PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
spesies. Namun tak jarang aktivitas seksual menjadi suatu masalah akibat dampak
dari masalah lain atau juga dapat menjadi penyebab masalah lain. Masalah
aktivitas seksual dalam rumah tangga dapat disebabkan oleh salah satu pihak
(suami atau istri) atau keduanya mengalami gangguan atau disfungsi seksual
(Nafisah, 2015). Hubungan seks atau hubungan kelamin bukan untuk prokreasi
saja seperti pada hewan, tetapi pada manusia juga untuk rekreasi, komersial,
dan status. Dan bukan hanya untuk kepuasan di ranjang tetapi untuk
“sebuah gangguan dalam proses yang memiliki karakteristik siklus respon seksual
atau rasa sakit terkait dengan hubungan seksual. Disfungsi seksual adalah
gangguan pada setiap komponen siklus respon seksual, yang menyebabkan fungsi
seksual pada tubuh seseorang melemah. Pada wanita faktor psikologis seperti
1
gejala kecemasan dibanding dengan laki-laki. Stressor pencetus kecemasan pada
hubungan seks, meliputi gangguan dalam gairah seks (libido), kemampuan untuk
untuk mencapai orgasme dan ejakulasi (Hiola, 2013). Disfungsi seksual ini dapat
disebabkan oleh berbagai gangguan dan penyakit, baik fisik maupun mental.
penyakit kronik seperti DM, anemia, kurang gizi, maupun penyakit otak dan
sumsum tulang. Selain itu dapat disebabkan oleh penyakit yang langsung secara
serta upaya pencarian pertolongan pada orang yang berusia 40-80 tahun yang
orang 82% laki-laki dan 64% wanita usia lanjut menyatakan pernah melakukan
hubungan seksual selama satu tahun terakhir. Saat dilakukan wawancara, 20%-
ereksi pada pria, dan khususnya pada wanita dilaporkan seperti tidak tertarik
2
terhadap seksual, kesulitan dalam lubrikasi, dan kesulitan untuk mencapai
organ yang tegang (rigid). Ereksi merupakan hasil dari satu interaksi yang
komplet dari faktor psikogenik, neuro endokrin, dan mekanisme vaskular yang
bekerja pada jaringan ereksi penis. Orgasmus adalah perasaan kepuasan seks
umum, yang dapat menjatuhkan ego seorang pria dan mengancam hubungan
banyak pada lelaki lebih muda dari 40 tahun, tetapi meningkat sesuai usia.
Walaupun hubungan langsung dengan proses penuaan tidak jelas, disfungsi ereksi
diasumsikan sebagai gejala proses penuaan pada laki-laki. Disfungsi ereksi diduga
DE derajat tertentu, yaitu DE total diderita sebesar 9,6%, sedang 25,2% dan
3
impotensi diperkirakan hasilnya tidak jauh berbeda (Susanto, 2011). Prevalensi
disfungsi ereksi di Indonesia belum diketahui secara tepat, diperkirakan 16% laki-
intercourse). Ejakulasi dini adalah suatu keadaan di mana seorang pria sudah
Libido ialah semua kekuatan dari dorongan seks, yakni dorongan untuk
sering dijumpai. Ejakulasi dini memengaruhi sekitar 14-30% pria berusia lebih
dari 18 tahun, 30%-40% pria yang aktif secara seksual, dan 75% pria di saat
ejakulasi dini. Menurut Carson C dan Gunn K (2006), sekitar 25%-40% dari
semua pria menderita ejakulasi dini. Beberapa sumber ahkan menyebutkan 30-
75% dari semua pria di dunia menderita ejakulasi dini (Anugroho, 2012).
4
Disfungsi seksual harus dicari penyebabnya sehingga dapat ditanggulangi
secara menyeluruh. Apabila tidak diatasi dapat menimbulkan maslaah yang lebih
besar. Disfungsi seksual mungkin terjadi seumur hidup atau didapat yang
5
BAB II
A. Anatomi Penis
tambahan, dan penis. Penis seperti kepala cendawan tetapi bagian ujungnya agak
meruncing ke depan. Penis adalah organ seks utama yang letaknya di antara kedua
pangkal paha. Panjang penis orang Indonesia dalam keadaan flaksid dengan
mengukur dari pangkal dan ditarik sampai ujung adalah sekitar 9 sampai 12
cm. Sebagian ada yang lebih pendek dan sebagian lagi ada yang lebih
6
panjang. Pada saat ereksi yang penuh, penis akan memanjang dan membesar
Bagian utama daripada penis adalah bagian erektil atau bagian yang dapat
mengecil atau flaksid dan bisa membesar sampai keras. Bila dilihat dari
kavernosadi kiri dan kanan atas, sedangkan di tengah bawah disebut korpus
spongiosa. Kedua korpus kavernosa ini diliputi oleh jaringan ikat yang
disebut tunica albuginea, satu lapisan jaringan kolagen yang padat dan di
luarnya ada jaringan yang kurang padat yang disebut fascia buck (Puspita, 2016).
B. Fisiologi Ereksi
1. Fase flasid.
Aliran vena dan arteri minimal, kadar gas darah ekual terhadap kadarnya
Peningkatan aliran darah di arteri pudenda selama tonus sistolik dan diastolik.
7
menurun sejalan dengan peningkatan tekanan. Ketika tekanan intracavernosus
meningkat melebihi tekanan diastolik, aliran hanya terjadi pada saat sistolik.
arteri pudenda interna meningkat tapi tetap lebih rendah dari tekanan sistemik.
Aliran arteri lebih rendah dari fase pengisian tapi lebih tinggi dari fase flasid.
Walaupun kanal vena biasanya tertekan, aliran vena sedikit lebih tinggi
dibandingkan pada fase flasid. Kadar gas darah mendekati kadar di arteri.
melebihi tekanan sistolik, sehingga ereksi menjadi rigid. Selama fase ini hampir
tidak ada aliran darah ke arteri cavernosus, tapi durasi yang pendek mencegah
Setelah ejakulasi, muncul tonus simpatis, sehingga otot polos sekitar sinusoid dan
kembali
kanan vena. Penis kembali pada kondisi flasid, baik besarnya maupun panjangnya
(Kharisma, 2017).
8
C.
Fase ini terdiri dari berbagai fantasi, imajinasi, khayalan tentang aktivitas
Fase ini terdiri dari perasaan subjektif tentang rangsang seksual, kenikmatan, dan
perubahan fisiologis yang menyertai. Perubahan utama pada pria adalah penis
3. Fase plateau
4. Fase orgasme
9
Fase ini merupakan puncak (climax) kenikmatan seksual yang diiringi kontraksi
ritmis dan pelepasan tegangan seksual yang kuat dan mendadak. Pada pria,
terjadi kontraksi ritmis otot-otot dasar penis, diikuti dengan ejakulasi. Pada
D. Fisiologi Ejakulasi
Ejakulasi adalah suatu proses pengeluaran sperma sebagai akhir dari aksi
membesarpenis menggembung
penis membesar
10
2. Lubrikasi : impuls saraf parasimpatik merangsang kel uretra & bulbouretra
kontraksi vas deferens & ampula sperma keluar, bercampur mukus dari kel
bulbocavernosus menekan jar erektil penis timbul tekanan ritmik yang mendorong
11
BAB II
DISFUNGSI SEKSUAL
A. Disfungsi Ereksi
yang menetap seorang pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang
atau mempertahankan ereksi yang sesuai untuk hubungan seksual disfungsi ereksi
mungkin akan benar – benar mengalaminya secara kronik. Rasa cemas daat
dapat ditimbulkan oleh keterbatasan fisik, termasuk kerusakan saraf, obat tertentu
yang enggannggu fungsi otonom, dan gangguan aliran darah ke penis (Purnomo,
2016).
satu faktor saja tetapi oleh beberapa faktor seara bersamaan. Untuk memudahkan,
12
Inflamasi Prostatis
Mekanis Penyakit peyronie
Psikogenik Ansietas, depresi, konflik rumah tangga,
degeneratif)
Trauma Fraktur penis, cedera korda spinalis, trauma
penis
Ekstra faktor Latrogenik : pembedahan pada daerah
pelvis, prostatektomi
13
dari pengobatan bedah dan pengobatan non bedah (konseling seksual dan sex
seksual. Diantara yang paling sering terjadi adalah pasien tidak dapat
antara pasien dan dokter terhadap apa yang diceritakan pasien. Banyak pasien
hanya sedikit yang peduli. Oleh karena masalah disfungsi seksual melibatkan
kedua belah pihak yaitu pria dan wanita, dimana masalah disfungsi seksual
pada pria dapat menimbulkan disfungsi seksual ataupun stres pada wanita,
begitu juga sebaliknya, maka perlu dilakukan dual sex theraphy. Baik itu
dilakukan sendiri oleh seorang dokter ataupun dua orang dokter dengan
wawancara keluhan terpisah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terapi
B. Ejakulasi Dini
14
Ejakulasi dini adalah salah satu disfungsi seksual pada lelaki yang ditandai
dengan ejakulasi yang selalu atau hampir selalu terjadi sebelum 1 menit saat
berdasrkan onset kejadiannya. Ejakulasi dini primer (sudah lama) dan ejakulasi
dini sekunder (didapat). Ejakulasi dini primer dirasakan sejak pertama kali
melakukan hubungan seksual dan akan menetap selama hidup. Ejakulasi dini
faktor psikologis dan biologis. Faktor psikologis meliputi: efek pengalaman dan
hubungan seks pertama kali, dsb), terburu-buru ingin mencapai klimaks atau
tiroid tertentu, peradangan dan infeksi prostat atau saluran kemih, ciri (traits)
15
ketergantungan narkotika dan obat (trifluoperazin) yang digunakan untuk
2012).
vagina) atau <1–2 menit setelahnya, dengan intravaginal ejaculation latency time
(IELT ) sekitar 0–2 menit. Untuk kegunaan praktis, ejakulasi primer adalah jika
ditandai oleh ejakulasi yang menetap atau berulang dengan rangsangan yang
minimal sebelum, pada saat, atau sejenak setelah penetrasi dan sebelum ejakulasi
pendek namun biasanya tidak secepat ejakulasi dini primer (Anugroho, 2012).
teknik memeras (squezze) penis oleh Masters & Johnson, yakni menghambat rasa
Pemberian obat topikal berupa lidokain-prilokain (5%) dalam bentuk krim, jel
16
atau semprot pada penis 20-30 menit sebelum persetubuhan. Kemudian
menggunakan kondom agar obat lokal tidak diserap oleh vagina. Inhibitor selektif
adalah pilihan pertama untuk pengobatan ejakulasi dini primer, diantaranya adalah
C. Ejakulasi Retrograd
kemih dan tidak keluar melalui uretra saat ejakulasi. (Linda et al, 2011) Ejakulasi
retrograde mengacu pada aliran parsial ejakulasi ke dalam kandung kemih, bukan
ejakulasi antegrade dimana air mani didorong keluar uretra. Hal ini dapat terjadi
karena baik gangguan struktural atau fungsional dari proses ejakulasi. (Anthony et
al, 2008)
Penyabab kelainan ini antara lain : diabetes, beberapa obat, termasuk obat yang
disebut vas deferens mengarah ke prostat, di mana sperma bercampur dengan air
17
mengencangkan untuk mencegah air mani masuk ke kandung kemih saat lewat ke
dalam tabung di dalam penis (uretra). Ini adalah otot yang sama yang berlaku
pada urin di kandung kemih sampai buang air kecil. Dengan retrograde ejakulasi,
otor leher kandung kemih tidak menegang dengan benar. Akibatnya sperma dapat
memasuki kandung kemih bukannya didorong keluar dari tubuh melalui penis.
seperti operasi leher kandung kemih atau operasi prostat.Efek samping obat
tertentu digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi, pembesaran prostat dan
gangguan mood. Kerusakan saraf yang disebabkan oleh kondisi medis seperti
relaksasi dari kapsul prostat (leher buli-buli). Relaksasi ini lah yang
berejakulasi tidak adaa atau volume rendah (seperti anejaculation, obstruksi dari
duktus ejakulasi atau vesikula seminalis, atau anomali kongenital, dari organ seks
ereksi atau mengalami orgasme, tapi ketika mencapai klimaks, sperma masuk ke
kandung kemih bukannya keluar melalui penis. Gejala dan tanda-tanda ejakulasi
18
retrograde antara lain: Adanya sebagian urin setelah orgasme Air mani sedikit atau
besar sperma dalam urin. (Lipshultz et al, 2007). Analisa semen untuk menilai
ejakulasi. Ejakulasi retrograde yang disebakan oleh diabetes atau operasi dapat
diobati dengan obat seperti pseudoefedrin atau imipramine ( Bhasin & Basson,
(Matthew & Keith, 2009) Prognosis kasus ini jika ejakulasi retrograde disebabkan
oleh obat, menghentikan obat akan kembali menjadi ejakulasi normal. Jika
ejakulasi retrograde disebabkan oleh operasi atau diabetes, bisa tidak dapat
Kondisi ini dapat menyebabkan infertilitas. Namun, air mani sering dapat
dikeluarkan dari kandung kemih dan dapat digunakan sebagai tehnik reproduksi
D. Hematospermia
darah pada semen. Keadaan ini seringkali membuat penderita menjadi takut dan
panik karena menduga terkena penyakit kelamin atau kanker kalamin. Insiden
19
hematospermia sangat jarang, yakni didapatkan 0,5% dari populasi yang
benigna dan dapat sembuh sendiri, terutama jika terjadi pada pria berusia
kurang dari 40 tahun, dan tanpa menderita faktor resiko, atau tidak dissrtai
dengam gejala penyakit lain. Meskipun keadaain ini benigna, namun evaluasi
adalah riwayat kanker, kelainan bawaan system urogenital dan kelainan darah
(Basuki .B ,2016).
2011).
samping itu penyebab lain, adalah aktivitas seksual yang berlebihan, atau
yang terlalu lama ), dan perlukaan prostat akibat tindakan biopsy. Penyebab lain
20
kelainan stuktur urogenitalm penyakit liver kronis dan hipertensi (Basuki .B ,
2016).
atau biopsy prostat, hal ini merupakan penyebab pada lelaki berusia di atas 40
tahun. Hematospermia yang berulang atau menetap, apalagi jika disertai dengan
demam, mengigil, berat badan menurun, dan nyeri tulang, harus dilakukan
pemeriksaan yang lebih teliti. Dimulai dari pemeriksaan prostat dan PSA, guna
mencari kemungkinan adanya keganasan prostat. Pada kelompok usia ini, tidak
perlu di perhatikan adanya infeksi atau inflamasi daerah skrotum serta isinya,
dubur dengan menilai ukuran prostat, fluktuasi, nyeri, simetri, konsistensi dan
terjadi dari waktu ke waktu, terutama untuk pasien berusia di bawah 40 tahun.
hematospermia sembuh secara spontan di lebih dari 88% pasien dengan durasi
persistensi yang lebih tinggi pada pasien dengan perdarahan vesikalinal mani,
kista midline, pelebaran vesikal mani, dan usia lebih tua dari 50 tahun, sangat
21
penting bahwa kondisi yang mendasari didiagnosis dengan benar dan ditangani
kecemasan dan stres sementara memberikan tindak lanjut dan pengamatan yang
tepat. Pembedahan harus dilakukan dan pengobatan yang tepat harus diberikan
dapat dengan aman mengelola kondisi idiopatik yang sering muncul sebagai
PSA tinggi, atau temuan yang tidak biasa selama pemeriksaan fisik.
Pasien berusia di atas 40 tahun dengan faktor risiko tinggi seperti gejala
rekuren, hematuria, atau riwayat kanker prostat diperlukan untuk mencari ahli
22
pasien dapat memilih untuk menjalani tusukan vesikular mani bilateral dan
23
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
sistem seksual melemah pada pria maupun wanita. Disfungsi seksual harus
dicari penyebabnya dan mendapatkan penangan yang tepat. Bila hal ini terjadi
dalam waktu yang lama pada seseorang akan menyebabkan gangguan psikologi
bagi penderitanya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Bambang, W. dkk. 2008. Hubungan Antara Budaya Dan Disfungsi Seksual. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan,
Surabaya. Journal Publikasi. Hal 2.
Bhasin S, Basson R. “Sexual Dysfunction in men and woman”. In: Kronenberg HM,
Melmed S, Polonsky KS, Larsen PR, eds. Williams Textbook of
Endocrinology. 12th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2011: chaf 20.
From : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/001282.htm
25
Linda J. Vorvick, et all. “Retrograde Ejaculation”. USA : University of
Washington.2011. From :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002261/
Lipshultz LI, Thomas AJ, Khera M. “Surgical management of male infertility”. In:
Campbell-Walsh Urology: 9th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2007:chap 20. From : http://www.NEJM.com/health/retrograde-
ejaculation/DS00913/DSECTION=treatments-and-drugs
Matthew Roberts, MD, FRCSC and Keith Jarvi, MD, FRCSC. “Steps in the
investigation and management of low semen volume in the infertile man”. Can
Urol Assoc J. 2009 December; 3(6): 479-485. From :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/PMC2792416/
Nafisah, F. Dkk. 2015. Kelainan dan Disfungsi Seksual. Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa Fakultas Kedokteranuniversitas Padjadjaranrumah Sakit Dr. Hasan
Sadikin Bandung. Makalah. Hal 2-4.
Yiji Suh , Jason Gandhi, Gunjan Joshi, Min Yea Lee, Steven J. Weissbart , Noel L.
Smith, Gargi Joshi , Sardar Ali Khan, 2017, Etiologic classification,
evaluation, and management of hematospermia, Translational Andrology
and Urology, Vol 6 No 5, Hal. 960.
26