Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

I. IDENTITAS PASIEN 3

II. ANAMNESIS 3

III. PEMERIKSAAN FISIK 6

III. TINJAUAN PUSTAKA 14

ANALISA KASUS 26

I. Identitas Pasien

Nama Pasien : Ny. S


Jenis Kelamin : Wanita
Tanggal Lahir : 16 Juli 1975
Usia : 42 tahun
Alamat : KP Ciwuni Pabuaran Walantaka
Nama Suami : Bpk. K
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Buruh Pabrik
No. Rekam Medis : 32.29.62
Tanggal Masuk : 16 Mei 2018 (21.34 WIB di IGD)

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukkan secara autoanamnesis di ruangan bersalin di
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Dradjat Prawiranegara pada , Rabu, 16 Mei 2018
pukul 23.00 WIB.

• Keluhan Utama : perdarahan dari jalan lahir sejak 4 jam sebelum masuk rumah
sakit.

• Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD diantar oleh suami pasien
dengan keluhan keluar perdarahan dari jalan lahir sejak 4 jam sebelum masuk
rumah sakit pada hari Rabu, 16 Mei 2018. Perdarahan keluar saat pasien bangun
dari istirahat secara terus-menerus, berwarna merah segar. Pasien mengaku
menggunakan pembalut berukuran 30 cm, dan menggantinya sebanyak 3 kali
untuk menampung perdarahan. Pasien juga mengeluhkan pusing dengan , dan
lemas. Pasien menyangkal keluarnya air atau lendir dari kemaluan, dan tidak ada
riwayat trauma.

• Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien menyangkal
adanya hipertensi, diabetes melitus, jantung, asma, dan alergi.

• Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu dan ayah dari pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi,
diabetes dan jantung.

• Riwayat Operasi
Pasien menyangkal adanya riwayat operasi sebelumnya.

• Riwayat Pengobatan
Pasien tidak mengonsumsi obat apapun untuk mengurangi perdarahan.

• Riwayat Menstruasi
o Menarche = 12 tahun
o Siklus = -/+ 28 hari, teratur
o Durasi = 5-6 hari
o Jumlah Pembalut = 3x/hari merek “Charm”
o Dysmenorrhea = (-)

• Riwayat Obstetrik
o Skor Obstetrik = G3 P2 A0

Anak

Tahun Usia Jenis Penolong Tempat


No Penyulit
Persalinan Kehamilan Persalinan Persalinan Persalinan Keadaan
Kelamin
Sekarang

Hidup
G1 2002 Aterm Spontan Paraji Dirumah - Laki – laki
Hidup
G2 2005 Aterm Spontan Paraji Dirumah - Laki - laki
Kehamilan saat ini
G3

o Riwayat Kehamilan Sekarang


Ø Hari Pertama Haid Terakhir = 3 Oktober 2017
Ø Taksiran Persalinan = 23 Juli 2018
Ø Usia Kehamilan = 28-29 minggu (berdasarkan hasil
USG)
Ø Gerakan Janin Pertama = Pada bulan ke-4
Ø Pemeriksaan Uji Kehamilan = (+) bulan November
Ø Morning Sickness = Pada bulan ke-1
Ø Pemeriksaan Antenatal (ANC) = tidak teratur (selama 7 bulan baru
3 kali)
Ø Masalah saat ANC = (-)
Ø Imunisasi = (-)
Ø Pemeriksaan USG = 1x di Rumah Sakit

• Riwayat Ginekologis
o Riwayat perdarahan diluar siklus mens = Disangkal
o Riwayat Penyakit Menular Seksual = Disangkal
o Riwayat Keputihan =Keputihan menjelang
menstruasi, tidak berbau, dan tidak berwarna coklat atau merah.
o Pemeriksaan pap smear = Belum dilakukan

• Riwayat Pernikahan dan Seksual


o Usia saat menikah = 25 tahun
o Coitarche = 25 tahun
o Jumlah Pernikahan = 2 kali
o Lama Pernikahan terakhir = 2 tahun
o Dispareunia = (-)
o Post Coital Bleeding = (-)

• Riwayat Kontrasepsi
o Pasien menggunakan pil KB sejak pernikahan pertama. Pil KB tersebut
diminum rutin, dan pasien berhenti mengkonsumsi pil KB karena ingin
memiliki anak.

• Riwayat Sosial
o Pasien menyangkal pernah mengkonsumsi rokok, alkohol dan obatan
terlarang.

III. Pemeriksaan Fisik (17/05/2018)



• Tanda – Tanda Vital

o Keadaan Umum = Sakit Sedang


o Kesadaran = Compos Mentis ( E4M6V5 )
o Tekanan Darah = 120/80
o Nadi = 78x/menit
o Pernapasan = 20x/menit
o Suhu = 36°C
o Tinggi Badan = 159
o Berat Badan
- Sebelum Hamil = 58
- Setelah Hamil = 64 kg (diukur bulan ke-
- Peningkatan Berat Badan = 6 kg

Kulit
Berwarna sawo matang, tidak sianosis.
Keseluruhan
Rambut tersebar merata, rambut lurus, berwarna
Kepala dan Rambut
hitam, kuat, tebal, lembab.
Wajah
Wajah Tidak terdapat bekas luka, tidak ada jerawat.
Bentuk dan ukuran normal, konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
Mata isokor (3mm/3mm), refleks pupil langsung (+/+) dan tidak langsung (+/+).
Pergerakan bola mata tidak ada hambatan.
Bentuk dan ukuran normal, septum nasal di tengah, tidak ada sekret, tidak ada
Hidung
perdarahan, mukosa tidak hiperemis
Telinga Bentuk dan ukuran normal, simetris, tidak ada deformitas, tidak ada serumen (-/-),

tidak ada sekret, tidak ada perdarahan, tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah
bening pre- dan post- aurikular, tidak ada nyeri tekan mastoid.
Bentuk dan ukuran normal, tidak terdapat bekas luka, tidak terdapat deformitas, tidak
Leher
teraba pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening leher.
Ketiak Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening axilaris.
TORAKS
Inspeksi Iktus cordis tidak terlihat
Iktus cordis tidak teraba di ICS V linea midclavicular
Palplasi
sinistra
Batas jantung normal:
Jantung
- Batas atas ICS III linea parasternalis sinistra
Perkusi
- Batas kiri ICS V linea midklavikularis sinistra
- Batas kanan ICS IV linea sternalis dextra
Auskultasi S1 S2 regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Bentuk dan ukuran normal, pengembangan dada simetris
dalam statis dan dinamis, tidak terdapat deformitas, tidak
Inspeksi
terdapat bekas luka, tidak terdapat kemerahan, tidak
tampak retraksi interkostalis dan supraklavikularis
Tidak ditemukan deformitas, tidak ditemukan nyeri
Paru - paru
Palplasi tekan di seluruh lapang dada, tactile vocal fremitus (+/+)
simetris di kedua lapangan paru
Perkusi Sonor pada seluruh lapang paru
Suara vesikuler simetris di kedua lapangan paru, tidak
Auskultasi
ditemukan suara wheezing dan rhonki
Simetris, hiperpigmentasi di kedua areola, tidak terdapat retraksi puting susu, tidak
Mammae
terdapat nipple discharge, tidak ditemukan massa
Tinggi fundus uteri 21 cm, teraba bulat, dan lunak.
Leopold I
Kesan: Bokong. Tafsiran Berat Janin : 1550 gram
Tahanan memanjang pada perut bagian kanan, bagian
Pemeriksaan
Leopold II kecil janin pada perut bagian kiri. Kesan: Punggung
Obstetri
kanan, ekstremitas kiri
Leopold III Teraba bulat, keras, melenting. Kesan: Kepala
Leopold IV Konvergen

Doppler DJJ: 145 kali /menit, regular


Inspekulo Tidak dilakukan
Pemeriksaan
Tidak dilakukan
Dalam
Simetris, warna palmar pucat, tidak terdapat deformitas,
tidak ditemukan bekas luka, tidak ditemukan clubbing
Superior
finger. Akral hangat, CRT <2 detik, pergerakan tidak
Ekstremitas ada hambatan.
Simetris, tidak terdapat deformitas, tidak ditemukan
Inferior bekas luka, terdapat edema di kedua tungkai, akral
hangat, CRT <2detik. Pergerakan tidak ada hambatan.

IV. Pemeriksaan Penunjang


o Laboratorium (16/05/2018)

Test Result Reference Range


Full Blood Count
Hemoglobin 9,70 g/dL 12,00 – 15,30
Hematokrit 29,30 % 35,00 – 47,00
Platelet Count 232.000 140.000 – 440.000
White Blood Cell (WBC) 8600 4.400 – 11.300
MCV 82,00 80,00 – 96,00
MCH 30,00 28,00 – 33,00
MCHC 33,10 31,00 – 36,00
Gula Darah Sewaktu 75,00 mg/dL <140 mg/dL
Imunologi / Serologi
HbsAg Negatif Negatif
Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif
Urinalisis
Warna kuning kuning

Kekeruhan jernih jernih


Berat Jenis 1,010 1,015 – 1,035
pH 6,50 4,50 – 8,00
Albumin Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Darah Samar Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Leukosit 0-1/LPB 1,00 – 4,0
Eritrosit 0-1/LPB 0-1
Epitel Positif +
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif

o Ultrasonografi (17/05/2018)
Ø Janin tunggal hidup intrauterine
Ø UK = 28 – 29 minggu
Ø TBJ = 1500 gram
Ø Plasenta di segmen bawah rahim kanan menutupi ostium uteri interna
Ø Kesan = Plasenta Previa Totalis

o Pemeriksaan CTG

Ø Baseline = 135x/menit
Ø Variabilitas = 5-20
Ø Akselerasi = (+)
Ø Deselerasi = (-)
Ø Kontraksi = Tidak dapat dinilai
Ø Kategori I

V. Resume

Pasien Ny. S berusia 42 tahun G3P2A0 hamil 28-29 minggu datang


dengan keluhan darah dari jalan lahir sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit.
Perdarahan keluar saat pasien bangun dari istirahat secara terus-menerus,
berwarna merah segar. Pasien mengaku menggunakan pembalut berukuran 30 cm,
dan menggantinya sebanyak 3 kali untuk menampung perdarahan. Pasien juga
mengeluhkan pusing dengan , dan lemas. HPHT pasien 3 Oktober 2017 dengan
taksiran persalinan 10 Juli 2018.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum akit sedang, kesadaran
kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut jantung 80x/menit, laju
pernafasan 20x/menit dengan suhu 36,5 ° C. Pemeriksaan status generalis
ditemukan konjungtiva anemis. Pemeriksaan Leopold ditemukan TFU 21 cm,
janin tunggal hidup presentasi kepala, punggung kanan, belum memasuki pintu
atas panggul. Taksiran berat janin berdasarkan tinggi fundus adalah 1550 gram
DJJ 145x/menit.
Pada pemeriksaan CTG menunjukan kategori I. Pemeriksaan USG
didapatkan janin tunggal hidup, usia kehamilan 28-29 minggu, taksiran berat janin
1500 gram dan plasenta di segmen bawah rahim kanan bawah menutupi ostium
uteri interna, kesan : plasenta previa totalis Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan anemia normositik (Hb: 9,7 g/dL ; MCV : 82)

VI. Diagnosis
Ø Ny. S usia 42 tahun G3P2A0 kehamilan 28-29 minggu belum inpartu
dengan haemorrhagic antepartum et causa plasenta previa totalis
dengan anemia normositik, janin tunggal hidup presentasi kepala.

VII. Prognosis
Quo ad Vitam = dubia ad bonam
Quo ad Functionam = dubia ad bonam
Quo ad Sananctionam = dubia ad bonam

VIII. Follow Up
17 Mei 2018

S Keluar perdarahan pervaginam pada jam 7 malam.


O KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compost Mentis
TD : 100/80
HR : 80x/menit
RR : 20x/menit
SpO2 : 98%

Konjungtiva anemis (+/+), Palmar tampak pucat


TFU 21 cm
A G3P2A0 kehamilan 28-29 minggu belum inpartu dengan haemorrhagic
antepartum et causa plasenta previa totalis dengan anemia normositik.
P RL 500 cc
Observasi TTV

18 Mei 2018

S Tidak Ada keluhan


O KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compost Mentis
TD : 110/80
HR : 80x/menit

RR : 20x/menit
SpO2 : 98%

Konjungtiva anemis (+/+), Palmar tampak pucat


TFU 21 cm
A G3P2A0 kehamilan 28-29 minggu belum inpartu dengan haemorrhagic
antepartum et causa plasenta previa totalis dengan anemia normositik.
P Observasi TTV

19 Mei 2018

S Tidak ada keluhan


O KU : Sakit sedang
Kesadaran : Compost Mentis
TD : 120/80
HR : 78x/menit
RR : 20x/menit
SpO2 : 98%

Konjungtiva anemis (+/+), Palmar tampak pucat


TFU 21 cm
A G3P2A0 kehamilan 28-29 minggu belum inpartu dengan
haemorrhagic antepartum et causa plasenta previa totalis dengan
anemia normositik.
P Dipulangkan, dan diberi resep :
Duvadilan
Folavit

III. TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Hemoragia Antepartum (HAP) adalah perdarahan yang keluar dari


organ genital, timbul saat atau lebih dari 24 minggu usia kehamilan sampai
saatnya melahirkan bayi1. Perdarahan pada kehamilan muda biasanya
disebabkan karena abortus, Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), dan mola
hidatidosa (hamil anggur), sedangkan pada kehamilan tua atau lanjut biasanya
disebabkan karena plasenta previa, solutio plasenta, dan ruptur uteri.
Perdarahan HAP yang paling penting adalah plasenta previa dan abruptio
plasenta, walaupun kedua hal tersebut bukan merupakan penyebab tersering2.
Secara garis besar perdarahan antepartum disebabkan karena permasalahan
pada plasenta (plasenta previa, solutio plasenta) dan yang bukan dari plasenta
(umumnya kelainan serviks).

Secara umum tidak ada batasan khusus mengenai tingkat keparahan


dari perdarahan antepartum, namun Royal College of Obstetricians &
Gynaecologists (RCOG) mendefinisikan tingkat keparahan perdarahan menjadi
:1

- Spotting : noda, bercak darah, yang ditemukan pada


celana dalam atau pembalut

- Minor Haemorrhage : perdarahan kurang dari 50 mL

- Major Haemorrhage : perdarahan 50 – 1000 mL , dengan tidak


ada tanda – tanda syok

- Massive Haemorrhage : perdarahan lebih dari 1000 mL, dan / atau


terdapat tanda – tanda syok.

Plasenta previa secara harafiah “previa” berasal dari kata yaitu prae
yang artinya didepan dan vias yang artinya jalan. Secara definisi plasenta
previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim (SBR)
sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri
interna. Secara normal, implantasi plasenta berada di fundus; di belakang atau
depan.

II. Epidemiologi

Plasenta previa banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi,
dan sering terjadi pada usia >30 tahun. Dalam beberapa Rumah Sakit Umum
Pemerintah melaporkan kejadian plasenta previa berkisar dari 1,7% menjadi
2,9%. Kejadian plasenta previa kira-kira 1 dari 200 persalinan dan insiden ini
dapat meningkat sekitar 1 dari 20 persalinan pada ibu dengan paritas tinggi3.

Menurut data Departmen Kesehatan (Depkes) Republik Indonesia,


plasenta previa menempati urutan ke-tiga dengan jumlah kasus 4.726 pada

tahun 2006 dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,85%4.

III. Etiologi

Secara pasti belum diketahui etiologi dari plasenta previa, namun


kemungkinan dapat terjadi karena blastokista menimpa desidua di segmen
bawah rahim. Beberapa faktor risiko terjadinya plasenta previa adalah3,5,6,7 :

1. Usia Ibu

Wanita dengan usia kurang dari 20 tahun memiliki risiko lebih tinggi
untuk mengalami plasenta previa karena endometrium yang belum matang
dan dengan usia lebih dari 35 tahun karena endometrium tumbuh kurang
subur. Sehingga usia <20 dan >35 tahun merupakan faktor risiko untuk
terjadinya plasenta previa. Risiko untuk terjadinya plasenta previa pada usia
>35 tahun sebesar 1,1% dibandingkan yang <35 tahun sebesar 0,5%. Dari
analisis bivariat didapatkan juga peningkatan usia ibu menjadi faktor risiko
karena sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan arteriole miometrium
menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga plasenta
tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk
mendapatkan aliran darah yang adekuat.

2. Riwayat Seksio Sesarea

Cedera dan luka terhadap dinding endometrium dan miometrium pada


saat SC dapat berimplikasi kepada implantasi plasenta yang rendah di uterus
dan menjadi rendah pada ostium uteri internum. Pada penelitian tahun 2006
terhadap 30.123 perempuan, insidensi terjadinya plasenta previa sebesar 1,3%
pada populasi yangmemiliki riwayat satu kali SC dan 3,4% pada populasi dua
kali atau lebih kelahiran SC. Peluang untuk terjadinya plasenta previa 2,878
kali lebih besar pada ibu dengan riwayat SC.

3. Jumlah Paritas

Penelitian pada tahun 2015 didapatkan peluang terjadinya plasenta


previa 2,085 kali lebih besar pada ibu dengan jumlah paritas >3. Seperti yang
dilaporkan oleh Tuzovic et al (2003) paritas 3 atau lebih memiliki risiko 4 kali
untuk meningkatkan kejadian plasenta previa. Meningkatnya risiko pada
multiparitas karena vaskularisasi yang berkurang dan atrofi pada desidua
akibat persalinan sebelumnya. Hal ini mengakibatkan darah ke plasenta tidak
cukup sehingga plasenta memperluas permukaanya untuk mencari bagian
dengan suplai darah terbanyak yaitu bagian segmen bawah rahim dan
menutupi jalan lahir. Dengan adanya paritas yang tinggi, akan terjadi
kecacatan endometrium pada tempat sebelumnya sehingga plasenta tidak akan
berimplantasi pada letak yang sama pada kehamilan sebelumnya sehingga
mencari tempat baru untuk berimplantasi.

4. Jumlah Abortus
Tuzovic et al (2003) menyatakan adanya riwayat abortus
meningkatkan risiko 2,22 kali untuk terjadinya plasenta previa dikehamilan
berikutnya. Mekanisme yang dapat menjelaskan karena kerusakan atau
terbentuknya jaringan endometrium akibat dilakukanya kuretase sehingga
mengganggu proses implantasi plasenta di bagian fundus uteri. Selain itu
endometrium yang telah dilakukan kuretase akan menipis sehingga diperlukan
perluasan plasenta untuk membantu mencangkupi nutrisi pada janin.

5. Kehamilan Ganda
Terdapat studi yang melaporkan angka kejadian plasenta previa
sekitar 40% lebih tinggi pada kehamilan ganda atau gemeli. Hal ini didasari
karena plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan
eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke
segmen bawah rahim dan dapat menutupi ostium uteri interna.

6. Merokok
Pembesaran plasenta telah dilaporkan akibat ibu yang mengkonsumsi
rokok dan berperan terhadap vasoaktif seperti nikotin dan hipoksia kronis
karena karbon monoksida. Hipoksia kronis menyebabkan perubahan vaskular
pada intrauterin sehingga membuat plasenta berkompensasi menjadi besar
agar mendapatkan vaskular yang lebih dan berisiko untuk menutupi ostium
interna uteri. Secara bersamaan, konsumsi kokain menyebabkan
vasokonstriksi akibat katekolamin dan vasospasm pada pembuluh darah
karena saraf simaptik. Hal ini akan membuat perfusi ke plasenta rendah dan
plasenta akan mencari tempat dan membesar sehingga berisiko untuk
menutupi os interna.

VI. Klasifikasi

Ada empat tipe dari plasenta previa berdasarkan lokasinya dengan


ostium uteri interna yaitu7 :

1. Plasenta Previa Tipe I : Disebut juga tipe low-lying yaitu dimana plasenta
berimplantasi di segmen bawah rahim tapi tidak mendekati klasifikasi
marginal. Walaupun plasenta tertanam di segmen bawah rahim mendekati
ostium interna, namun margin dari plasenta tidak mendekati tepi dari
ostium uteri interna.
2. Plasenta Previa Tipe II : Disebut juga tipe marginal plasenta previa dimana
plasenta tidak menutupi jalan lahir namun sudah berada di tepi kanalis
servikalis interna.
3. Plasenta Previa Tipe III : Disebut juga tipe partial dimana plasenta sudah
menutupi sebagian dari ositum uteri interna.
4. Plasenta Previa Tipe IV : Disebut juga tipe totalis, plasenta sudah menutupi
keseluruhan serviks.

V. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang paling menonjol adalah keluarnya perdarahan dari


pervaginam tanpa adanya rasa nyeri. Darah yang keluar dari vagina berwarna
merah segar dan biasanya baru terjadi di kehamilan setelah 28 minggu atau
akhir trimester dua ke atas. Perdarahan akan terjadi secara berulang dan akan
semakin berat volume perdarahanya dibandingkan perdarahan yang
sebelumnya.
Pada palpasi abdomen dapat ditemukan terutama pada pemeriksaan
Leopold IV dimana bagian terbawah janin atau presentasi yang masih tinggi
di atas simfisis pubis dalam akhir trimester dua ke atas. Bagian presentasi ini

diakibatkan adanya plasenta yang menghalangi janin untuk turun atau masuk
ke pintu atas panggul. Selain itu dapat juga ditemukan kelainan letak pada
janin walaupun tidak sering dikarenakan janin yang tidak dapat berotasi
secara bebas karena hambatan plasenta yang terletak di bawah uterus. Selain
itu nyeri abdomen dan tegang jarang terjadi pada plasenta previa
dibandingkan solusio plasenta.7,8

VI. Diagnosis

1. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis dapat diketahui bahwa pada plasenta
previa perdarahan terjadi secara tiba-tiba, nyeri yang minimal, tidak
diketahui penyebabnya, berulang dan banyak, serta warna darah merah
segar. Volume dari perdarahan sendiri dapat bervariasi dari minimal
hingga berat. Jumlah pembalut yang dipakai dalam sehari dapat
membantu memperkirakan volume perdarahan yang keluar. Selain itu
dapat ditanyakan muncul perdarahan pertama kali; dimana pada plasenta
previa muncul pada trimester ke-2 atau ke-3. Semakin timbul di awal
akan menentukan keparahan derajat dari plasenta previa7,8.

2. Pemeriksaan fisik :
Dapat ditemukan tanda-tanda anemia seperti konjungtiva anemis,
akral dingin, dan tanda syok bila volume cukup banyak seperti hipotensi
dan takikardi. Pada pemeriksaan Leopold ditemukan presentasi janin yang
masih tinggi atau masih di atas simfisis pubis pada trimester ke-2 akhir ke
atas. Selain itu perlu diperiksa apakah perut terasa lunak atau tegang
untuk membedakan dengan solusio plasenta. Pemeriksaan khusus
Stallworhty’s sign yaitu pada kasus plasenta previa jika kepala dari janin
di dorong ke arah pelvis maka akan terjadi penurunan dari DJJ. Hal ini
terjadi karena kompresi di plasenta dan tali pusat terutama bila plasenta
previa tipe marginal dengan lokasi di posterior. Pada pemeriksaan luar
vagina dapat ditemukan perdarahan yang keluar dari pervaginam.

Pemeriksaan dalam pada pada ibu dengan curiga plasenta previa tidak
boleh untuk dilakukan karena akan mencetuskan perdarahan yang lebih
banyak. Disarankan untuk menggunakan spekulum untuk melihat sumber
dari perdarahan dan untuk mengeksklusi sumber perdarahan lain seperti
erosi, polip, dan sebagainya. Pemeriksaan dalam hanya dapat dilakukan
saat menjelang operasi.7,8

3. Pemeriksaan penunjang :
Ultrasonogrphy (USG) menjadi gold standard untuk pemeriksaan
menegakan diagnosis plasenta previa dengan ketepatan tinggi sekitar 96-
98% pada transabdominal USG. Pada transvaginal memiliki ketepatan
sekitar 98- 100%. Selain itu dapat digunakan USG transperineal dengan
ketepatan lebih rendah sekitar 90%. MRI dapat digunakan namun
penggunaan USG lebih praktis dibandingkan MRI.9

VII. Komplikasi

1. Komplikasi ibu
Komplikasi yang sering terjadi karena adanya perdarahan adalah
anemia. Jika tidak teratasi bahkan akan mengakibatkan syok. Selain itu
kelainan pada letak plasenta sering dikaitkan dengan perlekatan plasenta
seperti plasenta akreta, increta, perkreta, karena plasenta yang
berimplantasi di segmen bawah rahim yang tipis mengakibatkan invasi
trofoblas menjadi lebih mudah masuk ke dalam lapisan miometrium
bahkan sampai perimetrium. Komplikasi ini sering terjadi pada ibu dengan
riwayat seksio sesarea.10

2. Komplikasi janin
Janin yang berada di uterus dengan plasenta previa memiliki risiko
untuk terjadinya kelainan letak karena kurangnya kebebasan janin untuk
bergerak atau rotasi. Kelahiran prematur dan gawat janin sering menjadi

komplikasi janin karena tindakan terminasi kehamilan terpaksa dilakukan


sebelum aterm untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Pelepasan
plasenta terlalu dini dan berkurangnya aliran darah plasenta ke janin
karena perdahan dapat menyebabkan hipoksia dan asfiksia, dan jika ibu
sampa mengalami syok hipovolemi akan meningkatkan risiko kematian
janin di dalam rahim.

VIII. Terapi

Tatalaksana Umum11
Ø Tidak dianjurkan pemeriksaan dalam sebelum tersedia kesiapan untuk seksio
sesarea. Dapat dilakukan pemeriksaan inspekulo secara hati-hati untuk
mengetahui sumber perdarahan.
Ø Perbaiki kekurangan cairan atau darah dengan infus cairan intravena (NaCl 0,9%
atau Ringer Laktat).
Ø Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
Ø Jika perdarahan banyak dan aktif, persiapkan seksio sesarea tanpa
memperhitungkan usia kehamilan.
Ø Jika perdarahan sedikit dan berhenti atau inaktif, dan janin hidup tetapi
premature, pertimbangkan untuk terapi ekspektatif.

Tatalaksana Khusus
a. Terapi Konservatif
Ø Syarat terapi ekspektatif:
− Kehamilan preterm dengan perdarahan minimal kemudian berhenti
dengan atau tanpa pengobatan tokolitik
− Belum ada tanda inpartu
− Keadaan umum ibu baik (kadar Hb dalam batas normal)
− Janin masih hidup dan kondisi baik

Ø Rawat inap, tirah baring dan pemberian antibiotika profilaksis.


Ø Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta.
Ø Pemberian tokolitik jika terjadi kontraksi:
−MgSO4 4 gram IV dosis awal dilanjutkan 4 gram setiap 6 jam, atau
−Nifedipin 3 x 20 mg/hari.Pemberikan tokolitik dikombinasikan dengan
bethamethason 12 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
Ø Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarate per oral 60 mg
selama 1 bulan.
Ø Pastikan tersedianya sarana transfusi.
Ø Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih
lama, ibu dapat dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah sakit
apabila terjadi perdarahan.

b. Terapi Aktif
Ø Terminasi kehamilan, bila :
−Usia kehamilan cukup bulan
−Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi kelangsungan
hidupnya
−Pada perdarahan aktif dan banyak, segera lakukan terapi aktif tanpa memandang
usia kehamilan
−Bila terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat sedikit, dengan presentasi
kepala, maka ilakukan pemecahan selaput ketuban dan persalinan per vaginam
masih memungkinkan. Apabila tidak memungkinkan, lahirkan dengan seksio
sesarea
−Bila persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan dari
tempat implantasi plasenta:
• Jahit lokasi perdarahan dengan benang,
• Pasang infus oxytocin 10 U dalam 500 ml cairan IV (NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat) dengan kecepatan 60 tpm
• Jika terjadi perdarahan pascasalin, segera lakukan penanganan yang
sesuai, seperti ligase arteri dan histerektomi.

ANALISA KASUS

Pasien Ny. S berusia 42 tahun hamil 28-29 minggu datang dengan keluhan
perdarahan secara tiba-tiba saat bangun dari istirahat, sehingga perlu dicurigai adanya
perdarahan antepartum atau hemoragik antepartum (HAP). Pada status awal diketahui
pasien hamil trimester ke-3 dan penyebab perdarahan antepartum dapat dibagi menjadi
plasenta atau ekstraplasenta, dimana sekitar 70% terjadi akibat plasenta sehingga
kemungkinan tersbesar keluhan pasien ini antara solusio plasenta atau plasenta previa.
Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan keluar perdarahan yang banyak, dan tidak
ada nyeri perut. Pada plasenta previa keluhan nyeri perut tidak terlalu dirasakan
dibandingkan solusio plasenta walaupun manifestasi klinis keluar perdarahan bisa terjadi
dikedua penyakit tersebut. Pada solusio plasenta keluhan nyeri perut dirasakan sangat
hebat dan teraba tegang pada perut. Pada pasien ini tidak teraba tegang pada perutnya.
Dari riwayat obstetri pasien didapatkan G3P2A0 dan diapatkan faktor risiko
seperti multiparitas, yang dapat membantu menegakan diagnosa kearah plasenta previa.
Pada pemeriksaan tanda vital tidak didapatkan tanda – tanda syok akibat perdarahan
tersebut namun perlu diwaspadai jika tidak ditangani lebih lanjut. Pada pemeriksaan
Leopold didapatkan janin tunggal hidup presentasi kepala dan belum masuk pintu atas
panggul (konvergen). Penemuan ini dapat dicurigai adanya plasenta yang menutupi jalan
lahir. Pemeriksaan gold standard dilakukan dengan menggunakan USG dan didapatkan
kesan plasenta di segmen bawah rahim kanan bawah menutupi ostium uteri interna
sehingga kuat mengarah ke plasenta previa totalis.
Pasien mendapat tatalaksana ekspektatif pada saat masuk ke ruang bersalin karena
belum ada tanda inpartu, janin masih dalam kondisi hidup dan baik, namun keadaan
umum ibu kurang baik karena ditemukan konjungtiva anemis serta palmar yang pucat
dan dengan kadar Hb 9,7 g/dL.

DAFTAR PUSTAKA

1. Antepartum Haemorrhage (Green-top Guideline No. 63) [Internet]. Royal


College of Obstetricians &amp; Gynaecologists. 2017 [cited 17 December
2017]. Available from: https://www.rcog.org.uk/en/guidelines- research-
services/guidelines/gtg63/
2. Calleja-Agius J, Custo R, Brincat MP, Calleja N. Placental abruption and
placenta praevia. Eur Clin Obstet Gynaecol 2006;2:121–7.
3. Satrianingrum A. ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN
DENGAN TERJADINYA PLASENTA PREVIA. Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Surabaya. 2012;:41-46.
4. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2015.
5. Husada N, Utami R, Yulianti E. RISIKO TERJADINYA PLASENTA PREVIA
PADA IBU DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESAREA. Journal Kebidanan.
2015;1(2):83-90.
6. Faiz A, Ananth C. Etiology and risk factors for placenta previa: an overview and
meta-analysis of observational studies. The Journal of Maternal-Fetal &
Neonatal Medicine. 2003;13(3):175-190.
7. Saxena R. Bedside obstetrics and gynecology. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Pub.; 2010.
8. Faiz A, Ananth C. Etiology and risk factors for placenta previa: an overview and
meta-analysis of observational studies. The Journal of Maternal-Fetal &
Neonatal Medicine. 2003;13(3):175-190.
9. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Placenta Praevia, Placenta
Praevia Accreta and Vasa Praevia: Diagnosis and Management. Green-top
Guideline No. 27. London: RCOG; 2011
10. Usta I, Hobeika E, Abu Musa A, Gabriel G, Nassar A. Placenta previa accreta:
Risk factors and complications. American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2005;193(3):1045-1049.
11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013). Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. World Health
Organization.

Anda mungkin juga menyukai