Oleh:
G1A217020
Pembimbing:
UNIVERSITAS JAMBI
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
RENANDA ADHA ANUGRAH
UNIVERSITAS JAMBI
2018
Pembimbing
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yme, karena dengan rahmat-
nya penulis dapat menyelesaikan tugas case report session (crs) pada kepaniteraan
klinik senior bagian obstetri dan ginekologi fakultas kedokteran dan kesehatan
universitas jambi yang berjudul “G4P2A1 gravida 33-34 minggu dengan
PREECLAMPSIA BERAT + HELLP SYNDROME + IUFD”
Case Report Session (CRS) ini bertujuan agar penulis dapat memahami
lebih dalam teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior Bagian Obstetri dan Ginekologi di RSUD Raden Mattaher Jambi, dan
melihat penerapannya secara langsung di lapangan. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Ade Permana, Sp.OG (K) Fer
sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan Case Report Session (CRS) ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari semua pihak yang membacanya. Semoga tugas ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2.2 Anamnesis
Keluhan utama : Pasien tidak merasakan gerakan janin seak ± 2 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang dengan keluhan tidak merasakan gerakan janin di dalam perutna
sejak ± 2 hari SMRS. 5 hari sebelumya pasien dirawat di RS MMC kota jambi
dengan keluhan nyeri perut bagian kanan yang menjalar sampai ke pinggang dan
segera di bawa ke RS MMC, setelah dilakukan pengukuran tekanan darah ternyata
tekanan darah pasien 180/110 mmHg. Os tidak mempunyai riwayat hipertensi
sebelumnya. Di RS MMC os dirawat selama 3 hari, dan setelah keluhan
berkurang os diperbolehkan untuk rawat jalan dirumah. 1 hari setelah keluar dari
RS MMC os tidak merasakan gerakan janin dalam perutnya. Os segera di bawa ke
RSIA Annisa dan dilakukan pemeriksaan USG, dari hasil pemeriksaan USG tidak
lagi di temukan denyut jantung janin. Dan kemudian os dirujuk ke RSUD Radden
Mattaher. Demam (-), kejang (-), kepala pusing (-), pandangan mata kabur (+),
gusi berdarah (-), mimisan (-), mual (+), nyeri ulu hati (+), batuk-pilek (-), BAK
normal, BAB normal, keluar air-air dari kemaluan (-), keluar lendir bercampur
darah dari kemaluan (-). Bengkak Seluruh badan (+)
Riwayat Haid
- Menarche umur : 14 tahun
- Haid : Teratur
- Lama haid : 7 hari
- Siklus : 28 hari
- Dismenore : Ya
- Warna : Merah kehitaman
- Bau Haid : Anyir
- Fluor Albus :-
Riwayat Perkawinan
Os menikah satu kali
Riwayat Obstetri
- GPA : G4P2A1H2
- HPHT : 15-11-2017
- TP : 25-8-2018
- UK : 33-34 minggu
- ANC :-
- Imunisasi TT : -
Riwayat Persalinan
Jenis Anak Ket
Tahun Tempat Umur Penolo
No Partus Partus Kehamilan
Persalinan
ng
Penyulit J BB
K
1 1996 Rumah Aterm Normal Bidan - P 3600 H
gr
2 2006 Rumah Aterm Normal Bidan - P 3500 H
gr
3 2013 - 9 minggu - Bidan - M
4 Ini
Riwayat KB
Os menggunakan kontrasepsi KB suntik /3 bulan.
Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keturunan kembar (-)
Diabetes melitus (-), Hepatitis (-), Hipertensi (+), Penyakit Jantung
Koroner (-), TB (-).
2. Perilaku Kesehatan yang lalu
Diabetes mellitus (-), Hepatitis (-), Hipertensi (-), Penyakit Jantung
Koroner (-), TB (-).
Status Generalisata
- Kepala : normocephale, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
- Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
Pandangan kabur (+)
- THT : dalam batas normal
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thorak : pergerakan dada simetris statis dan dinamis, retraksi (-/-)
- Pulmo : vesikuler +/+, rhonki-/-, wheezing -/-
- Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : membesar (+), bising usus (+)
- Ekstremitas : akral hangat, edema tungkai +/+, sianosis -/-
Status Obstetri
Pemeriksaan luar
Inspeksi
Muka : cloasma gravidarum (-)
Leher : pembesaran vena jugularis (-)
Dada : pembesaran mammae simetris, puting susu ,menonjol,
Hiper pigmentasi areola mammae colostrum (-)
Abdomen : pembesaran perut simetris, striae gravidarum (+), linea nigra (+),
sikatrik (-), bekas luka operasi (-)
Vulva : labia mayora/minora simetris, pembengkakan kelenjar bartholini
(-)
Ekstremitas : edema (-/-/+/+)
Palpasi
Leopold I : TFU 24 cm, teraba bagian yang keras,bundar melenting.
Leopold II : Kanan : Teraba bagian-bagian kecil janin
Kiri : Teraba bagian terbesar janin
Leopold III : teraba bagian lunak tidak melenting.
Leopold IV : konvergen
2.4 PemeriksaanPenunjang
Tanggal 07-07-2018
Darah Rutin
WBC :15,26 x 103 H
RBC : 4,32 x 106
HGB : 12,5 L
HCT : 33,5 L
PLT : 51 x 103
Gula darah sewaktu : 72 mg/dl
Elektrolit
Na : 131,38 mmol/L
K : 4,66 mol/L
Cl : 103,02 mmol/L
Ca : 1,21 mmol/L
Faal Ginjal
Ur : 56 mg/dl
Kr : 1,6 mg/dl
Tanggal 08-07-2018
Faal Hati
Bilirubin total : 0,8 mg/dl
Bilirubin direk : 0,5 mg/dl
Bilirubin Indirek : 0,3 mg/dl
Protein total : 4,9 g/dl
Albumin : 2,7 g/dl
Globulin : 2,2 g/dl
SGOT : 68 U/L
SGPT : 55 U/L
Faal Ginjal
Ureum : 57 mg/dl
Kreatinin : 1,6 mg/dl
Faal Lemak
Cholesterol : 248 mg/dl
Trigliserida : 336 mg/dl
2.5 Diagnosis
G4P2A1 gravida 33-34 minggu dengan preeclampsia berat + HELLP syndrome
JTM intra uterine Preskep
2.6 Penatalaksanaan
Inj. MgSO4 40% 10 cc iv perlahan
IVFD RL + Drip MgSO4 40% 15 cc 20 ttpm
Inj. Ceftriaxone 1x1 gr
Nifedipine tab 4x10 mg
Tanggal Pukul Follow Up
07-07-18 19:00 S: Pasien tidak merasakan gerakan janin pada perut nya
Mules (+)
DJJ: - HIS: -
22:00
S: Mules (+)
DJJ: - HIS: -
Mules (+)
N: 85 x/i S: 36,4 º C
19:00
S: Pasien tidak merasakan gerakan janin pada perut nya
Mules (+)
N: 88 x/i S: 36,7 º C
DJJ: - HIS: -
N: 82 x/i S: 36,3 º C
10-08-18 09:10 S: ( - )
N: 78 x/i S: 36 º C
3.1.2. Klasifikasi
a. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan
20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca
persalinan. 5,6,7
b. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. 5,6,7
c. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang atau
koma. 5,6,7
d. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria. 5,6,7
e. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi
tanpa proteinuria. 5,6,7
G. Teori Genetik
Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami pereeklampsia, maka 26%
anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan hanya 8%
anak menantu mengalami preeklampsia. 5,6,7,8
3.2. Preeklampsia
3.2.1. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan
vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan penurunan perfusi
organ. Preeklampsia didefinisikan sebagai suatu sindrom yang dijumpai pada ibu
hamil di atas 20 minggu terdiri dari huipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa
edema.7,8,9
Sindroma ini terjadi selama kehamilan, dimana gejala klinis timbul pada
kehamilan setelah 20 minggu atau segera setelah persalinan. Diagnosis
preeklampsia berat adalah keadaan preeklampsia dengan tekanan darah sistolik
160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg, dengan atau tanpa kadar
proteinuria > 5 gr/24jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif, oliguria (produksi
urine < 500cc dalam 24 jam) disertai kenaikan kadar kreatinin plasma, terdapat
gangguan visus dan serebral, nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas
abdomen, edema paru atau sianosis, pertumbuhan janin terhambat dan sindroma
HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzym, Low Platet Count). 7,8,9
3.2.2. Epidemiologi9
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak
faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,
tingkat pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia
sekitar 3-10%, sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian
preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per 1.000
kelahiran. Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000)
mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan
Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1
Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus
(4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada
usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa,
kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia. Peningkatan
kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya
hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH. 7,8,9
3.2.4. Patofisiologi9,10,11
Etiologi dan faktor pemicu timbulnya eklampsia masih belum diketahui
secara pasti. Teori timbulnya preeklampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal,
yaitu sebab meningkatnya frekuensi pada primigravida, bertambahnya frekuensi
dengan bertambahnya usia kehamilan, terjadinya perbaikan dengan kematian janin
intrauterin, sebab timbulnya tanda-tanda preeklampsia. Itulah sebabnya kenapa
penyakit ini disebut “the disease of theories”. 9,10,11
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya
spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme
arteriolar juga ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan
darah yang meningkat merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer
agar oksigenasi jaringan tetap tercukupi. Sedangkan peningkatan berat badan dan
edema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang
interstitial belum diketahui penyebabnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa
pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin
yang tinggi dibandingkan pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium. Pada
preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. 9,10,11
3) Edema
Edema bukan merupakan syarat untuk diagnosa preeklampsia karena
edema dijumpai 60-80% pada kehamilan normal. Edema juga tidak
meningkatkan risiko hipertensi dalam kehamilan.Edema yang dijumpai
pada tangan dan muka selain pagi hari merupakan tanda patologis.
Kenaikan berat badan melebihi 1 kg per minggu atau kenaikan berat badan
yang tiba-tiba dalam 1 atau 2 hari harus dicurigai kemungkinan adanya
preeklampsia. Edema yang masif meningkatkan risiko terjadinya edema
paru terutama pada masa post partum. Pada 15-39 % kasus preeklampsia
berat tidak dijumpai edema. 9,10,11
4) Oliguria
Urin normal pada wanita hamil adalah 600-2000 ml dalam 24 jam.
Oliguria dan anuria meurpakan tanda yang sangat penting pada
preeklampsia dan merupakan indikasi untuk terjadi terminasi sesegera
mungkin. Walaupun demikian, oliguria atau anuria dapat terjadi karena
sebab prerenal, renal dan post renal. Pada preeklampsia, hipovolemia
tanpa vasokonstriksi yang berat, intrarenal dapat menyebabkan oliguria.
Kegagalan ginjal akut merupakan komplikasi yang jarang pada
preeklamspia, biasanya disebabkan nekrosis tubular, jarang karena
nekrosis kortikal. Pada umumnya kegagalan ginjal akut ditandai dengan
jumlah urin dibawah 600 ml/24 jam dan 50% dari kasus tersebut terjadi
sebagai komplikasi koagulasi intravaskular yang luas disebaban solusio
plasenta. 9,10,11
5) Kejang
Kejang tanpa penyebab lain merupakan diagnosis eklampsia, kejang
merupakan salah satu tanda dari gejala gangguan serebral pada
preeklampsia. Tanda-tanda serebral yang lain antara lain, sakit kepala,
pusing, tinnitus, hiperrefleksia, gangguan visus, gangguan mental,
parestesia dan klonus. Gejala yang paling sering mendahului kejang adalah
sakit kepala, gangguan visus dan nyeri perut atas. 9,10,11
6) Asam Urat
Korelasi meningkatnya asam urat dengan gejala-gejala kilinis dari
toksemia gravidarum mula-mula didapatkan oleh williams. Kadar asam
urat juga mempunyai korelasi dengan beratnya kelainan pada biopsi ginjal.
Kelainan patologis pembuluh darah uteroplasenta dan berkorelasi dengan
luaran janin pada preeklampsia. Hiperuricemia menyebabkan kematian
perinatal. 9,10,11
7) Gangguan Visus
Gangguan visus pada preeklampsia berat dapat merupakan flashing.
Cahaya berbagai warna, skotoma, dan kebutaan sementara. Penyebabnya
adalah spasme arteriol, iskemia dan edema retina. Tanpa tindakan operasi
penglihatan akan kembali normal dalam 1 minggu. 9,10,11
2) Preeklampsia Berat
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih
5g/24 jam. 9,10,11,12
Diagnosa preeklampsia berat ditegakkan dengan kriteria: 9,10,11,12
a) Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110
mmHg. Tekanan darah tidak menurun meskipun sudah dirawat
dirumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
c) Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
d) Kenaikan kadar kreatinin plasma.
e) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
f) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
tegangnya kapsula Glisson).
g) Edema paru-paru dan sianosis.
h) Hemolisis mikroangiopatik.
i) Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 penurunan trombosit
dengan cepat
j) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar
alanin dan aspartat aminotransferase
k) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
l) Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme,
Trombositopenia)
3.2.7 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit pre-
eklamsia adalah: 9,10,11,12
1. Mencegah kejang, perdarahan intrakranial, dan gangguan fungsi organ vital
pada ibu
2. Terminasi kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya.
3. Melahirkan bayi sehat
4. Pemulihan sempurna kesehatan ibu.
Rawat Inap
Kriteria preeklampsia ringan yang dirawat di rumah sakit yaitu: 9,10,11,12
a. Bila tidak ada perbaikan: tekanan darah, kadar proteinuria selama
2 minggu
b. Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat.
c. Kenaikan berat badan ibu ≥ 1 kg perminggu selama 2 kali
berturut-turut
- Terapi medikamentosa: Bila penderita sudah kembali menjadi
preeklampsia ringan, maka masih akan dirawat 2-3 hari lagi, baru
diizinkan pulang
- Perawatan dirumah sakit: 9,10,11,12
1) Pemeriksaan dan monitoring setiap hari terhadap gejala klinik :
a) Nyeri kepala
b) Penglihatan kabur
c) Nyeri perut kuadran kanan atas
d) Nyeri epigastrium
2) Kenaikan berat badan dengan cepat
3) Menimbang berat badan ketika masuk rumah sakit dan diikuti
setiap harinya
4) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi
setiap 2 hari.
5) Pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan lab sesuai dengan
standard yang telah ditentukan
6) Pemeriksaan ultrasound sonography (USG) khususnya
pemeriksaaan:
- Ukuran biometrik janin
- Volume air ketuban
7) Penderita boleh dipulangkan: Penderita dapat dipulangkan
apabila 3 hari bebas gejala–gejala preeklampsi berat
Perawatan Obstetrik
a. Kehamilan preterm (kehamilan antara 22 minggu sampai ≤ 37
minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif,
persalinannya ditunggu hingga aterm9,10,11,12
b. Kehamilan preterm yang tekanan darah turun selama perawatan
tetapi belum mencapai normotensif, terminasi kehamilan
dilakukan pada kehamilan 37 minggu9,10,11,12
c. Kehamilan aterm (> 37 minggu), persalinan ditunggu sampai
terjadi inpartu atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat
dilakukan secara spontan dengan mempersingkat kala II, yaitu
dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forceps. SC dilakukan
apabila ada indikasi obstetri. 9,10,11,12
2. Pre-eklamsia Berat
Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada
preeklamsia berat adalah pengelolaan cairan karena penderita preeclampsia dan
eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria.
Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat
menentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia, vasospasme,
kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary
capillary wedge pressure. 9,10,11,12
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi.
Cairan yang diberikan dapat berupa: 9,10,11,12
a) 5 % Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan : < 125
cc/jam atau
b) Infus Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse
Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc
Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi
bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc//24 jam. Diberikan
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam. 9,10,11,12
Pemberian antihipertensi
Antihipertensi diberikan jika tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan atau tekanan
diastolik ≥ 110 mmHg. 9,10,11,12
a) Antihipertensi lini pertama
Nifedipine
Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg
dalam 24 jam. Tidak boleh diberikan secara sublingual karena efek
vasodilatasi sangat cepat maka hanya boleh diberikan per oral. 9,10,11,12
b) Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside: 0,25 μg i.v./kg/menit, infuse; ditingkatkan 0,25 μg
i.v./kg/5 menit.
Diazokside: 30-60 mg mg i.v./5 menit; atau i.v infuse 10 mg/menit
dititrasi9,10,11,12
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah
Furosemide.
Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu
selama 48 jam (6 gr/12 jam IM sebanyak 4 kali) untuk pematangan paru janin.
Glukokortikoid juga diberikan pada sindroma HELLP.
Perawatan Aktif10,12,13
Terminasi kehamilan dilakukan 1-2 jam setelah pemberian MgSO4 atau setelah
terjadi stabilisasi hemodinamik. Pemberian MgSO4 diteruskan sampai 24 jam
pascapersalinan. Perawatan aktif dilakukan dengan indikasi : 10,12,13
a. Ibu
- Kehamilan > 37 minggu
- Kegagalan pada perawatan konservatif, yaitu :
1) Dalam waktu atau selama 6 jam sejak dimulai pengobatan
medisinal terjadi kenaikan TD yang persisten, atau
2) Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal tidak ada
perbaikan gejala-gejala.
- Muncul tanda dan gejala Impending Eklampsia: PE berat disertai
gejala nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah, nyeri epigastrium,
kenaikan TD yang preogresif
- Dijumpai gangguan fungsi hati/ginjal
- Diduga terjadi solusio plasenta
- Timbul inpartu, ketuban pecah, atau perdarahan
- HELLP Syndrome
b. Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distress
- Adanya tanda-tanda PJT
- NST non reaktif dan profil biofisik abnormal
- Terjadinya oligohidramnion
Manajemen persalinan
Persalinan pervaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan
cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi
dengan amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang
selama 12 jam dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila serviks masih
lancip dan tertutup terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi, atau
ada persangkaan disproporsi sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat
partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi vakum atau
cunam. Sikap dasar adalah bila kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan). Stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu dapat dicapai dalam
4-8 jam setelah salah satu atau lebih dari keadaan berupa 1.) setelah pemberian
obat anti kejang terakhir; 2.)setelah kejang terakhir; 3.) setelah pemberian obat
anti hipertensi terakhir; 4.) penderita mulai sadar (responsif dan orientasi). 10,12,13
Untuk memulai persalinan hendaknya diperhatikan hal-hal seperti kejang
sudah dihentikan dan diberikan antikejang untuk mencegah kejang ulangan,
tekanan darah sudah terkendali, dan hipoksia telah dikoreksi. 10,12,13
Pada ibu aterm namun belum inpartu, induksi persalinan dapat
dilakukan bila hasil KTG normal. Pemberian drip oksitosin dilakukan
bila nilai skor pelvik ≥5. Bila perlu, dilakukan pematangan cervix
dengan balon kateter no. 24 diisi dengan 40 cc aquadest. Pada skor
pelvik yang rendah dan kehamilan masih sangat preterm, seksio sesaria
lebih baik dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Seksio sesaria
dilakukan bila : (1) induksi persalinan gagal (6jam setelah diinduksi
tidak tercapai his yang adekuat); (2) terjadi maternal/fetal distress. 10,12,13
Pada ibu aterm yang sudah inpartu, dilakukan pemantauan kemajuan
persalinan dengan menggunakan partograf. Kemudian persalinan kala II
dipersingkat denga EV/EF. Seksio sesaria dilakukan bila: (1) terjadi
maternal/fetal distress; (2) 6jam tidak masuk fase aktif; (3)
penyimpangan partograf. 10,12,13
Seksio sesaria primer dilakukan apabila kontraindikasi persalinan
pervaginam atau usia kehamilan < 34 minggu. 10,12,13
3.2.8. Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dapat
terjadi pada ibu maupun janin/anak.8,11,12
Maternal
a) Eklampsia
Eklampsia adalah kejang grand mal akibat spasme serebrovaskular.
Kematian disebabkan oleh hipoksia dan komplikasi dari penyakit berat
yang menyertai. 8,11,12
b) Perdarahan serebrovaskular
Perdarahan serebrovaskular terjadi karena kegagalan autoregulasi aliran
darah otak pada MAP (Mean Arterial Pressure) diatas 140 mmHg. 8,11,12
c) HELLP Syndrome
d) Gagal ginjal
Diperlukan hemodialisis pada kasus yang berat.
e) Edema paru
f) Ablasio retina
g) Solusio plasenta
h) Koma
i) Trombosis vena
Kematian maternal
Munculnya satu atau lebih dari komplikasi tersebut dan muncul secara
bersamaan, merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan berapapun umur
gestasi. 8,11,12
Fetal
a) Pertumbuhan janin terhambat
Pada usia kehamilan 36 minggu, masalah utama adalah IUGR. IUGR
terjadi karena plasenta iskemi yang terdiri dari area infark.
b) Persalinan prematur
c) Perdarahan serebral
d) Pneumorhorax
e) Serebral Palsy
3.2.9. Prognosis
Kematian ibu pada preeklampsia 3x lipat dari kematian dalam obstetri dan
pada eklampsia angka kematian ibu berkisar 7-17%. Angka kematian perinatal
pada preeklampsia berkisar 10%. Prematuritas merupakan penyebab utama
kematian perinatal. Angka kejadian prematuritas pada preeklampsia paling sedikit
2x kehamilan normal. Angka kematian bayi prematur lebih kurang 22%. Kejang
merupakan faktor utama sebagai penyebab kematian ibu. Kriteria yang dapat
meningkatkan angka kematian ibu (Kriteria Eden) antara lain: 8,11,12
1. Kejang 10x atau lebih
2. Koma 6 jam atau lebih
3. Temperatur ≥39oC
4. Nadi ≥120x per menit
5. Pernafasan ≥40x per menit
6. Edema pulmonal
7. Sianosis
8. Urin ≤30ml/jam
3.3.2 Epidemiologi
Sindrom HELLP didapati pada nulipara 68% dan pada multipara 34%.
Pada nulipara usia rerata 24 tahun (16 – 40 tahun), dengan usia kehamilan rerata
32,5 minggu (24 – 36,5 minggu). Sedangkan pada multipara umur rerata 25,6
tahun (18 – 38 tahun) dengan usia kehamilan rerata 33,3 minggu (25 – 39
minggu). Gejala sindrom HELLP pada antepartum dijumpai 69%, dimana 4%
pada usia kehamilan 17-20 minggu, 11% pada usia kehamilan 21 –26 minggu, dan
selebihnya muncul pada pertengahan trimester ketiga. 31% gejala timbul pada
postpartum Pada kasus postpartum timbulnya bervariasi antara beberapa jam
sampai 6 hari setelah persalinan. Sebahagian besar muncul pada 48 jam
postpartum. Pada kelompok ini, 79% penderita sindrom HELLP telah menderita
preeklamsia sebelum persalinan. Namun 21% tidak menderita preeklamsia baik
sebelum maupun pada saat persalinan. 6,7,8,9
3.3.3 Patofisiologi
Etiologi dan patogenesis dari sindrom HELLP ini selalu dihubungkan
dengan preeklamsia, walaupun etiologi dan patogenesis dari preeklamsia sampai
saat ini juga belum dapat diketahui dengan pasti. Yang ditemukan pada penyakit
multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan
koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini
kemungkinan merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan
endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler; akibatnya terjadi
vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan
endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemia hemolitik mikroangiopati
merupakan tanda khas.1,2,6
Sindrom HELLP ini merupakan manifestasi akhir dari hasil kerusakan
endotel mikrovaskular dan aktivasi dari trombosit intravaskular.1,6,9 Sindrom ini
menyebabkan terjadinya kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi platelet
intravaskuler. Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan
serotonin, dan menyebabkan terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet,
serta kerusakan endotelial lebih lanjut. Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan
terminasi kehamilan. 6,7,8,9
Trombositopenia. Frekuensi dan keparahan trombositopenia bervariasi dan
bergantung pada keparahan dan durasi sindrom preeklamsia, serta pada frekuensi
dilakukannya pemeriksaan hitung trombosit, semakin tinggi angka kesakitan dan
kematian ibu dan janin. Pada sebagian besar kasus, disarankan untuk dilakukan
terminasi kehamilan karena trombositopenia yang terus memburuk. Setelah
persalinan, hitung trombosit dapat terus menurun pada hari pertama atau beberapa
hari pertama. Setelah itu, hitung trombosit biasanya meningkat secara progresif
hingga mencapai nilai normal, umumnya dalam 3-5 hari. Pada sindrom HELLP,
hitung trombosit terus berkurang setelah persalinan. Pada beberapa perempuan
yang tidak mencapai hitung trombosit terendah dalam 48 hingga 72 jam
pascapelahiran, sindrom preeklamsia dapat salah diduga sebagai salah satu
mikroangiopati trombotik. 6,7,8,9
Hemolisis. Preeklamsia berat sering disertai oleh tanda-tanda hemolisis
yang diukur secara semikuantitatif menggunakan kadar laktat dehidrogenase
dalam serum. Sel-sel darah merah yang mengalami hemolisis akan keluar dari
pembuluh darah yang telah rusak, membentuk timbunan fibrin. Adanya timbunan
fibrin di sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran darah hepar, akibatnya
enzim hepar akan meningkat. Proses ini terutama terjadi di hati, dan dapat
menyebabkan terjadinya iskemia yang mengarah kepada nekrosis periportal dan
akhirnya mempengaruhi organ lainnya. Bukti lain hemolisis tampak dari
gambaran sferositosis, skizositosis, dan retikulosis dalam darah tepi. Peningkatan
fluiditas membran eritrosit pada sindrom HELLP disebabkan oleh gangguan pada
kadar lipid serum. Perubahan membran eritrosit, peningkatan daya lekat, dan
agregasi dapat juga mempermudah terjadinya kondisi hiperkoagulabilitas. Terjadi
peningkatan transaminase hepar dalam serum lazim ditemukan pada preeklamsia
berat dan merupakan penanda nekrosis hepatoseluler. 6,7,8,9
Koagulasi. Perubahan ringan yang sesuai dengan koagulasi intravaskular
dan yang lebih jarang, apoptosis eritrosit lain lazim ditemukan pada preeklamsia
dan khususnya eklamsia. Beberapa perubahan ini termasuk peningkatan konsumsi
faktor VIII, peningkatan kadar fibrinopeptida A dan B serta produk degradasi
fibrin, serta penurunan kadar protein pengatur antitrombin III, serta protein C dan
S. Pemeriksaan laboratorium termasuk prothrombin time, activated pertial
thromboplastin time, dan kadar fibrinogen plasma, tidak diperlukan pada
tatalaksana penyakit hipertensi dalam kehamilan. Faktor-faktor pembekuan lain
seperti, trombofilia adalah defisiensi faktor pembekuan yang menyebabkan
kondisi hiperkoagulabilitas. 6,7,8,9
3.3.4 Klasifikasi
Ada dua klasifikasi yang dipergunakan pada sindrom HELLP, yaitu:7,8,9,10
1. Berdasarkan jumlah keabnormalan yang didapati.
Pembagian sindrom HELLP berdasarkan jumlah keabnormalan parameter yang
di dapati yaitu :
Sindrom HELLP Murni bila didapati ketiga parameter di bawah ini, yaitu :
hemolisis, peningkatan enzim hepar dan penurunan jumlah trombosit
dengan karakteristik : gambaran darah tepi dijumpainya burr cell,
schistocyte atau spherocytes ; LDH > 600 IU/L ; SGOT> 70 IU/L ;
bilirubin > 1,2 ml/dL dan jumlah trombosit < 100.000/ mm3 .
Sindrom HELLP Parsial yaitu bila dijumpainya satu atau lebih tetapi tidak
ketiga parameter sindrom HELLP. Lebih jauh lagi sindrom HELLP Parsial
dapat dibagi beberapa sub grup lagi yaitu Hemolysis (H), Low Trombosit
counts (LP), Hemolysis + low trombosit counts (H+LP), hemolysis +
elevated liver enzymes (H+EL).
2. Berdasarkan jumlah dari trombosit.
Martin (1991) mengelompokkan penderita sindrom HELLP dalam 3 kelas
yaitu : 7,8,9,10
a. Hemolisis
Gambaran hapusan darah tepi sebagai parameter terjadinya hemolisis,
adalah dengan didapatinya burr cell dan atau schistocyte, dan atau helmet cell.
Gambaran ini merupakan gambaran yang spesifik terjadinya hemolisis pada
sindrom HELLP. Proses hemolisis pada sindrom HELLP oleh karena kerusakan
dari sel darah merah intravaskuler, menyebabkan hemoglobin keluar dari
intravaskuler. Lepasnya hemoglobin ini akan terikat dengan haptoglobin, dimana
kompleks hemaglobin-haptoglobin akan dimetabolisme di hepar dengan cepat.
Hemoglobin bebas pada sistim retikuloendotel akan berubah menjadi bilirubin.
Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan terjadinya hemolisis. Pada wanita hamil
normal kadar bilirubin berkisar 0,1 – 1,0 mg/ dL. Dan pada sindrom HELLP kadar
ini meningkat yaitu > 1,2 mg/dL. Hemolisis intravaskuler menyebabkan sumsum
tulang merespon dengan mengaktifkan proses eritropoesis, yang mengakibatkan
beredarnya sel darah merah yang imatur. Sel darah merah imatur ini mudah
mengalami destruksi, dan mengeluarkan isoenzim eritrosit. Isoenzim ini akan
terikat dengan plasma lactic dehidrogenase (LDH). Kadar LDH yang tinggi juga
menunjukkan terjadinya peroses hemolisis. Pada wanita hamil normal kadar LDH
berkisar 340 – 670 IU/L. Dan pada sindrom HELLP kadar ini meningkat yaitu >
600 IU/L.9,10,11,12
3.3.8 Komplikasi
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%. 1-25%
berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, acute respiratory distress
syndrome, kegagalan hepatorenal, edema paru, heatom subkapsular, dan ruptur
hati. Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta,
hipoksia intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa
pertumbuhan janin terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom gangguan
pernapasan (RDS). 1,6,12,13
3.3.9 Prognosis
Penderita sindrom HELLP mempunyai kemungkinan 19 – 27 % untuk
mendapat risiko sindrom ini pada kehamilan berikutnya. Dan mempunyai resiko
sampai 43% untuk mendapat preeklamsia pada kehamilan berikutnya. Sindrom
HELLP kelas I merupakan resiko terbesar untuk berulangnya sindrom ini pada
kehamilan selanjutnya. Penderita dengan normotensif sebelum menderita sindrom
HELLP mempunyai kemungkinan 19% untuk terjadinya preeklamsia, 27% terjadi
kelainan hipertensi lainnya dan 3% terjadi sindrom HELLP pada kehamilan
berikutnya. Tetapi bila penderita sindrom HELLP dengan riwayat kronik
hipertensi sebelumnya, maka 75% akan terjadi preeklamsia dan 5% kemungkinan
terjadi sindrom HELLP pada kehamilan berikutnya. Angka kematian ibu pada
sindrom HELLP 1,1 %. Dengan komplikasi seperti DIC (21%), solusio plasenta
(16%), gagal ginjal akut ( 7,7%), edema pulmonum (6%), hematom hepar
subkapsular (0,9%) dan ablasi retina (0,9%). Isler dkk (1999) melaporkan
penyebab kematian ibu pada sindrom HELLP adalah perdarahan intrakranial atau
stroke ( 45%), gagal jantung paru (40%), DIC (39%), sindrom gagal nafas (28%),
gagal ginjal (28%), perdarahan hepar atau ruptur (20%) dan ensefalopati hipoksia
(16%). 60% dari kematian ibu dengan sindrom HELLP kelas I. Angka morbiditas
dan mortalitas pada bayi berkisar 10 – 60% tergantung dari keparahan penyakit
ibu. Bayi yang ibunya menderita sindrom HELLP akan mengalami pertumbuhan
janin terhambat (PJT) dan sindrom kegagalan pernafasan. Angka kematian bayi
5,5 %, dari 269 bayi dengan ibu sindrom HELLP. Hampir 90% penyebab
kematian karena sindrom gagal nafas. Morbiditas dan mortalitas bayi tergantung
dari usia kehamilan daripada ada atau tidaknya sindrom HELLP.12,13,14
4.2 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus ini:
- Diberikan MgSO4 40% 4 gram bolus IV dilanjutkan drip MgSO4 40% 6 gram
dalam RL 500 cc gtt 28 tetes/menit bertujuan untuk mencegah kejang dengan cara
kerja menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf
dengan menghambat transmisi neuromuskular sehingga terjadi kompetitif
inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium.7,11,12
- Nifedipin 4x10 mg. Obat ini bekerja menghambat influx kalsium ke dalam sel
otot polos arteri.Nifedipin bersifat lebih selektif sebagai vasodilator dan
mempunyai efek depresi jantung yang lemah jika dibandingkan dengan obat
golongan CCB lainnya.
- Penggunaan kombinasi nifedipin 10 mg dan metildopa 500 mg efektif dalam
menurunkan tekanan darah dalam pengelolaan kasus preeklampsia berat dengan
kompikasi maternal yang minimal.11,12,14
- Penggunaan Misoprostol 200 mcg dapat digunakan untuk pengeluaran janin atau
efektif untuk induksi persalinan karena dapat mematangkan serviks dan memacu
kontraksi miometrium sehingga dianjurkan untuk ibu hamil dengan serviks yang
belum matang. 12,15,16
- Pemasangan kateter foley pada pasien ini bertujuan untuk memantau cairan yang
keluar dari tubuh karena ditakutkan terjadi oliguria (produksi urin <30 cc/jam
dalam 2-3jam atau <500 cc/24jam).2, 9,10
BAB V
KESIMPULAN