Anda di halaman 1dari 42

`BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan
keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan
untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Anestesia berasal dari bahasa Yunani an-
"tanpa" dan aesthesis, "rasa, sensasi.Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada
awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama dan
sesudah pembedahan. Analgetik adalah obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri
tanpa disertai hilangnya perasaan secara total.1,2
Secara umum anestesi dibagi menjadi dua, yang pertama anestesi total atau umum,
yaitu hilangnya kesadaran secara total dan anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada
bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf
yang berhubungan dengannya.1
Sebelum dilakukan anestesi, perlu penilaian dan persiapan pra anestesi.Persiapan
prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab-sebab terjadinya
kecelakaan anestesia.Tujuan utama kunjungan pra anestesi ialah untuk mengurangi
angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan.Trias anestesi terdiri dari analgesia, hypnosis dan arefleksia atau
relaksasi. Akan tetapi tindakan anesthesia tidak selalu mencakup ketiga komponen
tersebut, bergantung pada jenis pembedahan yang akan dilakukan.1,2
Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan cara anestesi adalah umur, status fisik,
posisi pembedahan, keterampilan dan kebutuhan dokter pembedah, keterampilan dan
pengalaman dokter anestesiologi dan keinginan pasien.2
Sekitar 75% hernia terjadi disekitar lipat paha,berupa hernia inguinal
direk,indirek,serta hernia femoralis, hernia insisional 10%,hernia ventralis 10%, hernia
umbilikalis 3% dan hernia lainnya sekitar 3%. Hernia disebut hernia inkarserata bila
isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat
kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya terjadi gangguan passaseatau vaskularisasi.
Secara klinis, istilah hernia inkaserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponible yang
disertai gangguan passase. 1

1
Operasi darurat hernia inkaserata merupakan operasi terbanyak nomor dua
setelah operasi darurat apendisitis akut. Selain itu,hernia inkaserata merupakan
penyebab obstruksi usus nomor satu di indonesia.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anestesi Umum


2.1.1 Definisi
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible).2

2.1.2 Indikasi dan kontraindikasi Anestesi Umum


Indikasi
1. Pada bayi dan dan anak usia muda
2. Pada orang dewasa yang memilih anestesi umum
3. Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa
4. Pembedahannya luas atau ekstensif
5. Posisi pembedahan seperti miring, tengkurap, duduk atau litotomi
6. Penderita sakit mental
7. Pembedahan yang berlangsung lama
8. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
9. Riwayat penderita toksik atau alergi obat anestesi lokal
10. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia2

Kontra Indikasi Anestesi Umum2


Tergantung dari efek farmakologi obat anestetika terhadap organ tubuh, misalnya
pada kelainan
1. Jantung : Hindarkan pemakaian obat-obat yang mendepresi miokard atau
menurunkan aliran darah koroner.
2. Hepar : Hindarkan obat yang toksis terhadap hepar atau dosis obat diturunkan.
3. Ginjal : Hindarkan atau seminim mungkin pemakaian obat-obat yang dieksresi
melalui ginjal
4. Paru : Hindarkan obat-obat yang menaikkan sekresi dalam paru
5. Endokrin : Hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis
pada diabetes penyakit base dow, karena bisa menyebabkan peninggian gula
darah.

3
2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Anestesi Umum
1) Kelebihan anestesi umum adalah sebagai berikut;
1. Mengurangi kesadaran dan ingatan pasien intraoperatif
2. Memungkinkan relaksasi otot yang tepat untuk waktu yang lama
3. Memfasilitasi kontrol lengkap jalan nafas, pernapasan, dan sirkulasi
4. Dapat digunakan dalam kasus kepekaan terhadap agen anestesi lokal
5. Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi telentang
6. Dapat disesuaikan dengan mudah dengan prosedur durasi atau jangkauan yang
tidak dapat diprediksi.
2) Kekurangan anestesi umum meliputi:
1. Membutuhkan peningkatan kompleksitas perawatan dan biaya yang terkait
2. Membutuhkan beberapa tingkat persiapan pasien pra operasi
3. Dapat menyebabkan fluktuasi fisiologis yang memerlukan intervensi aktif
4. Berhubungan dengan komplikasi yang kurang serius seperti mual atau muntah,
sakit tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan tertunda kembali ke fungsi
mental normal.
5. Berhubungan dengan hipertermia ganas, kondisi otot bawaan yang jarang
diwariskan dimana paparan beberapa (tapi tidak semua) agen anestesi umum
menghasilkan kenaikan suhu akut dan berpotensi mematikan, hiperkarbia,
asidosis metabolik, dan hiperkalemia.
Dengan kemajuan modern dalam pengobatan, teknologi pemantauan, dan sistem
keamanan, serta penyedia anestesi terdidik tinggi, risiko yang disebabkan oleh anestesi
pada pasien yang menjalani operasi rutin sangat kecil. Kematian akibat anestesi umum
dikatakan terjadi pada tingkat di bawah 1: 100.000. Komplikasi minor terjadi pada
tingkat predikabel, bahkan pada pasien yang sebelumnya sehat.2

2.1.4 Efek Samping Anestesi


Kombinasi agen anestesi yang digunakan untuk anestesi umum sering
menimbulkan gejala klinis berikut:
1. Tidak berespons terhadap rangsangan yang menyakitkan
2. Tidak dapat mengingat apa yang terjadi (amnesia)
3. Depresi atau tidak mampu mempertahankan produksi jalan napas yang memadai
hingga ketidakmampuan melakukan ventilasi spontan akibat kelumpuhan otot
4. Depresi kardiovaskular sehingga cenderung bradikardi dan hipotensi.

4
2.1.5 Komponen Anestesia2
Komponen anestesia yang ideal (trias anestesi) terdiri dari :
(1) Hipnotik, Hipnotik didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran,
isofluran, sevofluran).
(2) Analgesia, Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu
(3) Relaksasi otot, Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus
otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan.

2.1.6 Stadium Anestesia2


Gillespie (1943) menyempurnakan stadium-stadium menurut Guedel (1920) yang
membagi anestesi umum dengan eter kedalam 4 stadium yaitu:
a) Stadium I (analgesi) dimuai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya
kesadaran pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat
analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan seperti pencabutan
gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini.
b) Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran
dan refleksi bulu mata sampai pernapasan kembali teratur pada stadium ini
terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien
tertawa, berteriak, menangis, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne dan
hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan alvi dan muntah.
Stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan kematian.
c) Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai
pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu:
Plana I : pernapasan teratur dan spontan, dada dan perut seimbang, terjadi
gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya
ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada dan belum
tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna.
Plana 2 : pernapasan teratur dan spontan, perut dan volume dada tidak menurun,
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak terfiksasi ditengah, pupil
midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang dan refleks laring
hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.
Plana 3 : pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriassis dan sentral, refleks laring dan peritoneum
tidak ada, relaksaai otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).

5
Plana 4 : pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis
total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan
kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat
menurun).
d) Stadium IV (paralisis medulla oblongata) dimulai dengan melemahnya
pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah
tidak dapat diukur, denyut jantung berhenti dan akhirnya terjadi kematian.
Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan
buatan.

2.1.7 Persiapan Pre-anestesia1


I. Persiapan mental dan fisik pasien
1. Anamnesis
 Identitas pasien, misalnya : nama, umur, alamat
 Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang mungkin dapat
menjadi penyulit dalam anestesia seperti penyakit alergi, diabetes
mellitus, penyakit paru kronik, penyakit jantung dan hipertensi, penyakit
hati dan penyakit ginjal.
 Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin dapat
menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestesi.
 Riwayat operasi dan anestesia yang pernah dialami, berapa kali dan selang
waktunya, serta apakah pasien mengalami komplikasi saat itu.
 Riwayat alergi makanan seperti susu
2. Pemeriksaan fisik
 Tinggi dan berat badan untuk mmemperkirakan dosis obat, terapi cairan
yang diperlukan dan jumlah urin selama dan pasca bedah.
 Kesadaran umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, tekanan darah, frekuensi
nadi, pola dan frekuensi pernafasan.
 Pemeriksaan saluran pernafasan; batuk-batuk, sputum, sesak nafas, tanda-
tanda sumbatan jalan nafas, pemakaian gigi palsu, trismus, persendian
temporo mandibula.
 Tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskuler; dispnu atau ortopnu,
sianosis

6
 Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites yang dapat
membuat tekanan intra abdominal meningkat sehingga dapat menyebabkan
regurgitasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
 Darah : Hb, leukosit, golongan darah, hematokrit, masa pembekuan, masa
perdarahan, hitung jenis leukosit
 Urine : protein, reduksi, sedimen
 Foto thoraks
 EKG : terutama pada pasien diatas 40 tahun karena ditakutkan adanya
iskemia miokard
 Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru
 Fungsi hati pada pasien ikterus
 Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
 Analisa gas darah, elektrolit pada ileus obstruktif
II. Perencanaan anastesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien
dalam keadaan bugar, sedangkan pada operasi cito penundaan yang tidak perlu harus
dihindari.

III. Klasifikasi status fisik3


Klasifikasi yang digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang berasal dari
The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi sebagai berikut :
ASA 1 : pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain
penyakit yang akan dioperasi
ASA 2 : pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang
selain penyakit yang akan di operasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol
atau hipertensi ringan
ASA 3 : pasien memiliki kelainan sistemik yang berat selain penyakit yang akan
di operasi, tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya Diabetes Melitus yang tak
terkontrol dan hipertensi tak terkontrol
ASA 4 : pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain
penyakit yang akan di operasi. Misalnya asma bronkial yang berat, gagal jantung
kongestif

7
ASA 5 : pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi
mungkin saja dapat menyelamatkan tapi resiko kematian tetap jauh lebih besar.
Misalnya operasi pada pasien koma berat
ASA 6 : pasien yang telah dinyatakan telah mati batang otaknya yang mana
organnya akan diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi
yang membutuhkan
Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.

IV. Persiapan pada hari operasi


Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :
1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasa pada
orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada
operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT
untuk dekompresi lambung.
2. Pengosongan kandung kemih8jkonformed consent ( Surat izin operasi dan
anestesi).
3. Pemeriksaan fisik ulang
4. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.
5. Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau
secaraintravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi

2.1.8 Premedikasi1,2
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:
 Meredakan kecemasan dan ketakutan, misalnya diazepam
 Memperlancar induksi anestesia, misalnya pethidin
 Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, misalnya sulfas atropindan
hiosin
 Meminimalkan jumlah obat anestetik, misalnya pethidin
 Mengurangi mual-muntah pasca bedah, misalnya ondansetron
 Menciptakan amnesia, misalnya diazepam,midazolam
 Mengurangi isi cairan lambung
 Mengurangi refleks yang membahayakan, misalnya tracurium, sulfas atropine
Obat-obat premedikasi dapat digolongkan seperti di bawah ini :
1. Narkotik analgetika, misalnya:
8
 Morfin: Dosis dewasa biasa 8-10 mg i.m. obat ini digunakan untuk
mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang pembedahan.
Morfin adalah depresan susunan saraf pusat.
 Pethidin: Dosis dewasa 1mg/kgBB sering digunakan untuk menekan
tekanan darah dan pernafasan dan juga merangsang otot polos.
2. Transqualizer yaitu dari golongan benzodiazepine, misalnya diazepam dan
midazolam. Diazepam dapat dberikan peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum
induksi anesthesia
3. Barbiturat, misalnya phenobarbital dan sekobarbital sering digunakan untuk
sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi. Dapat diberikan
secara oral ataupun i.m. dengan dosis dewasa 100-200 mg dan pada bayi serta
anak 2 mg/kgBB.
4. Antikolinergik, misalnya atropin dan hiosin sebagai anti mual dan muntah.

2.1.9 Persiapan Induksi Anestesi1


Induksi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Induksi anestesia dapat
dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuskular atau rektal. Untuk persiapan induksi
anestesia sebaiknya kita ingat kata STATICS ;
S (Scope), Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringoscope, pilih
blade yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus menyala.
T (Tubes), Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5
tahun dengan balon (cuffed)
 Pipa Endotrakeal
Endotracheal tube mengantarkan gas anastetik langsung ke dalam trakea.
Endotracheal tube dikerjakan pada pasien yang memiliki kemungkinan
kontaminasi pada jalan nafas, posisi pembedahan yang sulit, pembedahan di
mulut atau muka dan pembedahan yang lama.
 Laringeal Mask Airway (LMA)
Indikasi pemasangan LMA ialah sebagai alternatif dari ventilasi face mask
atau intubasi ET. Kontraindikasi pemasangan LMA pada pasien-pasien
dengan resiko aspirasi isi lambung dan pasien-pasien yang membutuhkan
dukungan ventilasi mekanik jangka waktu lama.
LMA terdiri dari 2 macam :
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.
9
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan
lainnya pipa tambahanyang ujung distalnya berhubungan dengan
esofagus

A (Airways), Pipa mulut-faring (orotracheal airway) atau pipa hidung-faring


(nasotracheal airway) untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga
supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas.
 Alat bantu jalan napas orofaring (oropharyngeal airway)
Alat bantu jalan napas orofaring menahan pangkal lidah dari dinding
belakang faring. Alat ini berguna pada pasien yang masih bernapas spontan,
alat ini juga membantu saat dilakukan pengisapan lendir dan
mencegahpasien mengigit pipa endotrakheal (ETT).

 Alat bantu napas nasofaring (nasopharyngeal airway)


Digunakan pada pasien yang menolak menggunakan alat bantu jalan napas
orofaring atau apabila secara tehnis tidak mungkin memasang alat bantu
jalan napas orofaring (misalnya trismus, rahang mengatup kuat dan cedera
berat daerah mulut).

10
 Sungkup muka (face mask) berguna untuk mengantarkan udara atau gas
anastesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan nafas pasien.

T (Tape), Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut
I (Introducer),Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus kabel yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya [i[a trakea mudah dimasukkan.
C (Connector), Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S (Suction),Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

2.1.10 Induksi Anestesi2,4


Induksi anestesi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya
stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi
untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.
Cara pemberian anestesi umum:
a. Parenteral (intramuskular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang singkat atau
induksi anestesi. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan
dengan cara lain.
 Anestesi intravena
1. Propofol
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak dengan jepekatan 1 % (1ml = 10
mg). suntikan intravena sering menyebabkan nyeri sehingga sebelumnya dapat
diberikan lidokain 1-2 mg/kg IV. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis
rumatan 4-2 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif
0,2mg/kg.Propofol dapat menurunkan tekanan darah selama induksi anestesi karena
menurunnya resistensi arteri perifer dan venodilatasi.
2. Ketamin (Ketalar)
Ketamin mempunyai efek analgesik yang kuat sekali akan tetapi efek
hipnotiknya kurang (tidur ringan) yang disertai penerimaan keadaan lingkungan
yang salah (anestesia disosiasi). Tekanan darah akan naik baik sistolik maupun
diastolic. Kenaikan rata-rata antara 20-25% dari tekanan darah semula mencapai
maksimum beberapa menit setelah suntikan dan akan turun kembali dalam 15 menit
kemudian. Denyut jantung juga akan meningkat. Efek ini disebabkan adanya
aktivitas saraf simpatis yang meningkat dan depresi baroreseptor. Efek ini dapat
dicegah dengan pemberian premedikasi opiate dan hiosin. Ketamin juga dapat
menyebabkan dilatasi bronkus oleh histamine.Dosis rata-rata pemberian intravena 2
11
mg/kg dengan lama kerja 15-20 menit.Dosis rata-rata pemberian intramuskular 10
mg/kg dengan lama kerja 10-25 menit.
3. Tiopental
Tiopental hanya dapat digunakan secara intravena dengan dosis 3-5 mg/kg.
Larutan ini sangat bersifat alkalis sehinga dapat menyebabkan nekrosis jaringan bila
keluar dari vena.
4. Opioid (morfin, fentanil, petidin, sufentanil)
Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga digunakan untuk induksi
pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesi digunakan fentanil dosis induksi 20-
50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/ menit
- Anestesi intramuscular
Hanya ketamin yang dapat diberikan secara intramuskular.
b. Per rektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat. Yang
termasuk induksi per rektal adalah tiopental atau midazolam. Midazolam memiliki
kontraindikasi dengan glaukoma sudut sempit akut, miastenia gravis, syok atau
koma, intoksikasi alkohol akut dengan depresi tanda- tanda vital, bayi prematur.
Efek samping dapat menyebabkan kejadian- kejadian kardiorespirasi, fluktuasi pada
tanda- tanda vital.
c. Anestesi inhalasi yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang
mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernafasan. Zat
anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat
anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam
jaringan otak akan menentuka kekuatan daya anestesi. Zat anestetik disebut kuat bila
dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat member anestesi yang adekuat.
- N2O (nitrous oksida) gas ini bersifat anestetik lemah,. Pemberian anestesi
dengan N2O harus disertai O2 minimal 25 % untuk menghindari hipoksia difusi.
- Halotan, halotan sering dikombinasikan dengan N2O. pada nafas spontan
rumatan anestesi sekitar 1-2 vol % dan pada afas kendali sekitar 0,5 – 1 vol %.
Kontraindikasi pemakaian halotan adalah penderita gangguan hepar, pernah
dapat halotan dalam waktu kurang 3 bulan atau pasien yang terlalu gemuk.
- Enfluran, pada EEG dapat menimbulkan tanda-tanda epileptic. Enfluran lebih
iritatik dibanding halotan.
- Isofluran, isofluran dapat meninggikan aliran darah otak dan tekanan
intracranial, serta efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal.
12
- Sevofluran, sevofluran memiliki efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil dan
jarang menyebabkan aritmia. Setelah pemberian dihhentikan sevofluran cepat
dikeluarkan oleh tubuh.

2.1.11 Rumatan Anestesia1


Rumatan anestesi (maintenance) dapat dikerjakan dengan secara intravena atau
dengan inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesia biasanya
mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hipnosis) sekedar tidak sadar, analgesia
cukup diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi
otot lurik yang cukup.Rumatan intravena dengan menggunakan opioid dosis tinggi
fentanil 10- 50 µg/ kgBB. Rumatan inhalasi bisanya menggunakan campuran N2O dan
O2 3:1 ditambah halotan 0,5- 2 vol % atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4% atau
sevofluran 2-4% tergantung pernapasan pasien spontan, dibantu atau dikendalikan.

2.1.12 Obat Pelumpuh Otot1,2


Fungsi obat pelumpuh otot adalah memudahkan cedera pada tindakan
laringoskop dan intubasi trakea, membuat relaksasi otot selama pembedahan, serta
menghilangkan spasme laring dan refleks jalan nafas.
1. Atrakurium
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi. Keunggulan obat ini adalah
metabolism terjadi di darah, tidak bergantung fungsi hati dan ginjal. Tidak
menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna, Dosis intubasi yaitu
0,5-0,6 mg/kgBB/iv, dosis relaksasi otot yaitu 0,5-0,6 mg/kgBB/iv, dan dosis
pemeliharaan 0,1-0,2 mg/kgBB/iv.
2. Suksametonium (succinyl choline)
Indikasi dari suksametonium adakan sebagai pelumpuh otot jangka pendek, dosis
untuk intubasi ialah 1-2 mg/kgBB/iv.

2.1.13 Tatalaksana nyeri1


Metode untuk menghilangkan nyeri biasanya digunakan analgetik golongan
opioid untuk nyeri hebat dan golongan anti inflamasi non steroid (NSAID) untu nyeri
sedang atau ringan.

13
1. Morfin
Dosis anjuran untuk menghilangkan nyeri sedang ialah 0,1-0,2 mg/kgBB dan dapat
diulang tiap 4 jam. Untuk nyeri hebat dapat diberi 1-2 mg intravena dan diulang sesuai
keperluan.
2. Petidin
Dosis petidin intramuskular 1-2 mg/kgBB dapat diulang tiap 3-4 jam. Dosis
intravena 0,2-0,5 mg/kgBB. petidin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan
pandangan dan takikardi.
3. Fentanil
Pada fentanil efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek analgesianya. Dosis
1-3 µg/kgBB efek analgesianya hanya berlangsung 30 menit.
4. Nalokson
Nalokson ialah antagonis murni opioid. Nalokson biasanya digunakan untuk
melawan depresi nafas pada akhir pembedahan dengan dosisi 1-2 µg/kgBB intravena
dan dapat diulang tiap 3-5 menit.

2.1.14 Teknik Anestesi2


1. Teknik Anestesi spontan dengan sungkup muka
Indikasi :
- Untuk tindakan yang singkat (0,5-1 jam)
- Keadaan umum pasien cukup baik
- Lambung harus kosong
Urutan tindakan :
1. Periksa peralatan yang digunakan
2. Pasang infus
3. Persiapkan obat-obat
4. Induksi dapat dilakukan dengan propofol 2-2.5 mg/kgBB
5. Selesai induksi, sampai pasien tertidur dan reflek bulu mata hilang, sungkup
muka ditempatkan pada muka
6. N2O mulai diberikan 4 L dengan O2 2 L/menit untuk memperdalam
anestesi, bersamaan dengan halotan dibuka sampai 1 % dan sedikit demi
sedikit dinaikkan sampai 3-4 % tergantung reaksi tubuh penderita
7. Kalau stadium anestesi sudah cukup dalam, masukkan pipa orofaring
8. Halotan kemudian dikurangi menjadi 1-1.5 % dan dihentikan beberapa menit
sebelum operasi selesai
14
9. Selesai operasi N2O dihentikan dan penderita diberi O2 beberapa menit

2. Teknik Anestesi spontan dengan pipa endotrakea


Indikasi :
- Operasi lama
- Kesulitan mempertahankan jalan nafas bebas pada anestesi dengan sungkuo
muka.
Urutan tindakan :
1. Induksi dengan propofol
2. Sungkup muka ditempatkan pada muka dan oksigen 4-6 L/menit, kalau perlu
nafasi dibantu dengan menekan balon nafas secara periodik
3. Sesudah reflex mata menghilang diberikan suksinil kolin intravena 1-1.5
mg/kgBB, nafas dikendalikan dengan menekan balon nafas yang diisi
dengan aliran O2 2L.
4. Sesudah fasikulasi menghilang, pasien diintubasi.
5. Pipa guedel dimasukan dimulut agar pipa endotrakeal tidak tergigit.
Kemudian difiksasi dengan plester
6. Mata diplester agar tidak terbuka dan kornea tidak kering
7. Pipa endotrakeal dihubungkan dengan konektor pada sirkuit nafas alat
anestesi. N2O dibuka 3-4 L/menit dan O2 2 L/menit kemudian halotan
dibuka 1 vol %dan cepat dinaikkan sampai 2 vol %. Nafas pasien
dikendalikan dengan menekan balon nafas.
8. Halotan dikurangi sampai 0,5-1.5 % untuk pemeliharaan anestesi
9. Nafas dapat dibiarkan spontan kalau usaha nafas cukup kuat
10. Kedalaman anestesi dipertahankan dengan kombinasi N2O dan O2 masing-
masing 2 l/menit, serta halotan 1.5-2 vol %
3. Teknik anestesi pipa endotrakeal dan nafas kendali
1. Teknik anestesi dan intubasi sama seperti diatas
2. Setelah pengaruh suksinil kolin mulai habis, diberi obat pelumpuh otot
jangka panjang misalnya alkuronium dosis 0.1-0.2 mg/kgBB
3. Nafas dikendalikan dengan ventilator atau secara manual. Konsentrasi
halotan sedikit demi sedikit dikurangi dan dipertahankan dengan 0.5-1 %.
4. Obat pelumpuh otot dapat diulang lagi dengan 1/3 dosis apabila pasien
tampak ada usaha mulai bernafas sendiri.

15
5. Halotan dapat dihentikan sesudah lapisan fasi kulit terjahit. N2O dihentikan
kalau lapisan kulit mulai dijahit.
6. Ekstubasi dapat dilakukan setelah nafas spontan normal kembali. O2 diberi
terus selama 2-3 menit untuk mencegah hipoksia difusi.

2.1.15 Monitoring Perianestesia


Dalam tindakan anestesi harus dilakukan monitoring terus menerus tentang
keadaan pasien.
1. Kardiovaskular
a. Nadi
Monitoring terhadap nadi merupakan keharusan karena gangguan sirkulasi
sering terjadi selama anestesi.
b. Tekanan darah
c. Banyaknya perdarahan
2. Respirasi
Respirasi dinilai dari jenis nafasnya, apakah ada retraksi interkostal atau
supraklavikula.
3. Suhu tubuh
Tubuh tidak mampu mempertahankan suhu tubuh. Obat anestesi mendepresi pusat
pengatur suhu, sehingga mudah turun naik dengan suhu lingkungan.
4. Monitoring ginjal
Untuk mengetahui keadaan sirkulasi ginjal
5. Monitoring blockade neuromuscular
Untuk mengetahui apakah relaksasi sudah cukup baik atau setelah selesai anestei
apakah tonus otot sudah kembali normal
6. Monitoring sistem saraf
Monitoring dengan memeriksa respon pupil terhadap cahaya, respon terhadap
trauma pembedahan, respon terhadap otot apakah relaksasi cukup atau tidak.

2.1.16 Komplikasi Anestesi1,2


1. Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik yang dapat terjadi sebagai komplikasi anestesi antara lain:
a. Pembuluh Darah
Benzodiazepin dan kanulasi vena yang lama lebih mungkin menyebabkan
tromboflebitis dan infeksi.
16
b. Intubasi
Kerusakan pada bibir, gusi, dan gigi geligi dapat terjadi pada intubasi trakea.
2. Pernapasan
Yang paling ditakuti adalah obstruksi saluran pernapasan akut selama atau
segera setelah induksi anestesi.Spasme Larynx dan penahanan napas dapat sulit
dibedakan serta dapat timbul sebagai respon terhadap anestesi yang ringan, terutama
jika saluran pernapasan dirangsang oleh uap anestesi iritan atau materi asing yang
mencakup sekresi dan kandungan asam lambung.
3. Kardiovaskular
Komplikasi kardiovaskular yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi,
aritmia jantung, dan payah jantung. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah
systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai
sebelumnya.Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh
perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskular seperti infark
miokard, aritmia, hipertensi, dan reaksihipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh
otot, dan reaksi transfusi.Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan
pemulihan anestesi.Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesia dan hipnosis
yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi
yang tidak adekuat.Sementara faktor-faktor yang mencetuskan aritmia adalah
hipoksia, hiperkapnia, tindakan intubasi, gangguan elektrolit, dan pengaruh
beberapa obat tertentu.
4. Hati
Penyebab hepatitis pasca bedah dapat disebabkan oleh halotan.Zat anestesi
mengurangi susunan kekebalan tubuh dan membuat pasien lebih mudah terkena
infeksi yang mencakup hepatitis virus.Anestesi Halotan berulang dalam interval 6
minggu mungkin harus dihalangi.
5. Suhu tubuh
Akibat venodilatasi perifer yang tetap ditimbulkan anestesi menyebabkan
penurunan suhu inti tubuh.Selama pembedahan yang lama, bisa timbul hipotermi
yang parah, yang menyebabkan pengembalian kesadaran tertunda, pernapasan dan
perfusi perifer tidak adekuat.

17
2.2 Hernia Inkarserata
2.2.1 Definisi
Hernia disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga
isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya
terjadi gangguan passase atau vaskularisasi. Secara klinis, istilah hernia inkaserata lebih
dimaksudkan untuk hernia ireponible yang disertai gangguan passase.3

2.2.2 Epidemologi

`Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen muncul
didaerah sekitar lipat paha. Hernia indirect lebih banyak daripada hernia direct yaitu
2:1, dimana hernia femoralis lebih mengambil porsi yang lebih sedikit.2,3
Hernia sisi kanan lebih sering terjadi daripada di sisi kiri. Perbandingan
pria:wanita pada hernia indirect adalah 7:1. Ada kira-kira 750000 herniorrhaphy
dilakukan tiap tahunnay di amerika serikat, dibandingkan dengan 25000 untuk hernia
femoralis, 166000 hernia umbilicalis, 97000 hernia post insisi dan 76000 untuk hernia
abdomen lainya.3
Hernia femoralis kejadiannya kurang dari 10 % dari semua hernia tetapi 40%
dari itu muncul sebagai kasus emergensi dengan inkarserasi atau strangulasi. Hernia
femoralis lebih sering terjadi pada lansia dan laki-laki yang pernah menjalani operasi
hernia inguinal.. meskipun kasus hernia femoralis pada pira dan wanita adalah sama,
insiden hernia femoralis dikalangan wanita 4 kali lebih sering dibandingkan dikalagan
pria, karena secara keseluruhan sedikit insiden hernia inguinalis pada wanita. 2,3

2.2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya hernia:5
1. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau didapat kemudian
dalam hidup.
2. Akibat dari pembedahan sebelumnya.
3. Kongenital
a. Hernia congenital sempurna
Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempat – tempat
tertentu.
b. Hernia congenital tidak sempurna

18
Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai
defek pada tempat – tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0 – 1
tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut karena
dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal (mengejan, batuk,
menangis).
4. Aquisial adalah hernia yang buka disebabkan karena adanya defek bawaan
tetapi disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia selama hidupnya,
antara lain:
a. Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien
yang sering mengejan yang baik saat BAB maupun BAK.
b. Konstitusi tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan
ikatnya yang sedikit. Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena
hernia karena banyaknya jaaringan lemak pada tubuhnya yang
menambah beban kerja jaringan ikat penyokong pada LMR.
c. Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.
d. Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan
intraabdominal.
e. Sikatrik.
f. Penyakit yang melemahkan dinding perut.
g. Merokok
h. Diabetes mellitus

Bagian – bagian hernia :5


1. Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua
hernia memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa,
hernia intertitialis.
2. Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya
usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).
3. Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
4. Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.
5. Locus minoris resistence (LMR)
19
Gambar 5. Bagian-bagian Hernia

2.2.4 Macam-macam Hernia


1. Secara klinis dibagi mejadi :5
a. Hernia reponibel
Jika organ yang mengalami hernia dapat keluar masuk kantung hernia
secara aktif atau pasif. Isinya tidak serta merta muncul secara spontan,
namun terjadi bila disokong gaya gravitasi atau tekanan intra abdomen
yang meningkat. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk
lagi jika berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri
atau gejala obstruksi usus.
b. Hernia ireponibel
Jika organ yang masuk ke dalam kantung hernia tidak dapat keluar
kecuali dengan bantuan operasi. Jika hal ini disebabkan perlekatan
organ pada kantung hernia disebut hernia akreta.
c. Hernia strangulasi
Merupakan hernia ireponibel dimana sudah terjadi gangguan
vaskularisasi pada viscera yang terperangkap pada kantung hernia atau
terjepit cincin hernia.
d. Hernia inkarserata
Merupakan hernia ireponibel yang sudah diikuti dengan tanda-tanda
ileus mekanik.
2. Berdasarkan arah herniasi
a. Hernia eksterna
Merupakan hernia yang penonjolannya dapat dilihat dari luar karena
penonjolan hernia ke arah luar.
1). Hernia inguinalis medialis (direk) dan lateralis (indirek)

20
Hernia inguinalis medialis disebabkan faktor peninggian tekanan
intra abdomen kronik dan kelemahan otot dinding di trigonum
Hesselbach, berbentuk bulat. Hernia inguinalis lateralis karena menonjol
dari perut di lateral pembuluh darah epigastrika inferior. Disebut indirek
karena melalui dua pintu saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis
berbentuk lonjong.
2). Hernia femoralis
Peninggian tekanan intra abdomen akan mendorong lemak
preperitonial ke dalam kanalis femoralis yang akan menjadi pembuka
jalan terjadinya hernia. Wanita lebih banyak menderita hernia ini karena
faktor penyebab kehamilan multipara, obesitas, dan degenerasi jaringan
ikat karena usia lanjut. Pintu masuk hernia adalah anulus femoralis
selanjutnya isi hernia akan masuk di kanalis femoralis.
3). Hernia epigastrica
Hernia yang keluar melalui defek di linea alba antara umbilicus
dan prosesus xiphoideus.
4). Hernia obturatoria
Adalah hernia yang melalui canalis obturatoria. Canalis
obturatoria adalah saluran yang terbentuk akibat membran obturatoria
tidak menutupi foramen obturatoria, secara keseluruhan adalah defek
pada sulcus obturatorius.
5). Hernia semilunaris
Hernia yang terjadi di sepanjang linea semilunaris abdomen.
Linea semilunaris adalah gambaran garis yang terdapat di lateral. Rectus
abdominis, linea ini terbentuk karena penyatuan 3 aponeurosis muskulus
abdominalis yaitu m.obliqus eksternus, m.obliqus internus,
m.transversus abdominis.
6). Hernia perinealis
Hernia perinealis merupakan penonjolan hernia pada perineum
melalui defek pada dasar panggul yang dapat terjadi secara primer.
7). Hernia ischiadica
Meruupakan hernia yang melalui foramen ischiadikum major dan
foramen ischiadikum minus.5

21
b. Hernia interna
Disebut hernia eksterna karena isi hernia masuk ke dalam rongga
lain misalnya cavum thorax atau bursa omentalis atau masuk ke dalam
recessus di cavum abdomen.
1). Pada cavum abdomen
a. hernia epiploika winslowi
Hernia viscera abdomen melalui foramen epiploika winslowi.
b. Hernia bursa omentalis
Lanjutan dari hernia epiploika dimana viscera tidak hanya di foramen
epiploika tetapi sudah masuk ke dalam bursa omentalis.
c. Hernia mesenterica
Herniasi jaringan ataupun organ retroperitoneal ke dalam
mesenterium.
d. Hernia retroperitoneal
Hernia ini disebut retroperitoneal karena viscera abdomen masuk ke
dalam kantung-kantung yang terbentuk akibat lipatan peritoneum
parietal yang menutupi organ-organ retroperitoneal 5
2). Pada cavum thorax
Herniasi yang terjadi dari cavum abdomen menuju cavum thorax
karena melewati struktur diafragmatika maka dikenal sebagai hernia
diafragmatika. Hernia diafragmatika terjadi karena adanya lubang
maupun defek abnormal pada diafragma yang menyebabkan viscera
abdomen dapat melalui lubang tersebut menuju cavum thorax.
a. Hernia diafragmatica traumatica
Defek timbul karena tembakan, pukulan, tusukan, atau proses
pengerusakan diafragma.
b. Hernia diafragmatica non traumaticum
1). Kongenital
Karena adanya proses pertumbuhan diafragma
2). Aquisital
Hernia ini akan melewati lubang pada diafragmatica yang memang
sudah ada seperti hiatus esofagus.1,6

22
2.2.5 DIAGNOSA
PEMERIKSAAN FISIK
* Inspeksi 4,5,6

Hernia reponibel terdapat benjolan dilipat paha yang muncul pada waktu berdiri,
batuk, bersin atau mengedan dan mneghilang setelah berbaring.
Hernia inguinal
- Lateralis : uncul benjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral ke
medial, tonjolan berbentuk lonjong.
- Medialis : tonjolan biasanya terjadi bilateral, berbentuk bulat.
Hernia skrotalis : benjolan yang terlihat sampai skrotum yang merupakan tojolan
lanjutan dari hernia inguinalis lateralis.
Hernia femoralis : benjolan dibawah ligamentum inguinal.
Hernia epigastrika : benjolan dilinea alba.
Hernia umbilikal : benjolan diumbilikal.
Hernia perineum : benjolan di perineum.

* Palpasi 1,2,4,5,6

 Titik tengah antar SIAS dengan tuberkulum pubicum (AIL) ditekan lalu pasien
disuruh mengejan. Jika terjadi penonjolan di sebelah medial maka dapat
diasumsikan bahwa itu hernia inguinalis medialis.
 Titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum (AIM) ditekan lalu pasien
disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateral titik yang kita tekan maka dapat
diasumsikan sebagai nernia inguinalis lateralis.
 Titik tengah antara kedua titik tersebut di atas (pertengahan canalis inguinalis)
ditekan lalu pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateralnya berarti
hernia inguinalis lateralis jika di medialnya hernia inguinalis medialis.
 Hernia inguinalis : kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus
spermatikus sebagai gesekan dua permukaan sutera, tanda ini disebut sarung tanda
sarung tangan sutera. Kantong hernia yang berisi mungkin teraba usus, omentum
(seperti karet), atau ovarium. Dalam hal hernia dapat direposisi pada waktu jari
masih berada dalam annulus eksternus, pasien mulai mengedan kalau hernia
menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis dan kalau samping jari yang

23
menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis. lipat paha dibawah ligamentum
inguina dan lateral tuberkulum pubikum.
 Hernia femoralis : benjolan lunak di benjolan dibawah ligamentum inguinal
 Hernia inkarserata : nyeri tekan.

* Perkusi 1,2
Bila didapatkan perkusi perut kembung maka harus dipikirkan kemungkinan hernia
strangulata. Hipertimpani, terdengar pekak.

* Auskultasi 1,2,4

Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang mengalami


obstruksi usus (hernia inkarserata).

 Colok dubur
Tonjolan hernia yang nyeri yang merupakan tanda Howship – romberg (hernia
obtutaratoria). 5,
 Tanda – tanda vital : temperatur meningkat, pernapasan meningkat, nadi
meningkat, tekanan darah meningkat. 1,2,3

Tiga teknik pemeriksaan sederhana yaitu finger test, Ziemen test dan Tumb test.

Cara pemeriksaannya sebagai berikut 6,7:

Pemeriksaan Finger Test :


1. Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.

2. Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal.

3. Penderita disuruh batuk:

 Bila impuls diujung jari berarti Hernia Inguinalis Lateralis.


 Bila impuls disamping jari Hernia Inguinnalis Medialis.

24
Gambar 7. Finger Test

Pemeriksaan Ziemen Test :


1. Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh penderita).

2. Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan.

3. Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada :

 jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis.

 jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis.

 jari ke 4 : Hernia Femoralis.

25
Gambar 8. Ziement Test

Pemeriksaan Thumb Test :


 Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan

 Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis.

 Bila tidak keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.

Gambar 9. Thumb Test

2.2.6 Komplikasi
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia. Hal ini dapat terjadi kalau isi hernia
terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitoneal atau merupakan
hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala klinis kecuali berupa benjolan.5
Isi hernia dapat pula tercekik oleh cincin hernia yang menimbulkan hernia
inkarserata dengan adanya gejala pasase usus. Sumbatan dapat terjadi total atau
partial seperti pada hernia richter. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis, atau lebih
kaku seperti pada hernia femoralis dan hernia obturatoria, lebih sering terjadi jepitan
partial. Jepitan cincin hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia.
Pada permulaan, terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur di
dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya
26
peredaran darah jaringan terganggu (strangulasi). Isi hernia menjadi nekrosis dan
kantong hernia akan berisi transudat berupa cairan serosanguinus.5
Kalau isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat
menimbulkan abses lokal, fistel, atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga
perut.
Bila terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi, akan terjadi ganggren
sehingga gambaran klinis menjadi toksik, suhu tubuh meninggi, dan terdapat
leukositosis. Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia. Nyeri akan
menetap karena rangsangan peritoneal.5
Pada pemeriksaan lokal ditemukan benjolan yang tidak dapat dimasukkan
kembali disertai nyeri tekan dan, tergantung keadaan isi hernia, dapat dijumpai tanda
peritonitis atau abses lokal. Hernia strangulata merupakan kegawata daruratan yang
perlu mendapat pertolongan segera. 5

2.2.7 PENATALAKSANAAN

Hampir semua hernia harus diterapi dengan operasi. Karena potensinya


menimbulkan komplikasi inkarserasii atau strangulasi lebih berat dibandingkan resiko
yang minimal dari operasi hernia (khususnya bila menggunakan anastesi local). Khusus
pada hernia femoralis, tepi kanalis femoralis yang kaku meningkatkan resiko terjadinya
inkarserasi. 7

Teknik operasi

Berdasarkan pendekatan operasi, banyak teknik herniorraphy dapat


diklompokkan dalam 4 kategori utama :

o Kelompok 1:

 Open Anterior Repair 6,7,8

Kelompok 1 operasi hernia (teknik Bassini, McVay dan Shouldice) melibatkan


pembukaan aponeurosis otot obliquus abdomins ekternus dan membebaskan
funikulus spermatikus. fascia transversalis kemudian dibuka, dilakukan
inspeksi kanalis spinalis, celah direct dan indirect. Kantung hernia biasanya
diligasi dan dasar kanalis spinalis di rekonstruksi.

27
 Teknik Bassini 7,8

Komponen utama dari teknik bassini adalah

· Membelah aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dikanalis ingunalis


hingga ke cincin ekternal

· Memisahkan otot kremaster dengan cara reseksi untuk mencari hernia indirect
sekaligus menginspeksi dasar dari kanalis inguinal untuk mencari hernia
direct.

· Memisahkan bagian dasar atau dinding posterior kanalis inguinalis (fascia


transversalis)

· Melakukan ligasi kantung hernia seproksimal mungkin

· Rekonstuksi didinding posterior dengan menjahit fascia tranfersalis, otot


transversalis abdominis dan otot abdominis internus ke ligamentum
inguinalis lateral.

Gambar 10. McVay open anterior repair.

Teknik kelompok ini berbeda dalam pendekatan mereka dalam rekontruksi,


tetapi semuanya menggunakan jahitan permanen untuk mengikat fascia
disekitarnya dan memperbaiki dasar dari kanalis inguinalis, kelemahannya
yaitu tegangan yang tejadi akibat jahitan tersebut, selain dapat menimbulkan
28
nyeri juga dapat terjadi neckosis otot yang akan menyebakan jahitan terlepas
dan mengakibatkan kekambuhan

o Kelompok 2: Open Posterior Repair 9

Posterior repair (iliopubic tract repair dan teknik Nyhus) dilakukan dengan
membelah lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincin luar dan masuk
ke properitoneal space. Diseksi kemudian diperdalam kesemua bagian kanalis
inguinalis. Perbedaan utama antara teknik ini dan teknik open anterior adakah
rekonrtuksi dilakukan dari bagian dalam. Posterior repair sering digunakan
pada hernia dengan kekambuhan karena menghindari jaringan parut dari
operasi sebelumnya. Operasi ini biasanya dilakukan dengan anastesi regional
atau anastesi umum.

o kelompok 3: Tension-Free Repair With Mesh 8,9

Kelompok 3 operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow ) menggunakan


pendekatan awal yang sama degan teknik open anterior. Akan tetapi tidak
menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki defek , tetapi menempatkan sebuah
prostesis, mesh yang tidak diserap. Mesh ini dapat memperbaiki defek hernia
tanpa menimbulkan tegangan dan ditempatkan disekitar fascia gambar 6. Hasil
yang baik diperoleh dengan teknik ini dan angka kekambuhan dilaporkan
kurang dari 1 persen.

Gambar 11. Open mesh repair

Beberapa ahli bedah meragukan keamanan jangka panjang penggunaan implant


prosthesis, khususnya kemungkinan infeksi atau penolakan. Akan tetapi
29
pengalaman yang luas dengan mesh hernia telah mulai menghilangkan
anggapan ini, dan teknik ini terus populer.Teknik ini dapat dilakukan dengan
anastesi local, regional atau general.

o Kelompok 4: Laparoscopic 7.9.10

Operasi hernia Laparoscopic makin populer dalam beberapa tahun terakhir,


tetapi juga menimbulkan kontroversi. Pada awal pengembangan teknik ini,
hernia diperbaiki dengan menempatkanpotongan mesh yang besar di region
inguinal diatas peritoneum. Teknik ini ditinggalkan karena potensi obstruksi
usus halus dan pembentuka fistel karena paparan usus terhadap mesh.

Saat ini kebanyakan teknik laparoscopic herniorrhaphies dilakukan


menggunakan salah satu pendekatan transabdominal preperitoneal (TAPP) atau
total extraperitoneal (TEP) . pendekatan TAPP dilakukan dengan meletakkan
trokar laparoscopic dalam cavum abdomendan memperbaiki region inguinal
dari dalam. Ini memungkinkan mesh diletakkan dan kemudian ditutupi dengan
peritoneum.sedangkan pendekatan TAPP adalah prosedur laparoskopic
langsung yang mengharuskan masuk ke cavum peritoneal untuk diseksi.
Konsekuensinya, usus atau pembuluh darah bisa cidera selama operasi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002; p.1, 29-35, 66-69, 74-83, 90-95,
147-149.
2. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI. 2004; p.1, 45, 49-58, 59-62, 63, 65-71, 81-
86, 93-109, 146-156.
3. Jong De, Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3.2013. Jakarta :EGC
4. Boulton TB, Blog CE. Anestesiologi FK UI. Edisi 10. Jakarta : EGC. 1994; p. 89-
100.
5. Scrib.(2015, Maret). Refrat Hernia Inkarserata. Diperoleh 22 Agustus 2018.
https://www.scribd.com/document/267469913/Refrat-Hernia-Inkarserata

31
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Fadlin Arka
Umur : 6 bulan
Tanggal masuk : 11 /07/2018
No RM : 01.06.03.36
Agama : Islam
Alamat : Jl. Dusun V Tebasan Kelurahan Tunai Kiri Kec. Secanggang
Kab.Langkat.

II. ANAMNESA
 Keluhan Utama : Benjolan pada lipat paha kiri
 Telaah : Hal ini dialami os ± 3 hari SMRS. Awalnya ibu os. mendapati
ada benjolan merah dipunggung os, dan semakin hari os lebih sering menangis kuat.
Dan sewaktu ibu os mengganti popok, ibu os mendapati ada benjolan pada lipat
paha kiri os. Selain itu ibu os juga mengaku bahwa perut os semakin lama semakin
membesar dalam 2 hari belakangan ini.Konsumsi ASI (+) tanpa makanan tambahan,
mual dan muntah (-), BAB (+) sedikit-sedikit, BAK (+) normal.
 RPT : -
 RPO :-

III. STATUS PRESENT


 Sens : Compos Mentis
 TD : 90/60 mmHg
 HR : 118 x/menit
 RR : 30 x/menit
 T : 36,8 ◦C

IV. PEMERIKSAAN FISIK


1. Kepala
Mata : konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-), pupil isokor, RC (+/+)
Hidung : Dbn

32
Telinga : Dbn
Mulut : Dbn
Leher : Dbn
2. Thorax
Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan :-
RR : 30 x/menit, reguler
3. Abdomen : Status lokalisata
4. Extremitas : Dbn
5. Genitalia : Dbn

STATUS LOKALIS
Abdomen :
• Inspeksi : simetris membesar (+), distensi (+)
• Palpasi : nyeri tekan abdomen (+)
• Perkusi : Timpani
• Auskultasi : Peristaltik (+) lemah

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Parameters (10/07/2018) Nilai Normal
Hb : 9,9 gr/dl 12-16 gr/dl
Ht : 30,9 % 36-48 %
WBC : 15,3 (10³/ul) 4.0- 11.0 (10³/ul)
PLT : 826 (10³/ul) 150-400 (10³/ul)
SGOT : 22,00 U/L 0.00-40.0 U/L
SGPT : 10,00 U/L 0.00-40.0 U/L
Ureum : 19,00 mg/dl 10.0-50.0 mg/dl
Creatinin : 0,32 mg/dl 0.00-1.20 mg/dl
Glukosa Adrandom : 78,00 mg/dl 0.00 – 140.00 mg/dl
Natrium : 143 136-155 mmol/dl
Kalium : 4.3 3.5-5.5 mmol/dl
Chlorida : 108 95-103 mmol/dl
Foto Thorax (06/07/2018) : cor dan pulmo dbn, sugestif ileus obstruktif
EKG : Tidak dilakukan pemeriksaan

33
VI. DIAGNOSA
Hernia Inkarserata Sinistra

VII. Terapi
 Puasa
 IVFD RL 40 gtt/menit (mikro)
 Pasang NGT
 Antibiotik Inj. Ceftriaxone 250 mg (1 jam sebelum operasi)

VIII. Rencana
Herniotomi

34
CATATAN PRE OPERASI

Tanggal operasi : 12 Juli 2018


Nama : Fadlin Arka
Umur : 6 Bulan
No RM : 01.06.03.36
BB : 9,5 kg

I. ANAMNESIS
A : Tidak ada alergi makanan, obat-obatan dan penyakit
M:-
P : Riwayat DM (-), HT (-), Asma (-)
L : Puasa mulai pukul 00.00, 6-8 jam sebelum operasi
E : Dalam ruangan terbuka

II. PEMERIKSAAN FISIK


B1
Airway : Clear
RR : 30 x/ menit
Suara nafas : Vesikuler
Suara tambahan :-
JMH : tidak dilakukan pemeriksaan
Malapati : sulit dinilai
BM : tidak dilakukan pemeriksaan
Gerakan leher : Dbn
Gerakan dada : Simetris
Maxilo facial injury :-
Riwayat asma :-
Batuk/ sesak : -/-

B2
Akral : Hangat
TD : 90/60 mmHg
HR : 118 x/ menit, reguler, desah (-)
T/V : Cukup
35
T : 36,8 ◦C
Conjungtiva : Pucat (-/-), Ikterik (-/-)

B3
Sensorium : Compos mentis
GCS : 15
Eye :4
Verbal :5
Movement :6
Refleks cahaya : +/+
Pupil : Isokor
Refleks fisiologis :+
Refleks patologis :-

B4
Urin :+
Volume : cukup
Warna : kuning
Kateter : tidak terpasang

B5
Abdomen : Distensi (+)
Peristaltik : (+) lemah
Mual/muntah : -/-
BAB/ Flatus : (+) sedikit / -
NGT : (+)

B6
Fraktur/ luka /oedem : -/-/-

III. STATUS FISIK


ASA 1

IV. DIAGNOSIS
Hernia Inkarserata sinistra
36
V. RENCANA TINDAKAN
Herniotomi

VI. RENCANA ANESTESI


GA-ETT (General Anestesi Endotraceal Tube)

37
PERSIAPAN PASIEN

I. Sebelum Operasi
1. Pasien di konsultasikan ke spesialis anestesi dan spesialis anak, apakah pasien
dalam kondisi fisik yang layak untuk dilakukan tindakan operasi.
2. Setelah mendapatkan persetujuan dari spesialis anestesi, pasien di periksa 1 hari
sebelum operasi (kunjungan pre-operatif), hasil dari kunjungan pre-operatif ini telah
dijabarkan sebelumnya.

II. Diruang perawatan (11Juli 2018)


1. Informed consent : bertujuan untuk memberitahukan kepada orang tua pasiendan
keluarga pasien tindakan medis apa yang akan dilakukan kepada pasien,
bagaimana pelaksanaanya, kemungkinan hasilnya, resiko tindakan yang akan
dilakukan. Dijelaskan kepada orang tua pasien bahwa tindakan intubasi
dimasukkan melalui mulut. Dimana pada saat pasien terbangun akan timbul rasa
tidak nyaman pada daerah mulut yang dimasukkan intubasi tadi (GA ETT).
2. Surat persetujuan operasi : merupakan bukti tertulis dari orang tua pasien atau
keluarga pasien yang menunjukkan persetujuan tindakan medis yang akan
dilakukan sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan keluarga pasien
tidak akan mengajukan tuntutan.
3. Pasien dipuasakan sejak pukul 24.00 wib tanggal 12 juli 2018, tujuannya untuk
memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum pembedahan untuk
menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang
akan membahayakan pasien.Pengosongan kandung kemih pada pagi harinya
pada pukul 07.00 WIB.
4. pembersihan wajah dan kuku pasien dari kosmetik agar tidak mengganggu
pemeriksaan selama anastesi, misalnya bila ada sianosis.

III. Di Ruang Persiapan (12 Juli 2018)


1. Identifikasi Pasien
2. Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan.
3. Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan:
TD= 90/70 mmHg, nadi=120x/menit, suhu=36.50C, RR=28x/menit

38
4. Pendataan kembali identitas pasien di ruang operasi. Anamnesa singkat kepada
keluarga yang meliputi BB, umur, riwayat penyakit, riwayat alergi, riwayat
kebiasaan, dan lainnya.
5. Pasien masuk kamar operasi dan dibaringkan di meja operasi kemudian
dilakukan pemasangan EKG, manset, infus, oksimeter dan kateter.
6. Pemeriksaan tanda-tanda vital.

IV. Persiapan Alat


1. Laringoskop
2. Stetoskop
3. ETT no.2,5 cuff
4. Plester
5. Mandrin
6. Suction
7. Balon/pump
8. Spuit 20 cc
9. Gel lubricating
10. Sarung tangan
11. Face mask no. 1,0
12. Pac
13. Forcep Magill
14. Mesin anestesi
a. Komponen I : Sumber gas, flowmeter, dan vaporizer
b. Komponen II : Sirkuit nafas / system ventilasi yaitu open, semiopen, semiclose.
c. Komponen III : Alat penghubung sistem ventilasi dengan pasien yaitu sungkup
muka dan pipa ombak.
15. EKG monitor
16. Sfigmomanometer digital
17. Oksimeter/saturasi
18. Infus set
a. Infus set dan cairan infus – Ringer Laktat
b. Abocath no.24 G
c. Plester
d. Alcohol swab
e. Tourniquet
39
V. Persiapan Obat-Obatan Anestesi
1. Premedikasi
Fentanyl
Dosis : mcg/kgBB
Pemberian : 25 mcg
2. Induksi
Propofol
Dosis : 2–2,5 mg/kgBB 15-16,875
Pemberian : 20 mg
4. Relaksan
Rocuronium
Dosis : 0.6-1,2 mg/kgBB
Pemberian :5 mg
5. Maintenance (rumatan) -
Antibiotik :-
Steroid :-
Anti emetic selama op :-
Obat reversal : SA 0,25 mg + Neostigmin 0,01-0,03 mg
Analgetik post op : IVFD Paracetamol drip 100 cc
Obat emergency :
 Sulfas Atropinedosis 0,25 mg-5mg IV
 Epinephrinedosis 1 mg atau 0.02 mg/kgBB

VI. PELAKSANAAN ANESTESI


1. Di Ruang Operasi
JAM (WIB)
09.15
 Pasien dari ruang tunggu masuk ke ruang operasi
 Pasang infus cairanpada tangan kanan abocath no. 24G
 Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse
 Mengukur tekanan darah, nadi, saturasi prainduksi (TD: 90/70 mmHg, Nadi : 98
x/m, SPO2 : 99%)
 Pemberian obat analgesik fentanyl 25 mcg iv (premedikasi).

40
09.19
 Induksi dengan Propofol10 mg iv.
 Memastikan pasien sudah tidak sadar dengan cara memeriksa refleks bulu mata,
kemudian diberikan muscle relaksan roculax 5 mg.
 Dilakukan preoksigenasi dengan sungkup muka menggunakan O2 sebanyak 6
liter/menit, kalau perlu nafas dibantu dengan menekan balon nafas secara periodik ±
3 menit.
 Tutup mata pasien dengan plester.
 ETT dihubungkan dengan konektor ke sirkuit nafas alat anestesi, kemudian N2O
dibuka 2 liter/menit dan O2 2 liter/menit kemudian isofluran dibuka 2 vol%.
 Nafas pasien dikendalikan dengan respirator. Inspirasi 600 ml dengan frekuensi 15
kali per menit. (Bila menggunakan respirator setiap inspirasi (volume tidal)
diusahakan kurang lebih 6-8 ml/kgBB dengan frekuensi 24-40x/menit).
 Perhatikan apakah gerakan nafas pasien simetris antara yang kanan dan kiri.
 TD: 90/70 mmHg, Nadi : 96 x/m, SPO2 : 100%.
 Memindahkan pasien ke meja operasi dalam posisi supinasi.
09.15 tindakan dimulai TD : 110/70 mmHg, nadi : 97x/menit SPO2 : 99%
09.30 TD : 90/60 mmHg, nadi : 96 x/menit SPO2 : 99%
09.45 TD :90/60 mmHg, nadi : 98x/menit SPO2 : 99%
10.00 TD :90/60 mmHg, nadi : 92x/menit SPO2 : 99%
10.15 TD : 90/60 mmHg, nadi :90x/menit SPO2 : 99%
10.30 TD : 90/60 mmHg, nadi :102x/menit SPO2 : 99%
2.2 TD : 90/60 mmHg, nadi : 102x/menit SPO2 : 99%

a. Operasi selesai
b. Pemberian obat anastesi dihentikan, pemberian O2 dipertahankan
c. Nadi 92x/menit, TD 90/60 mmHg, SPO2 99 %, ETT dicabut setelah pasien dapat
dibangunkan. Lendir dikeluarkan dengan suction lalu pasien diberi oksigen murni
selama 5 menit.
d. Setelah semua peralatan dilepaskan (EKG, manset tensimeter, oksimeter) pasien
dibawa ke ruang pemulihan (Recovery room)

41
Monitoring perdarahan
EBV : 80 x 9.5 kg = 760
EBL : 10% x 760 = 76
20% x 760 = 152
30% x 760 = 228

Perdarahan :
 Kassa ½ basah : 5 x 5 cc = 25 cc
 Total : 25 cc

2. Post Operasi
Di Ruang Pemulihan
Setelah operasi selesai pukul 10.45 wib,sekitar pukul 11.55 pasien dibawa ke ruang
pulih sadar/recovery room, lalu diberikan oksigen via nasal canul sebesar 1½
liter/menit, kemudian dilakukan penilaian terhadap tingkat kesadaran, pada pasien
kesadarannya adalah compos mentis. Dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
ditemukan tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 98x/menit, respirasi 28 x/menit dan
saturasi O2 99%.
Pasien di observasi di Recovery Room selama 2 jam.
Instruksi Pasca Bedah :
 Bed rest, head up 300
 O21½ liter/menit via nasal kanul
 IVFD paracetamol drip 100 cc
 Antibiotik dan terapi lain sesuai terapi bagian bedah
 Pantau vital sign per 15 menit selama 2 jam di RR

42

Anda mungkin juga menyukai