Anda di halaman 1dari 4

Pengelolaan Limbah Bahan Beracun Dan

Berbahaya
OPINI | 25 March 2012 | 04:22 Dibaca: 2685 Komentar: 0 0

Oleh :
Frequencia sukmana firdauz
Pengolahan limbah B3 ( bahan beracun dan berbahaya) ditetapkan
berdasakan
Peraturan pemerintah (PP) No. 19 tahun 1994 yang kemudian diperbaharui
dengan
PP No. 12 tahun 1995 dan diperbaharui kembali dengan PP No. 18 tahun
1999 pada tanggal 27 februari 1999
Dan kemuadian dikuatkan melalui peraturan pemerintah no 74 tahun 2001
pada tanggal 26 november 2001 tentang pengelolaaan limbah B3
Berdasarkan PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksutkan dengan limbah B3
adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secar alangsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk
hidup lain.
Jogjakarta sebagai salah satu kota besar yang ada diindonesia, sudah barang
tentu pasti memiliki berbagai permasalahan dan probelematika yang ada,
salah satunya adalah terkait pengolahan limbang bahan beracun dan
berbahaya (B3), bahkan menurut salah satu media cetak yang ada
dijogjakarta disebutkan bahwa, Jogjakarta menghasilkan 4 ton limbah bahan
beracun dan berbahaya perharinya. Dan dengan kata lain dalam sebulan
saja, Jogjakarta menghasilkan 120an ton limbah bahan beracun dan
berbahaya. Dan jumlah ini akan terus bertambah seiriing dengan semakin
bertambahnya perusahan perusahaan baik itu rumaahn ataupun perusahaan
bersekala besar yang menghasilkan limbah B3.
Menurut kepala badan lingkungan hidup (BLH) DIY, Drajad Ruswandono”
sedikitnya terdapat 451 perusahaan atau lembaga di DIY yang menghasilkan
limbah B3, baik itu padat maupun cair”. Limbah ini dihasilkan dari hamper
seluruh jenis usaha, baik itu percetakanm tekstil, industry kulit, logam maupun
rumah sakit, dna hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa Jogjakarta
sebagai salah satu kota besar yang ada di Indonesia belum memiliki instalasi
pengolahan limbah B3, sehingga secara berkala Jogjakarta harus mengirim
sebagian limbah limbah B3 padat tersebut ke daerah bogor, jawa barat untuk
diolah dan untuk limbah cair B3, sampai detik ini masih sulit teridentifikasi
jumlahnya, dan ini berpeluang untuk dibuan begitusaja di lingkungan. Dan
oleh karena itu maka, perlu adalanya instalasi pengelolaan limbah B3, dimana
tujuan pengelolaan limbah B3 berdasarkan Berdasarkan PP No. 18 tahun
1999 adalah untuk mencegah dan menangulangi pencemaran atau kerusakan
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3, serta melakukan
pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan
fungsinya kembali.
Indentifikasi limbah Berdasarkan PP No. 18 tahun 1999 adalah
pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori yaitu:
1. Berdasarkan sumber
Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber kemudian dibagi menjadi,
limbah B3 dari sumber spesifik, limbah B3 dari sumber tidak spesifik dan
llimbah b# dari bahan kimia kadarluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
2. Berdasarkan karakteristik
Untuk golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan bebrapa
indicator yaitu mudah meledak, pengoksidasi, sangat mudah sekali menyala,
sangat mudah menyala, mudah menyala, amat sangat beracun sangat
beracun, beracun, berbahaya, korosif, bersifat iritasi, berbahaya bagi
lingkungan, karsinogenik, teratogenik, mutagenic.
Hal ini menunjukkan bahwa ternyata pemerintah memberikan sebuah
perhatian khusus terhadap pengelolaan lingkungan Indonesia, hanya
memang.. dalam ralitasnya implementasi terhadap peraturan yang dibuat.
Masih kurang mengena, dan belum dijalankan dengan sunguh sungguh.
Mengingat sangat pentingnnya pengolahan limbah B3, baik itu untuk
Jogjakarta dan daerh daerah lainnya yang ada di Indonesia maka perlu
mengetahui terkait syarat pengolahan limbah B3. Terkait, pemilihan lokasi,
fasilitas pengolahan, penanganan limbah B3 sebelum diolah, pengolahan
limbah B3 dan hasil pengolahan limbah B3
1. Lokasi pengolahan.
Pengelolaan limbah B3 dapat dilakukan didalam lokasi penghasil limbah atau
diluar lokasi penghasil limbah, asalkan memenuhi persayaratan yang ada.
Untuk syarat lokasi pengolahan yang ada di dalam area penghasil limbah B3
harus berada pada daerah yang bebas danjir dan jarak antara instalasi
pengolahan dengan fasilitas umum minimum 50 meter. Sedangkan untuk
syarat lokasi pengolahan limbah B3 diluar area penghasil limbah B3 adalah
lokasi instalasi pengolahan berada pada daerah yang bebas banjir, jarak
antara lokasi instalasi pengolahan dan jalan utama minimal 150 meter atau 50
meter untuk jalan lainnya, jarak antara instalais pengolahan dan daerah yang
beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 meter, serta jarak
antara instalasi pengolahan dengan wilayah terlindung ( misalnya cagar alam,
hutan lindung) minimum 300 m.
2. Fasilitas pengolahan
Fasislitas pengolahan limbah B3 harus menerapkan system oprasional
meliputi, system keamanan fasislitas, siste pencegahan terhadap kebakaran,
seistem penanggulangan keadaan darurat, system pengujian peralatan dan
tentunya pelatihan karyawan. Untuk keseluruhan system tersebut harus
terintegrasi dan menjaid bagian yang tidak terpisahkan dalam pengolahan
limbah B3, mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dakan
volume kecil sekalipun akan dapat berdampak besar bagi lingkungan.
3. Penanganan limbah B3 sebelum diolah
Sebelum mengalami pengolahan limbah B3 harus terlebih dahulu
diidentifikasi dan dilakukan uji analisis terhdap kandungannya, hal ini guna
menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah B3 dan juga
dengan adanya identifikasi ini maka akan dapat ditentukan metode yang tepat
terhadap karakteristik dan kandungan limbah B3.
4. Pengolahan limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan
kandngan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan
dengan berbagai macam proses
a. Proses kimia, meliputi redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan,
stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.
b. Proses secara fisika, meliputi : pembersihan gas, pemisahan cairan dan
penyisihan komponen komponen spesifik dengan metoda kristalisasi, dialisa,
osmotic balik dll.
c. Proses stabilisasi/solidifikasi dengan tujuan untuk mengurangi potensi
racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut,
penyebaran dan daya racun sebelum limbah dibuang ketempat penimbunan
akhir.
d. Proses insinerasi yaitu dengan cara melakukan pembakaran materi limbah
menggunakan alat khusus incinerator dengan efisiensi pembakara harus
mencapai 99,99% atau lebih. Artinya , jika suatu materi limbah B3 ingin di
insinerirasi dengan berat 100 kg, maka abu sisa dari proses insinerirasi tidak
boleh lebih dari 0,01 kg.
5. Hasil pengolahan limbah B3
Setelah dilakukan pengolahan, sudha barnag tentu kita akan mendapatkan
hasil dari pengolahan dan hasil daro pengolahan ini harus ditaruh pada
tempat khusus dan dilakukan pemantauan di area tempat pembuangan akhir
tersebut dengan jangka waktu 30 tahun setelah pembuangan akhr habis
masa pakainya ( ditutup)
#UNTUK KESELURUHAN PROSES PENGELOLAAN, TERMASUK
PENGHASIL LIMBAH B3 HARUS MELAPORKAN AKTIVITASNYA KE KLH (
KEMENTRIAN LINGKUNGAN HIDUP) DENGAN PERIODE TRIWULAN (
TIAP 3 BULAN SEKALI)

sumber:

PP No. 19 tahun 1994


PP No. 12 tahun 1995
PP No. 18 tahun 1999
berbagai sumber lainya

Anda mungkin juga menyukai