Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA

Oleh:

Ita Rosita 1620221206

Diajukan Kepada :

dr. Tjatur Kuat Sagoro, Sp.A (K)

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’ JAKARTA
PERIODE 2 JULI – 09 SEPTEMBER 2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSUP PERSAHABATAN

Disusun oleh :

ITA ROSITA 1620221206

Pembimbing
dr. Tjatur Kuat Sagoro, Sp.A (K)

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan
Kasus “PNEUMONIA” dengan baik. Kasus ini merupakan salah satu syarat dalam
mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Persahabatan. Dalam menyelesaikan tugas ini penulis
mengucapkan rasa terima kasih kepada dr. Tjatur Kuat Sagoro, Sp.A (K) selaku
pembimbing.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan kasus ini banyak terdapat


kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga kasus ini dapat
bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang berkepentingan bagi
pengembangan ilmu kedokteran.

Jakarta, Juli 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Cover………………………………………………………………………………......i

Lembar Pengesahan…………………………………………………………………...ii

Kata Pengantar………………………………………………………………………..iii

Daftar Isi……………………………………………………………………………...iv

BAB I Status Pasien…………………………………………………………………...1

BAB II Tinjauan Pustaka…………………………………………………………….18

BAB III Analisa Kasus………………………………………………………………29

BAB IV Kesimpulan…………………………………………………………………32

Daftar Pustaka………………………………………………………………………..34

4
BAB I
STATUS PASIEN

I.I. IDENTITAS PASIEN


No. RM : 02373717
Nama pasien : An. H
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Jati Barang V No.26, Jati, Pulo Gadung,
Jakarta Timur
Tanggal lahir/Umur : 26 April 2018/ 2 Bulan 22 Hari
Masuk RSUP Persahabatan : 20 Juli 2018

IDENTITAS ORANGTUA

Orangtua Ayah Ibu

Nama Tn.A Ny.R


Umur sekarang 45 tahun 40 tahun
Perkawinan ke 1 1
Pendidikan terakhir STM SMK
Pekerjaan Karyawan IRT
Pangkat - -
Agama Islam Islam

I.II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 23 Juli 2018
di bangsal bougenvile bawah RSUP Persahabatan.
Keluhan utama : Sesak sejak 3 hari SMRS

5
Keluhan tambahan : Batuk, pilek dan demam
Riwayat penyakit sekarang :
Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien sesak. Sesak awalnya
hilang timbul dan semakin memburuk. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh adanya
aktivitas yang berlebih, tidur menggunakan lebih dari satu bantal disangkal. Sesak
napas tidak didahului oleh riwayat tersedak sebelumnya. Orang tua pasien mengatakan
anaknya terlihat sulit bernafas, pasien sering terbangun saat tidur akibat batuk dan
sesak.
Selain keluhan sesak, pasien mengeluh batuk berdahak. Dahak sulit dikeluarkan,
sehingga mengganggu tidur pasien. Orang tua pasien mengatakan bahwa warna dahak
bening. Batuk tidak dipengaruhi oleh adanya paparan debu atau perubahan cuaca.
Batuk disertai pilek dengan sekret hidung berwarna bening. Riwayat batuk lama
sebelumnya, keringat malam, penurunan berat badan disangkal.
Selain itu pasien juga demam. Demam hilang timbul, namun orangtua pasien
tidak pernah mengukurnya dengan thermometer, hanya dengan menggunakan
perabaan tangan saja. Selama timbul keluhan tersebut, pasien belum pernah diberikan
obat. Demam tidak disertai menggigil, ruam kemerahan, perdarahan gusi, mimisan,
nyeri maupun cairan yang keluar dari telinga, kejang maupun penurunan kesadaran.
Tidak ada riwayat berpergian sebelum pasien demam. Tidak ada keluhan BAB dan
BAK. Selama sakit, nafsu makan pasien berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien pernah mengalami gejala serupa sebelumnya dengan diagnose


pneumonia dan dirawat selama 4 hari
 Pasien tidak memiliki alergi obat maupun makanan
 Riwayat trauma disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

6
 Tidak ada keluarga yang memiliki gejala yang serupa
 Keluarga tidak memiliki riwayat alergi atau batuk lama

Riwayat Sosial Ekonomi


 Pasien dirumah tinggal bersama dengan ayah, ibu dan 2 kakanya
 Tempat tinggal pasien berada pada kawasan padat penduduk
 Terdapat tetangga yang memiliki keluhan serupa
 Tidak ada keluarga yang merokok di rumah
 Pasien menggunakan BPJS untuk berobat

Riwayat Antenatal

 Anak ke-3 dari 3 bersaudara


 Ibu pasien rutin ANC selama mengandung pasien ke puskesmas
 Ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan selain dari bidan selama masa kehamilan
 Ibu tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol
 Tidak ada masalah kehamilan selama mengandung pasien

Riwayat Persalinan
 Pasien dilahirkan secara spontan pada saat usia kehamilan 39 minggu
 Berat badan lahir 3300 gram dan panjang lahir 61 cm
 Saat lahir pasien langsung menangis dan berwarna kemerahan
 Tidak ditemukan kelainan pada saat pasien lahir

Riwayat Makanan

7
Umur ASI Susu Formula Nasi tim Cemilan
0 – 6 bulan + + - -

Riwayat Imunisasi

Jenis imunisasi I II III IV Reaksi


BCG 1 bulan - - - demam
DTP 1 bulan - - - demam
Polio - - - - -
Campak - - - - -
Hepatitis B - - - - -
Hib - - - - -
Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap
Riwayat Keluarga
 Corak Reproduksi Ibu: Status kebidanan G3P3A0.
 Keadaan anak: pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara.

I.III PEMERIKSAAN FISIS


Dilakukan pada tanggal 20 dan 23 Juni 2018 pukul di bangsal Bougenville bawah
RSUP Persahabatan.
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, rewel
Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital
Saat di Poli Saat di Ruangan

Nadi : 140 x/menit HR : 130 x/menit kuat angkat, isi cukup, teratur

RR : 54 x/menit RR : 45x/menit teratur, kedalaman cukup

Suhu : 36.6 0C Suhu : 36,7 0C frontal

SpO2 : 94% SpO2 : 98 % dengan O2 2 lpm

Data antropometri

8
Berat badan : 4.8 kg
Panjang badan : 55 cm
Lingkar kepala : 40.5 cm

Status antropometri dengan kurva WHO (Z score)


BB/U : 0 < Z score < 2
TB/U : 0 < Z score < 2
Kesan : status gizi normal dengan perawakan normal

LK/U : -2 SD <LK< 2 SD
Kesan : Normocephal

Status Generalis

Kepala : Normocephal, rambut hitam merata, tipis, tidak mudah dicabut.

Mata : Palpebra mata tidak cekung, konjungtiva anemis (-/-), sklera


tidak ikterik, kornea jernih, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung positif, pupil bulat isokor 2/2, air mata +/+.
Telinga : Daun telinga simetris kanan dan kiri, lekukan sempurna, liang
telinga lapang, tidak ada serumen, tidak ada sekret, tidak ada
nyeri.
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, mukosa tidak
hiperemis, sekret (+) berwarna bening, napas cuping hidung
(+).
Mulut : Bibir tidak sianosis, mukosa bibir kering, lidah tidak kotor,
tidak tremor, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang.
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB.

9
Toraks : Bentuk dada normal, simetris, terdapat retraksi intercostal dan
subcostalis, tidak ada sikatriks, tidak ada pelebaran vena.
Paru

KIRI KANAN
Inspeksi Pergerakan dada simetris, Pergerakan dada simetris,
terdapat retraksi retraksi interkostalis,
interkostalis, subcostalis. subcostalis.
Palpasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Perkusi Sonor Sonor


Auskultasi Bronkovesikuler Bronkovesikuler
Ronkhi (+) Ronkhi (+)
Wheezing (+) Wheezing (+)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV linea midklavikula sinistra,
kuat angkat

Perkusi : Tidak dilakukan


Auskultasi : Bunyi jantung I tunggal dan BJ II split konstan, gallop (-),
murmur (-).

Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak ada benjolan / distensi / luka / sikatrik / venektasi.
Auskultasi : Bising usus normal (5 kali permenit).
Palpasi : Supel, datar, nyeri tekan tidak ada, hepar tidak teraba,
limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba, turgor kembali cepat.
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen.
Ekstremitas : Akral dingin, edema tidak ada, sianosis tidak ada, tonus baik,
CRT <2 detik, koilonikia (-/-)

10
I.III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium RSUP Persahabatan (13 Juli 2018)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi
Darah Rutin
Hb 9.9 (L) 10,5 – 14,0 g/dl
Ht 29.1 (L) 32.0 – 42.0 %
Eritrosit 3.71 3,70 – 5,30 juta/µL
Leukosit 10.08 6000 – 14000 / µL
Trombosit 321.000 150.000 – 400.000 /µL
Hitung Jenis:
 Basofil 0.3 0–1%
 Eosinofil 9.6 (H) 1–3%
 Neutrofil 25.2 (H) 52 – 76 %
 Limfosit 53.9 (H) 20 – 40 %
 Monosit
11.0 (H) 2–8%
MCV
78.6 72 – 88 fl
MCH
26.8 24 – 30 pg
MCHC
34.0 32 – 36 g/dL

Analisa Gas Darah


pH 7.46 7,350 -7.450 mmHg
pCO2 33.00 (L)
35.00 – 45.00 mmHg
pO2 180.00 (H)
HCO3 75.00 – 100.00 mmol/L
20.90 (L)
Total CO2 21.90 21.00 – 27.00 mmol/L
Base excess -4.00 (L) -2.50 - +2.50 mmol/L
O2 saturation 96.50 95.00 – 98.00 %
Standard HCO3 22.1
22.00 – 24.00 mmol/L

11
Hasil Laboratorium RSUP Persahabatan (20 Juli 2018)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi
Darah Rutin
Hb 11.2 10,5 – 14,0 g/dl
Ht 32.8 32 – 42 %
Eritrosit 4.25 3,7 – 5,3 juta/µL
Leukosit 13.65 6000 – 14000 / µL
Trombosit 386.000 150.000 – 400.000 /µL
Hitung Jenis:
 Basofil 0.6 0–1%
 Eosinofil 9.7 (H) 1–3%
 Neutrofil 11.3 (L) 52 – 76 %
 Limfosit 68.4 (H) 20 – 40 %
 Monosit 10.0 (H) 2–8%
MCV 77.2 72 – 88 fl
MCH 26.4 24 – 30 pg
MCHC 34.1 32 – 36 g/dL

Radiologi

12
Tanggal 13/07/2018
Kesan :
Penumonia dd/ TB Paru

Tanggal 20/07/2018
Kesan:
Dibandingkan dengan radiografi
13/07/2018, infiltrat berkurang

I.IV. RESUME
Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien sesak. Sesak awalnya
hilang timbul dan semakin memburuk. Orang tua pasien mengatakan anaknya terlihat
sulit bernafas, pasien sering terbangun saat tidur akibat batuk dan sesak. Selain keluhan

13
sesak, pasien mengeluh batuk berdahak. Dahak sulit dikeluarkan, sehingga
mengganggu tidur pasien. Orang tua pasien mengatakan bahwa warna dahak bening.
Batuk disertai pilek dengan sekret hidung berwarna bening. Pasien juga demam.
Demam hilang timbul, namun orangtua pasien tidak pernah mengukurnya dengan
thermometer, hanya dengan menggunakan perabaan tangan saja. Selama timbul
keluhan tersebut, pasien belum pernah diberikan obat.
Pasien menjalani imunisasi tidak lengkap. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, laju nadi 130 kali per
menit, frekuensi nafas 45 kali permenit, suhu awal 36.70C. Pada saat inspeksi dikedua
lapang paru terlihat adanya retraksi subcostal dan intercostal, auskultasi pada kedua
lapang paru didapatkan ronkhi dan wheezing positif.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap didapatkan Hb = 11.2
g/dl, Ht = 32.8%, leukosit : 13.650, hitung jenis : 0.6/9.7/711.3/68.4/10.0. Hasil
pemeriksaan rontgen thorax tanggal 13 Juli 2018 didapatkan adanya infiltrat pada
kedua paru, dengan kesan pneumonia, hasil rontgen thorax pada tanggal 20 Juli 2018,
kesan infiltrate dikedua lapang paru berkurang.

I.V. DIAGNOSIS KERJA


- Pneumonia berulang

I.VI. PENATALAKSANAAN
- Nonmedikamentosa
o Edukasi : Perjalanan penyakit, penatalaksanaan, prognosis, pencegahan
o Intervensi gizi : diet cair 12x40 cc susu formula rute oral
o Ventolin 1 respule + NaCl 0.9% 3x1
o O2 2 lpm
- Medikamentosa
o IVFD KAEN 1B® 10 tpm
o Inj. Cefotaxim 3x125 mg

14
o Ambroxol + Salbutamol 3x1

I.VII. PROGNOSIS
Ad. Vitam : dubia ad bonam
Ad. Fungionam : dubia ad bonam
Ad. Sanationam : dubia ad bonam

I.VIII. FOLLOW UP PASIEN


Tanggal Follow UP

23-7-2018 S: Demam (-), Batuk (+) dan pilek (+) dengan secret berwarna
bening, keluhan sesak berkurang, pasien rewel dan nafsu makan
menurun.

O: KU/Kes : Tampak rewel /Compos mentis


Tanda-tanda vital :
Nadi : 130 x/menit
Pernapasan : 45 x/menit.
Suhu : 36.4 0C
SpO2 : 98% dengan O2 2 lpm
Kepala : normochepal
Mata : Palpebra tidak cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik
-/-.
THT : napas cuping hidung (-), faring tidak hiperemis, T1-T1 tenang.
Mulut: mukosa bibir kering, tidak sianosis
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Toraks: simetris, ada retraksi subcostal dan intercostal berkurang
Cor : BJ I tunggal BJ II spliting reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara Napas Vesikuler, Ronkhi +/+, Wheezing +/+

15
Abdomen : datar, supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor
kulit abdomen cepat.
Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik
A:
- Pneumonia
P: KAEN 1B® 16 tpm
- Salbutamol + Ambroxol 3x1
- Inj. Cefotaxim 3x125 mg
- Ventolin 1 respule + NaCl 0.9% 3x1
- O2 2 lpm
24-5-2018 S: Demam(-) , Batuk (+) dan pilek (+) tapi keluhan sudah berkurang,
sesak berkurang.

O: KU/Kes : Tenang /Compos mentis


Tanda-tanda vital :
Nadi : 110 x/menit
Pernapasan : 38 x/menit.
Suhu : 36.7 0C
SpO2 : 98% dengan O2 2 lpm
Kepala : normochepal
Mata : Palpebra tidak cekung, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik
-/-.
THT : napas cuping hidung (-), faring tidak hiperemis, T1-T1 tenang.
Mulut: mukosa bibir kering, tidak sianosis
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Toraks: simetris, ada retraksi subcostal, substernal, intercostal dan
supra sternal
Cor : BJ I tunggal BJ II spliting reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara Napas Vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

16
Abdomen : datar, supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor
kulit abdomen cepat.
Ekstremitas : Akral dingin, sianosis (-), CRT < 3 detik
A:
- Pneumoni
P: KAEN 1B® 16 tpm
- Salbutamol + Ambroxol 3x1
- Inj. Cefotaxim 3x125 mg
- Ventolin 1 respule + NaCl 0.9% 3x1
- O2 2 lpm
- Rencana Pulang

17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 PNEUMONIA
II.1.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstisial. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme dan sebagian
kecil disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi, reaksi hipersensitivitas dan radiation
induced pneumonia (aspirasi).World Health Organization (WHO) mendefenisikan
pneumonia didiagnosis hanya berdasarkan penemuan klinis (batuk, kesulitan bernafas
dan tachypnea) yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernafasan. Di
negara berkembang istilah Lower Respiratory Track Infection (LRTI) secara luas
digunakan sebagai pengganti pneumonia, karena kesulitan akses masyarakat pada
Negara berkembang terhadap x-ray dan kesulitan dalam konfirmasi radiologi
diagnosis.1,10

II.1.2 Epidemiologi
Secara global kejadian pneumonia pada anak <5 tahun di negara berkembang
adalah 0,28 episode per anak - tahun (150 juta /tahun). Pneumonia bertanggung jawab
untuk 18% dari kematian (2 juta / tahun) pada anak-anak di seluruh dunia, sebagian
besar terjadi di negara-negara berkembang dengan akses terbatas ke sistem kesehatan..2

II.1.3 Etiologi
Pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping bakteri. Virus
bertanggung jawab untuk kasus 30-67% dari pneumonia, dan yang paling umum pada
anak-anak <2. Virus yang paling sering diidentifikasi adalah Respiratory Synctyal
Viirus (RSV) sebanyak 13-29% dan Rhinovirus (3-45%) baik dalam kombinasi dengan
bakteri atau sendirian. Virus lain yang bertanggung jawab untuk pneumonia terdiri
Adenovirus (1-13%), Influenza (4-22%) dan virus Parainfluenza (3-10%),

18
Metapneumovirus manusia (5-12%), Bocaviruses manusia (5-15%). Pada kasus yang
jarang adalah Enterovirus, Varisela, Herpes- dan Cytomegalovirus. Pada anak yang
lebih tua infeksi bakteri yang lebih sering: Streptococcus pneumoniae (30-44% )
diikuti oleh Mycoplasma pneumoniae ( 22-36%) dan Chlamydophila pneumonia (5-
27%). 3
Etiologi spesifik penyebab pneumonia didasarkan sesuai kelompok umur (bayi
baru lahir, bayi muda/young infants, anak-anak, anak usia 5 tahun, anak usia sekolah
dan remaja muda, serta dewasa).4
Faktor risiko spesifik yang menyebabkan terjadinya pneumonia meliputi; (1)
lung disease, seperti asthma atau cystic fibrosis; (2) kelainan anatomi, seperti
tracheoesophageal fistula; (3) gastroesophageal reflux disease dengan aspirasi; (4)
kelainan neurologi disertai dengan gangguan bersihan jalan nafas , dan (5) penyakit
yang disebabka oleh gangguan sistem imun, seperti penyakit imunodefisiensi dan
hemoglobinopati.

Usia Etiologi tersering Etiologi terjarang


Lahir – 20 hari Bakteri : E.colli, Bakteri : Bkateri anaerob,
Streptococcus grup B, Streptococcus grup D,
Listeria monocytogenes Haemophilus influenza,
Streptococcus pneumoniae
Virus : CMV, HMV
3 minggu – 3 Bakteri : Clamydia Bakteri : Bordetella pertusis,
bulan trachomatis, Streptococcus Haemophilus influenza tipe B,
pneumoniae Moraxella catharalis,
Virus : Adenovirus, Staphylococcus aureus
Influenza, Parainfluenza 1, 2, Virus : CMV
3
4 bulan – 5 tahun Bakteri : Clamydia Bakteri : Haemophilus
pneumoniae, Mycoplasma influenza tipe B, Moraxella
pneumoniae, Streptococcus catharalis, Staphylococcus
pneumoniae aureus, Neisseria
meningitidis
Virus : Varicela zoster

19
Virus : Adenovirus,
Rinovirus, Influenza,
Parainfluenza
5 tahun - remaja Bakteri : Clamydia Bakteri : Haemophilus
pneumoniae, Mycoplasma influenza, Legionella sp.
pneumoniae

II.1.4 Patogenesis
Pneumonia dapat ditularkan secara airborne dari individu yang terinfeksi.
Namun, sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh self-infection yang terdiri
dari satu atau lebih jenis mikroba yang berasal dari hidung dan mulut. Pada orang sehat,
bakteri saluran napas bagian atas yang khas seperti Streptococcus pneumoniae ( sering
disebut sebagai “pneumococcus”) dan Hemophilus influenzae adalah bakteri yang
paling sering menyebabkan Community acquired pneumonia (CAP). Pada Hospital
acquired pneumonia (HAP) biasanya disebabkan oleh bakteri lebih resistant, seperti

20
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, dan
Escherichia coli.5
Dalam keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai
parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh mekanisme
pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme
pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah
makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobunlin
lain.10
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui
saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru
yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit,
cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium
hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan
leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi kelabu. Berikutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, dimana
sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium
ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena
akan tetap normal.6
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi
yang lebih difus dengan pneumonia intersitial. Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi
terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dan sejumlah besar eksudat, edema, dan
perdarahan terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan
fasa limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan
cepat menjadi buruk yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang
tinggi, kecuali bila diobati lebih awal, infeksi ditandai dengan bronkopneumonia,
daerah yang hemoragik, nekrosis dan akhirnya menyebabkan pneumotoceles,
empyema dan terkadang fistula bronkopneumonia. Stafilokokus menyebabkan
penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok pada satu
sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas.10

21
II.1.5 Gambaran Klinis7,2
Gejala klinis yang khas pneumonia terdiri dari:
1. Batuk (30% dari anak-anak yang datang ke klinik rawat jalan dengan batuk,
memiliki tanda-tanda radiografi pneumonia, dan batuk dilaporkan di 76% dari anak-
anak dengan CAP. Perlu dicatat bahwa produksi sputum pada anak prasekolah
jarang terjadi, karena mereka cenderung menelannya.
2. Demam (ditemikan sebanyak 88-96% pada anak dengan radiologis dikonfirmasi
pneumonia
3. Tanda-tanda gangguan pernapasan: tachypnoe (Gambar 1), riwayat sesak napas atau
kesulitan bernafas, retraksi dada dan napas cuping hidung. Tachypnoe merupakan
penanda yang sangat sensitive pneumonia.
4. Nyeri dada
5. Sakit kepala

Gambar Tachypnoe didefinisikan menurut kriteria WHO

Berdasarkan gejala klinis pneumonia dapat dibagi menjadi severe, very severe
yang diharuskan untuk rawat inap dan non-severe. Gambar 2 menyajikan pendekatan
sederhana yang direkomendasikan oleh WHO untuk diterapkan di negara berkembang
untuk membantu petugas kesehatan lapangan menilai kebutuhan rujukan rumah sakit.

22
Gambar Tingkat keparahan pneumonia – klasifikasi WHO

II.1.6 Diagnosis
a. Anamnesis8
- Batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif dengan dahak,
bahkan bisa berdarah, Sesak nafas, Demam, Tampak lemah, Serangan
pertama atau berulang/ untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromaise, kelainan anatomi bronkus, dan asma.
b. Pemeriksaan Fisik8,9,10
- Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan
pada saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang sebabkan anak
gelisah dan rewel.
- Penilaian keadaan umum : kesadaran dan kemampuan makan/minum
- Pemeriksaan auskultasi : adanya takipneu, batuk, ronkhi, adanya wheezing,
terutama dengan tidak adanya demam, membuat diagnosis khas pneumonia
bakterial disangkal, hal tersebut merupakan tanda umum viral dan
Mycoplasma pneumonia.
- Gejala distres pernapasan : nafas cuping hidung takipnea, retraksi subkostal,
merintih, dan penurunan suara paru

23
- Tanda komplikasi dari pneumonia; efusi, empyema, pneumothoraks, dan
suara nafas berkurang atau menurun
- Demam dan sianois
- Anak dibawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia yang
klasik, pada anak yang demam dan sakit akut terdapat gejala yakni nyeri yang
diproyeksikan ke abdomen, sedangkan pada bayi muda gejala pernafasan tak
teratur dan hipopnea.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi8,10
- Pemeriksaan rontgen dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak
dengan infeksi saluran nafas bawah akut ringan tanpa komplikasi.
- Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada pasien yang dirawat inap atau
bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan.
- Pada pneumonia terdapat gambaran radiologis yang khas, walaupun terdapat
tumpang tindih yang dapat menghalangi diagnostik definitif melalui
pemeriksaan radiologi saja.
- Pneumonia bakterial ditandai oleh adanya konsolidasi lobaris atau pneumonia
berbentuk bundar dengan disertai adanya efusi pleural 10-30% kasus.
- Gambaran radiologi pada pneumonia viral adalah hiperinflasi dengan bilateral
infiltrate interstitial dan peribronkial cuffing.

Pemeriksaan laboratorium8,10
- Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk
membedakan pneumonia yang disebabkan oleh virus atau bakteri. Pneumonia
yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan peningkatan leukosit dan
granulosit, sedangkan pada virus mungkin normal atau meningkat tetapi tidak
lebih dari 20.000/mm3 disertai dengan predominan limfosit.
- Pemeriksaan kultur darah dan pewarnaan gram sputum dengan kualitas yang
baik direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia berat.

24
Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan, tapi
direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada
setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia bakterial
- Pemeriksaan yang secara akurat dapat membantu penegakan diagnosis
pneumonia virus adalah pemeriksaan biakan atau pemeriksaan antigen viral
secara cepat pada sediaan sekret respiratori atas, tetapi ini tidak dapat
menyingkirkan pneumonia bakterial
- Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura untuk mendeteksi adanya
bakteri, jamur dan virus untuk penegakkan diagnosis dan memulai pemberian.

II.1.7 Diagnosis Banding6


Bronkopneumonia Bronkiolitis
 Bronkopneumonia adalah peradangan yang  Bronkiolitis adalah inflamasi bronkiolus pada bayi
terjadi dari bronkus sampai alvelous paru. <2 tahun. Penyebab utama adalah RSV.
 Streptococcus pneumonia, dan Haemofillus  Bronkiolitis merupakan penyakit seasonal virus
influenza yang ditandai dengan adanya panas, pilek, batuk,
 Gejala Klinis: dan mengi
- Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi  Gejala klinis:
produktif dengan dahak purulent  Demam atau riwayat demam, namun jarang
- Sesak napas terjadi demam tinggi
- Demam  Rinorrhea, nasal discharge (pilek) sering timbul
- Tampak lesu sebelum gejala seperti batuk, takipne, sesak
- Pernapasan cuping hidung napas dan kesulitan makan
- Merintih (grunting)  Batuk dan mengi khas untuk bronchiolitis
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam  Pemeriksaan fisis
 Pemeriksaan Fisis  Napas cepat merupakan gejala utama dari
- Frekuensi napas meningkat lower respiratory tract infection (LRTI)
- Ronkhi (+)  Retraksi dinding dada (subkosta, interkosta,
- Retraksi subcostal, interkosta, epigastrium dan supraklavikula)
- Berespons terhadap pemberian bronkodilator,  Hiperinflasi dinding dada (hal ini yang dapat
antibiotik, inhalasi kortikosteroid membedakan bronchiolitis dari pneumonia)
 Wheezing di seluruh lapang paru

25
II.1.8 Tatalaksana
Kriteria Rawat Inap:11
1. Gejala klinis severe pneumonia
2. Gejala sepsis
3. Usia < 6 bulan
4. Hipoksemia, saturasi oksigen < 92%
5. Gambaran radiologi : multilobar pneumonia, pleural effusion
6. CAP yang disebabkan oleh pathogen dengan virulensi yang tinggi, seperti MRSA
7. Keluarga tidak dapat merawat pasien di rumah

II.1.8.1 Tata Laksana Umum


Terapi pneumonia adalah terapi suportif dan terapi spesifik yang tergantung pada
berat ringannya penyakit, komplikasi dan kuman penyebab pneumonia. Usia, tingkat
keparahan penyakit, komplikasi yang dapat ditemukan pada pemeriksaan rontgen
toraks, derajat distres respiratori dan kemampuan keluarga untuk merawat anak yang
sakit, serta progresivitas penyakit harus dipertimbangkan untuk menentukan pilihan
cara rawat baik rawat jalan ataupun rawat inap. Walaupun sebagian besar kasus
pneumonia komunitas pada anak kecil disebabkan oleh virus, pada sebagian besar
situasi para ahli menyarankan pemberian terapi antibiotik empiris untuk berbagai kasus
yang dapat diterapi. Pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, tapi
umumnya sebagian besar pasien diberi antibiotik karena infeksi bakteri sekunder tidak
dapat disingkirkan.10
 Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat +bernapas dengan udara
kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau
sungkup untukmempertahankan saturasi oksigen >92%
 Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena
dan dilakukan balans cairan ketat
 Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak
dengan pneumonia

26
 Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien
dan mengontrol batuk
 Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance
 Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap
4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.8

II.1.8.2 Pemberian antibiotik10,12


- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak
<5tahun karena efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Dosis 90
mg/kgBB/hari dibagi dua dosis selama 5-10 hari. Alternatifnya adalah co-
amoxiclav, ceflacor,eritromisin, claritromisin, dan azitromisin
- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika Streptococcus
pneumoniae sangat mungkin sebagai penyebab.
- Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydophila pneumonia antibiotik
golongan makrolid seperti azithromycin diberikan sebagai pilihan pertama
secara empiris pada anak >5 tahun
- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi
flucloxacillin dengan amoksisilin
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat
- Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol, co-
amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime

II.1.9 Nutrisi
Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus
dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena.
Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya

27
pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan,
sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil. Perlu dilakukan pemantauan balans
cairan ketat agar anak tidak mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat
terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik.8

II.1.11 Kriteria Pulang 8


 Gejala dan tanda pneumonia menghilang
 Asupan per oral adekuat
 Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

II.1.12 Komplikasi
Komplikasi pneumonia biasanya disebabkan oleh meluasnya infeksi bakteri ke
kavitas toraks yang menyebabkan efusi pleura, empyema dan pericarditis atau
bacteremia. Meningitis, artritis supuratif dan osteomyelitis adalah komplikasi yang
berbahaya akibat perluasan infeksi bakteri secara hematogen. S. aureus dan S.
pneumoniae adalah penyebab utama empyema.10
Pneumonia adenovirus berat dapat menyebabkan bronkiolitis obliterans, yaitu
proses inflamasi sub akut dimana saluran respiratori berkaliber kecil digantikan oleh
jaringan parut, sehingga terjadi penurunan volume paru dan komplians paru.10

II.1.13 Prognosis
Pneumonia bakterial seringkali menyebabkan cairan inflamasi terkumpul di
ruang pleura, kondisi ini disebut empiema. Pada umumnya anak akan sembuh dari
pneumonia dengan cepat dan sembuh sempurna. Walaupun kelainan radiologi dapat
bertahan 6-8 minggu, dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas
dapat diturunkan sampai kurang dari 1%.10

28
BAB III
ANALISA KASUS

Diagnosis Pneumonia pada pasien ini ditegakkan berdasarkan :


 Adanya sesak 3 hari SMRS, disertai dengan batuk berdahak yang sulit dikeluarkan,
pilek / "nasal discharge", demam diakui oleh orangtua pasien saat di rumah.
 Dari pemeriksaan tanda vital diketahui bahwa frekuensi nafas pasien adalah 56 kali
permenit. Menurut WHO laju nafas normal :
- <2 bln = < 60x/menit
- 2-12 bulan = < 50x/menit
- 1-5 tahun = < 40 x/menit
- 6-8 tahun = <30 x/menit

29
 Dari pemeriksaan fisik lokalis didapatkan bahwa adanya retraksi pada subcostal,
substernal, intercostal dan supraclavicula pasien disertai dengan adanya nafas cuping
hidung. Adanya retraksi menandakan pasien alami dispneu atau kesulitan bernafas.
Pada auskultasi ditemukan adanya ronkhi basah halus pada kedua paru dan wheezing
(+). Berdasarkan Buku Ajar Respirologi Anak IDAI tahun 2010 bahwa gejala klinis
dari pneumonia adanya retraksi yang menandakan kesulitan bernafas dan adanya
ronkhi pada kedua paru
 Menurut pedoman pelayanaan medis 2009, Ditemukannya demam, batuk, sesak nafas
(RR>40 x permenit) dan ronhki merupakan kriteria diangosis pneumonia, pada
pemeriksaan rontgen ditemukan adanya infiltrat di kedua lapang paru

Diagnosis Banding
Diagnosis Gejala yang ditemukan

Bronkopneumonia Demam
Batuk dengan nafas cepat
Crackles (ronkhi) pada auskultasi
Pernafasan cuping hidung
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Sianosis
Bronkiolitis Episode pertama wheezing pada anak umur <2
tahun,
Demam atau riwayat demam, namun jarang
demam tinggi,
Hiperinflasi dinding dada,
Ekspirasi memanjang,
Asma timbul secara episodik cenderung pada malam hari
atau dini hari (nokturnal), musiman, setelah
aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau
atopi,
mengi berulang dan sesak napas,

Penatalaksanaan
Cairan

30
Pada pasien diberikan IFVD Kaen IB sebanyak 1100 cc/24 jam. Larutan ini per 500 ml
mengandung: Glukosa 37.5 gr, Natrium 38.5 mEq/Liter, Klorida 38.5 mEq/Liter.
Osmolaritas: 285 mOsm/Liter.
Perhitungan cairan pada pasien berdasarkan holiday segar:
Untuk berat badan 10 kg yang pertama: 100 ml/kg/24 jam
BB pasien adalah 4.8 kg, maka 10 kg pertama X 100/24 jam = 1000 ml dalam 24 jam.
Kebutuhan cairan pasien adalah 1000 ml dalam 24 jam, pasien ini diberikan KAEN 1B
10 tpm.

Antibiotik
Antibiotik oral pilihan pertama (first line drug) adalah amoxicillin, sedangkan
untuk antibiotik IV dapat diberikan ampisilin dan kloramfenikol, co-amoxiclav,
ceftriaksone, cefuroxime dan cefotaxime (yakni golongan sefalosporin). Pada pasien
ini diberikan antibiotik cefotaxime secara parenteral. Dosis cefotaxime untuk anak-
anak adalah 50-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Berat badan pasien adalah
4.8 kg. Rentang dosis pada pasien ini adalah 240-960mg. Sehingga dosis untuk pasien
ini adalah 3x125 mg IV. Cefotaxime merupakan golongan sefalosporin. Golongan
sefalosporin termasuk dalam beta lactam. Cefotaxime menginhibisi sintesis dinding sel
selama replikasi aktif atau memiliki sifat baketrisid.

Salbutamol dan Ambroxol


Salbutamol adalah golongan obat agonis beta-2 adrenergik, bekerja untuk merelaksasi
otot polos bronkus. Dosis salbutamol 0.3-0.6 mg/kgBB/hari, berat badan pasien 4.8kg,
sehingga dosis yang diberikan 1.44-2.88 mg. Ambroxol merupakan obat mukolitik,
bekerja mengencerkan lendir dengan cara memecah ikatan asam mukopolisakarida
pada lendir sehingga menjadi lebih encer dan mudah untuk dikeluarkan. Dosis
ambroxol adalah 0.5 mg/kgBB/8 jam, dosis yang diberikan 2.4 mg/8 jam. Salbutamol
dan ambroxol diberikan dengan dosis 3x1 rute oral.

Nebulisasi
Nebulisasi dengan NaCl+ventolin 3x1

31
Nebulisasi dengan bronkodilator bertujuan untuk mengatasi gejala akut seperti sesak.
Ventolin (Salbutamol) merupakan obat golongan beta 2 agonis merupakan obat
bronkodilator. Mekanisme kerja agonis reseptor beta 2 adalah relaksasi otot polos jalan
nafas dengan menstimulasi reseptor beta 2 adrenergik dengan meningkatkan C-AMP
dan menghasilkan antagonisme fungsional terhadap bronkokonstriksi. NaCl digunakan
untuk mengencerkan obat bronkodilator.

Prognosis
Prognosis pada pasien
- ad vitam : Dubia ad bonam
Yang mengarah ke perbaikan adalah respon pasien yang cepat dengan pengobatan
- ad fungtionam : dubia ad bonam
Karena gejala klinis pasien dan ronkhi sudah berkurang pada hari ke 3 pasien dirawat
dan menghilang pada hari ke 4
- ad sanationam = dubia ad bonam
karena respon pasien terhadap pengobatan
BAB IV
KESIMPULAN

Pasien seorang bayi laki-laki berusia 2 bulan datang ke Poli. Pasien datang dalam
keadaan sesak nafas disertai batuk dan pilek. Sesak awalnya hilang timbul dan semakin
memburuk. Orang tua pasien mengatakan anaknya terlihat sulit bernafas, pasien sering
terbangun saat tidur akibat batuk dan sesak. Selain keluhan sesak, pasien mengeluh
batuk berdahak. Dahak sulit dikeluarkan, sehingga mengganggu tidur pasien. Orang
tua pasien mengatakan bahwa warna dahak bening. Batuk disertai pilek dengan sekret
hidung berwarna bening. Pasien juga demam saat di rumah. Demam hilang timbul,
namun orangtua pasien tidak pernah mengukurnya dengan thermometer, hanya dengan
menggunakan perabaan tangan saja. Selama timbul keluhan tersebut, pasien belum
pernah diberikan obat.

32
Pasien menjalani imunisasi tidak lengkap. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, laju nadi 130 kali per
menit, frekuensi nafas 45 kali permenit, suhu awal 36.70C. Pada saat inspeksi dikedua
lapang paru terlihat adanya retraksi subcostal dan intercostal, auskultasi pada kedua
lapang paru didapatkan ronkhi dan wheezing positif.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap didapatkan Hb = 11.2
g/dl, Ht = 32.8%, leukosit : 13.650, hitung jenis : 0.6/9.7/711.3/68.4/10.0. Hasil
pemeriksaan rontgen thorax tanggal 13 Juli 2018 didapatkan adanya infiltrat pada
kedua paru, dengan kesan pneumonia, hasil rontgen thorax pada tanggal 20 Juli 2018,
kesan infiltrate dikedua lapang paru berkurang.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan
didiagnosis bahwa pasien mengalami Pneumonia. Gejala pneumonia yang khas adalah
adanya gejala umum seperti demam, gejala respiratori seperti batuk, sesak napas. Saat
pemeriksaan fisik didapatkan ronkhi pada kedua lapang paru dan juga di dapatkan
wheezing. Pasien diberi tatalaksana umum diantaranya iv line, antibiotik, salbutamol
+ ambroxol, nebulizer dan bronkodilator Setelah dirawat selama 4 hari pasien terlihat
lebih baik karena diterapi sesuai keadaan klinisnya.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Pneumonia. Fact sheet No. 331.2011. Available at


www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en. Accessed 03.08.2012
2. Singh V, Aneja S. Pneumonia – management in the developing World. Pediatr
Respir Rev 2011;12:52-59
3. Michelow IC, Olsen K, Lozano J, Rollins NK, Duffy LB, Ziegler T, Kauppila J,
Leinone M, McCracken GH Jr.. Epidemiology and clinical characteristic of
community acquired pneumonia in hospitalized children. Pediatrics 2004
4. Buku Ajar Respirologi Anak, IDAI, Jakarta : 2013
5. Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society Pneumonia,
www.thoracic.org/patients/patient-/breathing-in-america/resource/chapter-15-
pneumonia.pdf
6. Banett J 2017, Pediatric pneumonia: reference, diakses pada kamis 28 Juli 2018
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview

34
7. Don M, Canciani M, Korppi M. Community – acquired pneumonia in children:
what’s old? What’s new? Acta paediatrica 2010;99:1602-1608
8. Pedoman Pelayanan Medis Jilid I Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta: 2009.
9. Harris M, Clark J, Coote N, Fletcher P, Harnden A, McKean M, Thomson A. on
behalf of the British Thoracic Society Standards of Care Committee. British
Thoracic Society guidelines for the management of community acquired
pneumonia in children:update 2011. Thorax 2011
10. Behrman, Kliegman, Jenson, Nelson Textbook of Pediatrics 17th Edition,
Elsevier, London, 2003
11. Irena, Anna, Pneumonia in Children, Respiratory Disease and Infection- A New
Insight- INTECH, 2013
12. Argawal D, Awasthi S, Kabra SK, Kaul A, Singhi S, Walter SD; ISCAP Study
Group. Three day versus five day treatment with amoxicillin for non-severe
pneumonia in young children: a multicentre randomized controlled trial BMJ
2004;328:791

35

Anda mungkin juga menyukai