Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendisitis merupakan peradangan pada apendik periformis. Apendik

periformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil

dengan panjang 2 – 6 inci. Lokasi apendik pada daerah iliaka kanan,di bawah titik

Mc Burney (Medicastor 2006). Walaupun angka mortalitasnya telah menurun

tajam, tetapi angka morbiditasnya masih cukup tinggi. Penanganan apendisitis

yang dilakukan secara baik selama ini membuat angka kematian akibat apendisitis

dalam 20 tahun terakhir menurun tajam. Walaupun angka kematian telah menurun

tetapi angka kesakitan masih cukup tinggi (Triatmodjo.2008).

Angka kejadian apendisitis di dunia mencapai 321 juta kasus tiap

tahun (handwashing 2006). Statistic di Amerika mencatat setiap tahun terdapat 20

– 35 juta kasus apendisitis (Departemen Republik Indonesia, 2008). Statistic

menunjukan bahwa setiap tahun apendisitis menyerang 10 juta penduduk

Indonesia. Menurut Lubis. A (2008), saat ini morbiditas angka apendisitis di

Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan tertinggi di

antara Negara-negara di Assosiation south East Asia Nation (ASEAN).

1
Survey di 12 provinsi tahun 2008 menunjukan jumlah apendisitis yang

dirawat di rumah sakit sebanyak 3.251 kasus. Jumlah ini meningkat drastic

dibandingkan dengan tahun sebelumnya,yaitu sebanyak 1.236 orang. Di awal

tahun 2009, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat

apendiitis (Ummualya. 2009), melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih

banyak kasus apendisitis yang tidak terlaporkan, Departemen Kesehatan

menganggap apendisitis merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan

nasional karena mempunyai dampak besar pada kesehatan masyarakat (Depkes

RI, 2009)

Berdasakan penelitian-penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa

banyak faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap tingkat kesembuhan

pasien paska operasi apendisitis diantaranya adalah pengetahuan perawat dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan apendisitis. Faktor-faktor tersebut merupakan

faktor yang berasal dari luar dan dapat diperbaiki, sehingga dengan memperbaiki

faktor resiko tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesembuhan pasien paska

operasi apendisitis (Handwashing).

Asnil dkk, (2007) mengemukakan bahwa peran perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien paska operasi apendisitis

diperlukan suatu pengetahuan, karena pengetahuan, merupakan salah satu

komponen factor predisposisi yang penting untuk mendukung keberhasilan

pelaksanaan asuhan keperawatan apendisitis. Menurut Maulana. H (2009),

2
pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Karena dari pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasasri oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Berdasarkan data awal yang diperoleh peneliti di RSU Provinsi

Selawesi Tenggara jumlah perawat yang berugas khusus di Ruang Asoka dan

Tulip sebanyak 34 orang. Sedangkan jumlah pasien pada tahun 2008 berjumlah

164 orang. Pada tahun 2009 ditemukan berjumlah 148 orang penderita dan pada

tahun 2010 menjadi 74 orang (Medical Record RSU Provensi Sulawesi Tenggara

2010).

Berdasarkan fenomena yang terjadi saat peneliti mengambil data awal

banyak pasien post operasi mengeluh dengan rasa nyeri yang dirasakan pada luka

operasi serta mereka masih memiliki pengetahuan yang kurang tentang cara

meminimalisasi terjadinya nyeri, umumnya pasien tidak mengetahui teknik

relaksasi, posisi yang nyaman dan pemberian obat yang tepat untuk mengurangi

sakit atau nyeri yang dialaminya.

Berdasarkan hasil observasi tersebut diatas, maka penulis telah

melaksanakan penelitian tentang “Gambaran Asuhan Keperawatan Pasien Post

Operasi Apendisitis di Ruang Asoka dan Tulip RSU Provensi Sulawesi Tenggara

Tahun 2011” melalui suatu proses penelitian.

3
B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah penelitian

dapat dirumuskan sebagai berikut “Bagaimana Gambaran Asuhan Keperawatan

Pasien Post Operasi Apendisitis di Ruang Asoka dan Tulip RSU Provinsi

Sulawesi Tenggara Tahun 2011 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Umum

Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pasien post operasi

apendisitis di Ruang Asoka dan Tulip RSU Provinsi Sulawesi Tenggara

Tahun 2011.

2. Khusus

2.1. Untuk mengetahui gambaran pengkajian keperawatan pasien post

operasi apendisitis di Ruang Asoka dan Tulip RSU Provensi

Sulawesi Tenggara Tahun 2011

2.2. Untuk mengetahui gambaran diagnosa keperawatan pasien post

operasi apendisitis di Ruang Asoka dan Tulip RSU Provinsi

Sulawesi Tenggara Tahun 2011

2.3. Untuk mengetahui perencanaan keperawatan pasien post operasi

apendisitis di Ruang Asoka dan Tulip RSU Provensi Sulawesi

Tenggara Tahun 2011

4
2.4. Untuk mengetahui pelaksanaan keperawatan pasien post operasi

apendisitis di Ruang Asoka dan Tulip RSU Provensi Sulawesi

Tenggara Tahun 2011

2.5. Untuk mengetahui penilaian keperawatan pasien post operasi

apendisitis di Ruang Asoka dan Tulip RSU Provensi Sulawesi

Tenggara Tahun 2011

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pihak RSU Provinsi Sulawesi Tenggara

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berharga

untuk mengkaji sekaligus menentukan solusi terbaik dalam meningkatkan

kualitas asuhan keperawatan pasien pasien post operasi apendisitis.

2. Bagi pasien

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang upaya-upaya mencegah dan menanggulangi apendisitis.

3. Bagi pasien selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pustaka atau

informasi tambahan bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk mengkaji

masalah yang relevan dengan penelitian ini

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Apendisitis

1. Pengertian

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks. Apendiks disebut

juga umbai cacing. Kita sering salah kaprah dengan mengartikan

apendisitis dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya

adalah sekum. Organ apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ

tambahan yang tidak mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa

fungsi apendiks adalah sebagai organ immunoglobulin (suatu kekebalan

tubuh). Organ ini cukup sering menimbulka masalah kesehatan dan

peradangan akut apendiks yang memerlukan tindakan bedah segara untuk

mencegah komplikasi yang umumnya berbehaya (Sowden . et all,2006).

2. Penyebab

Kita sering mengansumsikan bahwa apendisitis berkaitan dengan

makan biji cabai. Hal ini tidak sepenuhnya salah. Namun yang mendasari

terjadinya apendisitis adalah adanya sumbatan pada pada saluran

apendiks. Yang terjadi penyebab sering terjadinya sumbatan tersebut

adalah fekalit. Fekalit terbentuk dari feses (tinja) yang terperangkap di

dalam saluran apendiks. Selain fekalit, yang dapat menyebabkan

6
terjadinya sumbatan adalah cacing atau benda asing yang tertelan

beberapa penelitian menunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah

serat terhadap timbulnya apendisitis. Kebiasaan makan makanan rendah

serat dapat mengakibatkan kesulitan dalam buang air besar, sehingga akan

meningkatkan tekanan dalam rongga usus yang pada akhirnya akan

menyebabkan sumbatan pada saluran apendiks.

3. Epidemiologi

apendisitis paling sering ditemukan pada usia 20 sampai 40 tahun.

Penyakit ini jarang ditemukan pada usia yang sangat muda atau orang tua,

dikarenakan bentuk anatomis apendiks yang berbeda pada usia tersebut.

4. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas dua yakni :

3.1. Apendisitis akut, dibagi atas: apendisitis akut fokalis atau

segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktul local.

Apendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

3.2. Apendisitis kronis, dibagi atas: apendisitis kronis fokalis atau

parsial, setelah sembuh akan timbul striktur local. Apendisitis

kronis obliteritiva yaitu apendisitis miring, biasanya ditemukan

pada usia tua.

7
5. Gejala klinis

Gejala utama terjadinya apendisitis adalah adanya nyeri perut.

Nyeri perut yang klasik pada apendisitis adalah nyeri yang dimulai dari

ulu hati, lalu setelah 4-6 jam akan dirasakan berpindah kedaerah perut

kanan bawah (sesuai lokasi apendiks). Namun pada beberapa keadaan

tertentu (bentuk apendiks yang lainnya), nyeri dapat dirasakan di daerah

lain (sesuai posisi apendiks). Ujung apendiks yang panjang dapat berada

pada daerah perut kiri bawah, punggung, atau dibawah pusar. Anoreksia

(penurunan nafsu makan) biasanyaselalu menyertai apendisitis. Mual dan

muntah dapat terjadi, tetapi gejala ini tidak menonjol atau berlangsung

cukup lama, kebanyakan pasien hanya muntah satu atau dua kali. Dapat

juga dirasakan keinginan untuk buang air besar atau kentut.demam juga

dapat timbul, tetapi biasanya kenaikan suhu tubuh yang terjadi tidak lebih

dari 10C (37,8 – 38,80C). Jika terjadi peningkatan suhu yang melebihi

38,80C, maka kemungkinan besar sudah terjadi peradangan yang lebih

luas didaerah perut (peritonitis).

6. Diagnosa

Pemeriksaan darah menunjukan jumlah sel darah putih agak

meningkat, sebagai respon terhadap infeksi. Biasanya, pada stadium awal

apendisitis, pemeriksaan-pemeriksaan seperti foto rontgen, CT scan, dan

8
USG kurang bermanfaat. Diagnosis biasanya ditegakkan berdasakan hasil

pemeriksaan fisik dan gejalanya.

7. Pemeriksaan tambahan

Pada pemeriksaan laboratorium, yang dapat ditemukan adalah

kenaikan dari sel darah putih hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika

terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendks sudah

mengalami perforasi (pecah).

Pada pemeriksaan radiologi, foto polos perut dapat

memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu

dalam menegakan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup

membantu dalam penegakan diagnosis apendisitis (71 – 98 %), terutama

untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi

adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 -98 %).dengan CT scan dapat

terlihat jelas gambaran apendiks.

Meskipun terdapat beberapa pemeriksaan tambahan seperti diatas

yang dapat membantu menegakan diagnosis apendisitis, namun gejala

klinis sangat memegang peranan yang besar.

8. Pengobatan

Pembedahan segera dilakukan, untuk mencegah terjadinya ruptur

(pecah), terbentuknya abses atau peradangan pada selaput rongga perut

(peritonitis). Pada hamper 15% pembedahan usus buntu, usus buntunya

9
ditemukan normal. Tetapi penundaan pembedahan sampai ditemukan

penyebab nyeri perutnya, dapat berakibat fatal. Usu buntu yang terinfeksi

dalam waktu kurang dari 24 jam setelah gejalanya timbul. Bahkan

meskipun apendisitis bukan penyebabnya, usus buntu tetap diangkat. Lalu

dokter bedah akan memeriksa perut dan mencoba menentukan penyebab

nyeri yang sebenernya. Pembedahan yang segera dilakukan bias

mengurangi angka kematian pada apendisitis. Penderita dapat pulang dari

rumah sakit dalam waktu 2-3 hari dan penyembuhan biasanya cepat dan

sempurna, usus buntu yang pecah, prognosisnya lebih serius. 50 tahun

yang lalu, kasus yang ruptur sering berakhir fatal. Dengan pemberian anti

biotik, angka kematian mendekati nol.

B. Asuhan Keperawatan Pasien Apendisitis

Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien apendisitis

menurut Vazryan (2010) harus menggunakan langkah-langkah sebagai berikut

1. pengkajian

2.1. Pengumpulan data

2.1.1. Identitas pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,

pekerjaan, status dan lain-lain.

2.1.2. Riwayat penyakit sekarang. Keluhan utama : nyeri yang

timbul mendadak di daerah epigastrium dan demam.

10
2.1.3. Riwayat penyakit dahulu. Sebelumnya apakah pasien pernah

mengalami pembedahan abdomen atau tumor.

2.1.4. Riwayat kesehatan keluarga. Apakah ada penyakit keturunan

dalam keluarga.

2.1.5. Riwayat psikososial. Pasien sering merasa cemas karena

penyakitnya. Pasien juga merasa takut karena ketidaktahuan

pada penyebab penyakitnya.

2.1.6. Pola-pola fungsi kesehatan. Mengkaji pola fungsi kesehatan

terutama yang berhubungan dengan penyakit yang di derita

oleh pasien tersebut.

a. Pola nutrisi. Kaji pola makanan pasien dirumah serta jenis

dan jumlahnya, kaji pula kemungkinan terjadinya mual

dan muntah.

b. Pola eliminasi. Terjadinya perubahan defekasi, adanya

darah pada feses dan konstipasi.

c.. Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan. Mengkaji

bagaimana pasien mempersepsikan penyakitnya dan

bagaimana tatalaksana kesehatan di rumahnya dan

kebiasaan pasien misalnya minum alcohol, obat-obatan

dan kebiasaan merokok.

11
d. Pola aktivitas dan latihan

e. Pola tidur dan istirahat. Kaji berapa lama pasien istirahat

dan jika ada waktu yang luang apa yang dilakukan oleh

pasien. Kaji pula apakah pasien mengalami gangguan saat

tidur yang berhubungan dengan penyakitnya.

2.2. Pemeriksaan

Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5 –

38,50C, bila suhu lebih suhu lebih tinggi mungkin sudah terjadi

perforasi. Bias terdapat perbedaan suhu aksila dan rectal sampai

100C, pada infeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik,

kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi

perforasi penonjolan perut kanan bawah atau abses

periapendikuler.

Pada palpasi di dapatkan nyeri yang terbatas pada

region iliaka kanan, bias disertai nyeri lepas. Nyeri tekan kanan

bawah perut ini merupakan kunci diagnosis, pada penekanan kiri

bawah akan dirasakan nyeri diperut kanan bawah yang disebut

tanda rovsing. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap meliputi

kadar elektrolit darah, urine lengkap, pemerikasaan radiologi.

12
2.3. Analisa data

2.3.1. Pre operasi

Data subyektif biasanya didapatkan dengan keluhan nyeri

dan sakit sekali pada perut, perut kembung, muntah, sulit

untuk buang air besar, perasaan takut, hawatir, dan lain-

lain.

2.3.2. Post operasi

Data subjektif didapatkan keluhan pusing, sakit kepala

pada luka operasi (nyeri) dan lain-lain. Data Objektif,

pasien dalam keadaan terbaring, terpasang infus dan lain-

lain.

2. Diagnosa

2.1. Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya

mual dan muntah Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak

adekuatnya pertahanaan tubuh.

2.2. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.

2.3. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan

dengan informasi kurang.

2.4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.

2.5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

13
3. Intervensi

Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan

prioritas masalah keperawatan. Resiko kekurangan volume cairan

berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan

kadang-kadang apendisitis, distensi abdomen, tegang, nafsu makan

berkurang.

3.1. Ada rasa mual dan muntah. Tujuan mempertahankan keseimbangan

volume cairan dengan kriteria : klien tidak apendisitis, nafsu makan

baik, klien tidak mual dan muntah. Intervensi : monitor tanda-tanda

vital. Rasional : merupakan indikator secara dini tentang

hypovolemia.

3.2. Monitor intake dan output dan konsentrasi urine. Rasional :

menurunnya output dan konsentrasi urine akan meningkatkaan

kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan

membutuhkan peningkatan cairan.

3.3. Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering. Rasional : untuk

meminimalkan hilangnya cairan. Resiko terjadinya infeksi

berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai

dengan suhu tubuh di atas normal, frekuensi pernafasan meningkat,

distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc.Burney Leuco >

10.000/mm3. Tujuan : tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria tidak

ada tanda-tanda infeksi post operasi (tidak lagi panas, kemerahan).

14
Intervensi : bersihkan lapangan operasi dari beberapa organism yang

ada melalu prinsip pencukuran. Rasional : pengukuran dengan arah

yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar

rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari

pertumbuhan mikroorganisme.

3.4. Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan

klisma. Rasinal : obat pencahar dapat merangsang peristalrik usus

sehingga buang air besar dapat lancar. Sedangkan klisma dapat

merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat

mengakibatkan rupture apendiks.

3.5. Health education tentang pentingnya kebersihan diri klien. Rasional

: dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam

pelaksanaan tindakan.

3.6. Anjurkan klien mandi dengan sempurna. Rasional : kulit yang

bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro

organism.

3.7. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan

intestinal, ditandai dengan pernapasan tacpnen, sirkulasi

tachycardia, sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Ms.

Burney dan gelisah.

3.8. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah. Tujuan :

rasa nyeri akan teratasi dengan criteria pernapasan normal.

15
Intervensi : kaji tingkat nyeri, lokasi dan karakteristik nyeri.

Rasional : untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan

merupakan indicator secara dini untuk dapat memberikan tindakan

selanjutnya.

3.9. Anjuran pernapasan dalam. Rasional : pernapasan yang dalam

dapat menghirup gas oksigen secara adekuat sehingga otot –otot

menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.

3.10. Lakukan gate control. Rasional : dengan gate control saraf yang

berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil

sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.

3.11. Beri analgetik. Rasional : sebagai profilaksis untuk dapat

menghilangkan rasa nyeri ( apabila sudah mengetahui gejala pasti ).

3.12. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan

dengan informasi kurang, gelisah, wajah murung. Klien sering

menanyakan tentang penyakitnya, klien mengeluh rasa sakit, klien

mengeluh sulit tidur. Tujuan : klien akan memahami manfaat

perawatan post operatif dan pengobatannya. Intervensi : jelaskan

pada klien tentang latihan – latihan yang akan digunakan setelah

operasi. Rasional : klien dapat memahami dan dapat merencanakan

serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat

mengembalikan funsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.

16
3.13. Menganjurkan aktifitas yang progrsif dan sabar menghadapi

periode istirahat setelah operasi. Rasional : mencegah luka baring

dan dapat mempercepat penyembuhan.

3.14. Diskusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband,

pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan. Rasional : mengerti

dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat

proses penyembuhan.

3.15. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake

menurun. Nafsu makan menurun, berat badan menurun, porsi

makan tidak dihabiskan, ada rasa mual dan muntah. Tujuan : klien

mampu merawat diri sendiri. Intervensi : kaji sejauh mana ketidak

adekuatan nutrisi klien. Rasional : menganalisa penyebab

melaksanakan intervensi.

3.16. Perkirakan atau hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang

nafsu makan sampai minimal. Rasional : mengidentifikasi

kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat

suasana negative dan mempengaruhi masukan.

3.17. Timbang berat badan tidak sesuai indikasi. Rasional : mengawasi

keefektifan secara diet.

3.18. Beri makan sedikit tetapi sering. Rasional : tidak member rasa

bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.

17
3.19. Anjurkan kebersihan oral sebelum makan. Rasional : mulut yang

bersih meningkatkan nafsu makan.

3.20. Tawarkan minum saat makan bila toleran. Rasional : dapat

mengurangi mual dan menghilangkan gas.

3.21. Konsul tentang kesukaan / ketidaksukaan pasien yang

menyebabkan distress. Rasional : melibatkan pasien dalam

perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa control dan

mendorong untuk makan.

3.22. Member makan yang bervariasi. Rasional : makanan yang

bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.

3.23. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang

dirasakan kuku tampak kotor, kulit kepala kotor, klien nampak

kotor. Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri. Intervensi :

mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan

sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien. Rasional : agar

badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan

meningkatkan kesehatan.

3.24. Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih. Rasional : untuk

melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman.

3.25. Berikan health education pada klien dan keluarganya tentang

pentingnya kebersihan diri. Rasional : agar klien dan keluarga dapat

termotivasi untuk menjaga hygiene.

18
3.26. Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya. Rasional : agar

klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan.

3.27. Bimbing keluarga / istri klien memandikan. Rasional : agar

keterampilan dapat diterapkan.

3.28. Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien. Rasional : klien

merasa nyaman dengan tempat yang bersih serta mencegah

terjadinya infeksi.

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata

berupa serangkaian kegiatan sistematis berdasarkan perencanaan untuk

mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala

kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan

terhadap klien baik secara umum maupun khusus pada klien post

apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan tugasnya secara

independen. Interdependen dan dependen.

Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan

yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan

keterampilan yang dimilikinya. Pada fungsi interdependen adalah dimana

fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi / disiplin ilmu

yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan

19
fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat

berdasarkan atas pesan orang lain.

5. Penilaian

Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan

yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan

mengajukan pertanyaan sebagai berikut : apakah klien dapat

mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh ? apakah klien dapat

terhindar dari bahaya infeksi ? apakah rasa nyeri akan teratasi ? apakah

klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatanya ?.

5.1 Tujuan tercapai, bila pasien mampu menunjukan perilaku pada waktu

yang telah ditentukan sesuai dengan pernyataan tujuan yang

ditentukan.

5.2 Tujuan sebagian tercapai, bila pasien mampu menunjukan perilaku,

tetapi hanya sebagian dari tujuan yang di harapkan.

5.3 Tujuan tidak tercapai, bila pasien tidak mampu atau menunjukan

perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan

(Vazryan, 2010).

C. Kerangka Pemikiran

Salah satu factor yang menentukan keberhasilan pengobatan

apendisitis adalah pengetahuan perawat dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya seseorang. Kenyataan menunjukan bahwa pada umumnya

20
sebelum seseorang bersikap dan bertindak, terlebih dahulu ia mengetahui

objek yang hendak disikapi dan ditindakinya. Namun tidak jarang, seseorang

langsung bersikap dan bertindak, tanpa terlebih dahulu mengetahui objek

yang hendak disikapi dan ditindakinya.

pengkajian

Diagnosa

Perawatan
Perencanaan Pasien Post

Operasi apendisitis

Pelaksanaan Apendisitis

Penilaian

Gambar I. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: Variabel diteliti

21
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan

pendekatan surfei dan observasi. Chandra. B (2008) mengemukakan bahwa

penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian dengan tujuan utama

untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara

objektif.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 31 mei s/d 26 juni 2011

bertempat di Ruang Asoka dan Tulip RSU Provinsi Sulawesi Tenggara.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat di Ruang

Asoka dan Tulip RSU Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2011 yang

berjumlah 34 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua perawat di Ruang Asoka

dan Tulip RSU Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2011 yang

berjumlah 34 orang. Penentuan besar sampel menggunakan metode total

22
sampling yakni semua populasi dijadikan sampel. Metode ini dipilih

karena populasi kurang dari 100 (Riduwan & Akdon, 2006).

D. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah pengkajian, diagnose,

perencanaan, pelaksanaan dan penelitian asuhan keperawatan pasien post

operasi apendisitis

2. Definisi

2.1. Apendisitis adalah peradangan pada usus buntu (apendiks). Usus

buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang

terdapat di usus besar. Tepatnya di daerah perbatasan dengan usus

halus (Handwashing, 2006).

2.2. Pengkajian adalah kegiatan mengumpulkan data tentang status

kesehatan klien secara akurat, menyeluruh, singkat dan

berkesinambungan (Handwashing, 2006) yang dihitung berdasarkan

10 pertanyaan yang didapatkan dengan observasi dan diukur

menggunakan skala Guttman dengan criteria objektif :

Baik : bila total skor jawaban responden > 50 %

Kurang : bila total skor jawaban responden ≤ 50 %

2.3. Diagnosa adalah suatu kegiatan melakukan analisis data yang

dikumpulkan selama pengkajian (Handwashing, 2006) yang dihitung

23
berdasarkan 10 pernyataan yang dan diukur menggunakan skala

Guttman dengan kriteria objektif :

Baik : bila total skor jawaban responden > 50 %

Kurang : bila total skor jawaban responden ≤ 50 %

2.4. Perencanaan adalah suatu kegiatan menentukan tindakan keperawatan

pada klien sebelum tindakan itu sendiri dilaksanakan (Handwashing,

2006) yang dihitung berdasarkan 10 pernyataan yang dan diukur

menggunakan skala Guttman dengan kriteria objektif :

Baik : bila total skor jawaban responden > 50 %

Kurang : bila total skor jawaban responden ≤ 50 %

2.5. Pelaksanaan adalah upaya merealisasikan kegiatan perencanaan

keperawatan pasien paska operasi apendisitis (Handwashing, 2006)

yang dihitung berdasarkan kemampuan perawat dalam merealisasikan

10 pernyataan yang dan diukur menggunakan skala Guttman dengan

criteria objektif :

Baik : bila total skor jawaban responden > 50 %

Kurang : bila total skor jawaban responden ≤ 50 %

2.6. Penilaian adalah proses menentukan nilai atau tingkat keberhasilan

perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan yang diberikan

sebelumnya (Handwashing, 2006) yang dihitung berdasarkan 10

24
pernyataan yang dan diukur menggunakan skala Guttman dengan

kriteria objektif :

Baik : bila total skor jawaban responden > 50 %

Kurang : bila total skor jawaban responden ≤ 50 %

3. Skor Penilain

Penghitungan skor setiap kategori dari kelima proses keperawatan

pada defini operasional mengacu pada ketentuan sebagai berikut :

Skor tertinggi = 1 x 10 = 10 (100%)

Skor terendah = 0 x 10 = (0%)

Selanjutnya dicari interval kelasnya dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

R
I=
K

Keterangan :

I = Interval

R = Range (Skor tertinggi dikurangi Skor terendah)

K = Jumlah kategori (2 = baik dan kurang baik)

25
Sehingga didapatkan interval kelas = 100/2 = 50, dengan

demikian untuk kategori baik dan kurang baik mempunyai nilai sebagai

berikut :

Baik : bila total skor jawaban responden > 50 %

Kurang : bila total skor jawaban responden ≤ 50 %

E. Jenis dan Cara pengumpulan Data

1. Jenis data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Masing-masing jenis data tersebut akan disajikan sebagai

berikut :

1.1. Data primer

Data primer yaitu mengenai pengkajian, diagnosis,

perencanaan, pelaksanaan dan penilaian perawatan pasien post operasi

apendisitis.

1.2. Data sekunder

Data sekunder mengenai jumlah kasus apendisitis nasional,

dan rumah sakit.

26
2. Cara pengumpulan data

2.1. Data primer

Data primer dalam penelitian ini dikumpul melalui wawancara

dengan menggunakan kuesioner dan observasi.

2.2. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara

melihat dokumen.

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data

mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan

informasi yang diperlukan. Pengolahan data dilakukan dengan cara :

1.1. Koding

Koding adalah melakukan pengkodean data agar tidak terjadi

kekeliruan dalam melakukan tabulasi data. Koding butir jawaban

untuk pengkajian, diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian

dengan menggunakan penilaian. Nilai 1 untuk jawaban positif dan

nilai 0 untuk jawaban yang negatif.

27
1.2. Editing

Editing adalah menyeleksi data yang telah didapat dari hasil

wawancara untuk mendapatkan data yang akurat .

1.3. Skoring

Skoring adalah proses penjumlahan untuk memperoleh total

skor dari setiap butir pertanyaan

1.4. Tabulating

Tabulasi data adalah penyusunan data sedemikian rupa

sehingga memudahkan dalam penjumlahan data dan disajikan dalam

bentuk tulisan.

2. Analisis data

Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan statistik

deskriptif (analisis frekuensi) dengan sebagai berikut:

f
x= xk
n

Keterangan :

x : persentase variabel diteliti

f : kriteria penelitian terhadap responden

n : jumlah sampel

k : konstanta (100)

28
G. Penyajian Data

Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi berdasakan variabel yang diteliti disertai dengan narasi secukupnya

(parameter kunci) (STIK Avicenna, 2008).

H. Etika Penalitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan

izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini pihak RSU Provinsi

Sulawesi Tenggara. Setelah mendapat persetujuan, barulah dilakukan

penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian yang meliputi :

1. Informed concent

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti

dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subjek menolak

maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati

hak-hak subjek.

2. Anonymity

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan

nama responden pada kuesioner, tetapi pada kuesioner tersebut diberikan

kode responden.

29
3. Konfidentiality

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian

(Nursalam, 2008).

30
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografi

Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara,terletak di Ibu kota

provinsi tepatnya di jalan Dr.Ratulangi No.151 Kelurahan Kemaraya

Kecamatan Mandonga Kota Kendari lokasi ini sangat strategis mudah di

jangkau kendaraan umum.

Letak Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara dengan

batas-batas,sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Jalan Dr.Ratulangi

b. Sebelah Timur : Laboratorium Klinik

c. Sebelah Selatan : Jalan Bunga Kamboja

d. Sebelah Barat : Jalan Saranani

2. Lingkungan Fisik

Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara di bangun di atas

tanah seluas 37.020 M2 memiliki sarana dan prasarana yang terdiri fisik

seluas 11.313,66 M2 sebagian lahan belum di manfaatkan karena masih

merupakan danau rawa dan bila musim hujan tiba di tanah tersebut akan

tergenang sehingga akan berpotensi untuk perkembangan bibit penyakit.

31
3. Visi dan Misi

Visi dari Rumah Sakit Provinsi adalah terwujudnya Rumah Sakit

Pelayanan Prima di Sulawesi Tenggara.Sedangkan Misi :

A. Meningkatkan kualitas pelayanan yang cepat,tepat,bermutu,merata

dan terjangkau dengan di landasi etika profesi dalam lingkungan yang

bersih dan nyaman.

B. Meningkatkan kinerja kariyawan yang berkemampuan manajemen

untuk menujang pelayanan kesehatan yang efektif dan efesien.

4. Sarana dan Prasarana

Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara di bangun di atas

tanah seluas 37.020 M2 memiliki sarana dan prasarana yang terdiri dari

bangunan fisik seluas 11.313,66 M 2, peralatan medik dan

keperawatan,peralatan penunjang medik diagnostik serta peralatan non medik

seperti kendaraan dinas (ambulance), kendaran dinas spesialis, peralatan

kantor dan lain-lain.

Bangunan fisik terdiri dari gedung perawatan, ruang operasi, poli

umum dan poli spesialis, kesekretariatan, instalasi-instalasi. Pusat

pembangunan obat tradisional, auditorium, ruang diklat, rumah dinas serta

gedung logistik.

32
5. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit

1) Tugas Pokok

Rumah Sakit umum Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai

tugas pokok yaitu melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna

dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan yang di

laksanakan secara serasi,terpadu dengan upaya peningkatan serta

pencegahan dan melaksanakan rujukan.

2) Fungsi

Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai

fungsi sebagai berikut :

a. Menyelenggarakan pelayanan medik

b. Pelayanan dan asuhan keperawatan

c. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik

d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan

e. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan

f. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan

B.Hasil Penelitian

1. Analisis Data

33
Untuk mengetahui hasil penelitian,maka perlu di lakukan analisa

terhadap data-data yang telah di kumpulkan selama penelitian.Analisa hasil

penelitian ini di bagi atas analisis data-data umum sifatnya mendeskripsikan

karakteristik responden,sedangkan analisis variabel mendeskripsikan variabel

penelitian dengan menggunakan tehnik kuantitatif.

2. Analisis Univariat

Analisis data umum adalah suatu analisis yang mendeskripsikan

karakteristik responden berdasarkan kelompok umur,jenis kelamin,tingkat

pendidikan dan lama kerja perawat.Masing-masing karakteristik dapat di

jelaskan sebagai berikut:

a. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Di

RSU Provinsi Kendari Tahun 2011

No Umur Frekuensi Persentase %

1 22-27 11 32,3

2 28-33 15 44,1

3 34-39 5 14,7

4 40-45 3 8,9

Total 34 100

Sumber : data primer 2011

34
Berdasarkan dari tabel 1.1 menunjukkan bahwa dari 34

responden dengan kelompok umur yang paling banyak adalah yang

berumur 28-33 tahun yaitu 15 orang (44,1 %). Menyusul 22-27 tahun

yaitu 11 orang (32,3%), 34-39 tahun yaitu 5 orang (14,7%) dan paling

sedikit adalah yang berumur 40-45 tahun yaitu 2 orang (8,9%).

b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Adapun karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

sebagaimana di uraikan pada tabel 4.2 di bawah ini :

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di RSU

Provinsi Kendari Tahun 2011

No Jenis kelamin frekuensi Persentase %

1 Laki-laki 5 14,7

2 perempuan 29 85,3

Total 34 100

Sumber data primer 2011

Berdasarkan dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 30

responden yang paling banyak adalah jenis kelamin perempuan yaitu

29 orang (85,3%),dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 5

orang (14,7%).

c. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama kerja

35
Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja Di RSU

Provinsi Kendari Tahun 2011

No Lama kerja (Tahun) Frekuensi Persentase %

1 1–5 12 35,5

2 6 -10 10 29,4

3 11 - 15 12 35,3

Total 34 100

Berdasarkan dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 34

responden yang paling banyak adalah responden yang masa kerja 1-5

tahun yaitu 12 orang (35,5%) dan 11 – 15 tahun yaitu 12 orang

(35,5%) selanjutnya 6-10 tahun yaitu 10 orang (35,3%)

d. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di

RSU Provinsi Kendari Tahun 2011

No Tingkat Pendidikan frekuensi Persentase %

36
1 SPK 5 14,7

2 D III 24 70,6

3 Sarjana 5 14,7

Total 34 100

Sumber data primer 2011

Berdasarkan dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 34

responden yang merupakan jumlah pendidikan yang terbanyak adalah

DIII sebanyak 24 orang (70,6%)selanjutnya SPK yaitu 5 orang

(14,7%) dan Sarjana yaitu sebanyak 5 orang (14,7%).

e. Variabel Penelitian

a. Pengkajian Penelitian

Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengkajian Pasien

Post Operasi Apendisitis di Ruang Asoka dan Tulip RSU Provensi

Sulawesi Tenggara Tahun 2011.

No Kategori Frekuensi Persentasi %

1 Baik 19 55,9

2 Kurang 15 44,1

Total 34 100

Sumber data primer 2011

37
Berdasarkan data tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 34

responden yang melakukan pengkajian dengan kategori baik

sebanyak 19 orang (55,9%) dengan karakteristik berpendidikan S1

dengan masa kerja antara 11-15 tahun, sedangkan yang kategori

kurang melakukan pengkajian sebanyak 19 orang (44,1%)dengan

karakteristik berpendidikan SPK dengan masa kerja antara 1-5

tahun.

b. Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.7

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Diagnosa Pasien Post

Operasi Apendisitis di Ruang Asoka dan Tulip RSU Provensi

Sulawesi Tenggara Tahun 2011.

No Kategori Frekuensi Persentase %

1 Baik 16 47,0

2 Kurang 18 53,0

Total 34 100

Sumber : data primer 2011

38
Berdasarkan dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 34

responden yang melakukan penyusunan perencanaan dalam

kategori baik sebanyak 16 orang (47,0%) dengan karakteristik

berpendidikan S1 dengan masa kerja antara 11-15 tahun sedangkan

yang melakukan penyusunan perencanaan dalam kategori kurang

sebanyak 15 orang (53,0%) dengan karakteristik berpendidikan

SPK dengan masa kerja antara 1-5 tahun.

c. Perencanaan Keperawatan.

Tabel 4.8

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perencanaan

Keperawatan Pasien Post Operasi Apendisitis di Ruang Asoka dan

Tulip RSU Provensi Sulawesi Tenggara Tahun 2011.

No Kategori Frekuensi Persentase %

1 Baik 13 38,2
2 Kurang 21 61,8
Total 34 100

Sumber : data primer 2011

Berdasarkan dari tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 34

responden yang melakukan penyusunan perencanaan dalam

kategori baik sebanyak 13 orang (38,2 %) dengan karakteristik

berpendidikan S1 dan D3 dengan masa kerja antara 11-15 dan 6-10

39
tahun sedangkan yang melakukan penyusunan perencanaan dalam

kategori kurang sebanyak 21 orang (61,8 %) dengan karakteristik

berpendidikan SPK dan D3 dengan masa kerja antara 1-5 dan 6-10

tahun.

d. Pelaksanaan Keperawatan

Tabel 4.9

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelaksanaan

Keperawatan Pasien Post Operasi Apendisitis di Ruang Asoka dan

Tulip RSU Provensi Sulawesi Tenggara Tahun 2011.

No Kategori Frekuensi Persentase %

1 Baik 14 41,2

2 Kurang 20 58,8

Total 34 100

Sumber : data primer 2011

Berdasarkan dari tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 34

responden dengan pelaksanaan asuhan keperwatan dalam kategori

baik sebanyak 14 (41,2%) orang dengan karakteristik

berpendidikan S1 dan D3 dengan masa kerja antara 11-15 dan 6-10

tahun sedangkan yang melakukan pelaksanaan keperawatan dalam

kategori kurang sebanyak 20 orang (58,8%) dengan karakteristik

40
berpendidikan SPK dan D3 dengan masa kerja antara 1-5 dan 6-10

tahun.

e. Penilaian Keperawatan

Tabel 4.10

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Evaluasi

Keperawatan Pasien Post Operasi Apendisitis di Ruang Asoka dan

Tulip RSU Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2011.

No Kategori Frekuensi Persentase %

1 Baik 16 47,1

2 Kurang 18 52,9

Total 34 100

Sumber data primer 2011

Berdasarkan dari tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari 30

responden yang melakukan penyusunan evaluasi dalam kategori

baik sebanyak 16 orang (47,1%) dengan karakteristik

berpendidikan S1 dan D3 dengan masa kerja antara 11-15 dan 6-10

tahun sedangkan yang melakukan penyusunan evaluasi dalam

kategori kurang sebanyak 18 orang (52,9 %) dengan karakteristik

berpendidikan SPK dan D3 dengan masa kerja antara 1-5 dan 6-10

tahun.

C. Pembahasan

41
Adapun hasil pengolahan data tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada

pasien post operasi apendisitis di RSU Provinsi Kendari Tahun 2011 adalah sebagai

berikut :

1. Pengkajian Keperawatan

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 34 orang responden

yang melakukan pengkajian dalam kategori baik merupakan jumlah

terbanyak yakni sebanyak 19 perawat (55,9%) dan 15 orang (44,1%)

dengan pengkajian keperawatan pasien post operasi apendisitis kurang.

Selain itu juga didapatkan bahwa dari 34 orang perawat yang

melakukan pengkajian keperawatan secara subyektif yaitu sebanyak 14

orang (41,2%) sedangkan perawat yang tidak melakukan pengkajian

keperawatan secara subyektif yaitu berjumlah 20 orang (58,8%). Adapun

perawat yang melakukan pengkajian keperawatan secara objektif yaitu

sebanyak 20 orang (58,8%). sedangkan perawat yang tidak melakukan

pengkajian keperawatan secara objektif yaitu berjumlah 14 orang (41,2%).

Kondisi ini dapat saja terjadi karena dalam melakukan pengkajian,

perawat tidak melengkapi format pencatatan pengkajian pasien (buku

status pasien), perawat menilai kondisi pasien tidak secara kontinyu (pagi,

siang, malam), perawat tidak mengidentifikasi dan menetapkan masalah

pasien paska operasi serta menetapkan prioritas masalah paska operasi.

42
Selain faktor tersebut,faktor motivasi dan beban kerja perawat

ikut memberikan adil dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.motivasi

merupakan suatu proses emosi dan proses yang tidak di sadari.jadi dalam

tiap individu kebutuhan untuk memotivasi berbeda dari waktu ke waktu

kuncinya kebutuhan mana yang saat itu paling dominan.untuk

pendokumentasian asuhan keperawatan di butuhkan motivasi perawat

yang timbul sepenuhnya dari hati.sehingga untuk menimbulkan motivasi

yang baik maka perawat sendiri perlu menyadari kebutuhan dan

kepentingan pendokumentasian asuhan keperawatan.

Untuk memotivasi seorang perawat,selain kesadaran dari orang itu

sendiri,perlu orang lain yang memberi motivasi karena dengan kehadiran

orang lain akan semakin meningkatkan motivasi dalam diri perawat.dalam

hal ini sosok mananer perawat di harapkan dapat mengaplikasikan

teknik,keterampilan dan pengetahuan termasuk teori motivasi untuk

membantu perawat memperoleh apa yang mereka inginkan dari pekerjaan

perawat.(Swansburg,2005).

2. Diagnosa Keperawatan

Dari data hasil penelitian di dapatkan bahwa dari 34 orang responden

yang melakukan penegakan diagnosa keperawatan dalam kategori baik

sebanyak 16 perawat (47,0%) dan yang melakukan penegakan diagnosa

keperawatan dalam kategori kurang sebanyak 18 perawat (53,0%).

43
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kebanyakan perawat kurang

melakukan penegakan diagnosa keperawatan dengan baik Hal itu dapat

terjadi karena perawat dalam melakukan analisis data tidak

memperhitungkan faktor lain diluar masalah pasien serta dalam

kurangnya kerja sama perawat dengan pasien dalam melakukan validasi

diagnosa keperawatan.

Beban kerja perawat adalah lama dan berat ringannya suatu pekerjaan

serta banyaknya tugas yang di lakukan oleh perawat baik secara kuantitas

maupun secara kualitas.secara kuantitas menunjukkan adanya jumlah

pekerjaan,beragamnya pekerjaan yang harus di kerjakan,lamanya waktu

untuk menyelesaikan pekerjaan.secara kualitas merupakan tuntutan

penampilan kerja yang di harapkan.dalam kuesioner penelitian terdapat

permasalahan seperti dokumentasi yang tidak di lakukan,penetapan

diagnosa yang kurang lengkap,perawat hampir tidak tidak

memprioritaskan masalah keperawatan yang di dapatkan dan lain

sebagainya.

Fluktuasi beban kerja merupakan bentuk lain dari pembangkit stress

kerja.untuk jangka waktu tertentu bebannya sangat ringan dan saat-saat

lain bebannya bisa berlebihan.situasi tersebut dapat kita jumpai pada

tenaga kerja yang bekerja pada rumah sakit khususnya perawat.keadaan

yang tidak tepat tersebut dapat menimbulkan kecemasan,ketidakpuasaan

kerja dan kecenderungan meninggalkan kerja(munandar,2007).yang

44
mempengaruhi beban kerja perawat kerja adalah kondisi pasien yang

selalu berubah,jumlah rata-rata jam pearawat yang di butuhkan untuk

memberikan pelayanan langsung pada pasien serta dokumentasi asuhan

keperawatan.akibat negatif dari permasalahan ini,kemungkinan timbul

emosi perawat yang tidak sesuai yang di harapkan sebagai perawat masih

ada.beban kerja yang berlebihan ini sangat berpengaruh terhadap

produktifitas tenaga kesehatan dan tentu saja berpengaruh terhadap

produktifitas rumah sakit itu sendiri.

3. Perencanaan

Dari data hasil penelitian di dapatkan bahwa dari 34 orang responden

yang melakukan penyusunan rencana intervensi keperawatan dalam

kategori baik sebanyak 13 perawat (38,2%) serta yang melakukan

penyusunan perencanaan keperawatan dalam kategori kurang sekaligus

merupakan jumlah terbanyak yaitu sebanyak 21 perawat (61,8%).

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kebanyakan perawat kurang

melakukan perencanaan keperawatan dengan baik. kondisi ini dapat

terjadi karena dalam menyusun rencana asuhan keperawatan pasien post

operasi apendisitis, terdapat beberapa perawat yang tidak menetapkan

tujuan rencana asuhan keperawatan, penetapan rencana asuhan

keperawatan tidak melibatkan melibatkan pasien dalam membuat rencana

asuhan keperawatan serta kurangnya kerja sama dikalangan perawat.

45
Langkah ketiga dalam proses keperawatan adalah perawat

mengembangkan rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan

yang di harapkan,dengan rasional perencanaan di kembangkan

berdasarkan diagnosis keperawatan.

Menurut Rini (2002),beberapa dampak negatif yang dapat di

timbulkan oleh stress kerja dapat berupa terjadinya kekacauan hambatan

baik dalam manajemen maupun operasional kerja,mengganggu

kenormalan aktivitas kerja,menurunkan tingkat produktivitas,menurunkan

pemasukan dan keuntungan rumah sakit.selanjutnya stress kerja pada

perawat berpengaruh terhadap prestasi kerja perawat,ini sesuai dengan

penelitian sebelumnya tentang hubungan stress dengan kinerja,yaitu

hubungan balikterbalik,artinya makin tinggi tingkat stress,tantangan kerja

juga bertambah maka akan mengakibatkan prestasi kerja juga

bertambah.tetapi apabila tingat stress sudah optimal maka akan

menyebabkan gangguan kesehatan dan pada akhirnya akan menurunkan

prestasi kerja (Ilmi,2005).apabila steress mencapai titik puncak yang kira-

kira sesuai dengan kemampuan maksimum kinerja karyawan maka pada

titik ini stress tambahan cenderung tidak menghasilkan perbaikan kinerja

selanjutnya bila stress yang di alami karyawan terlalu besar,maka kinerja

karyawan dan akan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya

atau menjadi tidak mampu untuk mengambil keputusan dan perilakunya

menjadi tidak tertentu.akibat yang paling ekstrim adalah kinerja menjadi

46
nol,karyawan mengalami gangguan,menjadi sakit,dan tidak kuat lagi

untuk bekerja,menjadi putus asa,keluar atau menolak

bekerja(anonim,2007).

4. Pelaksanaan Keperawatan

Dari data hasil penelitian di dapatkan bahwa 34 orang responden yang

melakukan Pelaksanaan keperawatan dalam kategori baik sebanyak 14

perawat (41,2%) dan yang melakukan pelaksanaan keperawatan dalam

kategori kurang baik sebanyak 20 perawat (58,8%).

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kebanyakan perawat kurang

melakukan pelaksanaan keperawatan dengan baik. kondisi ini dapat

terjadi karena kurangnya kerja sama perawat dengan perawat lainnya

dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat melakukan tindakan

keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan pasien, perawat menjadi

koordinator pelayanan dan advokat bagi pasien dalam mencapai tujuan

keperawatan berdasarkan respon pasien.

Setelah perawat menyusun rencana keperawatan maka langkah

selanjutnya adalah perawat mengimplementasikan rencana asuhan

keperawatan,dengan rasional perawat mengimplementasikan rencana

asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dan

partisipasi pasien dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil

yang di harapkan.

47
Berdasarkan hasil kuesioner hasil penelitian menunjukkan bahwa

banyak perawat yang melaksanakan rencana intervensi,hal ini mungkin di

pengaruhi oleh motivasi perawat.semua orang mempunyai motivasi

namun pilihan untuk bertindak tergantung dari individu.untuk itu

motivasi harus memberikan stimulus yang baik bagi seseorang dalam

melakukan sesuatu.seorang perawatdi harapkan mempunyai motivasi

yang benar dalam melaksanakan asuhan keperawatan.setiap orang pasti

mempunyai motivasi yang berbeda-beda,walaupun berbeda tetapi

menghambat proses pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan yang

menjadi tolak ukur bagi perawat dalam bekerja.sebaliknya dengan

perbedaan motivasi akan meningkatkan kesadaran diri bahwa perawat

sebenarnya pekerjaan yang membutuhkan pelayanan yang prima bagi

pasien-pasiennya.

5. Penilaian Keperawatan

Dari data hasil penelitian di dapatkan bahwa dari 34 orang responden

yang melakukan evaluasi keperawatan dalam kategori baik sebanyak 16

orang perawat (47,1%) dan yang melakukan evaluasi keperawatan dalam

kategori kurang sebanyak 18 perawat (47,1%).

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kebanyakan perawat kurang

melakukan evaluasi keperawatan dengan baik. kondisi ini dapat terjadi

48
karena dalam melakukan penilaian keperawatan pasien apendisitis post

operasi, perawat menilai dan menyusuaikan rencana keperawatan tidak

sesuai kebutuhan pasien perawat menyusun melakukan evaluasi tidak

berkesinambungan, perawat menyusun rencana evaluasi hasil terhadap

intervensi tidak secara komprehensif, tepat waktu dan kontinyu.

Langkah terakhir dalam memberikan asuhan keperawatan adalah

perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap klien terhadap tindakan

dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar serta

perencanaan,dengan rasional praktek keperawatan merupakan suatu

proses dinamis yang mencakup berbagai perubahan data,diagnosis yaitu

perencanaan yang telah di buat sebelumnya.

Terjadinya kesenjangan pada tahap evaluasi di sebabkan oleh tingkat

pendidikan perawat.salah satu faktor yang dapat meningkatkan

produktifitas atau kinerja perawat adalah pendidikan formal

perawat.pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung

dengan pelaksanaan tugas,tetapi juga landasan untuk mengembangkan

diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada di sekitar

kita untuk kelancaran tugas.semakin tinggi pendidikan semakin

produktivitas kerja (Afrida,2005).

D. Keterbatasan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian, peneliti mengalami berbagai

keterbatasan sebagai berikut:

49
1. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Data

diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap responden berdasarkan

panduan kuesioner. Dalam hal ini data yang diperoleh lebih banyak

berdasakan subyektifitas responden. Peneliti tidak bisa menjamin

kebenaran atas jawaban yang diberikan oleh responden.

2. Peneliti juga mempunyai keterbatasan dalam jumlah variabel yang diteliti.

Masih ada variabel-variabel independen yang mempunyai hubungan

dengan variabel dependen dalam penelitian ini yang tidak diteliti karena

adanya keterbatasan biaya, waktu maupun tenaga.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian data dan pembahasan masing-masing

variabel penelitian maka di beri kesimpulan sebagai berikut :

50
a. Pengkajian penelitian pasien post operasi apendisitis di ruang Asoka

dan Tulip RSU Provensi Sulawesi Tenggara sudah baik yaitu 19 orang

(55,9 %)

b. Diagnosa keperawatan pasien post operasi apendisitis di ruang Asoka dan

Tulip RSU Provinsi Sulawesi Tenggara masih kurang yaitu 18 orang

(53,0 %)

c. Perencanaan keperawatan pasien post operasi apendisitis di ruang Asoka dan

Tulip RSU Provinsi Sulawesi Tenggara masih kurang yaitu 21 orang

(61,8 %)

d. Pelaksanaan keperawatan pasien post operasi apendisitis di ruang Asoka dan

Tulip RSU Provinsi Sulawesi Tenggara masih kurang yaitu 20 orang

(58,8 %)

e. Penilaian keperawatan pasien post operasi apendisitis di ruang Asoka dan

Tulip RSU Provinsi Sulawesi Tenggara masih kurang yaitu 18 orang

(53,0 %)

51
B. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian ini

maka dapat di sarankan sebagai berikut ini :

a. Kepada instansi Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara

perlu membuka ruang bagi para perawat untuk meningkatkan

pendidikan dan pelatihan mengenai asuhan keperawatan pasien paska

operasi apendisitis

b. Sebaiknya masyarakat, khususnya orang tua/keluarga penderita

mendukung upaya penyembuhan pasien post operasi apendisitis

dengan cara memberikan keterangan yang benar kepada perawat pada

saat pengkajian, sehingga upaya untuk menetapkan rencana dan

intervensisesuai dengan yang diharapkan.

c. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh pariabel lain

seperti tingkat pendidikan, masa kerja, umur, pelatihan, dukungan

sarana/prasarana dan lain lain

52
DAFTAR PUSTAKA

Asnil dkk, 2007 Mewaspadai Penyakit Apendisitis. Elex Media Komputindo.


Jakarta

Chandra. B, 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Buku


Kedokteran. EGC, Jakarta.

Depkes, RI, 2008. Apendisitis (online) (http: // digilib. Litbang. Depkes. go.
com, diakses tanggal 20 April 2011).

Handwashing, 2006. Apendisitis (online) (http://www.famica.com. diakses


tanggal 20 April 2011).

Lubis A, 2008. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Apendisitis. ( http:


//http://www.famica.com. diakses tanggal tanggal 20
April 2011).

Medicastor, 2006. Apendisitis dan Permasalahannya (online)


(http://http://www.famica.com. diakses tanggal tanggal 20
April 2011).

Nursalam, 2008 Konsep dan Penarapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen
Penelitian Keperawatan. Salemba Medika; Jakarta

Riduan & Akdon, 2006 Rumus dan Data Dalam Aplikasi Statistika. Alfabeta.
Bandung.

RSU Prov. Sultra, 2009. Medical Record. Kendari

Sudarmi, 2006. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pasien Terhadap Apendisitis


di RS Harapan Kita. Skripsi FKM-UI Tidak Dipublikasikan.
(online) (http//www.artikeljurnal.com.id diakses tanggal 21
April 2011)

53
STIK Avicenna, 2008. Pedoman Akademik, Kendari

Vazryan, 2010. Askep Pasien Paska Operasi. (online)


(http://digilib.litbang.depkes. go. id/go.php. diakses tanggal
22 April 2011)

54
Lampiran – 1

Surat Pernyataan Persetujuan Responden

( Informed Concent)

Dalam rangka memenuhi salah satu penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) oleh
mahasiswa dibawah ini:

Nama : Dedi

NIM : 908312910105.0149

Pekerjaan : Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan Sekolah Tinggi


Ilmu Kesehatan Avicenna

Judul : Gambaran Asuhan Keperawatan Pasien Post Operasi


Apendisitis di Ruang Asoka dan Tulip RSU Provensi
Sulawesi Tenggara Tahun 2011.

Maka saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama :
Umur :
Pekerjaan :

Menyatakan bersedia untuk diwawancarai.


Kendari,……April 2011

Mengetahui Responden

Dedi
Peneliti
(……………………………….)

55

Anda mungkin juga menyukai