Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMOTORAK

A. Definisi
Pneumothoraks adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial antara pleural
visceral dan parietal. ( Arief Mansjoer, 2008 : 295 ). Pneumothoraks terjadi bila udara
masuk kedalam rongga pleura, akibatnya jaringan paru terdesak seperti halnya rongga
pleura kemasukan cairan. Lebih tepat kalau dikatakan paru kolaps ( jaringan paru
elastis). (Tambayong, 2000 : 108). Pneumothoraks adalah kolapsnya sebagian atau
seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang
mengelilingi paru. ( Corwin, 2009 : 550 ).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pneumothoraks adalah
pengumpulan udara didalam rongga pleura yang mengakibatkan gagal napas yang
dapat terjadi secara spontan atau karena trauma.

B. Etiologi
Masuknya udara ke dalam rongga dapat melalui luka pada dinding dada, atau
meluasnya radang paru-paru. Pada sapi bisa terjadi melalui diafragma, hal ini akibat
tusukan benda tajam. Terdapat beberapa jenis pneumothorax yang dikelompokan
berdasarkan penyebabnya :
1. Pneumothoraks Spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumothorax spontan primer terjadi jika pada
penderita tidak ditemukan penykait paru-paru. Pneumothoraks ini diduga disebabkan
pecahnya kantong kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla.
Pneumothorak spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru
(misalnya penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk
rejan).
2. Pneumothoraks Traumatik
Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus
(luka tusuk) atau tumpul (benturan pada kecelakaan). Pneumothoraks juga bisa
merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis). Bila
akibat jatuh atau patah rusuk, sering akan kita temukan emfisema subkutan, karena
pleura perietalnya juga mengalami kerusakan (robek).
3. Ketegangan pneumotorak
Pneumothoraks progresif menyebabkan kenaikan tekanan intrapleural ketingkat
yang menjadi positif sepanjang siklus pernafasan dan menutup paru-paru,
pergeseran mediastinum, dan merusak vena kembali kejantung. Air terus masuk
kedalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar.
4. Pneumothoraks Iatiogenik
Disebabkan oleh intervensi medis, termasuk jarum trausthoracic aspirasi,
thoracentesis, penempatan kateter vena pusat, pentilasi mekanik dan resusitasi
cardiopulmonari.

C. Manifestasi klinis
Gejala dan tandanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke
dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps. Gejalanya bisa
berupa :
1. Nyeri dada kejam yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk.
2. Sesak nafas
3. Dada terasa sempit
4. Mudah lelah
5. Denyut jantung cepat
6. Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen. Gejala-gejala tersebut
mungkin timbul pada saat istirahat akan tidur. Gejala lain yang mungkin ditemukan :
7. Hidung tampak kemerahan
8. Cemas, stress, tegang
9. Tekanan darah rendah (hipotensi)

D. Patofisologi dan Pathway


Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan kemampuan
dilatasi alveoli menurun dan lama-kelamaan mengakibatkan atelektasis (layuhnya
paruparu). Apabila luka pada dinding dada tertutup dan klien masih mampu bertahan,
udara yang berlebihan dapat diserap hingga tekanan udara di dalam rongga pleura akan
kembali normal. Karena adanya luka terbuka atau oleh pecahnya dinding paru-paru,
kuman dapat terhisap dan berkoloni di dalam pleura hingga terjadi inspeksi pleuritis.
Jenis kuman penyebab radang yang terbanyak adalah F nechrophorum,
chorinebacterium Spp, dan streptococcus spp.
Oleh radang akan terbentuk exudat yang bersifat pnukopurulent, purulent akan
serosanguineus yang disertai pembentukan jonjot-jonjot fibrin. Pada luka tembus dada,
bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus. Yang selanjutnya disebut “sucking
chest wound” (luka dada menghisap). Jika tidak ditangani maka hipoksia mengakibatkan
kehilangan kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah
berlawanan dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan aliran vena kaca
superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac
output. Jika ini tidak ditangani, pneumothoraks makin berat dapat menyebabkan
kematian dalam beberapa menit. Beberapa pneumothoraks spontan disebabkan
pecahnya “blebs”, semacam struktur gelembung pada permukaan paru yang pecah
menyebabkan udara masuk ke dalam kavum pleura.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik dengan bantuan sketoskop menunjukkan adanya penurunan
suara
2. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
3. Pemeriksaan EKG
4. Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural, dapat
menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
5. Torasentensis ; menyatakan darah / cairan serosanguinosa
6. Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Hb :
mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
7. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU
8. Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %

F. Penatalaksanaan
1. Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan tekan
dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik bersih. Pembalut plastik yang
steril merupan alat yang baik, namun plastik pembalut kotak rokok (selofan) dapat
juga digunakan. Pita selofan dibentuk segitiga salah satu ujungnya dibiarkan tebuka
untuk memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan. Hal ini untuk
mencegah terjadinya tension pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan terbuka sebagai
katup agar udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
2. Blast injury or tention
Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru, perlu
penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan untuk
mengurangi tekanan agar paru dapat mengembang kembali.
3. Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainage )
4. Perawatan Per-hospital
Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis untuk mengurangi
tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera dilakukan jika keadaan
pasien makin memburuk. Perwatan medis lebih lanjut dan evaluasi sangat
dianjurkan segera dilakukan. Termasuk dukungan ventilasi mekanik
5. Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakomi poskerolateral dan skernotomi
mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb, bulektonomi, subtotal pleurektomi.
Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS).

G. Komplikasi
1. Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya
pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru yang sehat juga
dapat terkena dampaknya.
2. Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian menjadi
akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan cepat. Gambaran ancaman
terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu pertimbangan tension
pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi, tachykardy, trachea berubah.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


H. Pengkajian fisik
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
Sirkulasi
Tanda : Takikardia, frekuensi tak teratur/disritmia, irama jantung gallop.
Nadi apical berpindah, hipertensi, hipotensi.
2. Integritas Ego
Gejala : Ketakutan, gelisah, bingung, ansietas
3. Makanan / Cairan
Tanda : Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan
4. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk, tiba-tiba
gejala sementara batuk atau regangan.
Tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit
Perilaku distraksi
Mengerutkan wajah
5. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, lapar napas, Batuk
Riwayat bedah dada/trauma, inflamasi/infeksi paru
Pneumothorak spontan sebelumnya, PPOM
Tanda : Takipnea, bunyi napas menurun atau tidak ada
Peningkatan kerja napas
Fremitus menurun
Hiperresonan (udara), bunyi pekak (cairan)
Gerakan dada tidak sama
Kulit : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan
Terapi PEEP
6. Keamanan
Gejala : Adanya trauma dada
Radiasi / kemoterapi untuk keganasan
7. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat faktor risiko keluarga : TBC, Kanker
Bukti kegagalan membaik

I. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

1. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru


(akumulasi cairan / udara), gangguan musculoskeletal, inflamasi nyeri.
Intervensi :
a) Identifikasi etiologi / faktor penentu
R/ : Pemahaman penyebab kolaps perlu untuk pemasangan selang
dada yang tepat.
b) Evaluasi fungsi pernapasan, observasi TTV
R/ : Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi
sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri.
c) Awasi kesesuian pola napas
R/ : Kesulitan bernapas dengan ventilator dan/atau peningkatan
tekanan jalan napas diduga memburuknya komplikasi.
d) Kaji premitus
R/ : Suara atau taktil premitus menurun pada jaringan yang terisi
cairan / konsolidasi.
e) Pertahankan posisi nyaman
R/ : Meningkatkan inspirasi maksimal
f) Berikan oksigen kanul / masker sesuai indikasi
R/: Meningkatkan penghilangan distress respirasi dan sianosis.

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi,


berulangnya masalah.
Intervensi :
a) Kaji patologi masalah individu
R/ : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan
b) Kaji ulang tanda dan gejala
R/ : Menurunkan / mencegah potensial komplikasi
c) Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, contoh nutrisi baik,
istirahat, latihan
d) R/: Mempertahankan kesehatan umum, meningkatkan penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan akan
ketahanan nyeri.
Intervensi :
a) Tingkatkan tirah baring atau duduk, jaga lingkungan tenang
R/ : meningkatkan istirahat dan ketenangan
b) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
R/ : Tirah baring lama nenurunkan kemampuan
c) Bantu melakukan rentang gerak sendi pasif/aktif
R/ : Membantu meregangkan persendian
d) Berikan obat sesuai indikasi, sedative, agen anti ansietas
R/ : Membantu dalam manajemen keterbukaan / kebutuhan tidur.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Intervensi :
a) Awasi perawatan diet. Beri makan sedikit tapi sering
R/ : Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anorexia
b) Berikan perawatan mulut sebelum makan
R/ : Menghilangkan rasa tidak enak, meningkatkan nafsu makan
c) anjurkan makan pada posisi tegak
R/ : Menurunkan rasa penuh pada abdomen
d) Konsul dengan ahli diet, sesuai kebutuhan klien
R/ : Berguna untuk membuat program diet klien
e) Berikan obat sesuai indikasi, antiemetik
R/ : Dapat menurunkan dan meningkatkan toleransi makanan

J. Evaluasi Keperawatan
1. Ventilasi / oksigenasi adekuat dipertahankan
2. Komplikasi dicegah/ diatasi
3. Nyeri tak ada / terkontrol
4. Proses penyakit / prognosis dan kebutuhan terapi dipahami

1. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru


(akumulasi cairan / udara), gangguan musculoskeletal, inflamasi nyeri.
a. Menunjukan pola pernapasan normal/efektif dengan GDA dalam rentang
normal
b. Bebas sianosis dan tanda/gejala hipoksia
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi,
berulangnya masalah.
a. Mengatakan pemahaman penyebab masalah
b. Mengidentifikasi tanda /gejala yang memerlukan evaluasi medik
c. Mengikuti program pengobatandan menunjukan perubahan pola hidup
d. yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan akan
ketahanan nyeri.
a. Menunjukan teknik atau perilaku yang memampukan kembali melakukan
aktivitas
b. Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
a. Menunjukan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan/
mempertahankan berat badan yang sesuai
b. Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas tanda mal nutrisi.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofiologi Edisi Revisi


3. Jakarta : EGC
Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta : EGC
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan edisi 17. Jakarta :
EGC
Mansjoer, Arif. dkk . 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2
Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI
Syaifuddin, H . 2006 . anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa
Keperawatan Edisi 3.
Jakarta : EGC
Tambayong, Jan . 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai