Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional
yang hebat (Brooker, 2001). Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang
dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi
pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer,
2001).

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam
atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thorax adalah
semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau
tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).

2.2 Etiologi

2.2.1 Trauma Tembus


Trauma tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakansecara direk
yang berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau atau projectile,misalnya, akan menyebabkan
kerusakan jaringan dengan“stretching dan crushing” dan cedera biasanya menyebabkan batas
luka yang sama dengan bahan yang tembus pada jaringan. Berat ringannya cidera internal yang
berlaku tergantung pada organ yang telah terkena dan seberapa vital organ tersebut.
Faktor - faktor lain yang berpengaruh adalah karakteristik dari senjata, seperti kecepatan,
size dari permukaan impak, sertadensitas dari jaringan tubuh yang terpenetrasi. Pisau biasanya
menyebabkan cidera yang lebih kecil karena ia termasuk proyektil dengan kecepatan rendah.
Luka tusuk yang disebabkan oleh pisau sebatas dengan daerah yang terjadi penetrasi.
Luka disebabkan tusukan pisau biasanya dapat ditoleransi, walaupun tusukantersebut pada
daerah jantung, biasanya dapat diselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal. Peluru
termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisamencapai kecepatan lebih dari
1800-2000 kali per detik. Proyektil dengan kecepatan yang tinggi dapat menyebabkan dapat
menyebabkan berat cidera yangsama denganseperti penetrasi pisau, namun tidak seperti pisau,
cidera yangdisebabkan oleh penetrasi peluru dapat merusakkan struktur yang berdekatandengan
laluan peluru. Ini karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringandan dengan menghasilkan
gelombang syok jaringan yang bisa bertambah luas. Tempat keluar peluru mempunya diameter
20-30 kali dari diameter peluru.

2.2.2 Trauma Tumpul


Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus, kira-kira lebih dari
90% trauma thoraks. Dua mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul:
(1) transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks dan
(2) deselerasi deferensial, yang dialami oleh organ thoraks ketika terjadinya impak.

Benturan yang secara direk yang mengenai dinding torak dapat menyebabkan luka robek
dan kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti tulang iga. Cedera thoraks dengan tekanan
yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal sehingga menyebabkan ruptur
dari organ - organ yang berisi cairanatau gas. Contoh penyebab trauma tumpul adalah kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh, dan pukulan pada dada.

2.3 Insidensi

Secara keseluruhan angka mortalitas trauma thorax adalah 10 %, dimana trauma thorax
menyebabkan satu dari empat kematian karena trauma yang terjadi diAmerika Utara. Banyak
penderita meninggal setelah sampai di rumah sakit dan banyak kematian ini seharusnya dapat
dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostik dan terapi. Kurang dari 10 % dari trauma
tumpul thorax dan hanya 15 ± 30% dari trauma tembus thorax yang membutuhkan tindakan
torakotomi. Mayoritas kasus trauma thorax dapat diatasi dengan tindakan teknik prosedur yang
akandiperoleh oleh dokter yang mengikuti suatu kursus penyelamatan kasus traumathorax.

2.4 Anatomi Rongga Thoraks

Rongga thorax dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian belakang padavertebra
thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan
berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di
anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yangmelayang. Kartilago dari 6 iga
memisahkan articulatio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk
tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas
clavicula dan di atas organ dalamabdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.Musculus
pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Musculus
latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculusgelang bahu lainnya membentuk lapisan
musculus posterior dinding posterior thorax.Tepi bawah musculus pectoralis mayor membentuk
lipatan/plika axillaris posterior. Dada berisi organ vital yaitu paru dan jantung. Pernafasan
berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada.
Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitumusculus interkostalis dan
diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui
trakea dan bronkus.Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah
danlimfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoranudara
dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke
hilus dan mediastinum bersama ± sama dengan pleura parietalis,yang melapisi dinding dalam
thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi
dengan ekspansi paru ± paru normal, hanyaruang potensial yang ada.Diafragma bagian muskular
perifer berasal dari bagian bawah iga keenamkartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari
lengkung lumbokostal, bagianmuskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus
mempersarafimotorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik
setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru ± paru selama respirasi biasa /tenang
sekitar 75%.

2.5 Kelainan Akibat Trauma Thorak

2.5.1 Trauma dinding thorax dan paru


2.5.1.1 Fraktur Iga
Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mengalami trauma, perlukaan pada
iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax
secara keseluruhan menyebabkan gangguanventilasi. Batuk yang tidak efektif untuk
mengeluarkan sekret dapat mengakibatkaninsiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara
bermakna dan disertai timbulnya penyakit paru ± paru. Fraktur sternum dan skapula secara
umum disebabkan oleh benturan langsung, trauma tumpul jantung harus selalu dipertimbangkan
bila adafraktur sternum. Yang paling sering mengalami trauma adalah iga begian tengah ( iga ke
± 4 sampai ke ± 9 ). Kompresi anteroposterior dari rongga thorax akan menyebabkan lengkung
igaakan lebih melengkung lagi kea rah lateral dengan akibat timbulnya fraktur pada titik tengah
(bagian lateral) iga. Cedera langsung pada iga akan cenderung menyebabkan fraktur dengan
pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke dalam rongga pleura dan potensial menyebabkan
cedera intratorakal seperti pneumothorax. Patah tulang igaterbawah (10 sampai 12) harus
dicurigai adanya cedera hepar atau lien. Pada penderita dengan cedera iga akan ditemukan nyeri
tekan pada palpasi dan krepitasi.Jika teraba atau terlihat adanyadeformitas harus curiga fraktur
iga. Foto Thoraks harus dibuat untuk menghilangkan kemungkinan cedera intratorakal dan bukan
untuk mengidentifikasi fraktur iga. Plester iga, pengikat iga dan bidai eksternal merupakankontra
indikasi. Yang penting adalah menghilangkan rasa sakit agar penderita dapat bernafas dengan
baik. Blok interkostal, anestesi epidural dan analgesi sistemik dapatdipertimbangkan untuk
mengatasi nyeri.
2. Flail Chest
Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengankeseluruhan
dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel padadua atau lebih tulang iga
dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen flailchest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada.Jika kerusakan parenkim paru di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan padatulang maka akan menyebabkan hipoksia yang
serius. Kesulitan utama pada kelainanFlail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin
terjadi (kontusio paru).Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan
paradoksal daridinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak
akanmenyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini
terutamadisebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dantrauma
jaringan parunya.Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting
(terbelat)dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak
secaraasimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dankrepitasi
iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosis. Dengan foto toraks akanlebih jelas karena
akan terlihat fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan
terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanyahipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga
membantu dalam diagnosis Flail Chest.Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi
adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka
pemberian cairankristoloid intravena harus lebih berhati-hati untuk mencegah kelebihan
pemberiancairan. Bila ada kerusakan parenkim paru pada Flail Chest, maka akan sangat
sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik
harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar optimal.Terapi definitif ditujukan untuk
mengembangkan paru-paru dan berupaoksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan
analgesia untuk memperbaikiventilasi. Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan
ventilator. Pencegahanhipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi serta
ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang
terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap. Penilaian hati-hati dari
frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja pernafasan akanmemberikan
suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi dan ventilasi.
3. Kontusio Paru
Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan potentially lethal
chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan berkembang sesuai waktu, tidak
langsung terjadi setelah kejadian, sehingga rencana penanganan definitif dapat berubah
berdasarkan perubahan waktu. Monitoring harusketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi
penderita yang berulang-ulang.Penderita dengan hipoksia bermakna (PaO2 < 65 mmHg atau 8,6
kPa dalam udararuangan, SaO2 < 90 %) harus dilakukan intubasi dan diberikan bantuan ventilasi
pada jam-jam pertama setelah trauma.Kondisi medik yang berhubungan dengan kontusio paru
seperti penyakit parukronis dan gagal ginjal menambah indikasi untuk melakukan intubasi lebih
awal danventilasi mekanik. Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat ditangani secara
selektif tanpa intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik. Monitoring dengan pulseoximeter,
pemeriksaan analisis gas darah, monitoring EKG dan perlengkapan alat bantu pernafasan
diperlukan untuk penanganan yang optimal. Jika kondisi penderitamemburuk dan perlu
ditransfer maka harus dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih dahulu.
4. Pneumothoraks Sederhana
Pneumotoraks disebabkan masuknya udara pada ruang potensial antara pleuraviseral dan
parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan bersamadengan pneumotoraks.
Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari pnerumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam
keadaan normal rongga toraks dipenuhioleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding
dada oleh karena adanyategangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di
dalam rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi
terjadikarena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi sehingga tidak
adaoksigenasi.Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada
perkusi hipesonor. Foto toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkandiagnosis. Terapi
terbaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5,
anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotorakshanya dilakukan observasi atau aspirasi saja,
maka akan mengandung resiko. Sebuahselang dada dipasang dan dihubungkan dengan WSD
dengan atau tanpa penghisap,dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi pengembangan
kembali paru-paru.Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan
pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyairesiko
terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampaidipasang chest
tube. Pneumotoraks sederhana dapat menjadi life thereatening tension pneumothorax, terutama
jika awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan positif diberikan. Toraks penderita
harus dikompresi sebelum penderitaditransportasi/rujuk.
5. Pneumothorax terbuka ( Sucking chest wound )
Defek atau luka yang besar pada dinding dada yang terbuka menyebabkan pneumotoraks
terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi samadengan tekanan atmosfir.
Jika defek pada dinding dada mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cenderung
mengalir melalui defek karena mempunyaitahanan yang kurang atau lebih kecil dibandingkan
dengan trakea. Akibatnyaventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan
hiperkapnia.Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa stril yang diplester hanya pada 3
sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek flutter Type Valve
dimana saat inspirasi kasa penutup akan menutup luka, mencegahkebocoran udara dari dalam.
Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka
sesegera mungkin dipasang selangdada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh
sisi luka akanmenyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura yang akan
menyebabkantension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah terpasang. Kasa
penutupsementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau Petrolotum
Gauze,sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan
dengan penjahitan luka.

6. Tension Pneumothorax
Tension pneumorothorax berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomenaventil), kebocoran
udara yang berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan
tidak dapat keluar lagi (one-way-valve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang
tidak dapat keluar lagi, maka tekanan diintrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps,
mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung
(venous return),serta akan menekan paru kontralateral.Penyebab tersering dari tension
pneumothorax adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi
tekanan positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura viseral. Tension pneumothorax
dapat timbulsebagai komplikasi dari penumotoraks sederhana akibat trauma toraks tembus
atautajam dengan perlukaan parenkim paru tanpa robekan atau setelah salah arah
pada pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis interna. Kadangkala defek atau perlukaan
pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumothorax, jikasalah cara menutup defek
atau luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings)yang kemudian akan menimbulkan
mekanisme flap-valve. Tension pneumothorax juga dapat terjadi pada fraktur tulang belakang
toraks yang mengalami pergeseran(displaced thoracic spine fractures).Diagnosis tension
pneumotorax ditegakkan berdasarkan gejala klinis, dantetapi tidak boleh terlambat oleh karena
menunggu konfirmasi radiologi. Tension pneumothorax ditandai dengan gejala nyeri dada,
sesak, distres pernafasan, takikardi,hipotensi, deviasi trakes, hilangnya suara nafas pada satu sisi
dan distensi vena leher.Sianosis merupakan manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala
antara tension pneumothorax dan tamponade jantung maka sering membingungkan pada
awalnyatetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara nafas pada hemitoraks yangterkena
pada tension pneumothorax dapat membedakan keduanya.Tension pneumothorax membutuhkan
dekompresi segera dan penanggulanganawal dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran
besar pada sela iga dua garismidclavicular pada hemitoraks yang mengalami kelainan. Tindakan
ini akanmengubah tension pneumothorax menjadi pneumothoraks sederhana (catatan
:kemungkinan terjadi pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasiulang selalu
diperlukan. Tetapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemsangan selangdada (chest tube) pada
sela iga ke 5 (garis putting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.

7. Hemothorax
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh traumatajam atau trauma tumpul.
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapatmenyebabkan terjadinya hemotoraks. Biasanya
perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi. Hemotoraks akut yang
cukup banyak sehinggaterlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber
besar. Selangdada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi
resikoterbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalammemonitor
kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan jugamemungkinkan dilakukannya
penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik.Walaupun banyak faktor
yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasioperasi pada penderita hemotoraks, status
fisiologi dan volume darah yang kelura dariselang dada merupakan faktor utama. Sebagai
patokan bila darah yang dikeluarkansecara cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila
darah yang keluar lebihdari 200 ml tiap jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan
transfusi darahterus menerus, eksplorasi bedah herus dipertimbangkan.
8. Hemothorax Masif
Hemotoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 ccdi dalam rongga
pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau
pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapatdisebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah
menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi
kadang dapat ditemukandistensi vena leher, jika disertai tension pneumothorax. Jarang terjadi
efek mekanik dari adarah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mediastinum
sehinggamenyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan
dengan adanya syok yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisidada yang
mengalami trauma.Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah
yangdilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus
cairankristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian pmeberian darah
dengangolongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan
dalam penampungan yang cocok untuk autotransfusi. Bersamaan dengan pemberian infus,sebuah
selang dada (chest tube) no. 38 French dipasang setinggi puting susu, anterior dari garis
midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura selengkapnya. Ketika kitamencurigai hemotoraks
masif pertimbangkan untuk melakukan autotransfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1.500 ml,
kemungkinan besar penderita tersebutmembutuhkan torakotomi segera. Beberapa penderita yang
pada awalnya darah yangkeluar kurang dari 1.500 ml, tetapi pendarahan tetap berlangsung.
Ini jugamamebutuhkan torakotomi.Keputusan torakotomi diambil bila didapatkan kehilangan
darah terusmenerus sebanyak 200 cc/jam dalam waktu 2 sampai 4 jam, tetapi status
fisiologi penderita tetap lebih diutamakan. Transfusi darah diperlukan selama ada indikasiuntuk
toraktomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yangdikeluarkan dengan
selang dada (chest tube) dan kehilangan darah selanjutnya harusditambahkan ke dalam cairan
pengganti yang akan diberikan. Warna darah (arteriatau vena) bukan merupakan indikator yang
baik untuk dipakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi. Luka tembus toraks di daerah
anterior medial dari garis puting susu dan luka di daerah posterior, medial dari skapula harus
disadari olehdokter bahwa kemungkinan dibutuhkan torakotomi, oleh karena
kemungkinanmelukai pembuluh darah besar, struktur hilus dan jantung yang potensial
menjaditamponade jantung. Torakotomi harus dilakukan oleh ahli bedah, atau dokter yangsudah
berpengalaman dan sudah mendapat latihan.

9. Cedera trakea dan Bronkus


Cedera ini jarang tetapi mungkin disebabkan oleh trauma tumpul atau traumatembus, manifestasi
klinisnya yaitu yang biasanya timbul dramatis, denganhemoptisis bermakna,
hemopneumothorax, krepitasi subkutan dan gawat nafas.Emfisema mediastinal dan servical
dalam atau pneumothorax dengan kebocoranudara masif. Penatalaksanaan yaitu dengan
pemasangan pipa endotrakea ( melaluikontrol endoskop ) di luar cedera untuk kemungkinan
ventilasi dan mencegah aspirasidarah, pada torakostomi diperlukan untuk hemothorax atau
pneumothorax.
B. Trauma Jantung dan Aorta
1. Tamponade JantungTamponade jantung sering disebabkan oleh luka tembus. Walaupun
demikian,trauma tumpul juga dapat menyebabkan perikardium terisi darah baik dari
jantung, pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard manusiaterdiri
dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun relatif sedikit darah yangterkumpul, namun
sudah dapat menghambat aktivitas jantung dan mengganggu pengisian jantung. Mengeluarkan
darah atau cairan perikard, sering hanya 15 mlsampai 20 ml, melalui perikardiosintesis akan
segera memperbaiki hemodinamik.Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnostik klasik
adalah adanyaTrias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri
dansuara jantung menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit didapatkan bila ruanggawat
darurat dalam keadaan berisik, distensi vena leher tidak ditemukan bilakeadaan penderita
hipovolemia dan hipotensi sering disebabkan oleh hipovolemia.Pulsus paradoxus adalah keadaan
fisiologis dimana terjadi penurunan daritekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila
penurunan tersebut lebih dari 10mmHg, maka ini merupakan tanda lain terjadinya tamponade
jantung. Tetapi tanda pulsus paradoxus tidak selalu ditemukan, lagi pula sulit mendeteksinya
dalam ruanggawat darurat. Tambahan lagi, jika terdapat tension pneumothorax, terutama sisi
kiri,maka akan sangat mirip dengan tamponade jantung.
Tanda Kussmaul (peningkatan tekanan vena pada saat inspirasi biasa) adalahkelainan paradoksal
tekanan vena yang sesungguhnya dan menunjukkan adanyatemponade jantung. PEA pada
keadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumothorax harus dicurigai adanya temponade
jantung. Pemasangan CVP dapatmembantu diagnosis, tetapi tekanan yang tinggi dapat
ditemukan pda berbagaikeadaan lain. Pemeriksaan USG (Echocardiografi) merupakan metode
non invasif yang dapat membantu penilaian perikardium, tetapi banyak penelitian
yangmelaporkan angka negatif yang lebih tinggi yaitu sekitar 50 %. Pada penderita
traumatumpul dengan hemodinamik abnormal boleh dilakukan pemeriksaan USG abdomen,yang
sekaligus dapat mendeteksi cairan di kantung perikard, dengan syarat tidak menghambat
resusitasi. Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita dengan syok
hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan danmungkin ada tamponade jantung.
Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh diperlambat untuk mengadakan
pemeriksaan diagnostik tambahan.Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard
adalah dengan perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya tamponade jantung pada
penderitayang tidak memberikan respon terhadap usaha resusitasi, merupakan indiksi
untuk melakukan tindakan perikardiosintesis melalui metode subksifoid. Tindakan alternatif lain,
adalah melakukan operasi jendela perikad atau torakotomi dengan perikardiotomi oleh seorang
ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik dilakukan diruang operasi jika kondisi penderita
memungkinkan. Walaupun kecurigaan besar besar akan adanya tamponade jantung, pemberian
cairan infus awal masih dapatmeningkatkan tekanan vena dan meningkatkan cardiac output
untuk sementara,sambil melakukan persiapan untuk tindakan perikardiosintesis melalui
subksifoid.Pada tindakan ini menggunakan plastic-sheated needle atau insersi dengan
teknik Seldinger merupakan cara paling baik, tetapi dalam keadaan yang lebih gawat, prioritas
adalah aspirasi darah dari kantung perikard. Monitoring Elektrokardiografidapat menunjukkan
tertusuknya miokard (peningkatan voltase dari gelombang T,ketika jarum perikardiosintesis
menyentuh epikardium) atau terjadinya disritmia.

2. Kontusio Miocard
Terjadi karena ada pukulan langsung pada sternum dengan diikuti memar jantung dikenal
sebagai kontusio miocard. Manifestasi klinis cedera jantung mungkin bervariasi dari petekie
epikardial superfisialis sampai kerusakan transmural. Disritmiamerupakan temuan yang sering
timbul. Pemeriksaan Jantung yaitu dengan
IsoenzimCPK merupakan uji diagnosa yang spesifik, EKG mungkin memperlihatkan perubahan
gelombang T ± ST yang non spesifik atau disritmia.
3. Trauma Tumpul Jantung
Trauma tumpul jantung dapat menyebabkan kontusio otot jantung, ruptur atrium atau ventrikel,
ataupun kebocoran katup. Ruptur ruang jantung ditandaidengan tamponade jantung yang harus
diwaspadai saat primary survey. Kadang tandadan gejala dari tamponade lambat terjadi bila yang
ruptur adalah atrium. Penderitadengan kontusio miokard akan mengeluh rasa tidak nyaman pada
dada tetapi keluhantersebut juga bisa disebabkan kontusio dinding dada atau fraktur sternum
dan/ataufraktur iga. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan inspeksi dari miokardyang
mengalami trauma.Gejala klinis yang penting pada miokard adalah hipotensi, gangguan
hantaranyang jelas ada EKG atau gerakan dinding jantung yang tidak normal pada pemeriksaan
ekokardiografi dua dimensi. Perubahan EKG dapat bervariasi dankadang menunjukkan suatu
infark miokard yang jelas. Kontraksi ventrikel perematur yang multipel, sinus takikardi yang tak
bisa diterangkan, fibrilasi atrium, bundle branch block (biasanya kanan) dan yang paling sering
adalah perubahan segmen STyang ditemukan pada gambaran EKG. Elevasi dari tekanan vena
sentral yang tidak ada penyebab lain merupakan petunjuk dari disfungsi ventrikel kanan
sekunder akibatkontusio jantung. Juga penting untuk diingat bahwa kecelakaannya sendiri
mungkindapat disebabkan adanya serangan infak miokard akut. Penderita kontusio miokard yang
terdiagnosis karena adanya kondusksi yang abnormal mempunyai resikoterjadinya disrtimia
akut, dan harus dimonitor 24 jam pertama, karena setelah intervaltersebut resiko disritmia kaan
menurun secara bermakna.
4. Ruptur Aorta (Traumatic Aortic Disruption)
Ruptur aorta traumatic sering menyebabkan kematian segera setelahkecelakaan mobil tabrakan
frontal atau jatuh dari ketinggian. Untuk penderita yangselamat, sesampainya di rumah sakit
kemungkinan sering dapat diselamatkan bilaruptur aorta dapat diidentifikasi dan secepatnya
dilakukan operasi. Penderita denganruptur aorta (yang kemungkinan bisa ditolong), baisanya
laserasi yang terjadi tidak total dan dekat dengan ligamentum arteriosum. Kontinuitas dari aorta
dipertahankanoleh lapisan adventitia yang masih utuh atau adanya hematom mediastinum
yangmencegah terjadinya kematian segera. Walaupun ada darah yang lolos ke
dalammediastinum, tetapi pada hakekatnya ini adalah suatu hematoma yang belum
pecah.Hipotensi menetap atau berulang akan ditemukan sedangkan perdarahan di tempatlain
tidak ada. Bila rupture aorta berupa transeksi aorta, maka perdarahann yangterjadi masuk ke
dalam rongga pleura dan menyebabkan hipotensi biasanya berakibatfatal dan penderita harus
dilakukan operasi dalam hitungan menit.Seringkali gejala ataupun tanda spesifik ruptur aorta
tidak ada, namun adanyakecurigaan yang besar atas riwayat trauma, adanya gaya deselerasi dan
temuanradiologis yang khas diikuti arteriografi merupakan dasar dalam penetapan
diagnosis.Angiografi harus dilakukan secara agresif karena penemuan foto thorax, terutama pada
posisi berbaring, hasilnya tidak dapat dipercaya. Apabila ditemukan pelebaranmediastinum pada
foto thorax dan diberlakukan kriteria indikasi agresif untuk pemeriksaan angiografi maka hasil
positif untuk rupture aorta adalah sekitar 3%.Angiografi merupakan pemeriksaan gold standard
tetapi TransesofagealEchokardiografi (TEE) merupakan pemeriksaan minimal invasive yang
dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis. CT helical dengan kontras saatini
merupakan cara terbaik untuk skrining cedera aorta.

C. Manifestasi Cedera Thorax Lain


1. Emfisema Subkutis
Emfisema subkutis dapat disebabkan oleh cedera airway, parenkim paru, atauyang jarang yaitu
cedera ledakan. Walaupun tidak memerlukan terapi, penyebabtimbulnya kelainan ini harus
dicari. Jika penderita menggunakan ventilasi tekanan positif , pemasangan selang dada harus
dipertimbangkan untuk dipasang pada sisiyang terdapat emfisema subkutis sebagai antisipasi
terhadap berkembangnya tension pneumothorax.
2. Crushing Injury to The Chest (Traumatic Asphyxia)
Tergencetnya thorax akan menimbulkan kompresi tiba-tiba dan sementaraterhadap vena cava
superior dan menimbulkan plethora serta petechiae yang meliputi badan bagian atas, wajah dan
lengan. Dapat terjadi edema berat, bahkan edema otak.Yang harus diterapi adalah cedera
penyerta.

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

2.7 Tatalaksana

2.7.1 Tatalaksana Primary Survey

2.7.2 Tatalaksana Operatif

Anda mungkin juga menyukai