan, perkantoran, atau ditempat-

tempat tertentu yang memberikan peluang manusia berlainan jenis

dapat saling berkomunikasi, namun juga dapat terjadi di lingkungan

keluarga. Diantara kasus-kasus yang melibatkan (mengorbankan)

anak-anak perempuan di bawah umur, salah satu modus operandinya

yang digunakan adalah penipuan.9

2.2 Definisi Anak

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, Anak adalah seseorang yang

belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan. Sedangkan menurut definisi WHO, batasan usia anak adalah

sejak anak di dalam kandungan sampai usia 19 tahun.10

2.3 Kejahatan Seksual pada Anak

Kejahatan seksual pada anak menurut ECPAT (End Child Prostitution

In Asia Tourism) Internasional merupakan hubungan atau interaksi antara

seorang anak dan seorang yang lebih tua atau anak yang lebih banyak nalar

atau orang dewasa seperti orang asing, saudara sekandung atau orang tua

6
dimana anak tersebut dipergunakan sebagai sebuah objek pemuas bagi

kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini dilakukan dengan menggunakan

paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan. Bentuk-bentuk pelecehan

seksual itu sendiri bisa berupa tindak perkosaan ataupun pencabulan.11

Kekerasan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain

yang tidak diinginkan secara seksual. Kekerasan seksual biasanya disertai

dengan tekanan psikologis atau fisik.12 Perkosaan merupakan jenis kekerasan

seksual yang spesifik. Perkosaan dapat didefiniskan sebagai penetrasi seksual

tanpa izin atau dengan paksaan, disertai oleh kekerasan fisik.12

Kekerasan seksual (sexual abuse) meliputi pemaksaan hubungan

seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah

tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya

dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa

pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara

tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan

orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu. 13

Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis penganiayaan yang

biasanya dibagi dalam kategori berdasar identitas pelaku terdiri dari:13

1. Familial Abuse

Incest merupakan sexual abuse yang masih dalam hubungan darah,

menjadi bagian dalam keluarga inti. Seseorang yang menjadi pengganti

orang tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih. Menurut mayer kategori

7
incestyang terdiri dari tiga kategori yang dihubungkan dengan kekerasan

pada anak.5

Tabel 2.1. Kategori Incest menurut Mayer13

Kategori I Kategori II Kategori III


sexual molestation sexual assault forcible rape
(penganiayaan) (perkosaan) (perkosaan secara
paksa)
 Meliputi semua hal Berupa oral atau  Meliputi kontak
yang berkaitan untuk hubungan dengan alat seksual
menstimulasi pelaku kelamin, masturbasi,  Rasa takut,
secara seksual, fellatio (stimulasi oral kekerasan, dan
 seperti interaksi pada penis), dan ancaman
noncoitus, petting, cunnilingus (stimulasi menjadi sulit
fondling, oral pada klitoris). bagi korban.
exhibitionism, dan
voyeurism.
Menimbulkan trauma terberat bagi anak-
anak

2. Extrafamilial Abuse

Extrafamilial Abuse, dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban.

Menurut O’Brien, Trivelpiece, Pecora et al kekerasan seksual pada anak

antara lain pedophile (dewasa menyukai anak-anak) , Pedetrasy (

hubungan seksal pria dewasa terhadap anak laki-laki), Pornografi anak

(menggunakan anak-anak sebagai sarana untuk menghasilkan gambar,

foto, slide, majalah, dan buku).13

8
Tabel 2.2 Tahapan yang terlihat dalam kejahatan seksual pada anak13

Tahapan yang dapat terlihat dalam melakukan kejahatan seksual


pada anak menurut Sgori
1. Nudity (dilakukan oleh orang dewasa).
2. Disrobing (orang dewasa membuka pakaian di depan anak).
3. Genital exposure (dilakukan oleh orang dewasa).
4. Observation of the child (saat mandi, telanjang, dan saat
membuang air).
5. Mencium anak yang memakai pakaian dalam.
6. Fondling (meraba-raba dada korban, alat genital, paha, dan
bokong).
7. Masturbasi
8. Fellatio (stimulasi pada penis, korban atau pelaku sendiri).
9. Cunnilingus (stimulasi pada vulva atau area vagina, pada korban
atau pelaku).
10. Digital penetration (pada anus atau rectum).
11. Penile penetration (pada vagina).
12. Digital penetration (pada vagina).
13. Penile penetration (pada anus atau rectum).
14. Dry intercourse (mengelus penis pelaku atau area genital lainnya,
paha, atau bokong korban

2.4 Pemicu Kejahatan Seksual pada Anak

Multifaktor diyakini oleh banyak ahli dalam memandang penyebab terjadinya

kekerasan seksual pada anak. Posisi anak sebagai pihak yang lemah dan tidak

berdaya, moralitas masyarat khususnya pelaku kekerasan seksual yang

rendah, kontrol dan kesadaran orangtua.14

1. Adanya Orientasi Ketertarikan Seksual terhadap Anak-anak

(Pedofilia)

Pedofilia adalah manusia dewasa yang memiliki perilaku seksual

menyimpang dengan anak-anak, dimana individu memiliki hasrat erotis

yang abnormal terhadap anak-anak. Anak-anak yang menjadi sasaran

9
dari pemuas birahi seksual pedofilia ini adalah anak usia pra-pubertas.

Yaitu anak-anak yang belum mengalami menstruasi atau belum dapat

dibuahi bagi anak perempuan dan belum dapat menghasilkan sperma

bagi anak laki-laki.15

Meskipun pedofilia merupakan salah satu penyakit kelainan

psikoseksual, namun dimata hukum tetap tidak ada toleransi terhadap

pengidap kelainan ini. Saat siapa saja melakukan aksi serangan seksual

terhadap anak-anak termasuk pengidap pedofil, perbuatan tersebut tetap

tergolong sebagai suatu bentuk kejahatan.15

2. Pengaruh Pornomedia Massa

Pornomedia massa merupakan ungkapan yang digunakan penulis

untuk menerangkan sisi lain media massa. Yaitu media yang

menampilkan hal-hal bersifat porno. Desi Anggreini dalam skripsinya

yang menyatakan bahwa selain kondisi psikologis, faktor lain yang

mendorong terjadinya tindak kejahatan pelecehan seksual oleh anak

adalah adanya pengaruh lingkungan yang tidak baik, bacaan-bacaan

yang berbau porno, gambar-gambar porno, film dan VCD porno yang

banyak beredar dimasyarakat.15

Beredarnya buku bacaan, gambar, film, danVCD porno tersebut

dapat menimbulkan rangsangan dan pengaruh bagi yang membaca dan

melihatnya, akibatnya banyak terjadi penyimpangan seksual terutama

oleh anak usia remaja. Kecanduan yang ditimbulkannya disebabkan

karena pengaruh yang dihasilkan oleh adegan-adegan porno tersebut

10
yang diterima oleh otak serupa dengan mengkomsumsi kandungan

kokain yang terdapat dalam Narkoba.15

2.5 Dampak Kejahatan Seksual pada Anak

Dampak yang muncul dari kekerasan seksual kemungkinan adalah

depresi, fobia, dan mimpi buruk, curiga terhadap orang lain dalam waktu

yang cukup lama. Kebanyakan korban perkosaan merasakan kriteria

psychological disorder yang disebut post-traumatic stress disorder (PTSD),

dengan gejala berupa ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang tinggi,

emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis.13,16

Finkelhor dan Browne menggagas empat jenis dari efek trauma akibat

kekerasan seksual, yaitu:

1. Traumatic sexualization (trauma secara seksual) Menurut Russel

perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak

hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban

kekerasan seksual dalam rumah tangga. Finkelhor mencatat bahwa

korban lebih memilih pasangan sesama jenis karena menganggap laki-

laki tidak dapat dipercaya.13,17

2. Stigmatization. Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu,

memiliki gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk

akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki

kekuatan untuk mengontrol dirinya. Korban sering merasa berbeda

dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat

penganiayaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan

11
dan minuman alkohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan

inderanya, atau berusaha menghindari memori kejadian tersebut. 13,17

3. Betrayal (penghianatan) Kepercayaan merupakan dasar utama bagi

korban kekerasan seksual. Sebagai anak individu percaya kepada

orangtua dan kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun,

kepercayaan anak dan otoritas orangtua menjadi hal yang mengancam

anak. 13,17

4. Powerlessness (merasa tidak berdaya) rasa takut menembus

kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh

korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak berdaya

mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak

mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa

sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban lain memiliki intensitas

dan dorongan yang berlebihan dalam dirinya .13,17

2.6 Aspek Medikolegal Kejahatan Seksual pada Anak

2.6.1 KUHP

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) upaya

perlindungan hukum kepada anak di bawah umur pada dasarnya telah

diatur dalam KUHP, khususnya pada Pasal 287 yang menyebutkan

barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita yang bukan istrinya,

padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umur

wanita itu belum lima belas tahun, atau kalau umumya tidak jelas, bahwa

12
belum waktunya untuk dikawinkan, diancam dengan pidana penjara

paling lama sembilan tahun. Dalam penuntutan dilakukan hanya atas

pengaduan, kecuali bila umur wanita itu belum sampai dua belas tahun atau

bila ada salah satu hal seperti tersebut dalam Pasal 291 dan Pasal 294.

Apabila dilakukan pada istrinya dapat dikenakan pasal 288, jika persetubuhan

itu menyebabkan luka pada wanita tersebut. Persetubuhan itu harus dilakukan

sebagaimana perbuatan yang dilakukan dalam pasal 284, apabila belum

sampai demikian, mungkin dapat dikenakan pasal 290 sub 2.Peristiwa ini

adalah delik aduan, kecuali apabalia umur perempuan itu belum cukup dua

belas tahun, atau peristiwa itu mengakibatkan luka berat atau mati. 18

Menurut Pasal 288 mengatakan bahwa barangsiapa bersetubuh dengan

perempuan yang dinikahinya, padahal diketahuinya atau patut dapat

disangkanya, bahwa perempuan itu belum pantas dikawini, dipidana dengan

pidana penjara selama-lamanya empat tahun, kalau perbuatan itu berakibat

badan perempuan itu mendapat luka. Jika perbuatan itu berakibat badan

perempuan tersebut mendapat luka berat, dijatuhkan pidana penjara selama-

lamanya delapan tahun. Jika perbuatan itu berakibat matinya perempuan itu,

dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun.18 Penjelasan dari

pasal tersebut adalah yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah pria yang

bersetubuh dengan isterinya, padahal diketahuinya atau patut dapat

disangkanya, bahwa isterinya itu belum pantas dikawini dan jika perbuatan

itu mengakibatkan luka atau luka berat pada tubuh isterinya, atau

mengakibatkan mati isterinya tersebut. 18

13
Di Indonesia terutama di desa – desa banyak terjadi perkawinan di

bawah umur. Secara hukum , pasangan itu suami- isteri yang sah tetapi

mereka belum di perkenankan tidur bersama. Apabila suami itu menyetubui

isterinya yang masih di bawah umur tersebut dan mengakibatkan luka pada

tubuh isterinya, dapat dituntut dengan pasal ini. Tetapi apabila perbuatan itu

tidak mengakibatkan luka pada tubuh isterinya, tidak dapat dikenakan pasal

ini.18

Pada pasal 289 yang isinya adalah apabila orang yang memaksa

seseorang untuk melakukan perbuatan cabul atau memaksa seseorang agar ia

membiarkan dirinya diperlakukan cabul. Perbuatan cabul yang dimaksud

ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan atau perbuatan keji yang

berhubungan dengan nafsu kekelaminan, misalnya bercium-ciuman, meraba-

rabaa kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya akan di pidana

dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun.18

Pada pasal 290 akan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya

tujuh tahun : yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang

melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang sedang pingsan atau tidak

berdaya, orang yang melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang

umurnya di bawah lima belas tahun, orang yang membujuk (mempengaruhi

dengan rayuan) seseorang yang umurnya di bawah lima belas tahun untuk

melakukan perbuatan cabul atau untuk berbuat zina dengan orang lain dan

persetubuhan yang dilakukan oleh seorang wanita berumur 30 tahun dengan

14
seorang pemuda yang baru berumur empat belas tahun, dapat dianggap

melakukan perbuatan cabul pada pemuda itu dan dapat dikenakan pasal ini. 18

Pada Pasal 291 di jelaskan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam

pasal 286, 287, 289 dan 290 itu berakibat luka berat, dijatuhkan pidana

penjara selama-lamanya dua belas tahun. Dan kalau salah satu kejahatan yang

diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, 289 dan 290 itu berakibat matinya

orang, dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun. Kejahatan

yang diterangkan di dalam pasal-pasal tersebut ialah pada pasal 285 yaitu

perkosaan dengan kekerasan atau dengan ancaman terhadap wanita yang

bukan isterinya untuk melakukan persetubuhan, pasal 286 yaitu menyetubuhi

wanita yang bukan isterinya, yang sedang dalam keadaan pingsan atau tidak

berdaya, pada pasal 287 yaitu menyetubuhi wanita yang bukan isterinya, yang

umurnya masih di bawah lima belas tahun, pada pasal 289 yaitu memaksa

seseorang dengan kekerasan atau dengan ancaman, untuk melakukan

perbuatan cabul atau memaksa orang itu untuk di perlakukan cabul.

Pada pasal 290 yaitu yang pertama melakukan perbuatan cabul

terhadap seseorang yang dalam keadaan pingsan atau tak berdaya, yang kedua

melakukan perbuatan cabul terhadap seseorang yang umurnya masih di

bawah lima belas tahun, yang ketiga membujuk seseorang yang umurnya

masih di bawah lima belas tahun untuk melakukan perbuatan cabul atau

membujuk agar ia mau diperlakukan cabul atau untuk berzina dengan orang

lain dan pada pasal 291 ini mengancam hukuman yang lebih berat daripada

yang sudah ditetapkan dalam pasal-pasal itu, apabila kejahatan-kejahatan

15
yang sudah diterangkan diatas ini menyebabkan luka berat atau matinya si

korban. 18

Pada pasal 292 yang isinya orang yang sudah dewasa, yang melakukan

perbuatan cabul dengan anak yang belum dewasa, yang sejenis kelamin

dengan dia, padahal diketahuinya bahwa anak itu belum dewasa, dipidana

dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun. Yang diancam hukuman

dalam pasal ini ialah orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan

anak yang belum dewasa yang sejenis dengan dia. “Dewasa” berarti telah

berumur dua puluh satu tahun, atau belum mencapai umur itu tetapi sudah

kawin. “Jenis kelamin yang sama” berarti laki-laki dengan laki-laki atau

perempuan dengan perempuan. Dua orang semua belum dewasa atau dua

orang semua sudah dewasa bersama-sama melakukan perbuatan cabul, tidak

dikenakan pasal ini.18

Apabila perbuatan itu dilakukan di tempat umum atau disaksikan oleh

orang lain yang tidak menyukai perbuatan itu, dapat dikenakan pasal 281.

Dan apabila salah seorang yang melakukan perbuatan cabul itu ada yang

menggunakan paksaan, maka perbuatan itu dapat dikenakan pasal 289.

Perbuatan cabul yang dilakukan tehadap orang yang umurnya belum cukup

lima belas tahun, dihukum menurut pasal 290. 18

Pada Pasal 293 yang isinya ‘‘Barangsiapa dengan hadiah atau

perjanjian akan memberi uang atau barang dengan salah memakai kekuasaan

yang timbul dari pergaulan atau dengan memperdayakan, dengan sengaja

membujuk orang di bawah umur yang bercatat kelakuannya, yang

16
diketahuinya atau patut dapat disangkanya masih dibawah umur, melakukan

perbuatan cabul dengan dia, atau membiarkan perbuatan cabul itu dilakukan

pada dirinya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun’’.

Dalam ayat (1) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan dari orang yang

dilakukan kejahatan itu terhadapnya. Dapat dijelaskan untuk hukuman dalam

pasal ini ialah Membujuk orang untuk melakukan perbuatan cabul dengan dia

atau membiarkan perbuatan cabul itu dilakukan pada dirinya oramg tersebut.

Adapun cara membujuk itu dengan jalan mempergunakan, hadiah atau

perjanjian akan memberikan uang atau barang, kekuasaan yang timbul dari

pergaulan dan Tipu-daya.18

Pada Pasal 294 dikatakan bahwa ‘’Barangsiapa melakukan perbuatan

cabul dengan anaknya, dengan anak tirinya, anak angkatnya (anak piaranya),

anak yang di bawah pengawasannya, semuanya di bawah umur, orang di

bawah umur yang diserahkan kepadanya umtuk dipeliharanya, didiknya atau

dijaganya atau bujangnya atau orang bawahannya, keduanya yang masih di

bawah umur, di pidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun’’.

Dalam pasal 294. 18

Pada ayat (1) yang melakukan pencabulan dengan bawahannya atau

orang yang dipercayakan atau diserahkan kepadanya untuk diajaga,

contohnya “mamak” (paman dari garis ibu) di Minangkabau yang menurut

adat dianggap sebagai kepala keluarga dan menjalankan kekuasaan orang tua,

segala macam guru, misalnya : guru mengaji, guru olahraga, instruktur dan

sebagainya. Perbuatan cabul oleh mereka ini, baik selama jam mengajar

17
maupun di luar jam mengajar, dapat dikenakan pasal ini. Sedangkan pada

ayat (2) Pengurus, dokter, guru, buruh, pengawas atau bujang di penjara di

tempat bekerja kepunyaan Negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah

sakit gila atau lembaga (yayasan) amal, yang melakukan perbuatan cabul

dengan orang yang dimasukkan di sana. Dapat di jelaskan Dalam ayat (1)

dapat dikenakan pula misalnya Dalam ayat (2) pasal ini ketentuan

menetapkan perbuatan cabul terhadap orang deawas yang berada di bawah

kekuasaannya. 18

Pada pasal 295 yang berisi pidana Ke-1. Dengan pidana penjara

selama-lamanya lima tahun, yang berbunyi ‘’barangsiapa dengan sengaja

menyebabkan atau memudahkan anaknya, anak tirinya atau anak piaranya,

anak yang di bawah pengawasannya, semuanya di bawah umur, orang di

bawah umur yang dipercayakan kepadanya supaya dipeliharanya, didiknya

atau dijaganya, atau bujangnya atau orang bawahannya, keduanya masih di

bawah umur, sehingga semua orang tersebut itu melakukan cabul dengan

orang lain. Dan Ke-2. Dengan penjara selama-lamanya empat tahun,

barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dalam hal di

luar yang di sebut pada ke-1, orang di bawah umur yang di ketahuinya atau

patut dapat di sangkanya bahwa ia di bawah umur, melakukan perbuatan

cabul dengan orang lain.18

Dalam pasal ini dijelaskan Isi pasal ini hampir sama saja dengan isi

pasal 294, hanya bedanya, kalau pasal 294 mengancam hukuman kepada

orang yang melakukan perbuatan cabul, maka pasal ini mengancam hukuman

18
kepada orang yang dengan sengaja menyebabkan perbuatan itu dilakukan

atau memudahkan perbuatan cabul itu dilakukan. Sedang ayat (2) mengancam

hukuman kepada orang yang melakukan kejahatan itu sebagai mata

pencaharian atau kebiasaan, misalnya mucikari. Mengenai “perbuatan cabul”,

lihat penjelasan pasal 289. Sedangkan Mengenai “belum dewasa”, lihat

penjelasan pasal 294. 18

2.6.2 UU Perlindungan Anak

Hak-hak anak sudah melekat dalam diri setiap anak dan diakomodasi

melalui undang-undang. Landasan hukum yang mengatur pemenuhan hak-

hak anak, antara lain: Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28B ayat 2

mengatakan: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, pasal

2 ayat 1-4:10

1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan

berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam

asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,

untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.

3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah dilahirkan.

19
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya

dengan wajar.

Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Perserikatan Bangsa-

Bangsa pada tanggal 20 November 1989 dan telah ditandatangani oleh

Pemerintah Republik Indonesia di New York pada tanggal 26 Januari 1990

melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan

Convention on The Rights of The Child. Seluruh bagian dalam Konvensi ini

mengatur pemenuhan hak-hak anak. 10

Ada 4 prinsip dasar hak anak yang terkandung di dalam Konvensi Hak Anak,

yaitu:10

1. Non-diskriminasi.

2. Kepentingan yang terbaik bagi anak.

3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan.

4. Penghargaan terhadap pendapat anak.

Setiap orang dewasa, masyarakat dan pemerintah berkewajiban untuk

menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak anak sejak anak masih di

dalam kandungan, memenuhi kebutuhan dasar anak dalam bentuk asih

(kebutuhan fisik biologis termasuk pelayanan kesehatan), asah (kebutuhan

kasih saying dan emosi), dan asuh (kebutuhan stimulasi dini) agar anak

bertumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Di

samping memenuhi hak-hak yang sudah melekat pada anak, pembinaan anak

20
perlu pula diarahkan untuk menggugah dan meningkatkan kesadaran akan

kewajiban dan tanggung jawab anak kepada orang tua, masyarakat, bangsa

dan negara.10

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Kejahatan seksual diatur

dalam Buku Kedua mengenai Kejahatan, BAB XIV Tentang kejahatan

terhadap kesusilaan dalam Pasal 281 – Pasal 297. Dan ketentuan pidana

terhadap kejahatan seksual yang terjadi dalam lingkungan keluarga atau yang

dilakukan oleh keluarga itu sendiri diatur dalam Pasal 294 ayat 1 yang

berisikan tentang , “Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya,

anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya, yang belum

cukup umur, atau dengan orang yang belum cukup umur yang

pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya

ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur,

diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 19,20

Selanjutnya, dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang termasuk dalam

Kejahatan seksual yaitu Kekerasan Seksual dalam Pasal 8 yaitu:

a) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang

menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut

b) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalm lingkup

rumah tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan

tertentu.

21
Dalam Undang-undang tersebut pula ketentuan pidana kejahatan

seksual dalam keluarga diatur dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004

Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu: Pasal 46

mengatakan bahwa “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan

seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan

pidana penjara paling lama 12 (duabelas) tahun atau denda paling banyak

Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Sedangkan pasal 47

menyebutkan bahwa “Setiap orang yang memaksa orang yang menetap

dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)

tahun atau denda paling sedikit Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)

atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).” 19,20

Mengenai kewajiban anak diatur pada Pasal 19 Undang-undang No.23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menentukan bahwa setiap

anak berkewajiban untuk: 19,20

1. Menghormati orangtua, wali, dan guru

2. Mencintai keluarga, masyarakat,dan menyayangi teman

3. Mencintai tanah air, bangsa, dan negara

4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya

5. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

22
Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 Tentang

Kesejahteraan Anak Pasal 1 angka 2 yaitu “Anak adalah seorang yang

belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.” 19,20

Menurut Undang-Undang RI No.3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak. Pasal 1 angka 1 yaitu “ Anak adalah orang yang dalam

perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum

mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.” 19,20

Menurut Undang-Undang No.25 Tahun 1997 tentang

ketenagakerjaan. Pasal 1 angka 20 yaitu “ Anak adalah orang laki-laki atau

wanita yang berumur kurang dari 15 tahun.” 19,20

Menurut Undang-Undang No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia. Pasal 1 angka 5 yaitu “Anak adalah setiap manusia yang belum

berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk

anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi

kepentingannya.” 19,20

Menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak. Pasal 1 angka 1 yaitu “Anak adalah seseorang yang belum berusia

18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”


19,20

Menurut Undang-Undang RI No.21 tahun 2007 tentang

pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Pasal 1 angka 5 yaitu

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.” 19,20

23
Menurut Undang-Undang No.3 Tahun 2008 tentang Pornografi

Pasal 1 angka 4 “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan

belas) tahun.” 19,20

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 45

yaitu “anak yang belum dewasa apabila seseorang tersebut belum berumur

16 tahun”. 19,20

Pasal 66 Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia menentukan: 19,20 bahwa:

1. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan,

penyiksaan, atau penjatuhan hukuman-hukuman yang tidak

manusiawi

2. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan

untuk pelaku atau tindak pidana yang masih anak.

3. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara

melawan hokum.

4. Penangkapan, penahan, atau pidana penjara hanya boleh dilakukan

sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan

sebagai upaya terakhir

5. Setiap anak dirampas kebebasannya berhak mendapat perlakuan

secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan

pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan

dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya

24
6. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan

hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya

hukum yang berlaku.

7. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri

dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif

dan tidak memihak dalam siding yang tertutup untuk umum.”

8. Selain dalam undang-undang Hak Asasi Manusia hak-hak anak juga

diatur dalam Undang-undang No.23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak terdapat dalam Pasal 4 - Pasal 18.

2.7 Undang-Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam undang-undang (KDRT)

BAB I Pasal 1 menjelaskan kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap

perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan baik itu terhadap seorang

anak atau seorang istri, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau

penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah

tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau

perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah

tangga. Dimana korban itu sendiri adalah orang yang mengalami kekerasan

dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga berupa fisik,

seksual dan psikologis.Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan

untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak

keluarga.21

25
Ruang lingkup rumah tangga yang tercantum di Undang-Undang ini

pada Pasal 2 yaitu yang meliputi suami, isteri, anak, orang-orang yang

mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah, perkawinan,

persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga

dan/atauorang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam

rumah tangga tersebut.21

Larangan kekerasasan dalam rumah tangga tertuang dalam Undang –

Undang pada pasal 5 yang berisi tentang setiap orang dilarang melakukan

kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah

tangganya, dengan cara kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual

dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud

adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,

hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau

penderitaan psikis berat pada seseorang. 21

Kejahatan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yaitu meliputi : 21

a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang

menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;

b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup

rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau

tujuan tertentu.

Pemerintah ikut andil dan bertanggung jawab dalam upaya

pencegahan kekerasan dalam rumah tangga yang tercantum dalam Undang –

Undang KDRT Bab V pasal 11 dan 12 yang berisi bahwa merumuskan

26
kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga,

menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan

dalam rumah tangga, menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang

kekerasan dalam rumah tangga dan menyelenggarakan pendidikan dan

pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta

menetapkan standar. 21

Didalam undang-undang ini diatur mengenai penyediaan layanan

terhadap korban oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan pasal

13, pasal 14 dimana pemerintah melakukan kerja sama dengan masyarakat

atau lembaga sosial lainnya antara lain dengan penyediaan aparat, tenaga

kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani. Pelaporan dapat dilakukan

oleh korban secara langsung atau dapat memberikan kuasa kepada keluarga

atau orang lain, dalam hal korban seorang anak pelaporan dapat dilkukan oleh

orang tua, wali, pengasuh atau anak yang bersangkutan sesuai dengan pasal

26,27 UU KDRT.21

Setiap orang yang mendengar, melihat atau mengetahui terjadinya

KDRT wajib melakukan upaya sesuai dengan batas kemampuannya

berdasarkan UU KDRT pasal 15. Sementara itu, pemberian perlindungan

korban oleh kepolisian terhitung 1x24 jam sejak menerima laporan adanya

KDRT dimana kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah

perlindungan dari pengadilan serta pelindungan sementara paling lama

diberikan 7x24 jam dan kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan

27
setelah menerima laporan yang tercantum dalam pasal 16, pasal 17 dan pasal

19.21

Permohonan untuk memperoleh surat perintah perlindungan dapat

diajukan oleh korban atau keluarga korban, teman korban, kepolisian,

relawan pendamping, atau pembimbing rohani dalam bentuk lisan atau pun

tulisan dengan persetujuan yang diberikan oleh korban kecuali dalam

keadaan tertentu yang tercantu dalam pasal 29 dan pasal 30 UU KDRT.

Perlindungan dapat diberikan dalam waktu paling lama satu tahun dan dapat

diperpanjang atas penetapan pengadilan yang diajukan 7 hari sebelum masa

berlaku berakhir sesuai dengan pasal 31, pasal 32 dan pasal 33 UU KDRT.21

Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak

untuk mendapat pelayanan dan pendampingan sesuai pasal 18 dan pasal 20.

Pelayanan yang dapat diberikan oleh tenaga kesehatan antara lain melakukan

pemeriksaan kesehatan dan pemberian hasil laporan visum et repertum (VeR)

sesuai pasal 21, sementara dari pekerja sosial dapat melakukan konseling

untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban sesuai pasal 22,

serta pelindungan dalam aspek lainnya yang sesuai dengan pasal 23, pasal 24,

pasal 25 UU KDRT.21

Pada pasal 34 dengan pertimbangan bahaya yang mungkin timbul,

pengadilan dapat menyatakan satu atau lebih tambahan kondisi dalam

perintah perlindungan dan pengadilan wajib mempertimbangkan keterangan

dari korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau

pembimbing rohani. Pasal 35 polisi dapat menangkap dan melakukan

28
penahanan tanpa surat perintah terhadap pelaku yang diyakini telah

melanggar perintah perlindungan, walaupun pelanggaran tersebut tidak

dilakukan di tempat polisi itu bertugas. Penangkapan dan penahanan wajib

diberikan surat perintah penangkapan dan penahanan setelah 1 x 24 (satu kali

dua puluh empat) jam. Penangguhan penahanan tidak berlaku terhadap

penahanan. Untuk memberikan perlindungan kepada korban, kepolisian dapat

menangkap pelaku dengan bukti permulaan yang cukup karena telah

melanggar perintah perlindungan dan dapat dilanjutkan dengan penahanan

yang disertai surat perintah penahanan dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua

puluh empat) jam yang tercantum dalam pasal 36.21

Untuk Pasal 37 korban, kepolisian atau relawan pendamping dapat

mengajukan laporan secara tertulis tentang adanya dugaan pelanggaran

terhadap perintah perlindungan. Pengadilan mendapatkan laporan tertulis dan

diperitahkan menghadap dalam waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam

untuk dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan oleh pengadilan di

tempat pelaku pernah tinggal bersama korban pada waktu pelanggaran diduga

terjadi. Pasal 38, Apabila pengadilan mengetahui bahwa pelaku telah

melanggar perintah perlindungan dan diduga akan melakukan pelanggaran

lebih lanjut, maka pelaku wajib untuk membuat pernyataan tertulis yang

isinya berupa kesanggupan untuk mematuhi perintah perlindungan. Apabila

pelaku tetap tidak mengindahkan surat pernyataan tertulis tersebut maka

pengadilan dapat menahan pelaku paling lama 30 hari dan penahanan harus

disertai dengan surat perintah penahanan.21

29
Pada Bab VII Pemulihan Korban, Pasal 39 Untuk kepentingan

pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari tenaga kesehatan,

pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani. Pasal 40

Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya.

Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib

memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban. Pasal 41 Pekerja sosial,

relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani wajib memberikan

pelayanan kepada korban dalam bentuk pemberian konseling untuk

menguatkan dan/atau memberikan rasa aman bagi korban. Pada pasal 42

pemulihan terhadap korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan

pendamping dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja sama. Pasal

43, ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan upaya pemulihan dan

kerja sama diatur dengan Peraturan Pemerintah.21

Pada Bab VII tentang Ketentuan Pidana, pada pasal 44 Setiap orang

yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling

banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Jika mengakibatkan korban

jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta

rupiah). Jika mengakibatkan kematian, dipidana dengan pidana penjara paling

lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00

(empat puluh lima juta rupiah). Apabila dilakukan oleh suami terhadap isteri

atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk

30
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-

hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda

paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).21

Sedangkan pada pasal 45, orang yang melakukan perbuatan kekerasan

psikis dalam lingkup rumah tangga dipidana dengan pidana penjara paling

lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000,00 (sembilan juta

rupiah). Apabila dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang

tidak menimbulkan penyakitatau halangan untuk menjalankan pekerjaan

jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp

3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Pada pasal 46, orang yang melakukan

perbuatan kekerasan seksual dipidana dengan pidana penjara paling lama 12

(dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh

enam juta rupiah).21

Pada pasal 47 Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam

rumah tangganya melakukan hubungan seksual akan dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15

(lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta

rupiah) atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Sedangkan pasal 48, apabila mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak

memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir

atau kejiwaan sekurang kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus

atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam

31
kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara

paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00

(dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah).18

Pada pasal 49, Jika menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah

tangganya dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau

denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Pasal 50,

Hakim juga dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa pembatasan gerak

pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak

dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku dan

penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah

pengawasanlembaga tertentu. Pasal 51, tindak pidana kekerasan fisik

merupakan delik aduan. Pasal 52, tindak pidana kekerasan psikis merupakan

delik aduan. Pasal 53, tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh

suami terhadap isteri atau sebaliknya merupakan delik aduan.21

Pada Bab IX Ketentuan Lain Lain, Pasal 54, Penyidikan, penuntutan,

dan pemeriksaan di sidang pengadilan dilaksanakan menurut ketentuan

hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-

undang ini. Pasal 55, Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan

seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa

bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.Pada Bab

32
X Ketentuan Penutup, Pasal 56 Undang-undang ini mulai berlaku pada

tanggal diundangkan. 21

33
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kejahatan seksual pada anak menurut ECPAT (End Child Prostitution

In Asia Tourism) Internasional merupakan hubungan atau interaksi antara

seorang anak dan seorang dewasa dimana anak tersebut dipergunakan sebagai

objek pemuas bagi kebutuhan seksual. Perbuatan ini dilakukan dengan

menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan atau tekanan, dapat berupa

tindakan perkosaan ataupun pencabulan.

Aspek Medikolegal Kejahatan Seksual Pada Anak tercantum dalam

KUHP khususnya pasal 287, UU perlindungan anak dengan landasan hukum

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28B ayat 2, Undang-Undang RI Nomor 4

Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, pasal 2 ayat 1-4, dan Undang

Undang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Kekerasan seksual pada anak memberikan dampak antara lain depresi,

fobia, mimpi buruk, dan curiga terhadap orang lain dalam waktu yang cukup

lama. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Finkelhor dan Browne

terdapat empat jenis efek trauma akibat kekerasan seksual, yaitu: traumatic

sexualization atau trauma secara seksual, stigmatization, betrayal

(penghianatan) dan powerlessness (merasa tidak berdaya).

34
3.2 Saran

Untuk menekan angka tindak kejahatan seksual pada anak diperlukan

perhatian yang holistik dari berbagai pihak, antara lain pemerintah dan pemerintah

daerah, orang tua dan orang disekitarnya untuk lebih memperhatikan pertumbuhan

dan perkembangan anak salah satunya adalah dengan pemberian sex education

yang sesuai, serta meningkatkan pengetahuan orang tua dan orang dewasa lainnya

mengenai hal-hal yang termasuk kejahatan seksual terutama pada anak dan hukum

yang melindungi anak dari kejahatan seksual sehingga dapat mencegah dan

melindungi anak dari bahaya kejahatan seksual.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. 2011. Pedoman Rujukan Kasus Kekerasan


Terhadap Anak Bago Petugas Kesehatan
2. Departemen Kesehatan RI. 2010. Melindungi Kesehatan Anak Korban
Kekerasan.
3. Mira, Doni. 2010. Kekerasan Seksual Pada Anak. Newsletter PULIH –
Volume 15 p1-8.
4. Behrman, Kliegman & Arvin, Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. EGC:
Jakarta.2012
5. Reneta Kristiani, Doni, Mira Nurcahyo Budi W. 2010. Kekerasan
Seksual Pada Anak.
6. Triyono, Fajar. 2008. Pelecehan Seksual Antar Anak dalam Perspektif
Hukum Pidana Indonesia (Tinjauan Yuridis Empiris di Wilayah Kota
Klaten).
7. Suyanto, Bagong. 2013. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup.
8. Roma Fera. 2017. Tinjauan Kriminologis Kejahatan Seksual Terhadap
Anak Dalam lingkungan Keluarga.
9. Dwi Kriatiani. 2014. Kejahatan Kekerasan Seksual (Perkosaan) Ditinjau
Dari Perspektif Kriminologi. Magister Hukum Udayana. Vol.7 No.3 2014
10. Departemen Kesehatan RI. 2014. Kondisi Pencapaian Program
Kesehatan Anak
11. ECPAT. 2013. Protection of Children Against Sexual Exploitation in
Tourism. Ministry Of foreign Affairs of the Netherlands.
12. Matlin, Margareth W. 2008. The Psychology of Women, Sixth Edition.
USA: Thomson.
13. Tower, Cynthia Crosson (2002). Understanding Child Abuse and
Neglect. Boston: Allyn & Bacon.
14. Hertinjung, Wisnu Sri. The Dynamyc Of Causes Of Child Sexual Abuse
Based on Availability of Personal Space And Privacy. Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
15. Fauziah, Syarifah.2016. Faktor Penyebab Pelecehan Seksual Terhadap
Anak. Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makasar.
16. Fuadi, M.Anwar. 2011. Dinamia Psikologis Kekerasan Seksual : Sebuah
Studi Fenomenologi. Jurnal Psikologi Islam LP3K. Vol.8.No.2, Hal. 191-
208.
17. Sakalasastra, Pandu Pramudita dan Ike Herdiana. 2012. Dampak
Psikososial Pada Anak Jalanan Korban Pelecehan Seksual Yang Tinggal
Di Liponsos Anak Surabaya. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Surabaya. Jurnal Psikologi kepribadian dan Sosial. Vol. 1 No. 2, Juni
2012.
18. R. Sugandi, SH, KUHP dan penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya,
1980

36
19. Siska LIS Sulistianti. 2015. Kedudukan Hukum Anak Hasil Perkawinan
Beda Agama Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam. PT Refika
Aditama Bandung, hlm.15
20. Maidin Gultom. 2010. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam
System Peradilan Anak di Indonesia. Reflika Aditama, Bandung. Hlm.49
21. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004.Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

37

Anda mungkin juga menyukai