Cedera Kepala
Cedera Kepala
uNyu
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Medical, Bedah, Maternitas, Jiwa
Home
Disclaimer
Privacy
TOS
Contact
Disusun oleh:
Lutfy Nooraini
CEDERA KEPALA
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas
untuk mengatasi trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun
pada benturan, beberapa mili detik akan terjadi depresi maksimal dan
diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada
tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti
kontusio/memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang
bervariasi tergantung pada luas daerah trauma.
Sehingga apabila terjadi cedera kepala memerlukan penatalaksanaan
yang cepat, tepat dan asuhan keperawatan yang benar. Sehingga efek
sekunder dari cedera kepala dapat diminimalkan dan penyembuhan dapat
maksimal.
2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami mengenai trauma dan cedera kepala,
patofisiologi, tanda dan gejala serta penatalaksanaannya.
2. Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan
cedera kepala.
3. Mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan cedera
kepala.
B. KONSEP TEORI
1. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi dalam dua macam
yaitu :
a. Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari
trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
b. Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme,
fisiologi yang timbul setelah trauma.
KLASIFIKASI
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik
Coma Data Bank berdasarkan Skore Scala ComaGlascow (GCS).
Penggunaan istilah cedera kepala ringan, sedang dan berat berhubungan
dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan perawatan. Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Cedera Kepela Ringan
Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilanga kedaran atau amnesia akan
tetapi kurang dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak
ada kontusio serebral dan hematoma.
2. Cedera Kepala Sedang
Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia
lebih dari 0 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
3. Cedera Kepala Berat
Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia
lebih dari 24 jam meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma
intrakranial.
Tabel 1. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)
1. Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2. Respon Verbal
Orientasi baik 5
orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara Tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
3. Respon Motorik
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 3 - 15
2. ETIOLOGI
a. Kecelakaan
b. Jatuh
c. Trauma akibat persalinan.
3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer
dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika
yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat
irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan
laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal
dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas
tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada
substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak
komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala
traumatik berat.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer
biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini
adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik
pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan,
kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak
kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera
intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada
daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul
kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari
intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi
merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan
perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak.
Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor
seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak
metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan
neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau
sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung
lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus
frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala
kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar.
Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit
pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya
seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala
disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian
depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat
timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium
dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya
disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang
hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui
urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi
negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan
perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau
sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla,
karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi
unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi
pada lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas
deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan
tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi
pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri
terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal.
Kerusakan-kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang
menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang
dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya
Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi
diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.
4. TANDA DAN GEJALA
a. Gangguan kesadaran
b. Konfusi
c. Abnormalitas pupil
d. Awitan tiba-tiba defisit neurologi
e. Perubahan tanda vital
f. Gangguan penglihatan dan pendengaran
g. Disfungsi sensory
h. Kejang otot
i. Sakit kepala
j. Vertigo
k. Gangguan pergerakan
l. Kejang
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. CT Scan dan Rontgen mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak
b. Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma
c. X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang
d. Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika peningkatan tekanan intracranial.
e. Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intracranial
7. PENGKAJIAN
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka
dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah
satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis
yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan
tonus otot.
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya edema
serebri
b. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekresi dan
sumbatan jalan napas
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas yang lama
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif
dan penurunan kekuatan/tahanan.
e. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka pembedahan dan tindakan
invasif
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Kerusakan perfusi NOC Outcome : NIC : Circulatory care
jaringan - Perfusi jaringan 1. Monitor vital sign Mengetahui adanya
serebral cerebral 2. Moniror status resiko peningkatan
- Balance cairan neurologi TIK
3. Monitor status
Client Outcome : hemodinamik Peningkatan aliran
- Vital sign membaik 4. Posisikan kepela klien vena dari kepala
- Fungsi motorik head Up 30o menyebabkan
sensorik 5. Kolaborasi pemberian penurunan TIK
membaik manitol Mengurangi edema
sesuai order cerebri
5. Manajemen
pengobatan
KEPUSTAKAAN
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius
FK-UI, Jakarta
Doenges M.E. at al., 1992, Nursing Care Plans, F.A. Davis Company,
Philadelphia
Hudak C.M., 1994, Critical Care Nursing, Lippincort Company,
Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
OBAT BATUK
OBAT SINUSITIS
OBAT KOLESTEROL
OBAT ASMA
OBAT AMBEIEN
Reply
5.
agaric proMonday, December 12, 2016 2:40:00 PM
Thank you for sharing the information very useful. It is very
pleasant to read this article from your website.
Obat ambeien yang paling ampuh ditahun ini
Reply
6.
Ace InyongSunday, March 12, 2017 8:39:00 AM
Salah satu terapi tumor otak yang bisa anda lakukan adalah
dengan konsumsi jelly gamat qnc yakni obat alami yang dibuat
dari teripang emas, selain itu jelly gamat juga bisa untuk
mengobati Tumor Payudara yang biasa ditandai dengan
munculnya benjolan di payudara. Dan andapun yang
menderita kelenjar getah bening, liver bengkak anda bisa
mengkonsumsinya. Tanpa terkecuali anda yang memiliki
keluhan tbc hingga gangguan pencernaan dan kistaanda pun bisa
mengkonsumsinya sungguh hebat bukan.
Reply
7.
wahyuni yuniTuesday, March 21, 2017 10:15:00 AM
Thank you for the information gan, may be useful for all of us.
Greetings from us:
Links We wish Beneficial For Information About Health.
good ...?????
Vimax
Viagra
Obat Kuat
Reply
10.
Ace Maxs OriginalSaturday, April 08, 2017 11:24:00 AM
This is an extraordinary page pleased to visit your page, I found
your site on google
Pengobatan Ginjal Bocor
Pengobatan Ginjal Bengkak
Pengobatan Nyeri Sendi
Pengobatan Tbc Paru
Pengobatan Hepatitis B
Reply
11.
Heni HerbalSaturday, April 15, 2017 8:19:00 AM
So very interesting and good information that you provide on this
Friday thanks.
Ahlinya Obat Ambeien
Cara Alami Mengobati Penyakit Gondok Tanpa Operasi
Cara Alami Menguruskan Badan Dengan Cepat
Obat Herbal Tulang Keropos
Cara Mengatasi Kegemukan Yang Alami
Reply
12.
nunung fitriTuesday, April 18, 2017 1:47:00 PM
Thanks for the information
Cara-Mengobati-buang-air-kecil-terus-menerus-akibat-penyakit-
diabetes
Obat-pegal-Linu-Akibat-Asam-Urat-dan-rematik-secara-alami
Cara-Mengobati-Radang-Sendi-Akibat-Asam-urat-dan-rematik
Obat-Herbal-Untuk-Menyembuhkan-Penyakit-kista-ginjal-
100%-Ampuh
Reply
13.
vina fitrianiThursday, April 27, 2017 2:02:00 PM
thank you for information in site
penyebab keputihan pada wanita
cara menyembuhkan bronkitis
obat cedera lutut
Reply
14.
Juang PatlimaTuesday, May 02, 2017 11:22:00 AM
ini adalah halaman yang sangat luar biasa senang bisa berada
dihalaman anda.
Pengobatan Maag Kronis Secara Alami
Pengobatan Sinusitis Secara Alami
Reply
15.
wahyuni yuniTuesday, May 02, 2017 3:55:00 PM
Excellent information and very useful gan. Greetings from us.
we are waiting for further information.
Pengobatan Alami untuk Menghilangkan Benjolan Kelenjar Di
Leher
Penyebab umum Nyeri Pada Sendi dan Cara Mengobatinya
Obat Herbal untuk Menyembuhkan Nyeri atau Sakit Lutut
Obat Herbal untuk Menghilangkan Benjolan Di Mulut Rahim
Reply
16.
nunung fitriWednesday, May 03, 2017 2:26:00 PM
The information is interesting and I'm glad to be able to read your
article.
Penyebab-&-Obat-Sakit-Perut-Bagian-Bawah-Pada-Pria-dan-
Wanita
Cara-Terbaik-Mengobati-Penyakit-Kanker
6-Bahaya-Menggunakan-Celana-Ketat-Yang-Penting-untuk-
Anda
We are waiting for the latest information
Reply
17.
SOLUSI INFEKSIFriday, May 05, 2017 7:38:00 AM
Reply
33.
nazriani sitiFriday, September 22, 2017 11:07:00 AM
The latest information we are waiting for lho..semoga what is
given can be useful
Terimakash..success always everything..salam know
Reply
34.
Hanifathu RizkiyahTuesday, September 26, 2017 2:48:00 PM
obat sinusitis
Reply
35.
KesehatanThursday, October 05, 2017 3:58:00 PM
This new article is interesting and useful for readers, success
continues gan!!!
Obat Kencing Batu Terbaik
Pantangan Makanan dan Minuman Penderita Kencing Batu
Obat Batu Empedu Terbaik Ampuh Tanpa Operasi
Rambut Jagung Bisa Meluruhkan Batu Empedu
Awas!! Penyakit Asam Lambung, Pelan Tapi Mematikan
Reply
36.
Heni HerbalSaturday, October 07, 2017 9:30:00 AM
The spirit to this day because it was served with a nice website
thanks.
Ciri Ciri Lemah Jantung
Walatra Gamat Emas Kapsul
Cara Alami Mengobati Mata Buram
Obat Herbal Untuk Menyembuhkan Penyakit Kista
Cara Mengobati Dislokasi Persendian
Reply
37.
wahyuni yuniFriday, October 20, 2017 3:12:00 PM
A great post and I'm happy to be able to read it, hopefully useful
and awaited next article.
Obat Benjolan Ganglion Di Pergelangan Tangan
Obat Gagal Ginjal Kronis Tradisional Terbaik
Cara Ampuh Mengobati Penyakit Gagal Ginjal Kronis Secara
Alami
Obat Gagal Hati Tradisional Terbaik
Obat Radang Selaput Dada Tradisional Paling Ampuh
Reply
38.
QnC KapsulSaturday, October 21, 2017 2:23:00 PM
Obat Tradisional Hipertensi
Obat Herbal QnC Jelly Gamat Asli Tasikmalaya
Agen Resmi QnC Jelly Gamat Di Bandar Lampung
Walatra Zedoril 7 Kapsul Ahlinya Pengobatan Kanker
Reply
39.
Eplina TradisionalFriday, November 03, 2017 2:08:00 PM
Thanks for the information presented on your website
Very in waiting for other information
Fauzi Official
Reply
60.
Walatra HerbalThursday, March 15, 2018 10:53:00 AM
Very creative at all in making his post so I was amazed to see it.
Pengobatan Alternatif Asites Secara Tradisional
Obat Alami Untuk Mengobati Penyakit Gondongan
Agen Walatra Sehat Mata
Cara Menghilangkan Lendir Di Paru Paru
Gejala Sakit Pinggang Sebelah Kiri
Reply
61.
Haria KamisiSaturday, March 17, 2018 2:12:00 PM
The latest information we are waiting for lho..semoga what is
given can be useful
Terimakash..success always everything..salam know
Reply
62.
Gamat Emas KapsulMonday, April 02, 2018 2:47:00 PM
This is really amazing, an article that gives motivation to all and
truly useful. thank you, do not forget to visit also yes :-)
pedia herbal
obat infeksi paru paru manjur
obat ginjal kronis tradisional
Reply
66.
Grina GrinaSaturday, April 21, 2018 2:54:00 PM
Congratulations reactivities ,, highly awaited new information
from this site
Good luck !!
Zahra Herbal
Reply
Newer PostOlder PostHome
Labels
Fakta Unik (5)
► 2016 (2)
► 2015 (7)
▼ 2014 (17)
o ► Sep (5)
o ▼ May (12)
LP &ASKEP DIARE
Translate
Pilih Bahasa ▼
mine
lutfy nooraini
View my
complete
profile
berbagi tentang
keperawatan
hai para perawat dan teman mahasiswa dunia maya ... salam keperawatan
dari ku... semoga blog ku ini dapat membantu kalian menambah wawasan
bagi paramedis dan semoga dapat membantu menyelesaikan tugas bagi para
mahasiswa... selamat menikmati
Selasa, 03 Maret 2015
LP CEDERA KEPALA
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
1. Definisi
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya. Cedera kepala
(trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala
yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan
kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer
dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul
setelah trauma.
2. Klasifikasi
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data Bank berdasarkan Skore
Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera kepala ringan, sedang dan berat berhubungan
dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan perawatan. Adapun klasifikasinya adalah
sebagai berikut :
Nilai GCS 13 – 15 yang dapat terjadi kehilanga kedaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan hematoma.
Nilai GCS 9 – 12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat
Nilai GCS 3 – 8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam meliputi
kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial.
3. Etiologi
a. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan, dipukul dan terjatuh.
b. Trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.
4. Manifestasi Klinis
Penurunan kesadaran
Pusing, vertigo
GCS 13-15
GCS 9-12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
GCS 3-8
5. Patofisiologi
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder.
Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative
baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan
laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari
lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas
akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan
penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang
diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah
benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses
primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu
saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat
dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan
hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak
sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak
sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak
metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas.
Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang
tergantung lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan
mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan
ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas
kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada
epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya
kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi.
Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium
dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya
hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah
berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga
disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi
atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena
penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah
nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber,
lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi
bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.
6. Komplikasi
Anosmia
Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan sensasi pembauan yang jika total disebut
dengan anosmia dan bila parsial disebut hiposmia. Tidak ada pengobatan khusus bagi penderita
anosmia.
Gangguan penglihatan
Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah mengalami cedera (trauma). Biasanya
disertaihematoma di sekitar mata, proptosis akibat adanya perdarahan, dan edema di dalam orbita.
Gejala klinik berupa penurunan visus, skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya negative,
atau hemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-6 minggu setelah cedera yang mengakibatkan kebutaan,
tarjadi atrofi papil yang difus, menunjukkan bahwa kebutaan pada mata tersebut bersifat irreversible.
Oftalmoplegi
Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, umumnya disertai proptosis dan
pupil yang midriatik. Tidak ada pengobatan khusus untuk oftalmoplegi, tetapi bisa diusahakan dengan
latihan ortoptik dini.
Paresis fasialis
Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan pengecapan pada lidah, hilangnya
kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut moncong, semuanya pada sisi yang mengalami
kerusakan.
Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya disertai vertigo dan nistagmus karena ada
hubungan yang erat antara koklea, vestibula dansaraf. Dengan demikian adanya cedera yang berat
pada salah satu organtersebut umumnya juga menimbulkan kerusakan pada organ lain.
b. Disfasia
Secara ringkas , disfasia dapat diartikan sebagai kesulitan untuk memahami atau memproduksi bahasa
disebabkan oleh penyakit system saraf pusat. Penderita disfasia membutuhkan perawatan yang lebih
lama, rehabilitasinya juga lebih sulit karena masalah komunikasi. Tidak ada pengobatan yang spesifik
untuk disfasia kecuali speech therapy.
c. Hemiparesis
Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau kanan) merupakan manifestasi klinik
dari kerusakan jaras pyramidal di korteks, subkorteks, atau di batang otak. Penyebabnya berkaitan
dengan cedera kepala adalah perdarahan otak, empiema subdural, dan herniasi transtentorial.
e. Fistula karotiko-kavernosus
Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal antara arteri karotis interna dengan
sinuskavernosus, umumnya disebabkan oleh cedera pada dasar tengkorak. Gejala klinik berupa bising
pembuluh darah (bruit) yang dapat didengar penderita atau pemeriksa dengan menggunakan
stetoskop, proptosis disertai hyperemia dan pembengkakan konjungtiva, diplopia dan
penurunanvisus, nyeri kepala dan nyeri pada orbita, dan kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata.
f. Epilepsi
Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang muncul dalam minggu pertama pascatrauma (early
posttrauma epilepsy) dan epilepsy yang muncul lebih dari satu minggu pascatrauma (late
posttraumatic epilepsy) yang pada umumnya muncul dalam tahun pertama meskipun ada beberapa
kasus yang mengalami epilepsi setelah 4 tahun kemudian
7. Penatalaksaan Keperawatan
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk memantau
sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal
mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit. Untuk penatalaksanaan
penderita cedera kepala, Adveanced Cedera Life Support (2004) telah menepatkan standar yang
disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera yaitu ringan, sedang dan berat.
Penatalaksanaan penderita cerdera kepala meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam
penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain : A (airway), B (breathing), C
(circulation), D (disability), dan E (exposure/environmental control) yang kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi.
Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah
penting untuk mencegah cedera otak skunder dan menjaga homeostasis otak. Kelancaran jalan napas
(airway) merupakan hal pertama yang harus diperhatikan. Jika penderita dapat berbicara maka jalan
napas kemungkinan besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita
yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau
akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra
servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang
berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan
hembusan napas yang keluar melalui hidung. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara
membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya
dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat (breathing). Apabila tersedia, O2 dapat
diberikan dalam jumlah yang memadai. Pada penderita dengan cedera kepala berat atau jika
penguasaan jalan napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan
sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut nadi
(circulation). Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal,
menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur,
penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik. Pada penderita
dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya dipertahankan di atas 100 mmHg untuk
mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Denyut nadi dapat digunakan secara kasar untuk
memperkirakan tekanan sistolik. Bila denyut arteri radialis dapat teraba maka tekanan sistolik lebih
dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis yang dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 70
mmHg. Sedangkan bila denyut nadi hanya teraba pada arteri karotis maka tekanan sistolik hanya
berkisar 50 mmHg. Bila ada perdarahan eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka.
Setelah survei primer, hal selanjutnya yang dilakukan yaitu resusitasi. Cairan resusitasi yang dipakai
adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan dua jalur intra vena. Pemberian cairan jangan
ragu-ragu, karena cedera sekunder akibat hipotensi lebih berbahaya terhadap cedera otak
dibandingkan keadaan udem otak akibat pemberian cairan yang berlebihan. Posisi tidur yang baik
adalah kepala dalam posisi datar, cegah head down (kepala lebih rendah dari leher) karena dapat
menyebabkan bendungan vena di kepala dan menaikkan tekanan intracranial.
Pada penderita cedera kepala berat cedera otak sekunder sangat menentukan keluaran penderita.
Survei sekunder dapat dilakukan apabila keadaan penderita sudah stabil yang berupa pemeriksaan
keseluruhan fisik penderita. Pemeriksaan neurologis pada penderita cedera kepala meliputi respos
buka mata, respon motorik, respon verbal, refleks cahaya pupil, gerakan bola mata (doll’s eye
phonomenome, refleks okulosefalik), test kalori dengan suhu dingin (refleks okulo vestibuler) dan
refleks kornea.
Tidak semua pederita cedera kepala harus dirawat di rumah sakit. Indikasi perawatan di rumah sakit
antara lain;
Kesadaran menurun,
Intoksikasi alkohol/obat-obatan,
Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan suasana yang
optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairan
intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat dan antikonvulsan.
Indikasi pembedahan pada penderita cedera kepala bila hematom intrakranial >30 ml, midline
shift >5 mm, fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedalaman >1 cm.
Penatalaksanaan Khusus:
a. Cedera kepala ringan: pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa
perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi kriteria berikut:
Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan) dalam batas normal
Ada orang yang bertanggung-jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama, dengan
instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan
Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di rumah
b. Cedera kepala sedang: pasien yang menderita konkusi otak (komosio otak), dengan skala korna
Glasgow 15 dan CT Scan normal, tidak pertu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi di
rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau amnesia. Risiko timbuInya lesi
intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.
c. Cedera kepala berat: Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera pada pasien
ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma intrakranial yang besar).
Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan
cedera kepala berat seyogyanya dilakukan di unit rawat intensif.
Pertahankan posisi kepala sejajar atau gunakan tekhnik chin lift atau jaw trust.
Pemasangan alat monitor tekanan intrakranial pada pasien dengan skor GCS < 8, bila memungkinkan.
Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis (salin normal atau larutan Ringer laktat) yang
diberikan kepada pasien dengan cedera kepala karena air bebas tambahan dalam salin 0,45% atau
dekstrosa 5 % dalam air (D5W) dapat menimbulkan eksaserbasi edema serebri.
Nutrisi: cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan katabolik, dengan keperluan
50-100% lebih tinggi dari normal.
Temperatur badan: demam mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati secara agresif dengan
asetaminofen atau kompres dingin.
Antikejang: fenitoin 15-20 mg/kgBB bolus intravena, kemudian 300 mg/hari intravena. Jika pasien
tidak menderita kejang, fenitoin harus dihentikan setelah 7- 10 hari. Steroid: steroid tidak terbukti
mengubah hasil pengobatan pasien dengan cedera kepala dan dapat meningkatkan risiko infeksi,
hiperglikemia, dan komplikasi lain. Untuk itu, Steroid hanya dipakai sebagai pengobatan terakhir pada
herniasi serebri akut (deksametason 10 mg intravena sebap 4-6 jam selama 48-72 jam).
CT Scan lanjutan
8. Pemeriksaan Diagnostik
Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau
fraktur).
CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark
atau iskemia serta posisinya secara pasti.
Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai.
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya
perdarahan otak.
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan
cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
1. Pengkajian
Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi
perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes
atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat
vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia)
Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera
kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang
otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang,
foto fobia.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi
spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria,
sehingga kesulitan menelan.
Bladder
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan
menahan miksi.
Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil),
kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses
eliminasi alvi.
Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat
terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan
antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
2. Diagnosa Keperawatan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif dan penurunan
kekuatan/tahanan.
e. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka pembedahan dan tindakan invasif
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Auskultasi sebelum
dan sesudah
melakukan suction
Gunakan peralatan
steril pada saat
melakukan suction
Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang tindakan
suction
Lakukan perawatan
luka
Monitor status
nutrisi
Pertahankan
kebersihan
alat tenun
Intolerasi aktivitas NOC Outcome : NIC : Terapi latihan Dengan latihan
(pergerakan sendi) pergerakan akan
Pergerakan sendi
mencegah
aktif Observasi KU klien
terjadinya
Tingkat mobilisasi Tentukan kontraktur otot
ketebatasan gerak
Perawatan ADLs Meminimalkan
klien
terjadinya
Client Outcome :
Lakukan ROM sesuai kerusakan mobilitas
Peningkatan kemampuan fisik
kemampuan dan
Kolaborasi dengan
kekuatan otot dalam
terapis dalam
bergerak
melaksanakan
Peningkatan latihan
aktivitas fisik
NIC : Terapi latihan
(kontrol otot)
Evaluasi fungsi
sensori
Tingkatkan aktivitas
motorik sesuai
kemampuan
Gunakan sentuhan
guna meminimalkan
spasme otot
Kelola terapi
antibiotika
NIC : Pencegahan
infeksi
Monitor tanda-
tanda infeksi
Monitor hasil
laboratorium
Manajemen
lingkungan
Manajemen
pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E. at al., 1992. Nursing Care Plans. Philadelphia: F.A. Davis Company
dalam http://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askep-cidera.html diakses
pada 7 September 2014 pukul 11.00
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC dalamhttp://samoke2012.wordpress.com/2012/11/10/asuhan-keperawatan-klien-
dengan-cidera-kepala-nanda-noc-nic/ diakses pada 7 September 2014 pukul 11.00
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis: Mosby
Year-Book dalamhttp://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askep-
cidera.html diakses pada 7 September 2014 pukul 11.00
Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis: Mosby Year-
Book dalam http://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askep-
cidera.html diakses pada 7 September 2014 pukul 11.00
Marjory Gordon, dkk. 2001. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002. NANDA dalam http://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askep-
cidera.html diakses pada 7 September 2014 pukul 11.00
Price, Silvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
Keempat, Buku Kedua. Jakarta: EGC dalamhttp://ridwankupra.blogspot.com/2012/09/laporan-
pendahuluan-cedera-kepala.html diakses pada 7 September 2014 pukul 11.00
Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 3 ed. Philadelpia:
LWW Publisher dalamhttp://airlanggaprofessionalnurse.blogspot.com/2011/05/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dengan.html diakses pada 7 September 2014 pukul 11.00
Diposting oleh Randi Chunlaw di 16.49
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Mengenai Saya
Randi Chunlaw
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
► 2016 (4)
▼ 2015 (12)
o ▼ Maret (6)
LP LEUKEMIA
LIMFOBLASTIK AKUT (ALL)
LP EPILEPSI
LP SINDROM NEFROTIK
LP MENINGITIS
LP CEDERA KEPALA
LAPORANPENDAHULUAN
BELL’SPALSY I. KONSEP
ME...
o ► Februari (6)
► 2014 (5)
http://chunlawkeperawatan.blogspot.com/2015/03/lp-cedera-kepala.html
ABOUT
dionchagi
Just another WordPress.com site
25 OKT 2011
Leave a Comment
Diajukan sebagai salah satu persyaratan Untuk menyelesaikan pendidikan DIII keperawatan
pada Akademi Keperawatan Kabupatan Belu
OLEH
NIM : 5306.09.597
AKADEMI KEPERAWATAN
2011
LEMBAR PERSETUJUAN
Diterima dan disetujui untuk diikutsertakan dalam ujian akhir karya tulis ilmiah.
Pembimbing
Mengetahui
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Ujian Sidang Karya Tulis Ilmiah di Akademi
Keperawatan Kabupaten Belu, …………………………………………. 2011
MENGESAHKAN
Mengetahui
MOTTO
“Kegagalan melakukan hal besar jauh lebih baik daripada hanya keberhasilan melakukan hal kecil”
PERSEMBAHAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
bimbingan–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN G DENGAN CEDERA KEPALA DI RUANG
PERAWATAN BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ATAMBUA” dengan baik.
Karya tulis ilmiah ini dibuat sebagai salah satu tuntunan kurikulum pendidikan tinggi yang dibuat
untuk menyelesaikan pendidikan ahli madya keperawatan, pada Akademi Keperawatan
Kabupaten Belu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini telah
memperoleh banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung. Untuk itu penulis patut menyampaikan terima kasih kepada :
1. Drs.Joachim Lopez, selaku Bupati Belu yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan.
2. dr.Lau Fabianus, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Belu yang telah mengijinkan
penulis untuk melanjutkan pendidikan diploma III.
3. dr.Yeni Tassa, selaku direktris RSUD Atambua yang telah menerima dan mengijinkan
penulis melakukan studi kasus.
4. Djulianus Tes Mau,S.Kep,Ns,M.Kes, selaku Direktur Akademi Keperawatan Kabupaten Belu
yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengeyam pendidikan di Akademi
Keperawatan ini.
5. Antonia Helena Hamu,S.Kep,Ns. selaku pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing dan memberikan masukan bagi penulis dalam penyusunan karya tulis
ilmiah ini.
6. Pasen G yang menyediakan waktu dan memberikan kesempatan pada penulis untuk
melakukan asuhan keperawatan secara langsung.
7. Petugas perpustakaan yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
mendapatkan sumber bacaan yang berkaitan dengan karya tulis ilmiah ini.
8. Teman – teman progsus keperawatan sekelas yang selalu memberikan warna dan inspirasi
perjuangan tersendiri bagi penulis selama melalui proses ini.
9. Suami dan kedua anakku tercinta yang telah mendorong dan memahami penulis selama
menyelesaikan proses ini.
Penulis berupaya semaksimal mungkin agar karya tulis ilmiah ini bisa menjadi baik dan layak
untuk sesama, namun penulis menyadari kesempurnaan masih jauh. Maka saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak demi perbaikan karya tulis ilmiah ini sangatlah diharapkan dan
akan diterima dengan lapang dada. Kiranya semua bantuan yang telah penulis dapatkan
dibalaskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul……………………………………………………………………………………….. i
Lembar Persetujuan……………………………………………………………………………….. ii
Motto………………………………………………………………………………………………………. vi
Persembahan…………………………………………………………………………………………. v
Kata Pengantar………………………………………………………………………………………. vi
Daftar tabel……………………………………………………………………………………………… x
Daftar Lampiran……………………………………………………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang……………………………………………………………………… 1
2. Rumusan Masalah………………………………………………………………. 2
3. Tujuan Penulisan
A. Tujuan Umum………………………………………………………………… 2
B. Tujuan Khusus……………………………………………………………….. 3
C. Manfaat Penulisan ……………………………………………………………… 3
D. Metode Penulisan ……………………………………………………………….. 3
E. Sistematika Penulisan…………………………………………………………. 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS
1. Konsep Dasar
A. Anatomi Fisiologi Otak
i. Susunan Saraf Pusat…………………………………………….5
ii. Susunan Saraf Perifer……………………………………………7
iii. Cedera Kepala
1. Pengertian……………………………………………………………7
2. Etiologi………………………………………………………………………. 8
3. Klasifikasi………………………………………………………………….. 8
4. Patofisiologi…………………………………………………………….. 10
5. Pemeriksaan Penunjang ……………………………………….. 11
6. Penatalaksanaan…………………………………………………….. 12
7. Komplikasi……………………………………………………………….. 14
8. Konsep dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian……………………………………………………………………. 14
2. Diagnosa Keperawatan………………………………………………… 24
3. Perencanaan………………………………………………………………… 25
4. Pelaksanaan…………………………………………………………………. 39
5. Evaluasi………………………………………………………………………… 43
BAB III TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian……………………………………………………………………45
2. Diagnosa Keperawatan………………………………………………….55
3. Perencanan, implementasi dan evaluasi…………………………..57
4. Catatan perkembangan………………………………………………….64
BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………………………….77
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan…………………………………………………………………..80
2. Saran…………………………………………………………………………..81
Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Setiap tahun di Amerika Serikat, mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala
52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga
merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma dikaitkan dengan
kematin. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Natroma Trauma Project di Islamic
Republik of Iranbahwa, diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu
sebanyak 78,7 % trauma kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh
trauma kepala (Karbakhsh, zand, Rouzrokh, Zarei, 2009). Rata – rata rawat inap
pada laki – laki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa trauma kepala
sebanyak 146,3 per 100.000 dan 158,3 per 100.000 (Thomas 2006). Angka
kematian trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki – laki dibanding
perempuan yaitu sebanyak 26,9 per 100.000 dan 1,8 per 100.000. Bagi lansia
pada usia 65 tahun keatas, kematian akibat trauma kepala mencatat 16.000
kematian dari 1,8 juta lansia di Amerika yang mengalami trauma kepala akibat
terjatuh. Menurut Kraus (1993), dalam penelitiannya ditemukan bahwa anak
remaja hingga dewasa muda mengalami cedera kepala akibat terlibat dalam
kecelakaan lalu lintas dan akibat kekerasan sedangkan orang yang lebih tua
cenderung mengalami trauma kepala disebabkan oleh terjatuh.Menurut data yang
diperolah dari rekam medik RSUD Atambua, pada tiga tahun terakhir ini yaitu :
tahun 2008 terdiri dari 142 orang, laki –laki : 107 orang ( 75,3 %), perempuan : 42
orang (29,5 %), Tahun 2009 : 163 orang, laki – laki : 140 orang (85,8 %),
perempuan : 23 orang (13,6 %), Tahun 2010 : 175 orang, laki – laki : 149 orang
(85,1 %), perempuan : 26 orang ( 14,8 %).
Indonesia sebagai negara berkembang ikut merasakan kemajuan
teknologi, diantaranya bidang transportasi. Dengan majunya
transportasi, mobilitas penduduk pun ikut meningkat. Namun akibat kemajuan ini,
juga berdampak negatif yaitu semakin tingginya angka kecelakaan lalu lintas
karena ketidak hati – hatian dalam berkendaraan. Sehingga dapat mengakibatkan
berbagai cedera. Salah satu cedera yang sering terjadi pada saat kecelakan lalu
lintas
adalah cedera kepala (…………..http://repository.usu.ac.id/
bitstream/ 12345678 /16495/5.chapter%201.pdf)
Cedera kepala menduduki tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh
karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama
tentang penanganan (A, B, C, D, E), pencegahan cedera otak sekunder dan cara
merujuk penderita secepat mungkin oleh untuk petugas kesehatan yang berada
digaris depan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalahnya
adalah “ Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien cedera
kepala di Rumah Sakit Umum Daerah Atambua ? ”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala dengan pendekatan proses
keperawatan.
2. Tujuan khusus
a) Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien cedera kepala.
b) Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan cedera kepala.
c) Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien
dengan cedera kepala.
d) Mahasiswa mampu melaksanakan rencana tindakan keperawatan pada
pasien dengan cedera kepala.
e) Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilakukan.
f) Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi profesi keperawatan
Memberikan asuhan tentang bagaimana merawat pasien dengan cedera kepala,
dengan menggunakan proses keperawatan yang meliputi : pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2. Bagi Rumah Sakit
Memberikan masukan dalam rangka meningkatkan penerapan asuhan keperawatan
pada pasien dengan cedera kepala.
3. Bagi penulis
a) Memperoleh pengalaman yang nyata dalam merawat klien dengan cedera
kepala.
b) Menambah pengetahuan tentang penerapan asuhan keperawatan pada
klien dengan cedera kepala.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif, yakni
melalui studi pustaka dan studi kasus. Studi pustaka diambil dari buku – buku
perpustakaan dan sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan proposal karya
tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan Yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis Yang terdiri dari konsep dasar cedera kepala dan
konsep dasar Asuhan Keperawatan pada pasien cedera kepala.
BAB III : Tinjaun kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB IV : pembahasan
BAB V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Anatomi Fisiologi Otak
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak yang lembut, yang membuat kita
seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera
kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Pada orang dewasa
tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan isi
intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari 2 dinding atau tabula yang dipisahkan oleh
tulang berongga.
Dinding luar disebut tabula eksternal dan dinding bagian dalam disebut tabula
internal. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges
adalah durameter, araknoid dan piameter (Price, Silvia A ; 2005 : 1014).
Sistem persarafan terdiri dari:
a. Susunan saraf pusat
1) Otak
(a).Otak besar atau serebrum (cerebrum)
Mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan yang
duhubungkan oleh massa substansi alba(substansia alba) yang
disebut korpus kalosum (corpus callosum). Serebrum terdiri atas : korteks
sereri, basal ganglia (korpora striate) dan sistem limbik(rhinencephalon).
(c).Batang otak.
Pada permukaan batang otak terdapat medula oblongata, pons varolii,
mesensefalon dan diensefalon. Talamus dan epitalamus terlihat
dipermukaan posterior batang otak yang terletak diantara serabut capsula
interna. Disepanjang pinggir dorsomedial talamus terdapat sekelompok
serabut saraf berjalan keposterior basis epifise.
2. Cedera Kepala
a. Pengertian
Cedera kepala : Meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. secara
anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala serta tulang dan
tentorium (helm) yang membungkusnya (Arif Muttaqin ; 2008 : 270).
Cedera kepala : Trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen
(http://www.yayanakhyar. com.nr/200905).
Jadi cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala terjadi baik secara
langsung bersifat terbuka atau tertutup yang dapat terlihat meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak dan juga otak sehingga dapat mengakibatkan
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer
atau permanen.
b. Etiologi
Penyebab utama cedera kepala meliputi : Kecelakaan lalu lintas >50 %
kasus, Jatuh, Pukulan, Kejatuhan benda, Kecelakaan kerja/industri, Cedera lahir,
Luka tembak (Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat ; 2009 :49 )
c. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan
dan morfologi cedera:
1) Mekanisme:
(a). Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan benda tumpul.
(b). Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau
pukulan benda tumpul.
2) Berdasarkan beratnya:
(a). Ringan (GCS 14-15)
(b). Sedang (GCS (9-13)
(c).Berat (GCS 3-8)
3) Berdasarkan morfologi:
(1) Fraktur tengkorak
(a).Kalvaria: Linear atau stelata, Depressed ataunondepressed, Terbuka
atau tertutup
(b).Dasar tengkorak: Dengan atau tanpa kebocoran CNS, Dengan
atau tanpa paresis/kelumpuhan nervus VII (fasial)
(2) Lesi intrakranial
(a).Fokal: Epidural, Subdural, intraserebral
(b).Difusa: Komosio ringan, Komosio klasik, Cedera aksonal
difusa( http://www.yayanakhyar.co.nr/2009)
4) Skala Coma Glasgow (GCS)
Tabel I.Skala Coma Glasgow
Buka mata (E) Respon verbal (V) Respon motorik (M)
sang nyeri
orientasi
6 Menurut perintah
GCS:13-15
GCS:9-12
Sedang
Kehilangan kesadaran dan/atau amnesia lebih
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam
24 %
Dapat mengalami fraktur tengkorak
GCS:3-8
d. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap
yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan
cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat
disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun
oleh proses akselerasi – deselerasi gerakan kepala. Dalam mekanisme
cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contercoup. Cedera primer
yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulag tengkorak dan daerah
sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat
benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.
Akselerasi deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti
secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma, perbedaan densisitas
antar tulang tengkorak (substansi solid)dan otak (substansi
semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan
intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yag berlawanan dari
benturan(contrecoup)
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses
patologis yag timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa
perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan
tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi
(http://www.yayankhyar. com.nr/2009).
e. Pemeriksaan Diagnostik
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari
faktor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan
menilai status neurologis (disability, exposure), maka faktor yang harus
diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi.
Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa
sekalipun pada otak yang mengalami trauma relatif memerlukan oksigen
dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intrakranial
yang meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang
memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan
intrakranial ini dapat dilakukan dengn cara menurunkan PaCO2 dengan
hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah
metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini
yakni dengan intubasi endotrakeal hiperventilasi. Tindakan membuat
intermitten iatrogenic paralisis Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada
klien – klien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yangmeninggi.
Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan
tekanan intrakranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi:
1) Bedrest total
2) Observasi tanda – tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
3) Pemberian obat – obatan
(a). Dexamethason/ Kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
(b). Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
(c). Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol
20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
(d). Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole
4) Makanan atau cairan
Pada trauma ringan bila muntah – muntah tidak dapat diberikan apa –
apa, hanya cairan infus Dextrosa 5 %, aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
5) Pada trauma berat
Karena hari – hari pertama didapat klien mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari
– hari pertama (2 – 3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5 % 8
jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan dextrosa 5 % 8 jam
ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan
diberikan melalui nasogatric tube (2500 – 3000 TKTP). Pemberian
protein tergantung dari nilai urenitrogennya.
(Arif Muttaqin ; 2008 : 284-285)
g. Komplikasi
1) Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral dapat
menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering cedera
kepala terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intrakranial
meningkat, dan sel neuron dan vaskuler tertekan. Ini adalah jenis cedera
otaksekunder.Pada hematoma, kesadaran dapat menurun dengan
segera, atau dapat menurun setelahnya ketika hematoma meluas dan
edema interstisial memburuk.
2) Perubahan perilaku yang tidak kentara dan defisit kognitif dapat terjadi
da tetap ada.
(Corwin J Elizabeth ; 2009 : 246)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis
injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan
cedera kepala meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik dan pengkajian psikososial.
a) Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda),
jenis kelamin (banyak laki – laki, karena sering ngebut – ngebutan dengan
motor tanpa pengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis
medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma
kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.
b) Riwayat penyakit saat ini
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung kekepala. Pengkajian
yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS >15), konvulsi,
muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka
dikepala, paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya
liquor dari hidung dan telinga, serta kejang.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan
dengan perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif dan koma.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien
tidak sadar) tentang penggunaan obat – obatan adiktif dan penggunaan
alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka ngebut –
ngebutan.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu dipertanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, penggunaan obat – obat antikoagulan, aspirin, vasodilator,
obat – obat adiktif, konsumsi alkohol berlebihan.
d) Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi
dan diabetes melitus.
e) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra diri)
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola
persepsi dan konsep diri didapatkan kllien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
f) Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan -keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukng data dan
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem
(B1 – B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan
terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluhan dari klien.
Keadaan umum
Pada keadaaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran
(cedera kepala ringan/cedera otak ringan, GCS 13 – 15, cedera kepala
berat/ cedera otak berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8 dan terjadi
perubahan pada tanda-tanda vital.
(1) B1 (Breathing)
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradiasi dari
perubahan jaringa cerebral akibat trauma kepala. Pada beberapa
keadaan, hasil dari pemeriksaaan fisik dari sistem ini akan didapatkan :
(a).Inspeksi
Diddaptakan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Terdapat retraksi klavikula/ dada, pengembangan paru
tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai penuh/ tidak penuh dan
kesimetrisannya. Ketidak simetrisan mungkin menunjukan adanya
atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang
iga, pnemothoraks, atau penempatan endotrakeal dan tube
trakeostomi yang kurang tepat. Pada observasi ekspansi dada juga
perlu dinilai : retraksi dari otot – otot interkostal, substernal, pernapan
abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi).
Pola napas ini dapat terjadi jika otot – otot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada.
(b).Palpasi
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
(c).Perkusi
Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma
pada thoraks/ hematothoraks
(d).Auskultasi
Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun sering didapatkan pada klien cedera kepala dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.
(2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan
berat.
Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien cedera kepala pada beberapa
keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi
bradikardi, takikardia da aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah
berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya
menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradikardia
merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan
pucat menandakan adanya penurunan kadar hemaglobin dalam darah.
Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda -
tanda awal dari suatu syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari
trauma kepala akan merangsang pelepasan antidiuretik hormon (ADH)
yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk mengeluarkan retensi
atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan
meningkatkan konsentrasi elektolit meningkat sehingga memberikan
resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada
sistem kardiovaskuler.
(3) B3 (Brain)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama
disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma
dan epidural hematoma. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.
(a).Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk menilai disfungsi sistem persarafan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa, sampai koma.
(b).Pemeriksan fungsi serebral
Status mental : Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik pada klien cedera kepala tahap lanjut biasanya status mental
mengalami perubahan.
Fungsi intelektual : Pada keadaan klien cedera kepala didapatkan
penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun
jangka panjang
Lobus frontal : Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan bila trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan
pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi mungkin rusak disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan
kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah
frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Masalah psikologi lain
juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional,
bermusuhan, frustasi, dendam da kurang kerja sama.
Hemisfer : Cedera kepala hemisfer kanan didapatkan hemiparase
sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan
terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh kesisi yang
berlawanan tersebut. Cedera kepala pada hemisfer kiri, mengalami
hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati – hati, kelainan
bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah
frustrasi
(c).Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I
Pada beberapa keadaan cedera kepala didaerah yang merusak
anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada
fungsi penciuman/anosmia unilateral atau bilateral
Saraf II
Hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan
lapangan penglihatan dan menggangu fungsi dari nervus optikus.
Perdarahan diruang intrakranial, terutama hemoragia
subarakhnoidal, dapat disertai dengan perdarahan diretina. Anomali
pembuluh darah didalam otak dapat bermanifestasi juga difundus.
Tetapi dari segala macam kalainan didalam ruang intrakranial,
tekanan intrakranial dapat dicerminkan pada fundus
Saraf III, IV da VI
Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien dengan
trauma yang merusak rongga orbital. pada kasus-kasus trauma
kepala dapat dijumpai anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai
tanda serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda
awal herniasi tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada
penyinaran. Paralisis otot – otot okular akan menyusul pada tahap
berikutnya. Jika pada trauma kepala terdapat anisokoria dimana
bukannya midriasis yang ditemukan, melainkan miosis yang
bergandengan dengan pupil yang normal pada sisi yang lain, maka
pupil yang miosislah yang abnormal. Miosis ini disebabkan oleh lesi
dilobus frontalis ipsilateral yang mengelola pusat siliospinal.
Hilangnya fungsi itu berarti pusat siliospinal menjadi tidak aktif
sehingga pupil tidak berdilatasi melainkan berkonstriksi.
Saraf V
Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis
nervus trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan menguyah
Saraf VII
Persepsi pengecapan mengalami perubahan
Saraf VIII
Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan
biasanya tidak didapatkan penurunan apabila trauma yang terjadi
tidak melibatkan sarafvestibulokoklearis
Saraf IX dan Xl
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
Saraf XI
Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup baik
dan tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII
Indra pengecapan mengalami perubahan
(d).Sistem motorik
Inspeksi umum : Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
(kelemahan salah satu sisi tubuh) adalah tanda yang lain.
Tonus otot : Didapatkan menurun sampai hilang.
Kekuatan otot : Pada penilaian dengan menggunakan grade
kekuatan otot didapatkan grade O
Keseimbangan dan koordinasi : Didapatkan mengalami gangguan
karena hemiparase dan hemiplegia.
(e).Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan reflek dalam : Pengetukan pda tendon, ligamentum
atau periosteum derajat refleks pada respon normal.
Pemeriksaan refleks patologis ; Pada fase akut refleks fisiologis sisi
yag lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
(f). Sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestasi persepsi adalah ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi.Disfungsi persepsivisual karena
gangguan jaras sensorik primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri.
Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat dengan kehilangan
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimulasi
visual, taktil dan auditorius.
(4) B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik, termasuk
berat jenis. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan
dapat terjadi akibat menurunnya perfusi ginjal. Setelah cedera kepala
klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan kerusakan
neurologis luas.
(5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual dan muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukan kerusakan neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya
lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya
dehidrasi. Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan
kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen.
Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan
peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan
motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yag berasal dari
sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
(6) Tulang (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh
ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu kelembapan dan turgor kulit. Adanya
perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukan adanya sianosis
(ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa).
Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan
rendahnya kadar haemaglobin atau syok. Pucat dan sianosis pada klien
yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia.
Joundice (warna kuning) pada klien yang menggunakan respirator dapat
terjadi akibat penurunan aliran darah portal akibat dari
penggunaan pocked red cells (PRC) dalam jangka waktu lama.
Pada klien dengan kulit gelap. Perubahan warna tersebut tidak begitu
jelas terlihat. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya
demam dan infeksi. Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan
dekubitus. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensorik atau paralisis/ hemiplegia, mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi peningkatan tekanan intrakranial yang berhubungan dengan
desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma , subdural hematoma dan
epidural hematoma.
b. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada
pusat pernapasan diotak, kelemahan otot – otot pernapasan, ekspansi paru
yang tidak optimal karena akumulasi udara/cairan, dan perubahan
perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventiltor.
c. Tidak efektif kebersihan jalan napas yang berhubungan dengan
penumpukan sputum peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk
sekunder, akibat nyeri dan keletihan, adanya jalan napas buatan pada
trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif.
d. Perubahan kenyamanan : nyeri akut yang berhubungan dengan trauma
jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
e. Cemas/takut yang berhubungan dengan krisis situasional : ancaman
terhadap konsep diri, takut mati, ketergantungan pada alat bantu,
perubahan status kesehatan/ status ekonomi/ fungsi peran, hubungan
interpersonal/ penularan
3. Rencana Intervensi
a. Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang
sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik
bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural
hematoma.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil:
Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual muntah. GCS :
4, 5, 6,tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal
Intervensi:
Mandiri:
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/ keadaan individu/ penyebab koma/
penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan
TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status
neurologis/ tanda – tanda kegagalan untuk menentukan perawatan
kegawatan atau tindakan pembedahan
2) Memonitor tanda – tanda vital tiap 4 jam.
R/ suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan
baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik
penurunan dari autoregulator. Kebanyakan merupakan tanda
penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan
peningkatan tekanan darah (diastolik) maka dibarengi dengan
peningkatan tekanan darah intrakranial. Adanya peningkatan
tekanan darah, bradikardi, disritmia, dispnea merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK.
3) Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman dan reaksi terhadap cahaya.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali
dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika
batang otak terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf III kranial
(okulomotorik) yang menunjukan keutuhan batang otak, ukuran
pupil menunjukan keseimbangan antara parasimpatis dan
simpatis. Respons terhadap cahaya merupakan kombinasi fungsi
dari saraf kranial II dan III.
4) Monitor temperatur da pengaturan suhu lingkungan .
R/ Panas merupakan refleks dari hipotalamus. peningkatan
kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang TIK/ICP
(intrakranial pressure).
5) Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan
sedikit bantal. Hindari penggunaan batal yang tinggi pada kepala.
R/ Perubahan kepada salah satu sisi dapat menimbulkan penekanan
pada venajugularis dan menghambat aliran darah ke otak
(menghambat drainase pada vena serebral), untuk itu dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
6) Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya
prosedur.
R/ Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek
rangsagan kumulatif.
7) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase
punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan
suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat
mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk
mempertahankan TIK yang rendah.
8) Cegah/hindarkan terjadinya valsava manuver.
R/ Mengurangi tekanan intrathorakal dan intraabdominal sehingga
menghindari peningkatan TIK.
9) Bantu klien jika batuk, muntah
R/ Aktivitas ini dapat meningkatan intrathorak/tekanan dalam thoraks
dan tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat
meningkatkan TIK.
10)Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku
R/ Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK
atau memberikan refleks nyeri dimana klien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak
menurundapat meningkatkan TIK.
11)Palpasi pada pembesaran/pelebaran bladder, pertahankan drainase
urine secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya
konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respons otomatis yang potensial menaikkan
TIK.
12)Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab
akibat TIK meningkat.
R/ Meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien
dan mengurangi kecemasan.
13)Observasi tingkat kesadaran GCS
R/ Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna
menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi:
1) Pemberian O2 sesuai indikasi.
R/ Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi
serebral, volume darah, dan menaikkan TIK
2) Kolaborasi untuk tindakan operatif evakuasi darah dari dalam
intrakranial.
R/ Tindakan pembedahan untuk evakuasi darah dilakukan bila
kemungkinan terdapat tanda – tanda defisit neurologis yang
menandakan peningkatan intrakranial.
3) Berikan cairan intravena sesuai indikasi
R/ Pemberian cairan mungkin diiginkan untuk mengurangi edema
serebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah , tekanan
darah dan TIK.
4) Berikan obat osmosisdiuretik, contohnya : manitol, furoslide
R/ Diuretik mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air
dari sel otak dan mengurangi edema serebral dari TIK
5) Berikan steroid contohnya : Dexamethason,
methylprenidsolon.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema
jaringan.
6) Berikan analgesik narkotik, contoh : kodein
R/ Mungkin diindikasikan nyeri dan obat ini berefek negatif pada TIK
tetapi digunakan dengan tujuan untuk mencegah dan menurunkan
sensasi nyeri.
7) Berikan antipiretik, contohnya : asetaminofen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme
serebral/oksigen yang diinginkan.
8) Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti prothrombin,
LED
R/ Membantu memberikan informan tentang efektivitas pemberian
obat.
Kriteria hasil:
Intervensi:
c. Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan
napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret dan
ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan
napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube
bebas sumbatan, menunjukan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan
sekret disaluran pernapasan.
Intervensi:
d. Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam nyeri berkurang / hilang
Kriteria hasil : secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi,
dapat mengidentifikasi yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak
gelisah.
Intervensi:
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. (Nursalam, 2001 : 71).
Hasil evaluasi yang bisa didapatkan pada pasien dengan cedera kepala
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ada adalah sebagi berikut :
a. Pasien tidak mengalami peningkatan TIK yang ditandai dengan Klien tidak gelisah,
klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual muntah. GCS : 4, 5, 6,tidak terdapat
papiledema, TTV dalam batas normal.
b. Pola napas pasien kembali efektif yang ditandai dengan memperlihatkan frekuensi
pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran gas – gas pada paru,
adaptif mengatasi faktor – faktor penyebab.
c. Jalan napas pasien kembali efektif yang ditandai dengan bunyi napas terdengar
bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas sumbatan, menunjukan batuk yang
efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret disaluran pernapasan.
d. Pasien secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi, dapat
mengidentifikasi yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.
e. Klien mampu mengungkapkan perasaan yang kaku, cara-cara yang sehat kepada
perawat, klien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan
perubahan koping yang digunakan sesaui situasi yang di hadapi, klien dapat mencatat
penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar, klien dapat rileks dan
tidur/istirahat dengan baik.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
I. Identitas klien
Untuk mendapatkan gambaran nyata kasus cedera kepala sedang, penulis mengambil
kasus yaitu pada pasien G umur 15 tahun, jenis kelamin laki –
laki,suku/bangsa: Tetun/Indonesia, pendidikan:SMP, alamat:pasar baru, Atambua. Masuk
rumah sakit pada tanggal 31 Agustus 2011 jam 15.00 WITA dengan keluhan
utama: pasien mengatakan pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dan keluhan utama
saat pengkajian pasien mengatakan sakit pada kepala dan luka bekas jahitan pada alis
mata kanan, skala nyeri 7-9 (berat).
Dirawat diruang bedah Rumah Sakit Umum Daerah Atambua dengan diagnosa medik
Cedera Kepala Sedang.Kelarga mengatakan pasien tidak pernah dioperasi sebelumnya.
No MR: 01.17.XX,tanggal pengambilan data 01 September 2011 pada jam 08.00 WITA.
V. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium:Tidak dilakukan pemeriksaan
Radiologi:Foto polos:AP/lateralis.Thorax:AP
VI. Therapy
Tanggal:31-08-2011,obat injeksi:
Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr (1000 mg)/intravena.
Injeksi Torasic 2 x 30 mg/intravena.
Injeksi Kalnex 2 x 50 mg/intravena.
Injeksi brainact 2 x 125 mg/intravena.
Tanggal 01-10-2011,obat injeksi:
Injeksi Cravit 750 mg drip dalam cairan Ringer Laktat,40 tetes/menit.
Injeksi Brainact 2 x 125 mg/intravena.
Injeksi Torasic 2 x 30 mg/intravena.
Injeksi Ranitidine 2 x 25 mg/intravena.
Tanggal 05-10-2011,obat tablet:
Danalgin 3 x ½ tablet (250 mg)
Staforin 2 x 1 tablet (250 mg)
Brainact 2 x 1 tablet (500 mg)
Atambua, 1 – 9 – 2011
Theresia
M.Fernandez
NIM : 5306.09.597
ANALISA DATA
DO:Keadaan umum
lemah, kesadaran secara
kualitatif somnolen, keadaan
secara kuantitatif GCS:
E:3.V:5,M:5,total 13, pasien
hanya mau tidur saja, Gangguan
Kamis,01- bengkak pada mata kanan Trauma perfusi
1
09-2011 kepala jaringan
dan tampak kebiruan,
otak
terdapat luka jahit pada alis
mata kanan dan pada dahi.
keluar darah dari hidung
pada saat terjadi
kecelakaan.Terdapat luka
jahit pada kaki kanan dan
paha kiri, pasien tampak
meringis kesakitan.
Tanda-tanda vital:
2. Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder.
DS:Pasien mengatakan sakit pada kepala dan luka jahitan.
DO:Keadaan umum lemah,kesadaransecara kualitatif somnolen,keadaan secara
kuantitatif GCS: E:3.V:5,M:5,total 13, bengkak pada mata kanan dan tampak
kebiruan,luka jahit pada alis mata kanan dan pada dahi.Terdapat luka jahit pada
kaki kanan dan paha kiri,pasien tampak meringis kesakitan,skala nyeri 7-0
(berat). Tanda-tanda vital: Nadi :84x/menit,irama teratur dan kuat.Pernapasan:18
x/menit,Irama teratur.Tekanan darah:100/60 mmHg
posisi berbaring.MeanPreassure Arteri (MAP):73 mmHg, Pulse Preassure (PP)
:40 mmHg
3. Ketakutan berhubungan dengan Krisis situasional: perubahan status kesehatan.
DS: Pasien mengatakan takut mati dan berharap dapat sembuh.
Hari/ Diagnosa
NO Tujuan Intervensi
Tgl Keperawatan
Goal : pasien akan
mempertahakan
perfusi yang
1. Se
adekuat selama
fun
masa perawatan.
Obyektif : setelah
dilakukan
perawatan selama 3 1. Mengukur tanda-tanda
x 24 jam, vital
diharapkan pasien
dapat menunjukkan
:
Perfusi keserebral
yang adekuat
dengan kriteria hasil
:
Keadaan umum
membaik.
Kesadaran
secara kualitatif
Gangguan perfusi composmentis
Kamis,
jaringan otak dan secara 2. Pantau dan catat status
1 01-09-
berhubungan dengan kuantitatif neurologis secara teratur
2011
trauma kepala. GCS,E:4,V:5,M:6 dan bandingkan dengan
nilai standar (GCS) 2. Me
total 15 ke
3. Kaji perubahan pada
Bengkak pada tin
penglihatan,seperti
mata berkurang
adanya penglihatan
Tidak keluar 3. Ga
kabur,ganda,lapang
darah dari ya
pandang yang
hidung. ole
menyempit dan
Tanda-tanda pengalaman persepsi. mi
vital dalam batas
normal: 4. Kolaborasi obat sesuai
Tekanan instruksi.
darah:130/80 4. Me
. pa
mmHg, nadi:60-
100 x.menit, ga
Respirasi ke
ter
rate:16-24 ce
x/menit.
Objektif:setelah
dilakukan tindakan
perawatan 2 x 24
jam diharapkan
pasien menjadi
rileks,dengan
kriteria evaluasi:
Goal:pasien dapat
menunjukan aktifitas
perawatan diri
dalam tingkat 1. Tentukan kekuatan otot
kemampuan pribadi saat ini
1. Me
ke
Obyektif:Setelah ya
dilakukan tindakan
keperawatan 2 x 24
jam,diharapkan
pasien dapat
menampilkan
Kamis aktifitas merawat diri 2. Beri perawatan personal
Defisit perawatan diri dengan kriteria hasil: higiene pasien. 2. Me
01-09-
4 kelemahan fisik. da
2011
Tubuh pasien pa
tampak bersih dari
sisa darah 3. Me
yang sudah kering 3. Dorong agar pasien pe
segar,pasien dapat selalu membersihkan gig
mandi,makan dan mulut dan skat gigi.
minum,buang air 4. Me
kecil dan buang air da
besar sendiri.tingkat pa
kemampuan 4. Anjurkan keluarga untuk
mobilitas 0 pasien memandikan pasien 2
tidak tergantung kali dalam satu hari.
pada orang lain.
CATATAN PERKEMBANGAN
Pasien :G
Diagnosa medik :Cedera Kepala Sedang.
Umur :15 tahun.
No MR:01.17.XX
I:
P:Intervensi dipertahankan
I:
Evaluasi (SOAPIE)
No Hari/tgl Dx keperawatan
I:
Pernapasan:18 x.menit,irama
teratur.
Tekanan darah:100/70 mmHg,
I:
1. Jam 08.00 WITA
Mengkaji lokasi nyeri pada
kepala,skala nyeri 4-6
(sedang).
P:Intervensi 1 dan 4
dilanjutkanintervensi 2 dan 3
dipertahankan.
Nadi:78 x.menit,irama
teratur dan kuat.
Pernapasan:18 x.menit,irama
teratur.
Tekanan darah:100/80 mmHg
posisi berbaring.
Nadi:78 x.menit,irama
teratur dan kuat.
Pernapasan:18 x.menit,irama
teratur.
Tekanan darah:100/80 mmHg
posisi berbaring.
I:
1. Jam 08.00 WITA
Mengkaji lokasi nyeri pada
kepala,skala nyeri 1-3
(ringan).
2. Jam 08.15 WITA
menjelaskan dan bantu klien
dengan tindakan pereda
nyeri non farmakologi dan
non invasif.
3. Jam 08.20 WITA
Mengajarkan pada pasien
teknik distraksi dan relaksasi
seperti napas dalam dan
mendengar musik.
4. Jam 08.3 WITA.
Mengatur posisi yang tidur
yang nyaman bagi
pasien,miring kanan dan
membatasi pengunjung agar
pasien dapat beristirahat
5. Jam 14.00 WITA
Melaksanakan kolaborasi
memberikan injeksi Torasic
30 mg per selang.
O: keadaan umum
Minggu,04- Defisit perawatan diri membaik,pasien sudah bisa
3 berhubungan dengan turun dari tempat tidur.kekuatan
09-2011
kelemahan fisik otot gerak aktif.
A:Masalah teratasi
P:Intervensi dipertahankan.
Evaluasi (SOAPIE)
No Hari/tgl Dx keperawatan
S:pasien mengatakan kepala sakit
berkurang.
Nama Pasien :G
No Register :01.17.XX.
Diagnosa keperawatan yag muncul pada pasien G adalah : Gangguan perfusi jaringan
otak berhubungan dengan adanya trauma otak,Gangguan rasa nyaman nyeri akut yang
berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder,cemas
berhubungan dengan krisis situasional:perubaha status kesehatan,Defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan fisik.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pada tahap pengkajian, menurut Arif Muttaqin dalam buku ‘’Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan Sistem Persarafan ‘’ halaman 276 mencakup aspek-aspek berikut:
anamnesis, riwayat penyakit, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososial.Selain
itu pada pengkajian juga dilakukan pemeriksaan fisik secara Body System dari B1-
B6,sedangkan pada kasus nyata tidak dilakukan pemeriksaan diagnostik penunjang CT-
Scan karena tidak adanya alat pendukung, pengkajian dilakukan secara komprehensif
dengan cara wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik selain itu juga dikaji riwayat
kesehatan dan psikososial.Alasannya sebab manusia itu unik dan kompleks yag terdiri
dari komponen sel, organ dan sistem organ.Pada teori ini mengklasifikasikan tingkat
keparahan sebagai berikut:GCS 9-14, konfusi, letargi atau stupor, amnesia pasca
trauma, muntah tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda batle, mata rabun,
hemotimpanum dan kejang, sedangkan pada kasus nyata saat dilakukan pengkajian
hanya ditemukan kesadaran kualitatif somnolen, kesadaran kuantitatif GCS:13, pada
saat terjadi kecelakaan keluar darah segar melalui hidung.Alasannya setiap manusia
memiliki respon yang bervariasi terhadap adanya rangsangan.
B. Dalam teori perumusan diagnosa keperawatan yang muncul adalah : Resiko tinggi
peningkatan tekanan intrakranial yang berhubungan dengan proses desak ruang
sekunder dari trauma kepala yang mengakibatkan adanya perdarahan baik bersifat
intraserebral hematoma, subdural hematoma dan epidural hematoma. Ketidakefektfan
pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada pusat pernapasan
diotak,kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak optimal karena
akumulasi udara/cairan, dan perubahan perbandingan O2 dan CO2,
kegagalan ventilator.Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
penumpukan sputum, peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk sekunder akibat
nyeri dan keletihan, adanya jalan napas buatan pada trakea, ketidakmampuan
batuk/batuk efektif.Perubahan kenyamanan: nyeri akut yang berhubungan dengan
trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder. Cemas/takut yang berhubungan
dengan krisis situasional: ancaman terhadap konsep diri,takut mati, ketergantungan
pada alat bantu, perubahan status kesehatan/ status ekonomi/fungsi peran, hubungan
interpersonal/ penularan. sedangkan pada kasus nyata yang ditemukan adalah
:Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan adanya trauma otak, Gangguan
rasa nyaman nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder, cemas berhubungan dengan krisis situasional: perubahan status
kesehatan, Defisit perawatan diri (mandi dan sikat gigi) berhubungan dengan kelemahan
fisik. Alasannya karena diagnosa diangkat berdasarkan respon pasien.
C. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada prinsipnya dilakukan sesuai dengan
rencana keperawatan.Pada teori pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan rencana
perawatan .Dalam melaksanakan tindakan perawatan, selain melaksanakannya secara
mandiri, harus adanya kerja sama dengan tim kesehatan lainnya. Merupakan realisasi
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan menilai data yang
baru.Alasannya proses keperawatan memiliki salah satu sifat yaitu fleksibilitas yang
artinya urusan pelaksanaan proses keperawatan dapat diubah sesuai dengan situasi
dan kondisi pasien.Implementasi tindakan dibedakan menjadi tiga kategori
yaitu:independent (mandiri), interdependent (bekerja sama dengan tim kesehatan
lainnya:dokter,bidan,tenaga analis,ahli gizi, apoteker, ahli kesehatan gigi, fisiotherapy
dan lainnya) dan dependent (bekerja sesuai instruksi atau delegasi tugas dari dokter)
D. Pada kasus nyata evaluasi yang gunakan adalah evaluasi proses (formatif).Alasannya
evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientasi pada etiologi,dilakukan
secara terus menerus sampai tujuan yang ditentukan tercapai.Evaluasi dilakukan sesuai
dengan perubahan klien.Untuk memudahkannya penulis mengevaluasi atau memantau
perkembangan pasien digunakan komponen SOAP (evaluasi pada hari pertama
perawatan) dan SOAPIE (evaluasi perkembangan kondisi pasien/untuk catatan
perkembangan pasien) : S = (data subyektif:diperoleh dari pasien berupa keluhan-
keluhan pasien), O = (data obyektif:dari hasil observasi dan pemeriksaan), A= (analisis
masalah), P = (perencanaan),I = (implementasi), E = (evaluasi).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab terdahulu,maka penulis mengambil
kesimpulan,bahwa:
1. Pada pengkajian kondisi yang ditemukan pada pasien adalah Keadaan umum
lemah, kesadaran secara kualitatif somnolen, keadaan secara kuantitatif dengan
GCS: E:3.V:5,M:5,total 13, pasien hanya mau tidur saja, bengkak pada
mata kanan dan tampak kebiruan, luka jahit pada alis mata kanan dan pada dahi.
Keluar darah dari hidung pada saat terjadi kecelakaan.Terdapat luka jahit pada kaki
kanan dan paha kiri, pasien tampak meringis kesakitan.Terpasang cairan infus
Ringer Laktat 12 tetes/menit pada tangan kanan. Tanda-tanda vital :Tekanan
darah:100/60 mmHg posisi berbaring, Nadi:84 x/menit, irama teratur dan kuat,
Suhu:36,4oC/axila, Pernapasan:18x/menit, irama teratur, Akral:teraba
hangat, Mean Preassure Arteri (MAP):73 mmHg, Pulse Preassure(PP) :40 mmHg.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus nyata berdasarkan kondisi dan respon
pasien sehingga ada diagnosa keperawatan yang sesuai dengan tinjauan teori dan ada yang
tidak sesuai dengan tinjauan teoritis. Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien sebagai berikut: 1). Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan adanya
trauma otak.2).Gangguan rasa nyaman nyeri akut yang berhubungan dengan trauma
jaringan dan refleks spasme otot sekunder.3). ketakutan berhubungan dengan krisis
situasional:perubahan status kesehatan.4). Defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan fisik.
3. Rencana tindakan pada keempat diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus nyata
semuanya dilakukan pada pasien .
4. Evaluasi dari keempat diagnosa keperawatan yang diprioritaskan, dua diagnosa teratasi
pada hari jumad dan sabtu dan dua diagnosa teratasi sebagian pada hari senin.
5. Dokumentasi keperawatan dilakukan dengan mengdokumentasikan semua kegiatan dan
hasilnya mulai dari pengkajian sampai dengan kedalam catatan perawat yang ada dalam
status pasien sebagai bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dikemudian hari.
B. Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan penulis antara lain:
1. Bagi perawat
Agar dalam memberikan tindakan keperawatan kepada pasien,juga harus dilakukan
tindakan-tindakan mandiri perawat.
2. Bagi Rumah Sakit
Agar dalam pemberian pelayanan disiapkan fasilitas-fasilitas yang memadai untuk
menunjang pemeriksaan,kususnya pada pasien sedera kepala,seperti CT-Scan.
3. Bagi penulis
Agar terus mengembangkan pengetahuan yang telah didapat tentang cedera kepala
sedang serta membagikannya kepada orang lain sehingga tindakan pencegahan dan
penanganan dapat dilakukan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
……………………http://www yayankhyar.co.nr.2009.
Bruner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC.
Cholik H. Rosjidi. CS. 2009. Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala dan Stroke. Yogyakarta.
Ardana Media
Dewanto George, CS .2009. Diagnosis dan tata laksana penyakit saraf. Jakarta EGC
Muttaqim Arif.2008 Buku Ajar Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan. Sitem
Persarafan . Jakarta. Salemba Medika.
Syaifuddin. 2009 . Anatomi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan edisi kedua.
Jakarta. Salemba Medika
LEMBARAN KONSUL
NIM : 5306.09.597
Rabu,
1 Bab I Revisi
27-07-2011
Selasa, Revisi
2 Bab I dan Bab II
16-08-2011
Senin, Revisi
3 Bab I dan Bab II
22-08-2011
Kamis, Revisi
4 Bab I dan Bab II
25-08-2011
Sabtu,
6 Bab I dan Bab II ACC
27-08-2011
Kamis, Revisi
7 Bab III
01-09-2011
Rabu, ACC
8 Bab III
05-10-2011
Kamis, Revisi
9 Bab IV dan Bab V
06-10-2011
Sabtu, 08 –
10 Bab IV dan Bab V ACC maju ujian.
10 – 2011
Normal
0
false
false
false
EN-US
X-NONE
X-NONE
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;}
table.MsoTableGrid
{mso-style-name:”Table Grid”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-priority:59;
mso-style-unhide:no;
border:solid black 1.0pt;
mso-border-alt:solid black .5pt;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-border-insideh:.5pt solid black;
mso-border-insidev:.5pt solid black;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;}
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap tahun di Amerika Serikat, mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala
52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga
merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma dikaitkan dengan
kematin. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Natroma Trauma Project di Islamic
Republik of Iranbahwa, diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu
sebanyak 78,7 % trauma kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh
trauma kepala (Karbakhsh, zand, Rouzrokh, Zarei, 2009). Rata – rata rawat inap
pada laki – laki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa trauma kepala
sebanyak 146,3 per 100.000 dan 158,3 per 100.000 (Thomas 2006). Angka
kematian trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki – laki dibanding
perempuan yaitu sebanyak 26,9 per 100.000 dan 1,8 per 100.000. Bagi lansia
pada usia 65 tahun keatas, kematian akibat trauma kepala mencatat 16.000
kematian dari 1,8 juta lansia di Amerika yang mengalami trauma kepala akibat
terjatuh. Menurut Kraus (1993), dalam penelitiannya ditemukan bahwa anak
remaja hingga dewasa muda mengalami cedera kepala akibat terlibat dalam
kecelakaan lalu lintas dan akibat kekerasan sedangkan orang yang lebih tua
cenderung mengalami trauma kepala disebabkan oleh terjatuh.Menurut data yang
diperolah dari rekam medik RSUD Atambua, pada tiga tahun terakhir ini yaitu :
tahun 2008 terdiri dari 142 orang, laki –laki : 107 orang ( 75,3 %), perempuan : 42
orang (29,5 %), Tahun 2009 : 163 orang, laki – laki : 140 orang (85,8 %),
perempuan : 23 orang (13,6 %), Tahun 2010 : 175 orang, laki – laki : 149 orang
(85,1 %), perempuan : 26 orang ( 14,8 %).
Indonesia sebagai negara berkembang ikut merasakan kemajuan
teknologi, diantaranya bidang transportasi. Dengan majunya
transportasi, mobilitas penduduk pun ikut meningkat. Namun akibat kemajuan ini,
juga berdampak negatif yaitu semakin tingginya angka kecelakaan lalu lintas
karena ketidak hati – hatian dalam berkendaraan. Sehingga dapat mengakibatkan
berbagai cedera. Salah satu cedera yang sering terjadi pada saat kecelakan lalu
lintas
adalah cedera kepala (…………..http://repository.usu.ac.id/
bitstream/ 12345678 /16495/5.chapter%201.pdf)
Cedera kepala menduduki tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh
karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama
tentang penanganan (A, B, C, D, E), pencegahan cedera otak sekunder dan cara
merujuk penderita secepat mungkin oleh untuk petugas kesehatan yang berada
digaris depan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalahnya
adalah “ Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien cedera
kepala di Rumah Sakit Umum Daerah Atambua ? ”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala dengan pendekatan proses
keperawatan.
2. Tujuan khusus
a) Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien cedera kepala.
b) Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan cedera kepala.
c) Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien
dengan cedera kepala.
d) Mahasiswa mampu melaksanakan rencana tindakan keperawatan pada
pasien dengan cedera kepala.
e) Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilakukan.
f) Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi profesi keperawatan
Memberikan asuhan tentang bagaimana merawat pasien dengan cedera kepala,
dengan menggunakan proses keperawatan yang meliputi : pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2. Bagi Rumah Sakit
Memberikan masukan dalam rangka meningkatkan penerapan asuhan keperawatan
pada pasien dengan cedera kepala.
3. Bagi penulis
a) Memperoleh pengalaman yang nyata dalam merawat klien dengan cedera
kepala.
b) Menambah pengetahuan tentang penerapan asuhan keperawatan pada
klien dengan cedera kepala.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif, yakni
melalui studi pustaka dan studi kasus. Studi pustaka diambil dari buku – buku
perpustakaan dan sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan proposal karya
tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan Yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis Yang terdiri dari konsep dasar cedera kepala dan
konsep dasar Asuhan Keperawatan pada pasien cedera kepala.
BAB III : Tinjaun kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB IV : pembahasan
BAB V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Anatomi Fisiologi Otak
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak yang lembut, yang membuat kita
seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera
kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Pada orang dewasa
tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan isi
intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari 2 dinding atau tabula yang dipisahkan oleh
tulang berongga.
Dinding luar disebut tabula eksternal dan dinding bagian dalam disebut tabula
internal. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges
adalah durameter, araknoid dan piameter (Price, Silvia A ; 2005 : 1014).
Sistem persarafan terdiri dari:
a. Susunan saraf pusat
1) Otak
(a).Otak besar atau serebrum (cerebrum)
Mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan yang
duhubungkan oleh massa substansi alba(substansia alba) yang
disebut korpus kalosum (corpus callosum). Serebrum terdiri atas : korteks
sereri, basal ganglia (korpora striate) dan sistem limbik(rhinencephalon).
(c).Batang otak.
Pada permukaan batang otak terdapat medula oblongata, pons varolii,
mesensefalon dan diensefalon. Talamus dan epitalamus terlihat
dipermukaan posterior batang otak yang terletak diantara serabut capsula
interna. Disepanjang pinggir dorsomedial talamus terdapat sekelompok
serabut saraf berjalan keposterior basis epifise.
2. Cedera Kepala
a. Pengertian
Cedera kepala : Meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. secara
anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala serta tulang dan
tentorium (helm) yang membungkusnya (Arif Muttaqin ; 2008 : 270).
Cedera kepala : Trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen
(http://www.yayanakhyar. com.nr/200905).
Jadi cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala terjadi baik secara
langsung bersifat terbuka atau tertutup yang dapat terlihat meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak dan juga otak sehingga dapat mengakibatkan
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer
atau permanen.
b. Etiologi
Penyebab utama cedera kepala meliputi : Kecelakaan lalu lintas >50 %
kasus, Jatuh, Pukulan, Kejatuhan benda, Kecelakaan kerja/industri, Cedera lahir,
Luka tembak (Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat ; 2009 :49 )
c. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan
dan morfologi cedera:
1) Mekanisme:
(a). Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan benda tumpul.
(b). Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau
pukulan benda tumpul.
2) Berdasarkan beratnya:
(a). Ringan (GCS 14-15)
(b). Sedang (GCS (9-13)
(c).Berat (GCS 3-8)
3) Berdasarkan morfologi:
(1) Fraktur tengkorak
(a).Kalvaria: Linear atau stelata, Depressed ataunondepressed, Terbuka
atau tertutup
(b).Dasar tengkorak: Dengan atau tanpa kebocoran CNS, Dengan
atau tanpa paresis/kelumpuhan nervus VII (fasial)
(2) Lesi intrakranial
(a).Fokal: Epidural, Subdural, intraserebral
(b).Difusa: Komosio ringan, Komosio klasik, Cedera aksonal
difusa( http://www.yayanakhyar.co.nr/2009)
4) Skala Coma Glasgow (GCS)
Tabel I.Skala Coma Glasgow
Buka mata (E) Respon verbal (V) Respon motorik (M)
sang nyeri
orientasi
6 Menurut perintah
GCS:13-15
GCS:9-12
Sedang
Kehilangan kesadaran dan/atau amnesia lebih
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam
24 %
Dapat mengalami fraktur tengkorak
GCS:3-8
e. Pemeriksaan Diagnostik
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari
faktor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan
menilai status neurologis (disability, exposure), maka faktor yang harus
diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi.
Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa
sekalipun pada otak yang mengalami trauma relatif memerlukan oksigen
dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intrakranial
yang meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang
memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan
intrakranial ini dapat dilakukan dengn cara menurunkan PaCO2 dengan
hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah
metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini
yakni dengan intubasi endotrakeal hiperventilasi. Tindakan membuat
intermitten iatrogenic paralisis Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada
klien – klien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yangmeninggi.
Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan
tekanan intrakranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi:
1) Bedrest total
2) Observasi tanda – tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
3) Pemberian obat – obatan
(a). Dexamethason/ Kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
(b). Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
(c). Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol
20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
(d). Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole
4) Makanan atau cairan
Pada trauma ringan bila muntah – muntah tidak dapat diberikan apa –
apa, hanya cairan infus Dextrosa 5 %, aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
5) Pada trauma berat
Karena hari – hari pertama didapat klien mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari
– hari pertama (2 – 3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5 % 8
jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan dextrosa 5 % 8 jam
ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan
diberikan melalui nasogatric tube (2500 – 3000 TKTP). Pemberian
protein tergantung dari nilai urenitrogennya.
(Arif Muttaqin ; 2008 : 284-285)
g. Komplikasi
1) Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral dapat
menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering cedera
kepala terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intrakranial
meningkat, dan sel neuron dan vaskuler tertekan. Ini adalah jenis cedera
otaksekunder.Pada hematoma, kesadaran dapat menurun dengan
segera, atau dapat menurun setelahnya ketika hematoma meluas dan
edema interstisial memburuk.
2) Perubahan perilaku yang tidak kentara dan defisit kognitif dapat terjadi
da tetap ada.
(Corwin J Elizabeth ; 2009 : 246)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis
injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan
cedera kepala meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik dan pengkajian psikososial.
a) Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda),
jenis kelamin (banyak laki – laki, karena sering ngebut – ngebutan dengan
motor tanpa pengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis
medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma
kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.
b) Riwayat penyakit saat ini
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung kekepala. Pengkajian
yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS >15), konvulsi,
muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka
dikepala, paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya
liquor dari hidung dan telinga, serta kejang.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan
dengan perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif dan koma.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien
tidak sadar) tentang penggunaan obat – obatan adiktif dan penggunaan
alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka ngebut –
ngebutan.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu dipertanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, penggunaan obat – obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat
– obat adiktif, konsumsi alkohol berlebihan.
d) Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi
dan diabetes melitus.
e) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra diri)
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola
persepsi dan konsep diri didapatkan kllien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
f) Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan -keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukng data dan
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem
(B1 – B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan
terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluhan dari klien.
Keadaan umum
Pada keadaaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran
(cedera kepala ringan/cedera otak ringan, GCS 13 – 15, cedera kepala
berat/ cedera otak berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8 dan terjadi
perubahan pada tanda-tanda vital.
(1) B1 (Breathing)
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradiasi dari
perubahan jaringa cerebral akibat trauma kepala. Pada beberapa
keadaan, hasil dari pemeriksaaan fisik dari sistem ini akan didapatkan :
(a).Inspeksi
Diddaptakan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Terdapat retraksi klavikula/ dada, pengembangan paru
tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai penuh/ tidak penuh dan
kesimetrisannya. Ketidak simetrisan mungkin menunjukan adanya
atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang
iga, pnemothoraks, atau penempatan endotrakeal dan tube
trakeostomi yang kurang tepat. Pada observasi ekspansi dada juga
perlu dinilai : retraksi dari otot – otot interkostal, substernal, pernapan
abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi).
Pola napas ini dapat terjadi jika otot – otot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada.
(b).Palpasi
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
(c).Perkusi
Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma
pada thoraks/ hematothoraks
(d).Auskultasi
Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun sering didapatkan pada klien cedera kepala dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.
(2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan
berat.
Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien cedera kepala pada beberapa
keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi
bradikardi, takikardia da aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah
berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya
menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradikardia
merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan
pucat menandakan adanya penurunan kadar hemaglobin dalam darah.
Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda -
tanda awal dari suatu syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari
trauma kepala akan merangsang pelepasan antidiuretik hormon (ADH)
yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk mengeluarkan retensi
atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan
meningkatkan konsentrasi elektolit meningkat sehingga memberikan
resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada
sistem kardiovaskuler.
(3) B3 (Brain)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama
disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma
dan epidural hematoma. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.
(a).Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk menilai disfungsi sistem persarafan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa, sampai koma.
(b).Pemeriksan fungsi serebral
Status mental : Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik pada klien cedera kepala tahap lanjut biasanya status mental
mengalami perubahan.
Fungsi intelektual : Pada keadaan klien cedera kepala didapatkan
penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun
jangka panjang
Lobus frontal : Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan bila trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan
pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi mungkin rusak disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan
kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah
frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Masalah psikologi lain
juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional,
bermusuhan, frustasi, dendam da kurang kerja sama.
Hemisfer : Cedera kepala hemisfer kanan didapatkan hemiparase
sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan
terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh kesisi yang
berlawanan tersebut. Cedera kepala pada hemisfer kiri, mengalami
hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati – hati, kelainan
bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah
frustrasi
(c).Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I
Pada beberapa keadaan cedera kepala didaerah yang merusak
anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada
fungsi penciuman/anosmia unilateral atau bilateral
Saraf II
Hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan
lapangan penglihatan dan menggangu fungsi dari nervus optikus.
Perdarahan diruang intrakranial, terutama hemoragia
subarakhnoidal, dapat disertai dengan perdarahan diretina. Anomali
pembuluh darah didalam otak dapat bermanifestasi juga difundus.
Tetapi dari segala macam kalainan didalam ruang intrakranial,
tekanan intrakranial dapat dicerminkan pada fundus
Saraf III, IV da VI
Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien dengan
trauma yang merusak rongga orbital. pada kasus-kasus trauma
kepala dapat dijumpai anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai
tanda serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda
awal herniasi tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada
penyinaran. Paralisis otot – otot okular akan menyusul pada tahap
berikutnya. Jika pada trauma kepala terdapat anisokoria dimana
bukannya midriasis yang ditemukan, melainkan miosis yang
bergandengan dengan pupil yang normal pada sisi yang lain, maka
pupil yang miosislah yang abnormal. Miosis ini disebabkan oleh lesi
dilobus frontalis ipsilateral yang mengelola pusat siliospinal.
Hilangnya fungsi itu berarti pusat siliospinal menjadi tidak aktif
sehingga pupil tidak berdilatasi melainkan berkonstriksi.
Saraf V
Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis
nervus trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan menguyah
Saraf VII
Persepsi pengecapan mengalami perubahan
Saraf VIII
Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan
biasanya tidak didapatkan penurunan apabila trauma yang terjadi
tidak melibatkan sarafvestibulokoklearis
Saraf IX dan Xl
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
Saraf XI
Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup baik
dan tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII
Indra pengecapan mengalami perubahan
(d).Sistem motorik
Inspeksi umum : Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
(kelemahan salah satu sisi tubuh) adalah tanda yang lain.
Tonus otot : Didapatkan menurun sampai hilang.
Kekuatan otot : Pada penilaian dengan menggunakan grade
kekuatan otot didapatkan grade O
Keseimbangan dan koordinasi : Didapatkan mengalami gangguan
karena hemiparase dan hemiplegia.
(e).Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan reflek dalam : Pengetukan pda tendon, ligamentum
atau periosteum derajat refleks pada respon normal.
Pemeriksaan refleks patologis ; Pada fase akut refleks fisiologis sisi
yag lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
(f). Sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestasi persepsi adalah ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi.Disfungsi persepsivisual karena
gangguan jaras sensorik primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri.
Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat dengan kehilangan
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimulasi
visual, taktil dan auditorius.
(4) B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik, termasuk
berat jenis. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan
dapat terjadi akibat menurunnya perfusi ginjal. Setelah cedera kepala
klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan kerusakan
neurologis luas.
(5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual dan muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukan kerusakan neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya
lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya
dehidrasi. Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan
kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen.
Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan
peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan
motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yag berasal dari
sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
(6) Tulang (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh
ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu kelembapan dan turgor kulit. Adanya
perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukan adanya sianosis
(ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa).
Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan
rendahnya kadar haemaglobin atau syok. Pucat dan sianosis pada klien
yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia.
Joundice (warna kuning) pada klien yang menggunakan respirator dapat
terjadi akibat penurunan aliran darah portal akibat dari
penggunaan pocked red cells (PRC) dalam jangka waktu lama.
Pada klien dengan kulit gelap. Perubahan warna tersebut tidak begitu
jelas terlihat. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya
demam dan infeksi. Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan
dekubitus. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensorik atau paralisis/ hemiplegia, mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi peningkatan tekanan intrakranial yang berhubungan dengan
desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma , subdural hematoma dan
epidural hematoma.
b. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada
pusat pernapasan diotak, kelemahan otot – otot pernapasan, ekspansi paru
yang tidak optimal karena akumulasi udara/cairan, dan perubahan
perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventiltor.
c. Tidak efektif kebersihan jalan napas yang berhubungan dengan
penumpukan sputum peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk
sekunder, akibat nyeri dan keletihan, adanya jalan napas buatan pada
trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif.
d. Perubahan kenyamanan : nyeri akut yang berhubungan dengan trauma
jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
e. Cemas/takut yang berhubungan dengan krisis situasional : ancaman
terhadap konsep diri, takut mati, ketergantungan pada alat bantu,
perubahan status kesehatan/ status ekonomi/ fungsi peran, hubungan
interpersonal/ penularan
3. Rencana Intervensi
a. Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang
sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik
bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural
hematoma.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil:
Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual muntah. GCS :
4, 5, 6,tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal
Intervensi:
Mandiri:
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/ keadaan individu/ penyebab koma/
penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan
TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status
neurologis/ tanda – tanda kegagalan untuk menentukan perawatan
kegawatan atau tindakan pembedahan
2) Memonitor tanda – tanda vital tiap 4 jam.
R/ suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan
baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik
penurunan dari autoregulator. Kebanyakan merupakan tanda
penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan
peningkatan tekanan darah (diastolik) maka dibarengi dengan
peningkatan tekanan darah intrakranial. Adanya peningkatan
tekanan darah, bradikardi, disritmia, dispnea merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK.
3) Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman dan reaksi terhadap cahaya.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali
dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika
batang otak terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf III kranial
(okulomotorik) yang menunjukan keutuhan batang otak, ukuran
pupil menunjukan keseimbangan antara parasimpatis dan
simpatis. Respons terhadap cahaya merupakan kombinasi fungsi
dari saraf kranial II dan III.
4) Monitor temperatur da pengaturan suhu lingkungan .
R/ Panas merupakan refleks dari hipotalamus. peningkatan
kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang TIK/ICP
(intrakranial pressure).
5) Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan
sedikit bantal. Hindari penggunaan batal yang tinggi pada kepala.
R/ Perubahan kepada salah satu sisi dapat menimbulkan penekanan
pada venajugularis dan menghambat aliran darah ke otak
(menghambat drainase pada vena serebral), untuk itu dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
6) Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya
prosedur.
R/ Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek
rangsagan kumulatif.
7) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase
punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan
suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat
mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk
mempertahankan TIK yang rendah.
8) Cegah/hindarkan terjadinya valsava manuver.
R/ Mengurangi tekanan intrathorakal dan intraabdominal sehingga
menghindari peningkatan TIK.
9) Bantu klien jika batuk, muntah
R/ Aktivitas ini dapat meningkatan intrathorak/tekanan dalam thoraks
dan tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat
meningkatkan TIK.
10)Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku
R/ Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK
atau memberikan refleks nyeri dimana klien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak
menurundapat meningkatkan TIK.
11)Palpasi pada pembesaran/pelebaran bladder, pertahankan drainase
urine secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya
konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respons otomatis yang potensial menaikkan
TIK.
12)Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab
akibat TIK meningkat.
R/ Meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien
dan mengurangi kecemasan.
13)Observasi tingkat kesadaran GCS
R/ Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna
menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi:
1) Pemberian O2 sesuai indikasi.
R/ Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi
serebral, volume darah, dan menaikkan TIK
2) Kolaborasi untuk tindakan operatif evakuasi darah dari dalam
intrakranial.
R/ Tindakan pembedahan untuk evakuasi darah dilakukan bila
kemungkinan terdapat tanda – tanda defisit neurologis yang
menandakan peningkatan intrakranial.
3) Berikan cairan intravena sesuai indikasi
R/ Pemberian cairan mungkin diiginkan untuk mengurangi edema
serebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah , tekanan
darah dan TIK.
4) Berikan obat osmosisdiuretik, contohnya : manitol, furoslide
R/ Diuretik mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air
dari sel otak dan mengurangi edema serebral dari TIK
5) Berikan steroid contohnya : Dexamethason,
methylprenidsolon.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema
jaringan.
6) Berikan analgesik narkotik, contoh : kodein
R/ Mungkin diindikasikan nyeri dan obat ini berefek negatif pada TIK
tetapi digunakan dengan tujuan untuk mencegah dan menurunkan
sensasi nyeri.
7) Berikan antipiretik, contohnya : asetaminofen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme
serebral/oksigen yang diinginkan.
8) Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti prothrombin,
LED
R/ Membantu memberikan informan tentang efektivitas pemberian
obat.
Kriteria hasil:
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan
pertukaran gas – gas pada paru, adaptif mengatasi faktor – faktor penyebab.
Intervensi:
c. Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan
napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret dan
ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan
napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube
bebas sumbatan, menunjukan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan
sekret disaluran pernapasan.
Intervensi:
d. Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam nyeri berkurang / hilang
Kriteria hasil : secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi,
dapat mengidentifikasi yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak
gelisah.
Intervensi:
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. (Nursalam, 2001 : 71).
Hasil evaluasi yang bisa didapatkan pada pasien dengan cedera kepala
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ada adalah sebagi berikut :
a. Pasien tidak mengalami peningkatan TIK yang ditandai dengan Klien tidak gelisah,
klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual muntah. GCS : 4, 5, 6,tidak terdapat
papiledema, TTV dalam batas normal.
b. Pola napas pasien kembali efektif yang ditandai dengan memperlihatkan frekuensi
pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran gas – gas pada paru,
adaptif mengatasi faktor – faktor penyebab.
c. Jalan napas pasien kembali efektif yang ditandai dengan bunyi napas terdengar
bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas sumbatan, menunjukan batuk yang
efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret disaluran pernapasan.
d. Pasien secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi, dapat
mengidentifikasi yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.
e. Klien mampu mengungkapkan perasaan yang kaku, cara-cara yang sehat kepada
perawat, klien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan
perubahan koping yang digunakan sesaui situasi yang di hadapi, klien dapat mencatat
penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar, klien dapat rileks dan
tidur/istirahat dengan baik.
Share this:
Twitter
Facebook
Posted in Uncategorized
← Older Entry
Tinggalkan Balasan
KALENDER
S S R K J S M
1 2
3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 23
24 25 26 27 28 29 30
31
Oktober 2011
PENCARIAN
Cari
Tulisan Terakhir
o ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN G DENGAN CEDERA KEPALA DI RUANG
PERAWATAN BEDAH
o kolera
Arsip
o Oktober 2011
FACEBOOK
Ona Fernandez
AddyTie Onnapunk
Kategori
o Uncategorized
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.