Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA TERHADAP

TINGKAT RESILIENSI REMAJA DI PANTI ASUHAN

Lamda Octa Mulia1, Veny Elita2, Rismadefi Woferst3

Program Studi Ilmu Keperawatan


Universitas Riau
Email: lamda.octa@gmail.com

Abstract

The purpose of this research is to determine the relationship of peer social support with level of resilience adolescents in
orphanage. The method used descriptive correlation with cross sectional approach. This research is conducted in 4
orphanages in Pekanbaru, which are Al Hidayah Orphanage, Putra Harapan Orphanage, Annisa Orphanage, and Arrahim
Orphanage, with number of sample 114 respondens that taken use cluster sampling. This research used questionnaire as
measuring instrument which has tested the validity and reliability, and Chi-Square test use for analyzing the data. The result of
this research shows that adolescents who received positive peer social support have high resilience as much as 62,7%, while
adolescents who received negative peer social support have low resilience as much as 61,8%. The concluded based on the
result of this research that there is a relationship of peer social support with level of resilience adolescents in orphanage (p
value 0,015 < 0,05), it is suggested to manager of orphanage to facilitate adolescents in developing their peer social support
so the high level of resilience can be reached.

Keywords : Adolescents in orphanage, peer social support, resilience.

PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa terjadinya


Masa remaja merupakan suatu periode perkembangan fisik dan psikososial yang pesat.
transisi dari anak-anak menuju masa dewasa, Salah satu aspek perkembangan psikososial yang
dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, penting adalah perkembangan resiliensi.
sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi
maupun perempuan (Wong, 2008). Indonesia dan tetap teguh dalam situasi sulit (Reivich &
mengalami perkembangan jumlah remaja yang Shatte, 2008).
sangat cepat. Jumlah penduduk Indonesia tahun Perkembangan resiliensi penting untuk
2013 adalah 290 juta jiwa dan 35% diantaranya dicapai karena pada fase remaja terjadi banyak
adalah remaja usia 10-24 tahun (Badan Pusat perubahan fisik, psikis dan sosial. Perubahan-
Statistik Nasional, 2013). Tahun 2015, jumlah perubahan ini menuntut remaja untuk menjadi
remaja Indonesia diperkirakan sudah mencapai dewasa seperti yang diharapkan lingkungan
85 juta jiwa. Provinsi Riau sendiri berdasarkan (Santrock, 2003). Perubahan tersebut tidak
data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Riau jarang menimbulkan masalah bagi remaja yang
(2013), pada tahun 2012 jumlah remajanya telah tidak mampu beradaptasi, selain itu juga
mencapai 1,6 juta jiwa, sedangkan untuk Kota dipengaruhi kondisi emosi remaja yang masih
Pekanbaru jumlah remajanya pada tahun 2012 labil. Tekanan dan stress akibat perubahan pada
sebanyak 172.405 jiwa (Badan Pusat Statistik masa remaja tersebut dapat menimbulkan
Kota Pekanbaru, 2012). abnormal behaviour atau tingkah laku abnormal.
Remaja pada kenyataannya tidak Tingkah laku seperti ini tidak mampu
semuanya tinggal dengan keluarga. Remaja mendukung kesejahteraan, perkembangan dan
terpaksa tinggal di panti asuhan misalnya karena pemenuhan masa remaja. Tingkah laku
masalah dalam keluarga seperti meninggalnya maladaptif antara lain seperti bunuh diri,
orang tua atau kesulitan dalam hal ekonomi mengalami depresi, memiliki keyakinan yang
(kemiskinan). Riau memiliki 84 panti asuhan aneh dan tidak rasional, menyerang orang lain
dengan jumlah anak yang ditampung sebanyak (berkelahi/tawuran), dan mengalami
2.490 orang (Badan Fitra Riau, 2013). Pekanbaru ketergantungan pada obat-obatan terlarang.
sendiri memiliki 20 panti asuhan, yaitu 3 panti Tingkah laku abnormal seperti ini
asuhan milik pemerintah dan 17 panti asuhan mempengaruhi kemampuan remaja untuk dapat
milik swasta dengan jumlah anak 1.290 orang berfungsi secara efektif dan juga dapat
(Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru, membahayakan orang lain (Santrock, 2003),
2011). sehingga penting pada fase remaja untuk

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014 1


mengembangkan kemampuan resiliensinya (Sarafino, 2010). Oktaviana (2012) mengatakan
dengan optimal agar terhindar dari tingkah laku bahwa dukungan sosial bersumber dari orang-
maladaptif tersebut. orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi
Hasil penelitian Puspitasari (2006) yang individu seperti keluarga, teman dekat, pasangan
berjudul Hubungan Antara Pemenuhan hidup, rekan kerja, tetangga dan saudara.
Kebutuhan Kasih Sayang dari Orang Tua dengan Rahmawan (2010) menyebutkan bahwa teman
Resiliensi pada Remaja didapatkan bahwa ada dekat merupakan sumber dukungan sosial yang
hubungan yang signifikan antara pemenuhan utama bagi remaja karena dapat memberikan
kasih sayang dengan resiliensi pada remaja. rasa senang dan dukungan selama mengalami
Jauhari (2012) yang meneliti tentang Perbedaan suatu permasalahan.
Resiliensi Antara Remaja dalam Keluarga Dukungan teman sebaya berupa
Bercerai dan Remaja dalam Keluarga Utuh di penerimaan yang diperolah dari pergaulan dapat
SMA Negeri Kota Malang juga mendapatkan menimbulkan rasa kebermaknaan hidup pada
kesimpulan ada perbedaan resiliensi remaja remaja di panti asuhan (Rahmawan, 2010).
dalam keluarga bercerai dan remaja dalam Penelitian Kumalasari (2012) tentang Hubungan
keluarga utuh. Penelitian-penelitian tersebut Antara Dukungan Sosial Dengan Penyesuaian
menunjukkan peran orang tua dan keluarga Diri Remaja Di Panti Asuhan Darul Hudlonah
sangat mempengaruhi resiliensi yang dimiliki Kudus mendapatkan kesimpulan ada hubungan
remaja. antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri
Remaja di panti asuhan tidak tinggal remaja di panti asuhan. Remaja di panti asuhan
bersama orang tua dan keluarga utuh lagi karena apabila mendapat cukup banyak dukungan sosial
alasan ekonomi ataupun orang tua yang sudah dari lingkungannya, baik dari pengasuh maupun
meninggal sehingga salah satu faktor yang teman-teman di panti asuhan dalam bentuk
mempengaruhi resiliensinya pun tidak ada selain apapun akan membuatnya mampu
itu kondisi di panti asuhan berbeda dengan mengembangkan kepribadian yang sehat dan
kondisi di luar panti asuhan dimana ada batasan, memiliki pandangan positif, sehingga dirinya
aturan, interaksi dan sistem yang berlaku. Hasil memiliki kemampuan untuk mengadakan
penelitian Afriani (2009) dengan judul Resiliensi penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap
Remaja Yatim Piatu di Panti Asuhan Mardasiwi, diri sendiri maupun lingkungan.
Kalasan, Yogyakarta didapatkan bahwa resiliensi Studi pendahuluan melalui wawancara
remaja yatim piatu di Panti Asuhan Mardasiwi, singkat yang dilakukan peneliti pada 5 remaja
Kalasan, Yogyakarta ini terbanyak berada pada Panti Asuhan Annisa Pekanbaru, didapatkan
kategori rendah. Penelitian Gandaputra (2009) hasil 3 orang remaja mengatakan masih sulit
tentang gambaran self esteem remaja yang untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di
tinggal di panti asuhan diperoleh bahwa remaja panti asuhan walaupun sudah lebih dari 1 tahun
yang tiggal di panti asuhan lebih banyak yang tinggal di panti asuhan. Remaja tersebut
memiliki self esteem rendah, oleh sebab itu mengatakan memiliki teman akrab untuk
remaja di panti asuhan harus mengembangkan bercerita tentang permasalahannya. 2 remaja lagi
resiliensinya dengan optimal agar dapat menjadi mengatakan sudah terbiasa hidup di panti asuhan
seorang yang resilien karena resiliensi selama enam bulan walaupun kadang merasa
merupakan pondasi dari semua karakter positif sedih tapi ia mengatakan tetap semangat karena
dalam membangun kekuatan emosional dan di panti ia memiliki banyak teman yang senasib
psikologis remaja. dan teman-temannya sangat peduli jika ia
Faktor yang mempengaruhi resiliensi ini memiliki masalah.
ada yang berasal dari internal dan eksternal. Dari fenomena dan uraian diatas peneliti
Salah satu faktor eksternal adalah dukungan tertarik untuk mengetahui hubungan antara
teman sebaya (Sun & Stewart, 2007). Satiti dukungan sosial teman sebaya terhadap tingkat
(2011) mengatakan bahwa pada dasarnya resiliensi remaja di panti asuhan.
manusia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan penghargaan dalam hubungannya METODOLOGI PENELITIAN
dengan orang lain. Dukungan sosial adalah Pada penelitian ini, peneliti
bantuan yang diterima individu dari orang lain menggunakan desain penelitian deskriptif
atau kelompok di sekitarnya, dengan membuat korelasi dengan pendekatan cross sectional.
penerima merasa nyaman, dicintai dan dihargai Deskriptif korelasi yaitu desain penelitian yang

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014 2


bertujuan untuk meneliti/ menguji hubungan b. Bisa menulis dan membaca
antara dua atau lebih variabel (Wood & Haber, c. Bersedia menjadi responden.
2006). Nursalam (2009) mengatakan, Alat pengumpul data yang digunakan
pendekatan cross sectional merupakan jenis peneliti dalam penelitian ini adalah kuesioner
penelitian yang menekankan waktu pengukuran/ yang mengacu pada kerangka konsep. Kuesioner
observasi data variabel independent dan adalah daftar pertanyaan yang sudah tersusun
dependent hanya satu kali pada satu saat. dengan baik, sudah matang, dimana responden
Populasi dalam penelitian ini adalah tinggal memberikan jawaban atau tanda-tanda
seluruh remaja yang memenuhi kriteria inklusi di tertentu (Notoatmodjo, 2005). Kuesioner yang
panti asuhan Pekanbaru. Total populasi remaja digunakan peneliti pada variabel dukungan sosial
usia 11-20 tahun di 18 panti asuhan Pekanbaru teman sebaya diterjemahkan dari The Social
tahun 2013 adalah 487 orang. Provision Scale (SPS) dari Russel dan Cutrona
Teknik pengambilan sampel pada (1987) yang terdiri dari 24 pernyataan.
penelitian ini dengan menggunakan cluster Kuesioner ini mengandung komponen dukungan
sampling. Teknik cluster sampling adalah proses sosial yaitu kerekatan emosional, integrasi sosial,
penarikan sampel secara acak pada kelompok adanya pengakuan, ketergantungan yang dapat
individu dalam populasi yang terjadi secara diandalkan, bimbingan dan kesempatan untuk
alamiah, misalnya berdasarkan wilayah/ unit mengasuh. Pada variabel tingkat resiliensi,
geografis (kodya, kecamatan, kelurahan, dst), peneliti menggunakan Resiliensi Quotient (RQ)
unit organisasi (PKK, LKMD, dsb) dari Reivich & Shatte (2008). Kuesioner terdiri
(Notoatmodjo, 2005). Cluster sampling pada dari 56 pernyataan. Kuesioner ini berisi aspek-
penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan aspek resiliensi yaitu pengaturan emosi, kontrol
randomisasi dalam satu tahap (one stage cluster terhadap impuls, optimisme, kemampuan
sampling) yaitu melakukan randomisasi hanya menganalis masalah, empati, efikasi diri, dan
untuk menentukan cluster/ daerah kemudian pencapaian.
seluruh orang/ unit yang ada di di wilayah/ dari Sebelum kuesioner dibagikan, terlebih
populasi cluster yang terpilih akan dijadikan dahulu peneliti melakukan uji validitas dan
sampel (Budiarto, 2004). Wood dan Haber reliabilitas di Panti Asuhan Sri Mujinab
(2006) menyatakan bahwa untuk penentuan Pekanbaru dengan jumlah responden 20 orang.
besar sampel pada teknik cluster sampling, jika Notoatmodjo (2005) mengatakan, agar diperoleh
populasi 300-499, pengambilan sampel yaitu distribusi nilai hasil pengukuran mendekati
20% dari area atau wilayah yang diteliti. Jumlah normal maka dilakukan uji coba paling sedikit
panti asuhan di Kota Pekanbaru ada 18 panti pada 20 orang responden yang karakteristiknya
asuhan, sehingga 20% dari jumlah panti asuhan sama dengan sampel penelitian.
tersebut adalah 4 panti asuhan. Pemilihan panti Uji validitas dilakukan dengan
asuhan dilakukan secara random/ acak, dan panti mengkorelasikan skor tiap item pernyataan
asuhan yang terpilih adalah Panti Asuhan Al dengan skor total kuesioner. Pernyataan
Hidayah berjumlah 30 orang, Panti Asuhan Putra dikatakan valid jika r hitung > r tabel.
Harapan berjumlah 20 orang, Panti Asuhan Pernyataan yang tidak valid akan dibuang jika
Annisa berjumlah 35 orang, dan Panti Asuhan masih mewakili tiap aspek dalam kuesioner.
Arrahim berjumlah 29 orang. Menurut Dharma Pernyataan-pernyataan yang sudah valid
(2011), besar sampel yang digunakan pada kemudian secara bersama-sama diukur
teknik cluster sampling adalah seluruh sampel reliabilitasnya. Uji reliabilitas dilakukan untuk
yang terdapat dalam cluster terpilih, sehingga membandingkan nilai alpha dengan r tabel.
besar sampel yang digunakan dalam penelitian Pernyataan dikatakan reliabel jika nilai alpha > r
ini adalah 114 orang. Sampel penelitian yang tabel (Hastono, 2007). Nilai r tabel yang didapat
diambil adalah remaja yang memenuhi kriteria adalah 0,444 karena menggunakan 20 orang
inklusi sebagai responden. responden saat uji validitas.
Adapun kriteria inklusi dari sampel ini adalah: Jumlah penyataan untuk kuesioner
a. Laki-laki atau perempuan berusia 11-20 tahun dukungan sosial teman sebaya menghasilkan 21
yang tinggal di Panti Asuhan Kota Pekanbaru pernyataan valid (rentang r hitung 0,466-0,865)
(Panti Asuhan Al Hidayah, Panti Asuhan dan untuk kuesioner resiliensi berjumlah 50
Putra Harapan, Panti Asuhan Annisa, dan pernyataan valid (rentang r hitung 0,511-0,753).
Panti Asuhan Arrahim). Pernyataan-pernyataan yang tidak valid dibuang

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014 3


dan tidak digunakan dalam kuesioner karena Tabel 3 diketahui bahwa dari 114
dianggap sudah mewakili tiap aspek yang ingin responden yang diteliti, distribusi pendidikan
diukur, sehingga yang terbanyak adalah SMP/MTS dengan jumlah
Uji reliabilitas yang dilakukan pada 52 orang responden (45,6%).
kuesioner yang telah valid didapatkan hasil
untuk kuesioner dukungan sosial teman sebaya Tabel 4.
diperoleh nilai alpha > r tabel (0,933>0,444) dan Distribusi responden menurut lama tinggal di
kuesioner resiliensi juga diperoleh nilai alpha > r panti asuhan (n=114)
tabel (0,974>0,444). Hasil uji validitas dan No Lama tinggal di Frekuensi Persentase (%)
reliabilitas dapat disimpulkan bahwa kuesioner panti asuhan (orang)
1. Kurang dari 1 35 30,7
dukungan sosial teman sebaya dan kuesioner
tahun
resiliensi valid dan reliabel untuk digunakan 2. Lebih dari 1 79 69,3
dalam penelitian ini. tahun
Total 114 100
HASIL PENELITIAN
1. Analisa Univariat Tabel 4 diketahui dari 114 responden
Tabel 1. yang diteliti, distribusi lama tinggal di panti
Distribusi responden menurut jenis kelamin asuhan yang terbanyak adalah lebih dari 1 tahun
(n=114) dengan jumlah 79 orang responden (69,3%).
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
(orang) Tabel 5.
1. Laki-Laki 49 43
Distribusi responden menurut dukungan sosial
2. Perempuan 65 57
Total 114 100 teman sebaya (n=114)
No Dukungan sosial Frekuensi Persentase (%)
teman sebaya (orang)
Tabel 1 diketahui bahwa dari 114 1. Positif 59 51,8
responden yang diteliti, distribusi jenis kelamin 2. Negatif 55 48,2
yang terbanyak adalah perempuan dengan Total 114 100
jumlah 65 orang responden (57%).
Tabel 5 diketahui bahwa dari 114
Tabel 2. responden yang diteliti, distribusi dukungan
Distribusi responden menurut umur (n=114) sosial teman sebaya berimbang antara positif dan
No Umur Frekuensi Persentase (%) negatif, dimana dukungan sosial teman sebaya
(orang) positif berjumlah 59 orang responden (51,8%)
1. Remaja awal (11- 59 51,8
14 tahun)
sedangkan dukungan sosial teman sebaya negatif
2. Remaja tengah 41 36,0 berjumlah 55 orang responden (48,2%).
(15-17 tahun)
3. Remaja akhir 14 12,3 Tabel 6.
(18-20 tahun) Distribusi responden menurut tingkat resiliensi
Total 114 100 (n=114)
No Tingkat resiliensi Frekuensi Persentase (%)
Tabel 2 diketahui bahwa dari 114 (orang)
responden yang diteliti, distribusi umur yang 1. Tinggi 58 50,9
terbanyak adalah remaja awal (11-14 tahun) 2. Rendah 56 49,1
dengan jumlah 59 orang responden (51,8%). Total 114 100
Tabel 6 diketahui bahwa dari 114
Tabel 3. responden yang diteliti, distribusi tingkat
Distribusi responden menurut pendidikan resiliensi tinggi dan rendah berimbang, dimana
(n=114) resiliensi tinggi berjumlah 58 orang responden
No Pendidikan Frekuensi Persentase (%) (50,9%) sedangkan resiliensi rendah berjumlah
(orang) 56 orang responden (49,1%).
1. SD/MI 22 19,3
2. SMP/MTS 52 45,6
3. SMA/MA 33 28,9
4. Kuliah 7 6,1
Total 114 100

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014 4


2. Analisa Bivariat perempuan memang lebih banyak daripada laki-
Tabel 7. laki. Selain itu menurut data dari Dinas Sosial
Hubungan dukungan sosial teman sebaya dan Pemakaman Kota Pekanbaru (2011), jumlah
terhadap tingkat resiliensi remaja di panti anak di panti asuhan ada 1.290 orang dengan
asuhan (n=114) jumlah perempuan 684 orang dan laki-laki 606
Variabel Variabel Dependen orang.
Inependen (Tingkat resiliensi) Jenis kelamin sangat mempengaruhi
OR P
(Dukungan
sosial teman
value interaksi dan hubungan sosial yang tercipta dari
Tinggi Rendah interaksi tersebut, artinya interaksi yang berbeda
sebaya)
37 22 antara laki-laki dan perempuan akan
Positif
(62,7%) (37,3%) menghasilkan hubungan sosial yang berbeda
21 34 pula. Meijer (2009) mengatakan bahwa
Negatif 2,723
(38,2%) (61,8%) perempuan mempunyai dukungan sosial yang
(1,276- 0,015
58 56
Total 5,810) lebih banyak daripada laki-laki, perempuan
(50,9%) (49,1%)
memiliki gaya hidup yang lebih berorientasi
Tabel 7 diatas menggambarkan hubungan sosial dari pada laki-laki serta lebih terfokus
antara dukungan sosial teman sebaya terhadap dalam membangun hubungan sosial dan lebih
tingkat resiliensi remaja di panti asuhan. Hasil banyak terlibat secara emosional kepada orang
analisis pada 114 responden diperoleh bahwa lain. Penelitian Dalgard (2006) juga
ada sebanyak 37 (62,7%) remaja yang memiliki menyimpulkan bahwa perempuan lebih mudah
dukungan sosial teman sebaya yang positif mendapatkan dukungan sosial seperti keterikatan
dengan tingkat resiliensi tinggi. Sisanya ada 22 emosional dan ketergantungan yang dapat
(37,3%) remaja yang dukungan sosial teman diandalkan dibandingkan laki-laki yang biasanya
sebayanya positif tapi tingkat resiliensinya lebih memikirkan harga diri.
rendah. Remaja yang memiliki dukungan sosial Umur responden terbanyak termasuk
teman sebaya yang negatif dengan tingkat kedalam kategori remaja awal yaitu yang berusia
resiliensi rendah ada 34 (61,8%) remaja. Sisanya 11-14 tahun sebanyak 59 orang (51,8%).
ada 21 (38,2%) remaja yang dukungan sosial Kusmiran (2011) mengatakan, pada masa remaja
teman sebayanya negatif tapi memiliki tingkat awal (11-14 tahun) terjadi tahap perkembangan
resiliensi yang tinggi. Hasil uji Chi-Square dimana remaja tampak dan merasa lebih dekat
didapatkan p value 0,015<0,05 yang dengan teman sebayanya. Burhmester (2000)
menunjukkan ada hubungan dukungan sosial juga mengatakan pengaruh teman sebaya paling
teman sebaya terhadap tingkat resiliensi remaja kuat pada masa remaja awal yaitu usia 12-13
di panti asuhan. Hasil analisis lebih lanjut tahun. Selain itu karakteristik perkembangan
menunjukkan remaja yang memiliki dukungan usia remaja itu sendiri yaitu remaja pada usia 11
sosial teman sebaya yang positif memiliki - 14 tahun menjadikan lingkungan kelompok
kecenderungan 2,723 kali untuk memiliki teman sebaya sebagai lingkungan yang penting
tingkat resiliensi tinggi dibandingkan remaja karena memfasilitasi remaja untuk
yang memiliki dukungan sosial negatif. mengembangkan kemampuan berinteraksi sosial
dan membuat remaja merasa nyaman karena
PEMBAHASAN diterima oleh kelompok sebayanya (Novitasari,
Hasil penelitian yang telah dilakukan 2013).
pada 114 remaja yang tinggal di 4 panti asuhan, Mayoritas pendidikan responden saat
yaitu Panti Asuhan Al Hidayah, Panti Asuhan dilakukan penelitian adalah SMP/MTS yaitu
Putra Harapan, Panti Asuhan Annisa, dan Panti sebanyak 52 orang (45,6%). Penelitian ini juga
Asuhan Arrahim Pekanbaru didapatkan hasil mendapatkan hasil bahwa remaja terbanyak
bahwa proporsi perempuan lebih banyak berada pada kategori remaja awal berusia 11-14
daripada laki-laki yaitu responden perempuan tahun, dimana usia ini adalah usia SMP/MTS.
berjumlah 65 orang (57%) sedangkan laki-laki Penelitian Novitasari (2013) tentang kontribusi
49 orang (43%). Hal ini sejalan dengan data dukungan sosial teman sebaya terhadap adekuasi
yang diperoleh peneliti dari keempat panti penyesuaian diri di sekolah pada Siswa kelas
asuhan, dimana diketahui bahwa dari VIII SMPN 3 Kawedanan Tahun pelajaran
keseluruhan jumlah anak yang tinggal di panti, 2013/2014 juga mendapatkan hasil dukungan
termasuk yang diluar umur 11-20 tahun, proporsi

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014 5


sosial tinggi lebih banyak terjadi pada siswa untuk bisa diterima dan dilibatkan dalam
SMP. berbagai situasi kehidupan di panti asuhan.
Siswa SMP membutuhkan penyesuian Hasil penelitian mendapatkan bahwa
diri yang adekuat dalam menghadapi peralihan responden memiliki dukungan sosial teman
perkembangan dari masa anak-anak menuju sebaya positif dan negatif yang berimbang yaitu
masa remaja yang ditunjukkan pada peralihan dukungan sosial teman sebaya positif sebanyak
tingkat pendidikan dari SD ke SMP. Hal ini 59 orang (51,8%) dan dukungan sosial teman
sejalan dengan pendapat Saguni dan Amin sebaya negatif sebanyak 55 orang (48,2%).
(2013) yaitu pada usia SMP, siswa mengalami Hartati (2012) mengatakan, para remaja di panti
proses sosialisasi, mereka mencari kelompok asuhan lingkup interaksinya memang lebih
yang sesuai dengan keinginannya dan bisa saling kepada teman sebaya, dikarenakan waktu
berinteraksi satu sama lain. Siswa lebih banyak kebersamaan atau bertemu dapat berlangsung
menghabiskan waktu dengan teman sebaya atau setiap saat. Disana mereka secara bersama-sama
kelompok sebaya. Sarafino (2010) melakukan aktivitas apapun, bahkan mereka
menambahkan, umumnya usia SMP masuk ditempatkan dalam satu kamar.
kategori usia remaja awal, dimana kekuatan dan Hasil observasi peneliti, rata-rata tiap
pentingnya pertemanan serta jumlah waktu yang kamar terdiri dari 4-6 orang dan ada juga panti
dihabiskan dengan teman, lebih besar di masa asuhan yang hanya memiliki 1 kamar untuk
remaja dibandingkan dengan masa-masa lain bersama-sama, hal ini tentu mempermudah
sepanjang rentang kehidupan manusia. remaja untuk bersosialisasi dengan teman
Proporsi lama tinggal di panti asuhan sebaya. Walaupun demikian tidak semua
yang terbanyak adalah lebih dari 1 tahun yaitu memanfaatkan keadaan tersebut dikarenakan
79 orang (69,3%). Hasil wawancara dengan perbedaan waktu sekolah atau banyaknya
pengurus panti asuhan, kebanyakan anak panti kegiatan di luar sekolah sehingga waktu untuk
masuk pada usia anak-anak sehingga saat bersosialisasi dengan teman sebaya menjadi
dilakukan penelitian, mayoritas mereka sudah berkurang, remaja tampak langsung beristirahat
tinggal lebih dari 1 tahun di panti asuhan. ketika berada di asrama. Selain itu, panti asuhan
Penelitian Hartati (2012) tentang kompetensi juga tidak ada mengadakan kegiatan rutin khusus
interpersonal pada remaja yang tinggal di panti yang melibatkan seluruh remaja. Kegiatan hanya
asuhan asrama dan yang tinggal di panti asuhan terfokus pada aktivitas sehari-hari seperti solat
cottage didapatkan hasil bahwa kompetensi dan makan bersama.
interpersonal dalam kategori tinggi, terbanyak Kartika (2008) menambahkan, remaja
dimiliki oleh mereka yang tinggal di panti membutuhkan dukungan dari lingkungan.
asuhan asrama selama 1-4 tahun. Hal ini Dukungan sosial yang diterima remaja dari
disebabkan karena dalam waktu lebih dari 1 lingkungan, baik berupa dorongan semangat,
tahun, remaja mampu beradaptasi dengan orang- perhatian, penghargaan, bantuan dan kasih
orang yang di lingkungan panti asuhan, sehingga sayang membuat remaja menganggap bahwa
mereka tidak mengalami kesulitan dalam dirinya dicintai, diperhatikan, dan dihargai oleh
bersosialisasi dan mampu mengembangkan orang lain. Jika remaja diterima dan dihargai
kompetensi interpersonalnya. Gandaputra (2009) secara positif, maka remaja tersebut cenderung
juga mengatakan remaja yang baru tinggal di mengembangkan sikap positif terhadap dirinya
panti asuhan selama 7 bulan atau kurang dari 1 sendiri dan lebih menerima dan menghargai
tahun diperkirakan masih dalam masa dirinya sendiri.
penyesuaian diri dengan lingkungan baru. Responden memiliki tingkat resiliensi
Mereka masih dalam taraf eksplorasi dalam tinggi dan rendah yang berimbang yaitu tingkat
hubungan pergaulannya dengan teman-teman, resiliensi tinggi sebanyak 58 orang (50,9%) dan
bagaimana berinteraksi dengan pengasuh atau tingkat resiliensi rendah sebanyak 56 orang
orang-orang yang terlibat dalam panti asuhan (49,1%). Reivich dan Shattte (2008)
tersebut. Sebagian dari mereka bisa mudah menyatakan, resiliensi untuk kehidupan remaja
beradaptasi dengan lingkungan yang baru, di panti asuhan merupakan kekuatan dasar yang
namun bagi sebagian besar yang lain masih harus dimiliki, sehingga idealnya adalah setiap
belum dapat menerima kondisi lingkungan yang remaja tersebut memiliki resiliensi yang tinggi
sangat berbeda dengan lingkungan keluarganya dalam kehidupannya agar menjadi pribadi yang
di rumah. Mereka mau tak mau harus berupaya tangguh dan pantang menyerah dalam

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014 6


menghadapi situasi apapun di masa yang akan yang positif. Oleh karena itu semua komponen
datang. Namun, dari hasil yang didapat, tingkat yang berada di lingkungan remaja hendaknya
resiliensi remaja di panti asuhan berimbang memberikan pelayanan secara hangat, respek,
antara tinggi dan rendah dikarenakan faktor- penuh perhatian dan penerimaan, serta empatik.
faktor yang mempengaruhi resiliensi tidak hanya Dengan cara demikian remaja akan memodeling
berasal dari teman sebaya tapi menurut Sun dan tingkah laku positif orang-orang yang ada di
Stewart (2007), faktor yang mempengaruhi sekelilingnya, yang pada akhirnya akan
resiliensi ini ada yang berasal dari internal dan meningkatkan resiliensi mereka. Suwarjo (2008)
eksternal. menambahkan, interaksi personal yang positif di
Faktor internal yang berpengaruh pada antara remaja (antar teman sebaya) ditambah
resiliensi, terdiri atas komunikasi dan kerjasama, dengan dukungan positif dari lingkungan
self-esteem, empati, help seeking behavior, dan sosialnya diharapkan dapat meningkatkan
tujuan dan aspirasi, sedangkan yang termasuk resiliensi remaja.
faktor eksternal adalah dukungan keluarga, Adanya kepedulian, penghargaan,
dukungan sekolah, dukungan masyarakat, dorongan dan nasehat dari teman sebaya sebagai
autonomy experience, partisipasi dalam kegiatan individu yang memiliki pengaruh yang kuat bagi
ekstrakurikuler. Hasil wawancara peneliti remaja, akan membuat remaja tersebut lebih
dengan remaja diketahui bahwa ada remaja yang mudah beradaptasi terhadap berbagai
bersekolah di sekolah umum dan ada juga di permasalahan remaja walaupun dalam kondisi
sekolah khusus anak panti asuhan. Ada remaja berada di panti asuhan, atau yang disebut remaja
yang mau berinteraksi dengan masyarakat dan yang resilien. Namun demikian ada beberapa
ada juga yang hanya didalam lingkungan panti faktor yang juga mempengaruhi resiliensi remaja
asuhan saja. Pengalaman pribadi individu yaitu komunikasi dan kerjasama, self-esteem,
sebelum masuk panti asuhan juga berbeda. empati, help seeking behavior, tujuan dan
Selain itu, tidak semua remaja mengikuti aspirasi, dukungan keluarga, dukungan sekolah,
kegiatan ektrakurikuler. Hal ini sangat dukungan masyarakat, autonomy experience, dan
mempengaruhi tingkat resiliensi remaja. Adanya partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler.
resiliensi tinggi yang dimiliki oleh remaja yang
bertempat tinggal di panti asuhan adalah menjadi KESIMPULAN DAN SARAN
salah satu harapan agar remaja tersebut dapat Hasil penelitian tentang hubungan
berkembang secara positif dan mampu terhindar dukungan sosial teman sebaya terhadap tingkat
dari hal-hal negatif. resiliensi remaja di panti asuhan yang dilakukan
Analisa hubungan dukungan sosial teman di Panti Asuhan Al Hidayah, Panti Asuhan Putra
sebaya terhadap tingkat resiliensi remaja di panti Harapan, Panti Asuhan Annisa, dan Panti
asuhan dengan menggunakan uji Chi-Square Asuhan Arrahim Pekanbaru menggunakan uji
menunjukkan p value sebesar 0,015 dimana p Chi-Square diperoleh hasil p value lebih kecil
value <0,05. Hal ini berarti Ho ditolak dan dapat dari nilai alpha (0,015<0,05). Hal ini berarti Ho
disimpulkan ada hubungan dukungan sosial ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada
teman sebaya terhadap tingkat resiliensi remaja hubungan dukungan sosial teman sebaya
di panti asuhan. Ini dapat diartikan positif atau terhadap tingkat resiliensi remaja di panti
negatifnya dukungan sosial teman sebaya asuhan.
mempengaruhi tinggi atau rendahnya resiliensi Saran yang dapat diberikan peneliti bagi
remaja di panti asuhan. pihak-pihak terkait yaitu bidang ilmu
Cowie and Wallace (2005) mengatakan, keperawatan khususnya keperawatan jiwa
remaja membutuhkan afeksi dari remaja lainnya, komunitas hendaknya senantiasa
dan membutuhkan kontak fisik yang penuh rasa mengembangkan keilmuannya dengan penelitian
hormat. Remaja juga membutuhkan perhatian terkait aspek psikologis pada remaja yang
dan rasa nyaman ketika mereka menghadapi tinggal di panti asuhan dan menjadikan panti
masalah, butuh orang yang mau mendengarkan asuhan sebagai salah satu lahan praktek jiwa
dengan penuh simpati, serius, dan memberikan komunitas.
kesempatan untuk berbagi kesulitan dan Panti asuhan diharapkan lebih
perasaan seperti rasa marah, takut, cemas, dan meningkatkan resiliensi remaja dengan cara
keraguan. Winfield (2004) mengingatkan bahwa memfasilitasi hubungan antar remaja di panti
resiliensi lebih dipelajari melalui interaksi sosial asuhan melalui kegiatan-kegiatan yang

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014 7


mengutamakan kerjasama antar remaja, Buhrmester, D. (2000). Need fulfillment,
memberikan perhatian dan dukungan serta interpersonal competence, and the
konseling antar teman sebaya. developmental context of early
Remaja di panti asuhan hendaknya selalu adolescent friendship. The company they
membina interaksi dan komunikasi dengan keep friendship in childhood and
teman sebaya di panti asuhan agar tercipta adolescent. Diperoleh tanggal 8 Juli 2014
hubungan yang mendukung dan peduli sesama dari http://jurnal.umk.ac.id/.
remaja untuk mencapai remaja yang memiliki Dalgard, O. S. (2006). The importance of social
resiliensi tinggi sehingga tugas perkembangan support in the associations between
psikososial remaja dapat tercapai. psychological distress and somatic health
Peneliti selanjutnya diharapkan problems and socio-economic factors
mengembangkan hasil penelitian ini dengan among older adults living at home: A
meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi cross sectional study. Diperoleh tanggal
tingkat resiliensi remaja di panti asuhan dan 8 Juli 2014 dari http://bjp.rcpsych.org/ .
melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan Dharma, K. K. (2011). Metodologi penelitian
dukungan sosial teman sebaya di panti asuhan. keperawatan panduan melaksanakan dan
menerapkan hasil penelitian. Jakarta:
1. Lamda Octa Mulia, S. Kep : Mahasiswa Trans Info Medika.
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru.
Riau (2011). Pekanbaru dalam angka:
2. Veny Elita, MN(MH) : Dosen Departemen Banyaknya panti asuhan dan
Jiwa Program Studi Ilmu Keperawatan penghuninya dalam kota Pekanbaru.
Universitas Riau Diperoleh tanggal 20 Desember 2013
3. Rismadefi Woferst, M. Biomed : Dosen dari http://bappeda.pekanbaru.go.id/.
Departemen Keperawatan Medikal Bedah Gandaputra. (2009). Gambaran self esteem
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas remaja yang tinggal di panti asuhan.
Riau Diperoleh tanggal 19 Oktober 2013 dari
http://ejurnal.esaunggul.ac.id/.
DAFTAR PUSTAKA Hartati, L. (2012). Kompetensi interpersonal
Afriani, C. N. (2009). Resiliensi remaja yatim pada remaja yang tinggal di panti
piatu di panti asuhan Mardasiwi, asuhan asrama dan yang tinggal di panti
Kalasan, Yogyakarta. Diperoleh tanggal asuhan cottage, Diperoleh tanggal 8 Juli
9 Maret 2014 dari 2014 dari http://ejurnal.esaunggul.ac.id/ .
http://www.library.usd.ac.id/. Hastono, S. P. (2007). Analisis data kesehatan.
Badan Fitra Riau. (2013). Data dari lampiran III Jakarta: FKMUI.
penjabaran APBD Riau. Makalah tidak Jauhari, G. P. (2012). Perbedaan resiliensi
dipublikasikan. antara remaja dalam keluarga bercerai
Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru. (2012). dan remaja dalam keluarga utuh di SMA
Pekanbaru dalam angka: Jumlah Negeri Kota Malang. Diperoleh tanggal 9
penduduk kota Pekanbaru dirinci Maret 2014 dari http://karya-
menurut kelompok umur dan jenis ilmiah.um.ac.id/.
kelamin. Pekanbaru: BPS Kota Kartika, D. (2008). Dukungan sosial dan
Pekanbaru. perilaku terhadap orang lain. Jurnal
Badan Pusat Statistik Nasional. (2013). Jumlah Psikologi XXIII. Diperoleh tanggal 8 Juli
penduduk Indonesia. Diperoleh tanggal 2014 dari http://jurnal.umk.ac.id/.
11 Oktober 2013 dari Kumalasari, F. (2012). Hubungan antara
http://www.bps.go.id/. dukungan sosial dengan penyesuaian diri
Badan Pusat Statistik Riau. (2013). Jumlah remaja di panti asuhan. Diperoleh
penduduk Provinsi Riau. Diperoleh tanggal 29 Oktober 2013 dari
tanggal 11 Oktober 2013 dari http://jurnal.umk.ac.id/.
http://www.riau.go.id/. Meijer, E. (2009). Social support as a mediator
Budiarto, E. (2004). Metodologi penelitian between depressive. Diperoleh tanggal 8
kedokteran: Sebuah pengantar. Jakarta: Juli 2014 dari www.nursinglibrary.org/ .
EGC.

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014 8


Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian adolescents. Diperoleh tanggal 26
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Oktober 2013 dari
Novitasari. (2013). Kontribusi dukungan sosial http://repository.ipb.ac.id/.
teman sebaya terhadap adekuasi Wood, G. L., & Haber, J. (2006). Nursing
penyesuaian diri di sekolah pada siswa research: Methods and critical appraisal
kelas VIII SMPN 3 Kawedanan Tahun for evidence-based practice. Philadephia:
Pelajaran 2013/2014. Diperoleh tanggal Mosby Elsevier.
7 Juli 2014 dari Wong, L. D. (2008). Buku ajar keperawatan
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/ . pediatric edisi.6 (Vol. 1). Jakarta: EGC.
Nursalam. (2009). Konsep & penerapan
metodologi penelitian ilmu keperawatan:
Pedoman skripsi, tesis, dan instrument
penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Oktaviana, A. (2012). Hubungan locus of control
dan dukungan sosial dengan resiliensi
pada remaja penyandang tuna rungu.
Diperoleh tanggal 31 Oktober 2013 dari
http://ejournal.psikologi.fisip-
unmul.ac.id/.
Puspitasari, Y. (2006). Hubungan antara
pemenuhan kebutuhan kasih sayang dari
orang tua dengan resiliensi pada remaja.
Diperoleh tanggal 9 Maret 2014 dari
http://www.researchgate.net/.
Rahmawan, T. (2010). Dukungan teman sebaya
dengan kebermaknaan hidup pada
remaja yang tinggal di panti asuhan.
Diperoleh tanggal 29 Oktober 2013 dari
http://ruangpsikologi.wordpress.com/.
Reivich, K & Shatte, A. (2008). The resilience
factor: 7 essential skill for overcoming
life’s inevitable obstacle. New York:
Broadway Books.
Saguni, F & Amin, S. (2013). Hubungan antara
penyesuaian diri dan dukungan sosial
teman sebaya dengan self regulation
terhadap motivasi belajar siswa kelas
akselerasi SMP Negeri 1 Palu. Diperoleh
tanggal 8 Juli 2012 dari
http://iainpalu.ac.id/.
Santrock, J. W. (2007). Adolescence. (2nd ed).
North America: McGraw Hill.
Sarafino, E. P. (2010). Health psychology :
Biopsychosocial interactions. (3th ed).
United States of American: John Wiley
& Sonc, Inc.
Satiti, A. D. (2011). Hubungan antara dukungan
sosial dengan tingkat resiliensi pada
pengangguran usia remaja akhir.
Diperoleh tanggal 20 Oktober 2013 dari
http://alumni.unair.ac.id/.
Sun, J. & Stewart, D. (2007). Age and gender
effects on resilience in children and

JOM PSIK VOL. 1 NO. 2 OKTOBER 2014 9

Anda mungkin juga menyukai