Anda di halaman 1dari 143

D'Mbasnyu Mba Suster uNyu

uNyu
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Medical, Bedah, Maternitas, Jiwa

 Home

 Disclaimer

 Privacy

 TOS

 Contact

Monday, May 12, 2014


LP & ASKEP CIDERA KEPALA

LAPORAN PENDAHULUAN DAN


ASUHAN KEPERAWATAN
CIDERA KEPALA

Disusun oleh:

Lutfy Nooraini

CEDERA KEPALA

A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas
untuk mengatasi trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun
pada benturan, beberapa mili detik akan terjadi depresi maksimal dan
diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada
tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti
kontusio/memar otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang
bervariasi tergantung pada luas daerah trauma.
Sehingga apabila terjadi cedera kepala memerlukan penatalaksanaan
yang cepat, tepat dan asuhan keperawatan yang benar. Sehingga efek
sekunder dari cedera kepala dapat diminimalkan dan penyembuhan dapat
maksimal.
2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami mengenai trauma dan cedera kepala,
patofisiologi, tanda dan gejala serta penatalaksanaannya.
2. Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan
cedera kepala.
3. Mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan cedera
kepala.
B. KONSEP TEORI
1. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi dalam dua macam
yaitu :
a. Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari
trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
b. Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme,
fisiologi yang timbul setelah trauma.
KLASIFIKASI
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik
Coma Data Bank berdasarkan Skore Scala ComaGlascow (GCS).
Penggunaan istilah cedera kepala ringan, sedang dan berat berhubungan
dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan perawatan. Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Cedera Kepela Ringan
Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilanga kedaran atau amnesia akan
tetapi kurang dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak
ada kontusio serebral dan hematoma.
2. Cedera Kepala Sedang
Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia
lebih dari 0 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
3. Cedera Kepala Berat
Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia
lebih dari 24 jam meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma
intrakranial.
Tabel 1. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)

1. Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2. Respon Verbal
Orientasi baik 5
orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara Tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
3. Respon Motorik
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 3 - 15

2. ETIOLOGI
a. Kecelakaan
b. Jatuh
c. Trauma akibat persalinan.
3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer
dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika
yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat
irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan
laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal
dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas
tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada
substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak
komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala
traumatik berat.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer
biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini
adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik
pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan,
kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak
kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera
intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada
daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul
kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari
intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi
merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan
perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak.
Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor
seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak
metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan
neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau
sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung
lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus
frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala
kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar.
Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit
pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya
seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala
disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian
depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat
timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium
dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya
disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang
hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui
urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi
negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan
perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau
sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla,
karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi
unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi
pada lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas
deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan
tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi
pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri
terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal.
Kerusakan-kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang
menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang
dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya
Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi
diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.
4. TANDA DAN GEJALA
a. Gangguan kesadaran
b. Konfusi
c. Abnormalitas pupil
d. Awitan tiba-tiba defisit neurologi
e. Perubahan tanda vital
f. Gangguan penglihatan dan pendengaran
g. Disfungsi sensory
h. Kejang otot
i. Sakit kepala
j. Vertigo
k. Gangguan pergerakan
l. Kejang
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. CT Scan dan Rontgen mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak
b. Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma
c. X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang
d. Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika peningkatan tekanan intracranial.
e. Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intracranial
7. PENGKAJIAN
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka
dapat terjadi :
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah
satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis
yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan
tonus otot.
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya edema
serebri
b. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekresi dan
sumbatan jalan napas
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas yang lama
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif
dan penurunan kekuatan/tahanan.
e. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka pembedahan dan tindakan
invasif
PERENCANAAN KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Kerusakan perfusi NOC Outcome : NIC : Circulatory care
jaringan - Perfusi jaringan 1. Monitor vital sign Mengetahui adanya
serebral cerebral 2. Moniror status resiko peningkatan
- Balance cairan neurologi TIK
3. Monitor status
Client Outcome : hemodinamik Peningkatan aliran
- Vital sign membaik 4. Posisikan kepela klien vena dari kepala
- Fungsi motorik head Up 30o menyebabkan
sensorik 5. Kolaborasi pemberian penurunan TIK
membaik manitol Mengurangi edema
sesuai order cerebri

2. Ketidakefektifan NOC Outcome : NIC : Manajemen


jalan - Status respirasi : jalana napas Mengetahui kepastian
napas pertukaran 1.Monitor status dan kepatenan
Gas respirasi dan kebersihan jalan napas
- Status respirasi : Oksigenasi
kepatenan 2. Bersihkan jalan
jalan napas
napas
- Status respirasi : 3. Auskultasi suara
ventilasi pernapasan
- Kontrol aspirasi
4. Berikan Oksigen
Client Outcome : sesuai
- Jalan napas paten Program Membebaskan jalan
- Sekret dapat napas terhadap
dikeluarkan akumulasi sekret guna
NIC : Suctioning air
- Suara napas bersih terpenuhinya
way
kebutuhan oksigenasi
1. Observasi sekret
klien
yang keluar
2. Auskultasi seblum
dan sesudah
melakukan suction
3. Gunakan pealatan
steril pada
saat melakukan
suction
4. Informasikan pada
klien dan
keluarga tentang
tindakan
suction

3. Kerusakan NOC Outcome : NIC : Perawatan luka


integritas kulit - Integritas jaringan dan
pertahanan kulit Mengetahui seberapa
Client Outcome : 1. Observasi lokasi luas kerusakan
- Integritas kulit utuh terjadinya integritas kulit klien
kerusakan integritas
kulit
2. Kaji faktor resiko
kerusakan
integritas kulit
Mencegah terjadinya
3. Lakukan perawatan
penekanan pada area
luka
dekubibus
4. Monitor status
nutrisi
5. Atur posisi klien
tiap 1 jam
Sekali
6. Pertahankan
kebersihan alat
Tenun

4. Intolerasi aktivitas NOC Outcome : NIC : Terapi latihan


- Pergerakan sendi aktif (pergerakan sendi)
- Tingkat mobilisasi 1. Observasi KU klien Dengan latihan
- Perawatan ADLs 2. Tentuka pergerakan akan
ketebatasan gerak mencegah terjadinya
Client Outcome : Klien kontraktur otot
- Peningkatan 3. Lakukan ROM
kemampuan sesuai
dan kekuatan otot Kemampuan
dalam 4. Kolaborasi dengan
bergerak terapis
- Peningkatan aktivitas dalam
fisik melaksanakan latihan

NIC : Terapi latihan Meminimalkan


(kontrol otot) terjadinya kerusakan
1. Evaluasi fungsi mobilitas fisik
sensori
2. Tingkatkan
aktivitas motorik
sesuai kemampuan
3. Gunakan sentuhan
guna
meminimalkan
spasme otot
5. Resiko terjadi NOC Outcome : NIC : Kontrol infeksi
infeksi - Status imunologi 1. Pertahankan Meminimalkan invasi
- Kontrol infeksi kebersihan mikroorganisme
- Kontrol resiko Lingkungan penyebab infeksi
2. Batasi pengunjung kedalam tubuh
Client Outcome : 3. Anjurkan dan ajarkan
- Bebas dari tanda-tanda pada
Infeksi keluarga untuk cuci
- Angka lekosit dalam tangan sebelum dan
batas sesudah kontak
Normal dengan klien
- Vital sign dalam batas 4. Gunakan teknik septik
normal dan
aseptik dalam
perawatan klien
5. Pertahankan intake
nutrisi yang adekuat
6. Kaji adanya tanda-
tanda infeksi
7. Monitor vital sign Mencegah terjadinya
8. Kelola terapi infeksi lanjutan
antibiotika

NIC : Pencegahan infeksi Memberikan


1. Monitor vital sign perlindungan pada
2. Monitor tanda-tanda klien tehadap paparan
infeksi mikroorganisme
3. Monitor hasil penyebab infeksi
laboratorium Memastikan
4. Manajemen pengobatan yang
lingkungan diberikan sesuai
program

5. Manajemen
pengobatan

KEPUSTAKAAN
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius
FK-UI, Jakarta

Doenges M.E. at al., 1992, Nursing Care Plans, F.A. Davis Company,
Philadelphia
Hudak C.M., 1994, Critical Care Nursing, Lippincort Company,
Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions


Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby


Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification


2001-2002, NANDA

Ditulis oleh lutfy nooraini at 7:16:00 PM


Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest
Labels: Keperawatan Bedah
70 comments:
1.
Reza Ahmad FirdausMonday, May 09, 2016 9:51:00 AM
thank for share
Obat Hernia
Reply
2.
Reza Ahmad FirdausSaturday, May 28, 2016 2:45:00 PM
thank for share
obat hernia
Reply
3.
Nate RiverTuesday, August 02, 2016 2:57:00 PM
Thank you very much for sharing information through this article
OBAT BATUK
OBAT SINUSITIS
OBAT KOLESTEROL
OBAT ASMA
OBAT AMBEIEN
Reply
4.
Nate RiverTuesday, August 02, 2016 2:58:00 PM
The information is so exciting, very enjoyable to be listened

OBAT BATUK
OBAT SINUSITIS
OBAT KOLESTEROL
OBAT ASMA
OBAT AMBEIEN
Reply
5.
agaric proMonday, December 12, 2016 2:40:00 PM
Thank you for sharing the information very useful. It is very
pleasant to read this article from your website.
Obat ambeien yang paling ampuh ditahun ini
Reply
6.
Ace InyongSunday, March 12, 2017 8:39:00 AM
Salah satu terapi tumor otak yang bisa anda lakukan adalah
dengan konsumsi jelly gamat qnc yakni obat alami yang dibuat
dari teripang emas, selain itu jelly gamat juga bisa untuk
mengobati Tumor Payudara yang biasa ditandai dengan
munculnya benjolan di payudara. Dan andapun yang
menderita kelenjar getah bening, liver bengkak anda bisa
mengkonsumsinya. Tanpa terkecuali anda yang memiliki
keluhan tbc hingga gangguan pencernaan dan kistaanda pun bisa
mengkonsumsinya sungguh hebat bukan.
Reply
7.
wahyuni yuniTuesday, March 21, 2017 10:15:00 AM
Thank you for the information gan, may be useful for all of us.
Greetings from us:
Links We wish Beneficial For Information About Health.

Obat Tradisional Kanker Otak


Cara Mengobati Penyakit Stroke Ringan Secara Alami
Cara Mengobati Keputihan Pada Wanita Paling Ampuh
Obat Tradisional Kanker Kelenjar Getah Bening
Obat Tradisional Diabetes Alami

We Wait Further Information gan ....


Reply
8.
Heni HerbalWednesday, March 22, 2017 1:14:00 PM
Information sites thatare by this one always charging a good
impression thanks .
Cara Mengobati Stroke Berat Terbaik
Resep Obat Tradisional Asam Urat
Cara Mengobati Cedera Tulang Belakang
Pengobatan Alami Untuk Sembuhkan Hipertiroid
Cara Mengobati Osteoarthritis Secara Alami
Reply
9.
viagra asliSaturday, April 08, 2017 8:49:00 AM

good ...?????
Vimax
Viagra
Obat Kuat
Reply
10.
Ace Maxs OriginalSaturday, April 08, 2017 11:24:00 AM
This is an extraordinary page pleased to visit your page, I found
your site on google
Pengobatan Ginjal Bocor
Pengobatan Ginjal Bengkak
Pengobatan Nyeri Sendi
Pengobatan Tbc Paru
Pengobatan Hepatitis B
Reply
11.
Heni HerbalSaturday, April 15, 2017 8:19:00 AM
So very interesting and good information that you provide on this
Friday thanks.
Ahlinya Obat Ambeien
Cara Alami Mengobati Penyakit Gondok Tanpa Operasi
Cara Alami Menguruskan Badan Dengan Cepat
Obat Herbal Tulang Keropos
Cara Mengatasi Kegemukan Yang Alami
Reply
12.
nunung fitriTuesday, April 18, 2017 1:47:00 PM
Thanks for the information
Cara-Mengobati-buang-air-kecil-terus-menerus-akibat-penyakit-
diabetes
Obat-pegal-Linu-Akibat-Asam-Urat-dan-rematik-secara-alami
Cara-Mengobati-Radang-Sendi-Akibat-Asam-urat-dan-rematik
Obat-Herbal-Untuk-Menyembuhkan-Penyakit-kista-ginjal-
100%-Ampuh
Reply
13.
vina fitrianiThursday, April 27, 2017 2:02:00 PM
thank you for information in site
penyebab keputihan pada wanita
cara menyembuhkan bronkitis
obat cedera lutut
Reply
14.
Juang PatlimaTuesday, May 02, 2017 11:22:00 AM
ini adalah halaman yang sangat luar biasa senang bisa berada
dihalaman anda.
Pengobatan Maag Kronis Secara Alami
Pengobatan Sinusitis Secara Alami
Reply
15.
wahyuni yuniTuesday, May 02, 2017 3:55:00 PM
Excellent information and very useful gan. Greetings from us.
we are waiting for further information.
Pengobatan Alami untuk Menghilangkan Benjolan Kelenjar Di
Leher
Penyebab umum Nyeri Pada Sendi dan Cara Mengobatinya
Obat Herbal untuk Menyembuhkan Nyeri atau Sakit Lutut
Obat Herbal untuk Menghilangkan Benjolan Di Mulut Rahim
Reply
16.
nunung fitriWednesday, May 03, 2017 2:26:00 PM
The information is interesting and I'm glad to be able to read your
article.
Penyebab-&-Obat-Sakit-Perut-Bagian-Bawah-Pada-Pria-dan-
Wanita
Cara-Terbaik-Mengobati-Penyakit-Kanker
6-Bahaya-Menggunakan-Celana-Ketat-Yang-Penting-untuk-
Anda
We are waiting for the latest information
Reply
17.
SOLUSI INFEKSIFriday, May 05, 2017 7:38:00 AM

Update terus Informasinya sangat bermanfaat gan..

Obat Hipertensi Herbal


Obat Jelly Gamat QnC 100% Alami
Obat Ginjal Herbal
Reply
18.
Obat HerbalFriday, May 05, 2017 3:13:00 PM
Very nice information. I am happy to read it and hopefully useful
to me

Agen Resmi Jelly Gamat Qnc Kabupaten Halmahera


Agen Resmi Jelly Gamat Qnc Kota Ternate
Agen Resmi Jelly Gamat Qnc Kota Tidore Kepulauan
Agen Resmi Jelly Gamat Qnc Kota Manokwari Papua Barat
Reply
19.
nunung fitriFriday, May 05, 2017 3:30:00 PM
thanks for the information, do not forget to keep updates gan!!
Read also our article:
Pengobatan-Herbal-Plantar-fasciitis-yang-Ampuh
Cara-Efektif-Mengatasi-Asam-Urat-Secara-Alami
Cara-Terbaik-Mengobati-Penyakit-Kanker
May be useful
Reply
20.
nunung fitriFriday, May 05, 2017 3:32:00 PM
Thanks for the information. I'm glad to be able to read your article.
Read also our article:
Kanker-Darah-Penyebab-Gejala-dan-Pengobatannya
Angina-Pektoris-Gejala-Penyebab-serta-Pengobatannya
Cara-Mengatasi-Penyakit-Asam-Lambung
We are waiting for the latest information
Reply
21.
nunung fitriSaturday, May 06, 2017 2:20:00 PM
Thanks for the article. I'm glad to be able to read your article.
Read also our article:
Cara-Menyembuhkan-Pembengkakan-Kelenjar-Prostat
Obat-Herbal-Penyakit-Kanker-Kolorektal-Terbaik
Cara-Mengobati-Keratitis-Pada-Mata
Reply
22.
Miriam SteveWednesday, May 10, 2017 2:39:00 PM
Head injury have been termed as one of the most dangerous
situations that one would be in, considering that the skull is
necessary in protecting the brain which coordinates the
functioning of the whole body. This is such an important post, a
page that greatly keeps many informed. Hexagonal Wall
Shelf Great piece of work.
Reply
23.
nunung fitriThursday, May 11, 2017 1:59:00 PM
The information is interesting and very useful.
Also read our article
Cara-Pemesanan-QnC-Jelly-Gamat-Yang-Tepat-Dan-Benar
Cara-Mudah-Mengatasi-Jerawat-Parah
Cara-Efektif-Mengatasi-Asam-Urat-Secara-Alami-dengan-Obat-
Herbal
may be useful
Reply
24.
nunung fitriMonday, May 15, 2017 1:19:00 PM
Thankas for the information, do not forget to update and hold yes
May be useful
Agen-Resmi-Jelly-Gamat-QnC-kota-tegal
Agen-Resmi-Jelly-Gamat-QnC-kota-Yogyakarta
Agen-Resmi-Jelly-Gamat-QnC-kabupaten-bantul
Reply
25.
Eplina TradisionalFriday, May 19, 2017 3:01:00 PM
Your site is very helpful in waiting for updates to the latest news

obat jantung bocor tradisional


cara membersihkan mis v dengan daun sirih
Reply
26.
Heni HerbalSaturday, May 20, 2017 1:40:00 PM
So very impressive once the article I read on this day, thank you.
Cara Mengobati Stroke Berat Terbaik
Cara Alami Pengobatan Jantung Bocor
Obat Herbal China Untuk Ejakulasi Dini
Pengobatan Tradisional Gastritis Secara Alami Tanpa Efek
Samping
Cara Ampuh Menyembuhkan Impetigo Secara Alami
Reply
27.
elvinainae libraThursday, July 06, 2017 3:09:00 PM
Congratulations back, activity, highly awaited new information
from this site
Good luck !!
makanan penderita miom
cara menghilangkan bekas cacar manjur
obat sakit pinggang mujarab
Reply
28.
Heni HerbalTuesday, July 11, 2017 2:57:00 PM
Good morning to all of which this morning delighted because it
has been presented with a site that is very attractive thanks .
Obat Mata Ikan Herbal
Khasiat Luar Biasa Pepaya Bagi Penderita Diabetes
Cara Mengobati Infeksi Jamur Secara Alami
Cara Menyembuhkan Limfadenopati Secara Alami
Gejala Kelebihan Sel Darah Putih
Reply
29.
Obat HerbalSaturday, July 22, 2017 3:47:00 PM
Thank you for the information. This was incredible and I love
being able to read and visit your blog.
Cara Ampuh Mengobati Penyakit Dispareunia Secara Alami
Sampai Sembuh Total
Obat Dispareunia Tradisional Terbaik 100% Alami MANJUR
Cara Ampuh Mengobati Dislokasi Bahu Secara Alami Sampai
Sembuh Total
Obat Maag Ampuh, Cara Untuk Mengatasi Maag Kambuh Secara
Alami
Reply
30.
Heni HerbalFriday, August 18, 2017 1:10:00 PM
The spirit for this busy day.
Obat Herbal Gagal Ginjal Tanpa Cuci Darah
Pengobatan Alternatif Kanker Testis Secara Tradisional
Pengobatan Alternatif Tbc Kelenjar Secara Tradisional
Obat Tradisional Penyakit Kienbocks
Cara Mengobati Kista Meduler Secara Alami
Reply
31.
ervi libraWednesday, August 30, 2017 2:55:00 PM
Congratulations reactivities ,, highly awaited new information
from this site
Good luck !!

obat epilepsi tradisional


obat leukosit tinggi herbal
Reply
32.
nazriani sitiFriday, September 22, 2017 11:07:00 AM
The latest information we are waiting for lho..semoga what is
given can be useful
Terimakash..success always everything..salam know

obat kista coklat tradisional


obat darah rendah tradisional ampuh

Reply
33.
nazriani sitiFriday, September 22, 2017 11:07:00 AM
The latest information we are waiting for lho..semoga what is
given can be useful
Terimakash..success always everything..salam know

obat kista coklat tradisional


obat darah rendah tradisional ampuh

Reply
34.
Hanifathu RizkiyahTuesday, September 26, 2017 2:48:00 PM
obat sinusitis
Reply
35.
KesehatanThursday, October 05, 2017 3:58:00 PM
This new article is interesting and useful for readers, success
continues gan!!!
Obat Kencing Batu Terbaik
Pantangan Makanan dan Minuman Penderita Kencing Batu
Obat Batu Empedu Terbaik Ampuh Tanpa Operasi
Rambut Jagung Bisa Meluruhkan Batu Empedu
Awas!! Penyakit Asam Lambung, Pelan Tapi Mematikan
Reply
36.
Heni HerbalSaturday, October 07, 2017 9:30:00 AM
The spirit to this day because it was served with a nice website
thanks.
Ciri Ciri Lemah Jantung
Walatra Gamat Emas Kapsul
Cara Alami Mengobati Mata Buram
Obat Herbal Untuk Menyembuhkan Penyakit Kista
Cara Mengobati Dislokasi Persendian
Reply
37.
wahyuni yuniFriday, October 20, 2017 3:12:00 PM
A great post and I'm happy to be able to read it, hopefully useful
and awaited next article.
Obat Benjolan Ganglion Di Pergelangan Tangan
Obat Gagal Ginjal Kronis Tradisional Terbaik
Cara Ampuh Mengobati Penyakit Gagal Ginjal Kronis Secara
Alami
Obat Gagal Hati Tradisional Terbaik
Obat Radang Selaput Dada Tradisional Paling Ampuh
Reply
38.
QnC KapsulSaturday, October 21, 2017 2:23:00 PM
Obat Tradisional Hipertensi
Obat Herbal QnC Jelly Gamat Asli Tasikmalaya
Agen Resmi QnC Jelly Gamat Di Bandar Lampung
Walatra Zedoril 7 Kapsul Ahlinya Pengobatan Kanker
Reply
39.
Eplina TradisionalFriday, November 03, 2017 2:08:00 PM
Thanks for the information presented on your website
Very in waiting for other information

obt miom tradisional aman


cara mengatasi keringat berlebihan
bahaya jantung bocor
Reply
40.
Heni HerbalThursday, November 16, 2017 11:07:00 AM
Is a site that always provides the latest information thanks .
Khasiat Walatra Zedoril 7
Obat Tradisional Nyeri Saat Buang Air Kecil Yang Ampuh
Cara Mengobati Asma Paling Ampuh
Pengobatan Alami Selulitis Orbitalis Yang Efektif
Gamat Emas Kapsul
Reply
41.
QnCmurahMonday, November 20, 2017 3:18:00 PM
finally found also the website with the content of articles and
useful information. Thank you very much.
Obat Penyakit Ginjal Paling Ampuh
Waspada 10 Gejala Awal Penyakit Ginjal
10 Khasiat Dahsyat Mahkota Dewa Bagi Kesehatan Ginjal
Daftar Makanan Sehat Untuk Penderita Ginjal
15 Manfaat Daun Sirsak Bagi Kesehatan Ginjal
Wajib Tahu! 6 Bahaya Penyakit Ginjal Bagi Organ Lainnya
Reply
42.
Dian 123Friday, December 01, 2017 3:24:00 PM
This comment has been removed by the author.
Reply
43.
Dian 123Friday, December 01, 2017 3:27:00 PM
This article you share is very helpful to me, I am happy to read
this article. thanks to the information you shared.
Obat Serangan Jantung
Cara Mengatasi Serangan Jantung
Cara Alami Mengatasi Infeksi Pencernaan Dengan Cepat
Cara Ampuh Mengobati Limpa Bengkak / Splenomegali
Makanan yang Tidak Boleh Dikonsumsi Penderita Liver
Good luck always!!
Reply
44.
walatrazedorilSaturday, December 09, 2017 3:59:00 PM
thank you for posting. this is really very useful and awaited the
next post.

Agen QnC Jelly Gamat Kebayoran Baru


G-Sea Jelly Gamat Emas
Gamat Emas Kapsul
Obat Eksim Atopik Tradisional
Obat Peningkat Hb Darah Yang Rendah
Obat Paru Paru Kotor Herbal
Reply
45.
Walatra HerbalThursday, December 14, 2017 1:09:00 PM
Really the information you present is so very interesting.
Obat Liver Alami Paling Ampuh
Obat Tradisional Hepatitis
Ciri-Ciri Penyakit Chikungunya
Cara Alami Mengobati Eksim Atopik
Pengobatan Alami Untuk Sembuhkan Scabies
Reply
46.
Eplina TradisionalMonday, December 18, 2017 10:46:00 AM
Sites like these I'm looking for
Thanks for the information, in tunggua keep the latest news

obat kanker tulang tradisional


obat tradisional atelektasis aman
obat penyakit ginjal herbal
Reply
47.
glucolifeThursday, January 04, 2018 3:11:00 PM
Sites like these I'm looking for
Thanks for the information, in tunggua keep the latest news

obat benjolan di punggung herbal


obat tumor usus herbal
Reply
48.
AgaricPro3Thursday, January 11, 2018 1:57:00 PM
Sharing Bagi anda yang sedang mencari Rangka Atap Baja
Ringan di Jakarta, Baik di wilayah Jakarta pusat, Jakarta Barat,
Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan. atau Baja Ringan Di
Depok Jawa Barat dan Plafon Gypsum Bekasi jadi anda tidak
usah bingung lagi jika ingin memasang baja ringan dan mencari
harga termurah di wilayah jakarta dan sekitarnya.
karena kamilah jawaban dari kebingungan yang anda rasakan.

Kanopi Baja Ringan Bekasi

Solusi untuk Penderita Sesak Nafas, Asma dan Paru-Paru Paling


Ampuh
Reply
49.
Walatra HerbalWednesday, January 17, 2018 8:22:00 AM
Very happy because presented with the information that is so very
helpful thanks.
Obat Hernia Alami Tanpa Operasi
Apakah Penyakit Gonore Bisa Sembuh Total
Cara Ampuh Mengobati Hidronefrosis Secara Alami
Cara Alami Mengobati Batu Ginjal
Cara Mengolah Daun Sukun Untuk Obat Gagal Ginjal
Reply
50.
QnCmurahTuesday, January 23, 2018 4:12:00 PM
Thanks for this interesting and useful information. awaited other
interesting information.

Obat Herbal Parestesia Paling Ampuh


Pengobatan Emfisema Paling Ampuh dan Cepat
Walatra Jelly Gamat Original
Cara Ampuh Mengobati Tipes Dengan Cepat
Obat Gondok Tradisional Paling Ampuh
Reply
51.
Dian 123Wednesday, January 24, 2018 3:21:00 PM
Terima kasih telah berbagi artikel yang menakjubkan
ini.Informasi yang anda bagikan bisa bermanfaat sekali untuk
kami, Banyak hikmah dan pelajaran yang bisa kami ambil dari
artikel yang anda buat ini.
Apakah Penyakit Usus Buntu Bisa Sembuh Total Tanpa Operasi
?
Makanan Pemicu Usus Buntu yang Harus Anda Waspadai
Kenali Tanda dan Gejala Awal Usus Buntu yang Harus
Diwaspadai
Daftar Makanan yang Baik Dikonsumsi Penderita Usus Buntu
Daftar Makanan yang Tidak Boleh Dimakan Oleh Penderita Usus
Buntu
Reply
52.
lia aliana AlmiThursday, February 08, 2018 3:19:00 PM
terima kasih telah memberikan informasi yang bermanfaat ^_^
Obat Tradisional Infeksi Pencernaan
Cara Menghilangkan Lubang Bekas Bisul
Obat Penghilang Nyeri Otot Dan Sendi
Reply
53.
Walatra HerbalWednesday, February 14, 2018 9:43:00 AM
Thank you very much for presenting information that is so very
useful, we will wait remedy other information.
Cara Mengobati Kanker Serviks Stadium Awal Dan Lanjut Secara
Alami
Walatra Gamat Emas Kapsul
Menu Makanan Sehat Untuk Penderita Leukimia
Penyebab Penyakit Gastritis
Manfaat Kunyit Untuk Mengobati Syaraf Kejepit
Reply
54.
liyaalicia 98Monday, February 19, 2018 8:06:00 AM
manfaat walatra sehat sendi
obat mata endoftalmitis di apotik
Reply
55.
Dian 123Friday, February 23, 2018 8:03:00 AM

This article you shared is helpful. However, do not forget to fix


again gan !! So that more visitors are more interested to visit your
article.
Cara Menyembuhkan Infeksi Saluran Kencing Pada Wanita
Apakah Penyakit Usus Buntu Bisa Sembuh Total Tanpa Operasi
Cara Mencegah Usus Buntu
Daftar Tanaman Obat Tradisional Untuk Penyakit TBC
Reply
56.
Gamat Emas KapsulSaturday, February 24, 2018 2:41:00 PM
This is really amazing, an article that gives motivation to all and
truly useful. thank you, do not forget to visit also yes :-)

Cara Pemesanan Walatra Sehat Mata


Ramuan Alami Untuk Mengobati Demam Berdarah
Obat Flek Paru-Paru Tradisional Ampuh
Obat Disfagia Tradisional Paling Ampuh
Testimoni Sembuh Dengan QnC Jelly Gamat
Reply
57.
Green nhaTuesday, February 27, 2018 3:11:00 PM
Sites like these I'm looking for
Thanks for the information, in tunggua keep the latest news

makanan untuk tulang keropos


obat wasir tradisional ampuh
manfaat bawang putih untuk tbc
Reply
58.
Mochamad Fauzi NoerThursday, March 08, 2018 9:12:00 AM
I and my family are very helpful with the info from you. May we
all succeed the Hereafter.

Cara Cepat Mengecilkan Perut Buncit

Obat Benjolan Di Vagina

Obat Oles Tahan Lama

Fauzi Official

Toko Zahra Herbal


Reply
59.
Eplina TradisionalMonday, March 12, 2018 10:53:00 AM
Sites like these I'm looking for
Thanks for the information, in tunggua keep the latest news

khasiat daun sirih untuk keputihan


bahaya kista coklat
waspada gejala wasir

Reply
60.
Walatra HerbalThursday, March 15, 2018 10:53:00 AM
Very creative at all in making his post so I was amazed to see it.
Pengobatan Alternatif Asites Secara Tradisional
Obat Alami Untuk Mengobati Penyakit Gondongan
Agen Walatra Sehat Mata
Cara Menghilangkan Lendir Di Paru Paru
Gejala Sakit Pinggang Sebelah Kiri
Reply
61.
Haria KamisiSaturday, March 17, 2018 2:12:00 PM
The latest information we are waiting for lho..semoga what is
given can be useful
Terimakash..success always everything..salam know

bahaya infeksi saluran kemih


khasiat daun ungun untuk ambeien
obat untuk hepatitis b kronis

Reply
62.
Gamat Emas KapsulMonday, April 02, 2018 2:47:00 PM
This is really amazing, an article that gives motivation to all and
truly useful. thank you, do not forget to visit also yes :-)

Aturan Konsumsi QnC Jelly Gamat


Cara Pemesanan QnC Jelly Gamat
Makanan Sehat Untuk Penderita Kanker Karsinoma
Makanan Sehat Untuk Penderita Ginjal Bengkak
Cara Mengobati Biduran Dengan Cepat Tanpa Efek Samping
Reply
63.
Hilda AprilianiThursday, April 12, 2018 9:43:00 AM
https://www.lapakhilda.com/cream-penghilang-jerawat-liyoskin/
https://www.lapakhilda.com/cream-penghilang-jerawat/
https://www.lapakhilda.com/cream-penghilang-jerawat-pasir/
https://www.lapakhilda.com/cream-penghilang-jerawat-aman-
bpom/
https://www.lapakhilda.com/cream-penghilang-jerawat-batu/
Reply
64.
Green nhaTuesday, April 17, 2018 2:04:00 PM
Congratulations reactivities ,, highly awaited new information
from this site
Good luck !!

obat liver tradisional mujarab


obat tradisional sindrom iritasi usus besar
obat usus buntu tradisional
Reply
65.
Warna WarniFriday, April 20, 2018 11:44:00 AM
Sites like these I'm looking for
Thanks for the information, in tunggua keep the latest news

pedia herbal
obat infeksi paru paru manjur
obat ginjal kronis tradisional
Reply
66.
Grina GrinaSaturday, April 21, 2018 2:54:00 PM
Congratulations reactivities ,, highly awaited new information
from this site
Good luck !!

efek keputihan pada wanita


makanan untuk penderita pengapuran tulang
gejala awal hepatitis
Reply
67.
Grina GrinaFriday, May 04, 2018 1:02:00 PM
highly awaited new information from this site
Good luck !!

khasiat daun sukun untuk ginjal


obat ablasio retina tradisional
obat tradisional asam lambung naik ke tenggorokan
Reply
68.
elvinainae libraTuesday, May 15, 2018 10:17:00 AM
Congratulations reactivities ,, highly awaited new information
from this site
Good luck !!

jahe untuk syaraf kejepit


penyebab keputihan pada wanita
ciri ciri usus buntu pecah
Reply
69.
Walatra HerbalSaturday, May 26, 2018 1:25:00 PM
A site that always presents current and useful news.
6 Makanan Pencegah Kanker Ovarium
Ciri-Ciri Penyakit Leukimia Stadium 4
QNC Jelly Gamat Kapsul
Walatra Gamat Emas Kapsul
Reply
70.
Irsyad HilmiWednesday, June 06, 2018 1:37:00 PM
Obat Sinusitis

Zahra Herbal
Reply
Newer PostOlder PostHome
Labels
 Fakta Unik (5)

 Keperawatan Bedah (13)


 Keperawatan Jiwa (7)
 Keperawatan Maternitas (1)

 Keperawatan Medikal (12)


Archive

 ► 2016 (2)
 ► 2015 (7)
 ▼ 2014 (17)
o ► Sep (5)
o ▼ May (12)
 LP &ASKEP DIARE

 LP & ASKEP COMBUSTIO


 LP & ASKEP CIDERA KEPALA
 LP & ASKEP BENIGNA PROSTAT HYPERPLASI (BPH)
 LP & ASKEP HERNIA
 LP & ASKEP BRONKHITIS
 LP & ASKEP TRAUMA ABDOMEN
 LP & ASKEP PENYAKIT PADA TELINGA LUAR
 LP& ASKEP INFARK MIOKARD AKUT
 LP & ASKEP GAGAL JANTUNG KANAN
 LP & ASKEP PEMBEDAHAN TELINGA

 LP & ASKEP CARSINOMA NASOFARING


 ► 2013 (12)

Translate
Pilih Bahasa ▼

mine

lutfy nooraini
View my
complete
profile
berbagi tentang
keperawatan
hai para perawat dan teman mahasiswa dunia maya ... salam keperawatan
dari ku... semoga blog ku ini dapat membantu kalian menambah wawasan
bagi paramedis dan semoga dapat membantu menyelesaikan tugas bagi para
mahasiswa... selamat menikmati
Selasa, 03 Maret 2015
LP CEDERA KEPALA
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA

DI RUANG BEDAH UMUM RSUD ULIN BANJARMASIN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Cedera kepala adalah kerusakan neurologis


yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek
sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1995).
Cedera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembbengkakan otak sebagai respon
terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (Smeltzer, 2000)

Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya. Cedera kepala
(trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala
yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan
kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.

Cedera kepala adalah suatu gangguan


traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi
otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi dalam dua macam yaitu :

a. Cedera otak primer:

Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer
dapat terjadi: memar otak, laserasi.

b. Cedera otak sekunder:

Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul
setelah trauma.

2. Klasifikasi

Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data Bank berdasarkan Skore
Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera kepala ringan, sedang dan berat berhubungan
dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan perawatan. Adapun klasifikasinya adalah
sebagai berikut :

a. Cedera Kepala Ringan

Nilai GCS 13 – 15 yang dapat terjadi kehilanga kedaran atau amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan hematoma.

b. Cedera Kepala Sedang

Nilai GCS 9 – 12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat

Nilai GCS 3 – 8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam meliputi
kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial.

3. Etiologi

Cedera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :

a. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan, dipukul dan terjatuh.

b. Trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.

c. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak.

d. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis cedera kepala secara umum adalah:

 Penurunan kesadaran

 Keabnormalan pada sistem pernafasan

 Penurunan reflek pupil, reflek kornea

 Penurunan fungsi neurologis secara cepat

 Perubahan TTV (peningkatan frekuensi nafas, peningkatan tekanan darah, bradikardi,


takikardi,hipotermi, atau hipertermi)

 Pusing, vertigo

 Mual dan muntah

 Perubahan pada perilaku, kognitif, maupun fisikAmnesia


 Kejang

Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)

a. Cedera kepala Ringan (CKR)

 GCS 13-15

 Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit

 Tidak ada fraktur tengkorak

 Tidak ada kontusio celebral, hematoma

b. Cedera Kepala Sedang (CKS)

 GCS 9-12

 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam

 Dapat mengalami fraktur tengkorak

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

 GCS 3-8

 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam

 Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial

(Hudak dan Gallo, 1996)

5. Patofisiologi

Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder.
Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative
baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan
laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari
lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas
akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan
penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.

Proses Primer

Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang
diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan arah
benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses
primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu
saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.

Proses Sekunder

Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer. Dapat
dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan
hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak
sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak
sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak
metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas.
Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang
tergantung lokasi kerusakan.

Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan
mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan
ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas
kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada
epilepsi lobus temporalis.

Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya
kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi.
Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium
dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya
hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis.

Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam jumlah
berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga
disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
didalam batang otak.

Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi
atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena
penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal dibawah
nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber,
lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi
bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.

Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-kerusakan saraf-saraf


kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur
yang dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas yang
cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi
respiratorik.

6. Komplikasi

a. Kerusakan saraf cranial

 Anosmia

Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan sensasi pembauan yang jika total disebut
dengan anosmia dan bila parsial disebut hiposmia. Tidak ada pengobatan khusus bagi penderita
anosmia.

 Gangguan penglihatan

Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah mengalami cedera (trauma). Biasanya
disertaihematoma di sekitar mata, proptosis akibat adanya perdarahan, dan edema di dalam orbita.
Gejala klinik berupa penurunan visus, skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya negative,
atau hemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-6 minggu setelah cedera yang mengakibatkan kebutaan,
tarjadi atrofi papil yang difus, menunjukkan bahwa kebutaan pada mata tersebut bersifat irreversible.

 Oftalmoplegi

Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, umumnya disertai proptosis dan
pupil yang midriatik. Tidak ada pengobatan khusus untuk oftalmoplegi, tetapi bisa diusahakan dengan
latihan ortoptik dini.

 Paresis fasialis

Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan pengecapan pada lidah, hilangnya
kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut moncong, semuanya pada sisi yang mengalami
kerusakan.

 Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya disertai vertigo dan nistagmus karena ada
hubungan yang erat antara koklea, vestibula dansaraf. Dengan demikian adanya cedera yang berat
pada salah satu organtersebut umumnya juga menimbulkan kerusakan pada organ lain.

b. Disfasia
Secara ringkas , disfasia dapat diartikan sebagai kesulitan untuk memahami atau memproduksi bahasa
disebabkan oleh penyakit system saraf pusat. Penderita disfasia membutuhkan perawatan yang lebih
lama, rehabilitasinya juga lebih sulit karena masalah komunikasi. Tidak ada pengobatan yang spesifik
untuk disfasia kecuali speech therapy.

c. Hemiparesis

Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau kanan) merupakan manifestasi klinik
dari kerusakan jaras pyramidal di korteks, subkorteks, atau di batang otak. Penyebabnya berkaitan
dengan cedera kepala adalah perdarahan otak, empiema subdural, dan herniasi transtentorial.

d. Sindrom pasca trauma kepala

Sindrom pascatrauma kepala (postconcussional syndrome) merupakan kumpulan gejala yang


kompleks yang sering dijumpai pada penderita cedera kepala. Gejala klinisnya meliputi nyeri kepala,
vertigo gugup, mudah tersinggung, gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat, mudah terasa lelah,
sulit tidur, dan gangguan fungsi seksual.

e. Fistula karotiko-kavernosus

Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal antara arteri karotis interna dengan
sinuskavernosus, umumnya disebabkan oleh cedera pada dasar tengkorak. Gejala klinik berupa bising
pembuluh darah (bruit) yang dapat didengar penderita atau pemeriksa dengan menggunakan
stetoskop, proptosis disertai hyperemia dan pembengkakan konjungtiva, diplopia dan
penurunanvisus, nyeri kepala dan nyeri pada orbita, dan kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata.

f. Epilepsi

Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang muncul dalam minggu pertama pascatrauma (early
posttrauma epilepsy) dan epilepsy yang muncul lebih dari satu minggu pascatrauma (late
posttraumatic epilepsy) yang pada umumnya muncul dalam tahun pertama meskipun ada beberapa
kasus yang mengalami epilepsi setelah 4 tahun kemudian
7. Penatalaksaan Keperawatan

Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk memantau
sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal
mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit. Untuk penatalaksanaan
penderita cedera kepala, Adveanced Cedera Life Support (2004) telah menepatkan standar yang
disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera yaitu ringan, sedang dan berat.
Penatalaksanaan penderita cerdera kepala meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam
penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain : A (airway), B (breathing), C
(circulation), D (disability), dan E (exposure/environmental control) yang kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi.

Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah
penting untuk mencegah cedera otak skunder dan menjaga homeostasis otak. Kelancaran jalan napas
(airway) merupakan hal pertama yang harus diperhatikan. Jika penderita dapat berbicara maka jalan
napas kemungkinan besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita
yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau
akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra
servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang
berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan
hembusan napas yang keluar melalui hidung. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara
membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya
dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat (breathing). Apabila tersedia, O2 dapat
diberikan dalam jumlah yang memadai. Pada penderita dengan cedera kepala berat atau jika
penguasaan jalan napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan
sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.

Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut nadi
(circulation). Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal,
menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur,
penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik. Pada penderita
dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya dipertahankan di atas 100 mmHg untuk
mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Denyut nadi dapat digunakan secara kasar untuk
memperkirakan tekanan sistolik. Bila denyut arteri radialis dapat teraba maka tekanan sistolik lebih
dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis yang dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 70
mmHg. Sedangkan bila denyut nadi hanya teraba pada arteri karotis maka tekanan sistolik hanya
berkisar 50 mmHg. Bila ada perdarahan eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka.
Setelah survei primer, hal selanjutnya yang dilakukan yaitu resusitasi. Cairan resusitasi yang dipakai
adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan dua jalur intra vena. Pemberian cairan jangan
ragu-ragu, karena cedera sekunder akibat hipotensi lebih berbahaya terhadap cedera otak
dibandingkan keadaan udem otak akibat pemberian cairan yang berlebihan. Posisi tidur yang baik
adalah kepala dalam posisi datar, cegah head down (kepala lebih rendah dari leher) karena dapat
menyebabkan bendungan vena di kepala dan menaikkan tekanan intracranial.
Pada penderita cedera kepala berat cedera otak sekunder sangat menentukan keluaran penderita.
Survei sekunder dapat dilakukan apabila keadaan penderita sudah stabil yang berupa pemeriksaan
keseluruhan fisik penderita. Pemeriksaan neurologis pada penderita cedera kepala meliputi respos
buka mata, respon motorik, respon verbal, refleks cahaya pupil, gerakan bola mata (doll’s eye
phonomenome, refleks okulosefalik), test kalori dengan suhu dingin (refleks okulo vestibuler) dan
refleks kornea.

Tidak semua pederita cedera kepala harus dirawat di rumah sakit. Indikasi perawatan di rumah sakit
antara lain;

 Fasilitas CT scan tidak ada,

 Hasil CT scan abnormal,

 Semua cedera tembus,

 Riwayat hilangnya kesadaran,

 Kesadaran menurun,

 Sakit kepala sedang-berat,

 Intoksikasi alkohol/obat-obatan,

 Kebocoran liquor (rhinorea-otorea),

 cedera penyerta yang bermakna,

 GCS < 15.

Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan suasana yang
optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairan
intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat dan antikonvulsan.

Indikasi pembedahan pada penderita cedera kepala bila hematom intrakranial >30 ml, midline
shift >5 mm, fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedalaman >1 cm.

Penatalaksanaan Khusus:

a. Cedera kepala ringan: pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa
perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi kriteria berikut:

 Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan) dalam batas normal

 Foto servikal jelas normal

 Ada orang yang bertanggung-jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama, dengan
instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan

Kriteria perawatan di rumah sakit:


 Adanya darah intracranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan

 Konfusi, agitasi atau kesadaran menurun

 Adanya tanda atau gejala neurologia fokal

 Adanya penyakit medis komorbid yang nyata

 Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di rumah

b. Cedera kepala sedang: pasien yang menderita konkusi otak (komosio otak), dengan skala korna
Glasgow 15 dan CT Scan normal, tidak pertu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi di
rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau amnesia. Risiko timbuInya lesi
intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.

c. Cedera kepala berat: Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera pada pasien
ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma intrakranial yang besar).
Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan
cedera kepala berat seyogyanya dilakukan di unit rawat intensif.

 Penilaian ulang jalan napas dan ventilasi

 Pertahankan posisi kepala sejajar atau gunakan tekhnik chin lift atau jaw trust.

 Monitor tekanan darah

 Pemasangan alat monitor tekanan intrakranial pada pasien dengan skor GCS < 8, bila memungkinkan.

 Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis (salin normal atau larutan Ringer laktat) yang
diberikan kepada pasien dengan cedera kepala karena air bebas tambahan dalam salin 0,45% atau
dekstrosa 5 % dalam air (D5W) dapat menimbulkan eksaserbasi edema serebri.

 Nutrisi: cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan katabolik, dengan keperluan
50-100% lebih tinggi dari normal.

 Temperatur badan: demam mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati secara agresif dengan
asetaminofen atau kompres dingin.

 Antikejang: fenitoin 15-20 mg/kgBB bolus intravena, kemudian 300 mg/hari intravena. Jika pasien
tidak menderita kejang, fenitoin harus dihentikan setelah 7- 10 hari. Steroid: steroid tidak terbukti
mengubah hasil pengobatan pasien dengan cedera kepala dan dapat meningkatkan risiko infeksi,
hiperglikemia, dan komplikasi lain. Untuk itu, Steroid hanya dipakai sebagai pengobatan terakhir pada
herniasi serebri akut (deksametason 10 mg intravena sebap 4-6 jam selama 48-72 jam).

 Profilaksis trombosis vena dalam

 Profilaksis ulkus peptic


 Antibiotik masih kontroversial. Golongan penisilin dapat mengurangi risiko meningitis pneumokok
pada pasien dengan otorea, rinorea cairan serebrospinal atau udara intrakranial tetapi dapat
meningkatkan risiko infeksi dengan organisme yang lebih virulen.

 CT Scan lanjutan

8. Pemeriksaan Diagnostik

 Spinal X ray

Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau
fraktur).

 CT Scan

Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark
atau iskemia serta posisinya secara pasti.

 Myelogram

Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai.

 MRI (magnetic imaging resonance)

Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya
perdarahan otak.

 Thorax X rayUntuk mengidentifikasi keadaan pulmo.

 Pemeriksaan fungsi pernafasan

Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan
cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).

 Analisa Gas Darah

Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan meliputi:

 Breathing

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi
perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes
atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

 Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat
vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia)

 Brain

Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera
kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang
otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :

 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah,


pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang,
foto fobia.

 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi
spasmodik diafragma.

 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria,
sehingga kesulitan menelan.

 Bladder

Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan
menahan miksi.

 Bowel

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil),
kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses
eliminasi alvi.

 Bone

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat
terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan
antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Kerusakan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya edema serebri


b. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekresi dan sumbatan jalan napas

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas yang lama

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif dan penurunan
kekuatan/tahanan.

e. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka pembedahan dan tindakan invasif

3. Rencana Keperawatan

Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

Kerusakan perfusi NIC : Circulatory Mengetahui adanya


jaringan serebral care resiko peningkatan
NOC Outcome : TIK
 Monitor vital sign
 Perfusi jaringan Peningkatan aliran
 Monitor status
cerebral vena dari kepala
neurologi
menyebabkan
 Balance cairan
 Monitor status penurunan TIK
Client Outcome : hemodinamik
Mengurangi edema
 Vital sign membaik  Posisikan kepela cerebri
klien head Up 30o
 Fungsi motorik
sensorik membaik  Kolaborasi
pemberian manitol
sesuai order

Ketidakefektifan NOC Outcome : NIC : Manajemen Mengetahui


jalan nafas jalan napas kepastian dan
 Status respirasi :
kepatenan
pertukaran gas  Monitor status
kebersihan jalan
respirasi dan
 Status respirasi : nafas
oksigenasi
kepatenan jalan
Membebaskan jalan
nafas  Bersihkan jalan
napas terhadap
napas
 Status respirasi : akumulasi sekret
ventilasi  Auskultasi suara guna terpenuhinya
pernapasan kebutuhan
 Kontrol aspirasi
oksigenasi klien
 Berikan oksigen
Client Outcome :
sesuai program
 Jalan napas paten
 Sekret dapat NIC : Suctioning air
dikeluarkan way

 Suara napas bersih  Observasi sekret


yang keluar

 Auskultasi sebelum
dan sesudah
melakukan suction

 Gunakan peralatan
steril pada saat
melakukan suction

 Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang tindakan

suction

Kerusakan integritas NOC Outcome : NIC : Perawatan Mengetahui


kulit luka danpertahanan seberapa luas
 Integritas jaringan
kulit kerusakan integritas
Client Outcome : kulit klien
 Observasi lokasi
 Integritas kulit utuh terjadinya Mencegah
terjadinya
kerusakan integritas
penekanan pada
kulit
area dekubibus
 Kaji faktor resiko
kerusakan integritas
kulit

 Lakukan perawatan
luka

 Monitor status
nutrisi

 Atur posisi klien tiap


1 jam sekali

 Pertahankan
kebersihan
alat tenun
Intolerasi aktivitas NOC Outcome : NIC : Terapi latihan Dengan latihan
(pergerakan sendi) pergerakan akan
 Pergerakan sendi
mencegah
aktif  Observasi KU klien
terjadinya
 Tingkat mobilisasi  Tentukan kontraktur otot
ketebatasan gerak
 Perawatan ADLs Meminimalkan
klien
terjadinya
Client Outcome :
 Lakukan ROM sesuai kerusakan mobilitas
 Peningkatan kemampuan fisik
kemampuan dan
 Kolaborasi dengan
kekuatan otot dalam
terapis dalam
bergerak
melaksanakan
 Peningkatan latihan
aktivitas fisik
NIC : Terapi latihan
(kontrol otot)

 Evaluasi fungsi
sensori

 Tingkatkan aktivitas
motorik sesuai
kemampuan

 Gunakan sentuhan
guna meminimalkan
spasme otot

Resiko terjadi infeksi NOC Outcome : NIC : Kontrol infeksi Meminimalkan


invasi
 Status imunologi  Pertahankan
mikroorganisme
kebersihan
 Kontrol infeksi penyebab infeksi
lingkungan
kedalam tubuh
 Kontrol resiko
 Batasi pengunjung
Mencegah
Client Outcome :
 Anjurkan dan terjadinya infeksi
 Bebas dari tanda- ajarkan pada lanjutan
tanda infeksi keluarga untuk cuci
Memberikan
tangan sebelum dan
 Angka leukosit perlindungan pada
sesudah kontak
dalam batas normal klien tehadap
dengan klien
paparan
 Vital sign dalam
 Gunakan teknik
batasnormal
septik dan aseptik
dalam perawatan mikroorganisme
klien penyebab infeksi

 Pertahankan intake Memastikan


nutrisi yang adekuat pengobatan yang
diberikan sesuai
 Kaji adanya tanda-
program
tanda infeksi

 Monitor vital sign

 Kelola terapi
antibiotika

NIC : Pencegahan
infeksi

 Monitor vital sign

 Monitor tanda-
tanda infeksi

 Monitor hasil
laboratorium

 Manajemen
lingkungan

 Manajemen
pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

http://arsipguntur.blogspot.com/2013/05/lp-cedera-kepala-berat.html diakses pada 7 September 2014


pukul 11.00

http://ryosthalopheforever.blogspot.com/2013/10/trauma-capitis-gadar.html diakses pada 7 September


2014 pukul 11.00

Doenges M.E. at al., 1992. Nursing Care Plans. Philadelphia: F.A. Davis Company
dalam http://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askep-cidera.html diakses
pada 7 September 2014 pukul 11.00

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC dalamhttp://samoke2012.wordpress.com/2012/11/10/asuhan-keperawatan-klien-
dengan-cidera-kepala-nanda-noc-nic/ diakses pada 7 September 2014 pukul 11.00
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis: Mosby
Year-Book dalamhttp://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askep-
cidera.html diakses pada 7 September 2014 pukul 11.00

Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis: Mosby Year-
Book dalam http://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askep-
cidera.html diakses pada 7 September 2014 pukul 11.00

Marjory Gordon, dkk. 2001. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002. NANDA dalam http://lutfyaini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-dan-askep-
cidera.html diakses pada 7 September 2014 pukul 11.00

Price, Silvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
Keempat, Buku Kedua. Jakarta: EGC dalamhttp://ridwankupra.blogspot.com/2012/09/laporan-
pendahuluan-cedera-kepala.html diakses pada 7 September 2014 pukul 11.00

Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 3 ed. Philadelpia:
LWW Publisher dalamhttp://airlanggaprofessionalnurse.blogspot.com/2011/05/asuhan-
keperawatan-pada-klien-dengan.html diakses pada 7 September 2014 pukul 11.00
Diposting oleh Randi Chunlaw di 16.49
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Randi Chunlaw
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog 

 ► 2016 (4)
 ▼ 2015 (12)
o ▼ Maret (6)
 LP LEUKEMIA
LIMFOBLASTIK AKUT (ALL)
 LP EPILEPSI
 LP SINDROM NEFROTIK
 LP MENINGITIS
 LP CEDERA KEPALA
 LAPORANPENDAHULUAN
BELL’SPALSY I. KONSEP
ME...
o ► Februari (6)
 ► 2014 (5)

Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

http://chunlawkeperawatan.blogspot.com/2015/03/lp-cedera-kepala.html



ABOUT

dionchagi
Just another WordPress.com site

25 OKT 2011

Leave a Comment

ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN G DENGAN CEDERA
KEPALA DI RUANG
PERAWATAN BEDAH
KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN G DENGAN CEDERA

KEPALA DI RUANG PERAWATAN BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ATAMBUA

Diajukan sebagai salah satu persyaratan Untuk menyelesaikan pendidikan DIII keperawatan
pada Akademi Keperawatan Kabupatan Belu

OLEH

THERESIA MAGDALENA FERNANDEZ

NIM : 5306.09.597

PEMERINTAH KABUPATEN BELU

AKADEMI KEPERAWATAN

2011

LEMBAR PERSETUJUAN

Diterima dan disetujui untuk diikutsertakan dalam ujian akhir karya tulis ilmiah.

Atambua, 8 Oktober 2011

Pembimbing

Antonia Helena Hamu S.Kep.Ns


NIP : 1974 0319 199803 2 005

Mengetahui

Direktur Akademi Keperawatan Kabupaten Belu

Djulianus Tes Mau, S.Kep.Ns. M.Kes


NIP : 19670729 198903 1 010

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Ujian Sidang Karya Tulis Ilmiah di Akademi
Keperawatan Kabupaten Belu, …………………………………………. 2011

MENGESAHKAN

Tim Penguji Tanda Tangan

1. Penguji I : ………………………………………. (…………………..)


NIP :
1. Penguji II : ……………………………………… (…………………..)
NIP :

1. Penguji III : ……………………………………… (…………………..)


NIP :

Mengetahui

Direktur Akademi Keperawatan Kabupaten Belu

Djulianus Tes Mau,S.Kep.Ns,M.Kes


NIP : 19670729 198903 1 010

MOTTO

“Kegagalan melakukan hal besar jauh lebih baik daripada hanya keberhasilan melakukan hal kecil”
PERSEMBAHAN

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria


2. Suamiku tercinta dan anak – anakku tersayang Icha dan Ibet .
3. Almamater tercinta ” Akademi Keperawatan Kabupaten Belu ” beserta jajaran staf dosen dan
seluruh civitas akademika atas warna dan kebersamaan selama menyelesaikan proses ini.
4. Teman – teman progsus keperawatan sekelas yang telah memberi warna dan inspirasi
tersendiri pada penulis selama menyelesaikan proses ini
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
bimbingan–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN G DENGAN CEDERA KEPALA DI RUANG
PERAWATAN BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ATAMBUA” dengan baik.

Karya tulis ilmiah ini dibuat sebagai salah satu tuntunan kurikulum pendidikan tinggi yang dibuat
untuk menyelesaikan pendidikan ahli madya keperawatan, pada Akademi Keperawatan
Kabupaten Belu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini telah
memperoleh banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung. Untuk itu penulis patut menyampaikan terima kasih kepada :

1. Drs.Joachim Lopez, selaku Bupati Belu yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan.
2. dr.Lau Fabianus, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Belu yang telah mengijinkan
penulis untuk melanjutkan pendidikan diploma III.
3. dr.Yeni Tassa, selaku direktris RSUD Atambua yang telah menerima dan mengijinkan
penulis melakukan studi kasus.
4. Djulianus Tes Mau,S.Kep,Ns,M.Kes, selaku Direktur Akademi Keperawatan Kabupaten Belu
yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengeyam pendidikan di Akademi
Keperawatan ini.
5. Antonia Helena Hamu,S.Kep,Ns. selaku pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing dan memberikan masukan bagi penulis dalam penyusunan karya tulis
ilmiah ini.
6. Pasen G yang menyediakan waktu dan memberikan kesempatan pada penulis untuk
melakukan asuhan keperawatan secara langsung.
7. Petugas perpustakaan yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
mendapatkan sumber bacaan yang berkaitan dengan karya tulis ilmiah ini.
8. Teman – teman progsus keperawatan sekelas yang selalu memberikan warna dan inspirasi
perjuangan tersendiri bagi penulis selama melalui proses ini.
9. Suami dan kedua anakku tercinta yang telah mendorong dan memahami penulis selama
menyelesaikan proses ini.
Penulis berupaya semaksimal mungkin agar karya tulis ilmiah ini bisa menjadi baik dan layak
untuk sesama, namun penulis menyadari kesempurnaan masih jauh. Maka saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak demi perbaikan karya tulis ilmiah ini sangatlah diharapkan dan
akan diterima dengan lapang dada. Kiranya semua bantuan yang telah penulis dapatkan
dibalaskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Atambua, Oktober 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul……………………………………………………………………………………….. i

Lembar Persetujuan……………………………………………………………………………….. ii

Lembar Pengesahan……………………………………………………………………………… iii

Motto………………………………………………………………………………………………………. vi

Persembahan…………………………………………………………………………………………. v

Kata Pengantar………………………………………………………………………………………. vi

Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………. viii

Daftar tabel……………………………………………………………………………………………… x

Daftar Lampiran……………………………………………………………………………………… xi

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang……………………………………………………………………… 1
2. Rumusan Masalah………………………………………………………………. 2
3. Tujuan Penulisan
A. Tujuan Umum………………………………………………………………… 2
B. Tujuan Khusus……………………………………………………………….. 3
C. Manfaat Penulisan ……………………………………………………………… 3
D. Metode Penulisan ……………………………………………………………….. 3
E. Sistematika Penulisan…………………………………………………………. 4
BAB II TINJAUAN TEORITIS
1. Konsep Dasar
A. Anatomi Fisiologi Otak
i. Susunan Saraf Pusat…………………………………………….5
ii. Susunan Saraf Perifer……………………………………………7
iii. Cedera Kepala
1. Pengertian……………………………………………………………7
2. Etiologi………………………………………………………………………. 8
3. Klasifikasi………………………………………………………………….. 8
4. Patofisiologi…………………………………………………………….. 10
5. Pemeriksaan Penunjang ……………………………………….. 11
6. Penatalaksanaan…………………………………………………….. 12
7. Komplikasi……………………………………………………………….. 14
8. Konsep dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian……………………………………………………………………. 14
2. Diagnosa Keperawatan………………………………………………… 24
3. Perencanaan………………………………………………………………… 25
4. Pelaksanaan…………………………………………………………………. 39
5. Evaluasi………………………………………………………………………… 43
BAB III TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian……………………………………………………………………45
2. Diagnosa Keperawatan………………………………………………….55
3. Perencanan, implementasi dan evaluasi…………………………..57
4. Catatan perkembangan………………………………………………….64
BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………………………….77

BAB V PENUTUP

1. Kesimpulan…………………………………………………………………..80
2. Saran…………………………………………………………………………..81
Daftar Pustaka

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skala Coma Glasgow………………………………………………….09

Tabel 2. Kategori penentuan keparahan cedera kepala………………..10

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pathway Cedera Kepala

Lampiran 2. Surat ijin Pengambilan Data

Lampiran 3. Surat Ijin Melaksanakan penelitian

Lampiran 4. Surat balasan telah melakukan penelitian

Lampiran 5. Daftar Konsul


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif,
psikososial, bersifat temporer atau permanen (www.yayanakhyar.com.nr/200905).

Setiap tahun di Amerika Serikat, mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala
52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga
merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma dikaitkan dengan
kematin. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Natroma Trauma Project di Islamic
Republik of Iranbahwa, diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu
sebanyak 78,7 % trauma kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh
trauma kepala (Karbakhsh, zand, Rouzrokh, Zarei, 2009). Rata – rata rawat inap
pada laki – laki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa trauma kepala
sebanyak 146,3 per 100.000 dan 158,3 per 100.000 (Thomas 2006). Angka
kematian trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki – laki dibanding
perempuan yaitu sebanyak 26,9 per 100.000 dan 1,8 per 100.000. Bagi lansia
pada usia 65 tahun keatas, kematian akibat trauma kepala mencatat 16.000
kematian dari 1,8 juta lansia di Amerika yang mengalami trauma kepala akibat
terjatuh. Menurut Kraus (1993), dalam penelitiannya ditemukan bahwa anak
remaja hingga dewasa muda mengalami cedera kepala akibat terlibat dalam
kecelakaan lalu lintas dan akibat kekerasan sedangkan orang yang lebih tua
cenderung mengalami trauma kepala disebabkan oleh terjatuh.Menurut data yang
diperolah dari rekam medik RSUD Atambua, pada tiga tahun terakhir ini yaitu :
tahun 2008 terdiri dari 142 orang, laki –laki : 107 orang ( 75,3 %), perempuan : 42
orang (29,5 %), Tahun 2009 : 163 orang, laki – laki : 140 orang (85,8 %),
perempuan : 23 orang (13,6 %), Tahun 2010 : 175 orang, laki – laki : 149 orang
(85,1 %), perempuan : 26 orang ( 14,8 %).
Indonesia sebagai negara berkembang ikut merasakan kemajuan
teknologi, diantaranya bidang transportasi. Dengan majunya
transportasi, mobilitas penduduk pun ikut meningkat. Namun akibat kemajuan ini,
juga berdampak negatif yaitu semakin tingginya angka kecelakaan lalu lintas
karena ketidak hati – hatian dalam berkendaraan. Sehingga dapat mengakibatkan
berbagai cedera. Salah satu cedera yang sering terjadi pada saat kecelakan lalu
lintas
adalah cedera kepala (…………..http://repository.usu.ac.id/
bitstream/ 12345678 /16495/5.chapter%201.pdf)
Cedera kepala menduduki tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh
karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama
tentang penanganan (A, B, C, D, E), pencegahan cedera otak sekunder dan cara
merujuk penderita secepat mungkin oleh untuk petugas kesehatan yang berada
digaris depan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalahnya
adalah “ Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien cedera
kepala di Rumah Sakit Umum Daerah Atambua ? ”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala dengan pendekatan proses
keperawatan.

2. Tujuan khusus
a) Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien cedera kepala.
b) Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan cedera kepala.
c) Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien
dengan cedera kepala.
d) Mahasiswa mampu melaksanakan rencana tindakan keperawatan pada
pasien dengan cedera kepala.
e) Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilakukan.
f) Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi profesi keperawatan
Memberikan asuhan tentang bagaimana merawat pasien dengan cedera kepala,
dengan menggunakan proses keperawatan yang meliputi : pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2. Bagi Rumah Sakit
Memberikan masukan dalam rangka meningkatkan penerapan asuhan keperawatan
pada pasien dengan cedera kepala.
3. Bagi penulis
a) Memperoleh pengalaman yang nyata dalam merawat klien dengan cedera
kepala.
b) Menambah pengetahuan tentang penerapan asuhan keperawatan pada
klien dengan cedera kepala.

E. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif, yakni
melalui studi pustaka dan studi kasus. Studi pustaka diambil dari buku – buku
perpustakaan dan sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan proposal karya
tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan Yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis Yang terdiri dari konsep dasar cedera kepala dan
konsep dasar Asuhan Keperawatan pada pasien cedera kepala.
BAB III : Tinjaun kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB IV : pembahasan
BAB V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Anatomi Fisiologi Otak
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak yang lembut, yang membuat kita
seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera
kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Pada orang dewasa
tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan isi
intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari 2 dinding atau tabula yang dipisahkan oleh
tulang berongga.
Dinding luar disebut tabula eksternal dan dinding bagian dalam disebut tabula
internal. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges
adalah durameter, araknoid dan piameter (Price, Silvia A ; 2005 : 1014).
Sistem persarafan terdiri dari:
a. Susunan saraf pusat
1) Otak
(a).Otak besar atau serebrum (cerebrum)
Mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan yang
duhubungkan oleh massa substansi alba(substansia alba) yang
disebut korpus kalosum (corpus callosum). Serebrum terdiri atas : korteks
sereri, basal ganglia (korpora striate) dan sistem limbik(rhinencephalon).

(b).Otak kecil (serebelum)


Serebelum (otak kecil) terletak dalam fossa kranial posterior, dibawah
tentorium serebelum bagian posterior dari pons varolii dan medula
oblongata. Serebelum mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh
vermis. serebelum dihubungkan dengan otak tengah oleh pedunkulus
serebri superior, dengan pons paroli oleh pedunkulus serebri media dan
dengan medula oblongata oleh pedunkulus serebri inferior. Lapisan
permukaan setiap hemisfer serebri disebut korteks yang disusun oleh
substansia grisea. Lapisan – lapisan korteks serebri ini dipisahkan
oleh fisura transversus yang tersusun rapat. Kelompok massa substansia
grisea tertentu pada serebelum tertanam dalam substansia alba yang
paling besar dikenal sebagai nukleus dentatus.

(c).Batang otak.
Pada permukaan batang otak terdapat medula oblongata, pons varolii,
mesensefalon dan diensefalon. Talamus dan epitalamus terlihat
dipermukaan posterior batang otak yang terletak diantara serabut capsula
interna. Disepanjang pinggir dorsomedial talamus terdapat sekelompok
serabut saraf berjalan keposterior basis epifise.

2) Sum-sum tulang belakang (trunkus serebri)


Medula spinalis merupakan bagian sistem saraf pusat yang menggambarkan
perubahan terakhir pada perkembangan embrio. Semula ruangannya besar
kemudian mengecil menjadi kanalis sentralis. Medulla spinalis terdiri atas dua
belahan yang sama dipersatukan oleh struktur intermedia yang dibentuk oleh
sel saraf dan didukung oleh jaringan interstisial.

Medula spinalis membentang dari foramen magnum sampai setinggi vertebra


lumbalis I dan II, ujung bawahnya runcing menyerupai kerucut yang
disebut konus medularis, terletak didalam kanalis vertebralis melanjut sebagai
benang-benang(filum terminale) dan akhirnya melekat pada vertebra III sampai
vertebra torakalis II, medula spinalis menebal kesamping. penebalan ini
dinamakan intumensensia servikalis.

b. Susunan saraf perifer


1) Susunan saraf somatik
Indra somatik merupakan saraf yang mengumpulkan informasi sensori dari
tubuh. Indra ini berbeda dengan indra khusus (penglihatan, penghiduan,
pendengaran, pengecapan dan keseimbangan), indra somatik digolongkan
menjadi 3 jenis :

(a).Indra somatik mekano reseptif.


(b).Indra termoreseptor.
(c).Indra nyeri.
2) Susunan saraf otonom
Saraf yang mempersarafi alat – alat dalam tubuh seperti kelenjar, pembuluh
darah, paru – paru, lambung, usus dan ginjal. Alat ini mendapat dua jenis
persarafan otonom yang fungsinya saling bertentangan, kalau yang satu
merangsang yang lainnya menghambat dan sebaliknya, kedua susunan saraf
ini disebut saraf simpatis dan saraf parasimpatis (syaifuddin ; 2009 : 335 –
360).

2. Cedera Kepala
a. Pengertian
Cedera kepala : Meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. secara
anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala serta tulang dan
tentorium (helm) yang membungkusnya (Arif Muttaqin ; 2008 : 270).

Cedera kepala : Dapat bersifat terbuka (menembus melalui dura


meter) atau tertutup (trauma tumpul, tanpa penetrasi melalui dura).
Cedera kepala terbuka memungkinkan patogen lingkungan memiliki akses
langsung ke otak (Corwin J.Elizabeth; 2005 : 175).

Cedera kepala : Trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen
(http://www.yayanakhyar. com.nr/200905).

Jadi cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala terjadi baik secara
langsung bersifat terbuka atau tertutup yang dapat terlihat meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak dan juga otak sehingga dapat mengakibatkan
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer
atau permanen.

b. Etiologi
Penyebab utama cedera kepala meliputi : Kecelakaan lalu lintas >50 %
kasus, Jatuh, Pukulan, Kejatuhan benda, Kecelakaan kerja/industri, Cedera lahir,
Luka tembak (Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat ; 2009 :49 )

c. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan
dan morfologi cedera:

1) Mekanisme:
(a). Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan benda tumpul.
(b). Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau
pukulan benda tumpul.
2) Berdasarkan beratnya:
(a). Ringan (GCS 14-15)
(b). Sedang (GCS (9-13)
(c).Berat (GCS 3-8)
3) Berdasarkan morfologi:
(1) Fraktur tengkorak
(a).Kalvaria: Linear atau stelata, Depressed ataunondepressed, Terbuka
atau tertutup
(b).Dasar tengkorak: Dengan atau tanpa kebocoran CNS, Dengan
atau tanpa paresis/kelumpuhan nervus VII (fasial)
(2) Lesi intrakranial
(a).Fokal: Epidural, Subdural, intraserebral
(b).Difusa: Komosio ringan, Komosio klasik, Cedera aksonal
difusa( http://www.yayanakhyar.co.nr/2009)
4) Skala Coma Glasgow (GCS)
Tabel I.Skala Coma Glasgow
Buka mata (E) Respon verbal (V) Respon motorik (M)

1 Tidak ada jawaban 1 Tidak ada reaksi


1 Tidak ada reaksi

2 Mengerang 2 Reaksi ekstensi(deserebrasi)


2 Dengan rang

sang nyeri

3 Tidak tepat 3 Reaksi fleksi(dekortikasi)


3 Terhadap suara

4 Kacau/confused 4 Reaksi menghindar


4 Spontan

5 Baik,tidak ada dis 5 Melokalisir nyeri

orientasi

6 Menurut perintah

(Sumber:dr George Dewanto,Sp.s,dkk.Panduan Praktis:Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf)

Klasifikasi yang mendekati keadaan klinis adalah berdasarkan nilai GCS


yang dikeluarkan oleh The Traumatic Coma Data Bank (Hudak dan Gallo ; 1996 :
59, dikutip oleh cholik Harun Risjidi)

Tabel 2. Kategori penentuan keparahan cedera kepala berdasarkan nilai skala


Koma Glasgow

Penentuan keparahan Deskripsi Frekuensi

GCS:13-15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau


amnesia tetapi kurang dari 30 menit
Minor/ringan 55 %
Tidak ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio
serebral,tidak ada hematom

GCS:9-12

Sedang
Kehilangan kesadaran dan/atau amnesia lebih
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam
24 %
Dapat mengalami fraktur tengkorak

GCS:3-8

Kehilangan kesadaran dan /atau amnesia


lebih dari 24 jam,juga meliputi kontusio
Berat serebral,laserasi,

atau hematom intrakranial 21 %

(Sumber:Cholik Harun Rosjidi,cs(Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala & Stroke)

d. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap
yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan
cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat
disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun
oleh proses akselerasi – deselerasi gerakan kepala. Dalam mekanisme
cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contercoup. Cedera primer
yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulag tengkorak dan daerah
sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat
benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.
Akselerasi deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti
secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma, perbedaan densisitas
antar tulang tengkorak (substansi solid)dan otak (substansi
semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan
intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yag berlawanan dari
benturan(contrecoup)
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses
patologis yag timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa
perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan
tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi
(http://www.yayankhyar. com.nr/2009).

e. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cedera


kepala meliputi:
1) CT scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan
perubahan jaringan otak.
2) MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
3) Cerebral angiography
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4) Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5) Sinar X
Mendeteksi parubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6) BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7) PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8) CSS
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarakhnoid
9) Kadar Elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
tekanan intrakranial.
10)Screen Toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran
11)Rontgen Thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
12)Toraksentesis menyatakan darah/cairan
13)Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)
Analisa Gas Darah (AGD/ Astrup) adalah salah satu tes diagnostik untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan
melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam
basa (Arif Muttaqin ; 2008 : 284)

f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari
faktor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan
menilai status neurologis (disability, exposure), maka faktor yang harus
diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi.
Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa
sekalipun pada otak yang mengalami trauma relatif memerlukan oksigen
dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intrakranial
yang meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang
memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan
intrakranial ini dapat dilakukan dengn cara menurunkan PaCO2 dengan
hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah
metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini
yakni dengan intubasi endotrakeal hiperventilasi. Tindakan membuat
intermitten iatrogenic paralisis Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada
klien – klien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yangmeninggi.
Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan
tekanan intrakranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi:
1) Bedrest total
2) Observasi tanda – tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
3) Pemberian obat – obatan
(a). Dexamethason/ Kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
(b). Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
(c). Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol
20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
(d). Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole
4) Makanan atau cairan
Pada trauma ringan bila muntah – muntah tidak dapat diberikan apa –
apa, hanya cairan infus Dextrosa 5 %, aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
5) Pada trauma berat
Karena hari – hari pertama didapat klien mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari
– hari pertama (2 – 3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5 % 8
jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan dextrosa 5 % 8 jam
ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan
diberikan melalui nasogatric tube (2500 – 3000 TKTP). Pemberian
protein tergantung dari nilai urenitrogennya.
(Arif Muttaqin ; 2008 : 284-285)
g. Komplikasi
1) Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral dapat
menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering cedera
kepala terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intrakranial
meningkat, dan sel neuron dan vaskuler tertekan. Ini adalah jenis cedera
otaksekunder.Pada hematoma, kesadaran dapat menurun dengan
segera, atau dapat menurun setelahnya ketika hematoma meluas dan
edema interstisial memburuk.
2) Perubahan perilaku yang tidak kentara dan defisit kognitif dapat terjadi
da tetap ada.
(Corwin J Elizabeth ; 2009 : 246)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis
injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan
cedera kepala meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik dan pengkajian psikososial.
a) Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda),
jenis kelamin (banyak laki – laki, karena sering ngebut – ngebutan dengan
motor tanpa pengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis
medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma
kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.
b) Riwayat penyakit saat ini
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung kekepala. Pengkajian
yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS >15), konvulsi,
muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka
dikepala, paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya
liquor dari hidung dan telinga, serta kejang.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan
dengan perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif dan koma.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien
tidak sadar) tentang penggunaan obat – obatan adiktif dan penggunaan
alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka ngebut –
ngebutan.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu dipertanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, penggunaan obat – obat antikoagulan, aspirin, vasodilator,
obat – obat adiktif, konsumsi alkohol berlebihan.
d) Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi
dan diabetes melitus.
e) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra diri)
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola
persepsi dan konsep diri didapatkan kllien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
f) Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan -keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukng data dan
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem
(B1 – B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan
terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluhan dari klien.

Keadaan umum
Pada keadaaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran
(cedera kepala ringan/cedera otak ringan, GCS 13 – 15, cedera kepala
berat/ cedera otak berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8 dan terjadi
perubahan pada tanda-tanda vital.
(1) B1 (Breathing)
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradiasi dari
perubahan jaringa cerebral akibat trauma kepala. Pada beberapa
keadaan, hasil dari pemeriksaaan fisik dari sistem ini akan didapatkan :
(a).Inspeksi
Diddaptakan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Terdapat retraksi klavikula/ dada, pengembangan paru
tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai penuh/ tidak penuh dan
kesimetrisannya. Ketidak simetrisan mungkin menunjukan adanya
atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang
iga, pnemothoraks, atau penempatan endotrakeal dan tube
trakeostomi yang kurang tepat. Pada observasi ekspansi dada juga
perlu dinilai : retraksi dari otot – otot interkostal, substernal, pernapan
abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi).
Pola napas ini dapat terjadi jika otot – otot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada.
(b).Palpasi
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
(c).Perkusi
Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma
pada thoraks/ hematothoraks
(d).Auskultasi
Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun sering didapatkan pada klien cedera kepala dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.

(2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan
berat.
Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien cedera kepala pada beberapa
keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi
bradikardi, takikardia da aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah
berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya
menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradikardia
merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan
pucat menandakan adanya penurunan kadar hemaglobin dalam darah.
Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda -
tanda awal dari suatu syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari
trauma kepala akan merangsang pelepasan antidiuretik hormon (ADH)
yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk mengeluarkan retensi
atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan
meningkatkan konsentrasi elektolit meningkat sehingga memberikan
resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada
sistem kardiovaskuler.

(3) B3 (Brain)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama
disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma
dan epidural hematoma. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.
(a).Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk menilai disfungsi sistem persarafan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa, sampai koma.
(b).Pemeriksan fungsi serebral
Status mental : Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik pada klien cedera kepala tahap lanjut biasanya status mental
mengalami perubahan.
Fungsi intelektual : Pada keadaan klien cedera kepala didapatkan
penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun
jangka panjang
Lobus frontal : Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan bila trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan
pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi mungkin rusak disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan
kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah
frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Masalah psikologi lain
juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional,
bermusuhan, frustasi, dendam da kurang kerja sama.
Hemisfer : Cedera kepala hemisfer kanan didapatkan hemiparase
sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan
terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh kesisi yang
berlawanan tersebut. Cedera kepala pada hemisfer kiri, mengalami
hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati – hati, kelainan
bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah
frustrasi
(c).Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I
Pada beberapa keadaan cedera kepala didaerah yang merusak
anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada
fungsi penciuman/anosmia unilateral atau bilateral
Saraf II
Hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan
lapangan penglihatan dan menggangu fungsi dari nervus optikus.
Perdarahan diruang intrakranial, terutama hemoragia
subarakhnoidal, dapat disertai dengan perdarahan diretina. Anomali
pembuluh darah didalam otak dapat bermanifestasi juga difundus.
Tetapi dari segala macam kalainan didalam ruang intrakranial,
tekanan intrakranial dapat dicerminkan pada fundus
Saraf III, IV da VI
Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien dengan
trauma yang merusak rongga orbital. pada kasus-kasus trauma
kepala dapat dijumpai anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai
tanda serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda
awal herniasi tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada
penyinaran. Paralisis otot – otot okular akan menyusul pada tahap
berikutnya. Jika pada trauma kepala terdapat anisokoria dimana
bukannya midriasis yang ditemukan, melainkan miosis yang
bergandengan dengan pupil yang normal pada sisi yang lain, maka
pupil yang miosislah yang abnormal. Miosis ini disebabkan oleh lesi
dilobus frontalis ipsilateral yang mengelola pusat siliospinal.
Hilangnya fungsi itu berarti pusat siliospinal menjadi tidak aktif
sehingga pupil tidak berdilatasi melainkan berkonstriksi.
Saraf V
Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis
nervus trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan menguyah
Saraf VII
Persepsi pengecapan mengalami perubahan
Saraf VIII
Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan
biasanya tidak didapatkan penurunan apabila trauma yang terjadi
tidak melibatkan sarafvestibulokoklearis
Saraf IX dan Xl
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
Saraf XI
Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup baik
dan tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII
Indra pengecapan mengalami perubahan

(d).Sistem motorik
Inspeksi umum : Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
(kelemahan salah satu sisi tubuh) adalah tanda yang lain.
Tonus otot : Didapatkan menurun sampai hilang.
Kekuatan otot : Pada penilaian dengan menggunakan grade
kekuatan otot didapatkan grade O
Keseimbangan dan koordinasi : Didapatkan mengalami gangguan
karena hemiparase dan hemiplegia.
(e).Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan reflek dalam : Pengetukan pda tendon, ligamentum
atau periosteum derajat refleks pada respon normal.
Pemeriksaan refleks patologis ; Pada fase akut refleks fisiologis sisi
yag lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
(f). Sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestasi persepsi adalah ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi.Disfungsi persepsivisual karena
gangguan jaras sensorik primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri.
Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat dengan kehilangan
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimulasi
visual, taktil dan auditorius.
(4) B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik, termasuk
berat jenis. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan
dapat terjadi akibat menurunnya perfusi ginjal. Setelah cedera kepala
klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan kerusakan
neurologis luas.
(5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual dan muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukan kerusakan neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya
lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya
dehidrasi. Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan
kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen.
Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan
peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan
motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yag berasal dari
sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
(6) Tulang (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh
ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu kelembapan dan turgor kulit. Adanya
perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukan adanya sianosis
(ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa).
Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan
rendahnya kadar haemaglobin atau syok. Pucat dan sianosis pada klien
yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia.
Joundice (warna kuning) pada klien yang menggunakan respirator dapat
terjadi akibat penurunan aliran darah portal akibat dari
penggunaan pocked red cells (PRC) dalam jangka waktu lama.
Pada klien dengan kulit gelap. Perubahan warna tersebut tidak begitu
jelas terlihat. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya
demam dan infeksi. Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan
dekubitus. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensorik atau paralisis/ hemiplegia, mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi peningkatan tekanan intrakranial yang berhubungan dengan
desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma , subdural hematoma dan
epidural hematoma.
b. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada
pusat pernapasan diotak, kelemahan otot – otot pernapasan, ekspansi paru
yang tidak optimal karena akumulasi udara/cairan, dan perubahan
perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventiltor.
c. Tidak efektif kebersihan jalan napas yang berhubungan dengan
penumpukan sputum peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk
sekunder, akibat nyeri dan keletihan, adanya jalan napas buatan pada
trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif.
d. Perubahan kenyamanan : nyeri akut yang berhubungan dengan trauma
jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
e. Cemas/takut yang berhubungan dengan krisis situasional : ancaman
terhadap konsep diri, takut mati, ketergantungan pada alat bantu,
perubahan status kesehatan/ status ekonomi/ fungsi peran, hubungan
interpersonal/ penularan

3. Rencana Intervensi
a. Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang
sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik
bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural
hematoma.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil:
Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual muntah. GCS :
4, 5, 6,tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal
Intervensi:
Mandiri:
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/ keadaan individu/ penyebab koma/
penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan
TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status
neurologis/ tanda – tanda kegagalan untuk menentukan perawatan
kegawatan atau tindakan pembedahan
2) Memonitor tanda – tanda vital tiap 4 jam.
R/ suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan
baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik
penurunan dari autoregulator. Kebanyakan merupakan tanda
penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan
peningkatan tekanan darah (diastolik) maka dibarengi dengan
peningkatan tekanan darah intrakranial. Adanya peningkatan
tekanan darah, bradikardi, disritmia, dispnea merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK.
3) Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman dan reaksi terhadap cahaya.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali
dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika
batang otak terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf III kranial
(okulomotorik) yang menunjukan keutuhan batang otak, ukuran
pupil menunjukan keseimbangan antara parasimpatis dan
simpatis. Respons terhadap cahaya merupakan kombinasi fungsi
dari saraf kranial II dan III.
4) Monitor temperatur da pengaturan suhu lingkungan .
R/ Panas merupakan refleks dari hipotalamus. peningkatan
kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang TIK/ICP
(intrakranial pressure).
5) Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan
sedikit bantal. Hindari penggunaan batal yang tinggi pada kepala.
R/ Perubahan kepada salah satu sisi dapat menimbulkan penekanan
pada venajugularis dan menghambat aliran darah ke otak
(menghambat drainase pada vena serebral), untuk itu dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
6) Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya
prosedur.
R/ Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek
rangsagan kumulatif.
7) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase
punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan
suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat
mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk
mempertahankan TIK yang rendah.
8) Cegah/hindarkan terjadinya valsava manuver.
R/ Mengurangi tekanan intrathorakal dan intraabdominal sehingga
menghindari peningkatan TIK.
9) Bantu klien jika batuk, muntah
R/ Aktivitas ini dapat meningkatan intrathorak/tekanan dalam thoraks
dan tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat
meningkatkan TIK.
10)Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku
R/ Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK
atau memberikan refleks nyeri dimana klien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak
menurundapat meningkatkan TIK.
11)Palpasi pada pembesaran/pelebaran bladder, pertahankan drainase
urine secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya
konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respons otomatis yang potensial menaikkan
TIK.
12)Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab
akibat TIK meningkat.
R/ Meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien
dan mengurangi kecemasan.
13)Observasi tingkat kesadaran GCS
R/ Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna
menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi:
1) Pemberian O2 sesuai indikasi.
R/ Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi
serebral, volume darah, dan menaikkan TIK
2) Kolaborasi untuk tindakan operatif evakuasi darah dari dalam
intrakranial.
R/ Tindakan pembedahan untuk evakuasi darah dilakukan bila
kemungkinan terdapat tanda – tanda defisit neurologis yang
menandakan peningkatan intrakranial.
3) Berikan cairan intravena sesuai indikasi
R/ Pemberian cairan mungkin diiginkan untuk mengurangi edema
serebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah , tekanan
darah dan TIK.
4) Berikan obat osmosisdiuretik, contohnya : manitol, furoslide
R/ Diuretik mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air
dari sel otak dan mengurangi edema serebral dari TIK
5) Berikan steroid contohnya : Dexamethason,
methylprenidsolon.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema
jaringan.
6) Berikan analgesik narkotik, contoh : kodein
R/ Mungkin diindikasikan nyeri dan obat ini berefek negatif pada TIK
tetapi digunakan dengan tujuan untuk mencegah dan menurunkan
sensasi nyeri.
7) Berikan antipiretik, contohnya : asetaminofen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme
serebral/oksigen yang diinginkan.
8) Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti prothrombin,
LED
R/ Membantu memberikan informan tentang efektivitas pemberian
obat.

b. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pusat


pernapasan, kelemahan otot – otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak
meksimal karen trauma, dan perubahan perbandingan O2 dan
CO2,kegagalan ventilator.
Tujuan:

Dalam waktu 3 x 24 jam setelah intervensi, adanya peningkatan, pola napas


kembali efektif.

Kriteria hasil:

Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan


pertukaran gas – gas pada paru, adaptif mengatasi faktor – faktor penyebab.

Intervensi:

1) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala


tempat tidur. Balik kesisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak
mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru
dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat
terjadi sebagai akibat stres fisiologis dan nyeri atau dapat
menunjukan terjadinya terjadinya syok sehubungan dengan
hipoksia.
3) Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau
kolaps paru – paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas
dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
terapeutik.
4) Pertahankan perilaku tenang,bantu klien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
5) Periksalah alarm pada ventilator sebelum difungsikan jangan
mematikan alarm.
R/ Ventilator yang memiliki alarm yang biasa dilihat dan didengar
misalnya alarm kadar oksigen, tinggi/ rendahnya tekanan
oksigen.
6) Taruhlah kantung resusitasi disamping tempat tidur dan manual ventilasi
untuk sewaktu – waktu dapat digunakan.
R/ Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat berguna untuk
mempertahankan fungsi pernapasan jika terjadi gangguan pada
alat ventilator secara mendadak.
7) Bantulah klien untuk mengontrol pernapasan jika ventilator tiba – tiba
berhenti
R/ Melatih klien untuk mengatur napas, seperti napas dalam, napas
pelan, napas perut, pengaturan posisi, dan teknik relaksasi dapat
membantu memaksimalkan fungsi dari sistem pernapasan.
8) Perhatikan letak dan fungsi ventilator secara rutin. Pengecekan
konsentrasi oksigen, memeriksa tekanan oksigen dalam tabung, monitor
manometer untuk menganalisis batas/kadar oksigen. Mengkaji tidal
volume (10 – 15 ml/kg). Periksa fungsi spirometer
R/ Memerhatikan letak dan fungsi ventilator sebagai kesiapan
perawat dalam memberikan tindakan pada penyakit primer
setelah menilai hasil diagnostik dan menyediakan sebagai
cadangan.
9) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan
fisioterapi.
a) Pemberian antibiotik.
b) Pemberian analgesik.
c) Fisioterapi dada.
d) Konsul foto thoraks.
R/ Kolaborasi dengan tim kesehatan lainuntuk mengevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.

c. Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan
napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret dan
ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan
napas.

Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube
bebas sumbatan, menunjukan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan
sekret disaluran pernapasan.

Intervensi:

1) Kaji keadaan jalan napas


R/ Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa
cairan mukus, perdarahan, bronkhospasme, dan/atau posisi
dari endotracheal/tracheostomy tube yag berubah.
2) Evaluasi pergerakan dan auskultasi suara napas pada kedua
paru (bilateral)
R/ Pergerakan dada yang simeteris dengan suara napas yang
keluar dari paru – paru menandakan jalan napas tidak terganggu.
Saluran napas bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada
pneumonia/atelektasis akan menimbulkan perubahan suara
napas sepertironkhi atau wheezing.
3) Monitor letak posisi endotrakeal tube, beri tanda batas bibir. Letakkan
tube secara hati – hati dengan memakai perekat khusus. Mohon
bantuan perawat lain ketika memasang dan mengatur posisi tube.
R/ Endotracheal tube dapat saja masuk kedalam bronkhus kanan,
menyebabkan obstruksi jalan napas keparu – paru kanan dan
mengakibatkan klien mengalami pneumothoraks
4) Catat adanya batuk, bertambahnya sesak napas, suara alarm dari
ventilator karena tekanan yang tinggi, pengeluaran sekret melalui
endotracheal/tracheostomy tube, bertambahnya bunyi ronkhi.
R/ Selama intubasi klien mengalami refleks batuk yang tidak efektif,
atau klien akan mengalami kelemahan otot-otot pernapasan
(neuromuskular/neurosensorik), keterlambatan untuk batuk.
Semua klien tergantung dari alternatif yag dilakukan seperti
mengisap lendir dari jalan napas.
5) Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan, batasi durasi pengisapan
dengan 15 detik atau lebih. Gunakan kateter penghisap yag sesuai,
cairan fisiologis steril. Berikan oksigen 100 % sebelum dilakukan
penghisapan dengan ambubag (hiperventilasi).
R/ Pengisapan lendir tidak selamnya dilakukan terus -menerus, dan
durasinya pun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia
6) Anjurkan klien teknik batuk selama pengisapan seperti waktu bernapas
panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi.
R/ Batuk yang efektif dapat mengeluarkan
sekret dari saluran napas.
7) Atur/ubah posisi klien secara teratur (tiap 2 jam)
R/ Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru – paru,
mengurangi resiko atelektasis.
8) Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan.
R/ Membantu pengeceran sekret, mempermudah pengeluaran
sekret.
9) Jelaskan kepada klien tentang kegunaan batuk efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret disaluran pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
10) Ajarkan klien tentang metode yang tepat untuk pengontrolan batuk.
R/ batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
dapat menyebabkan frustasi
11)Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin
R/ memungkinkan expansi pun lebih luas
12)Lakukan pernapasan diafragma
R/ pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan
ventilasi alveolar.
13)Tahan napas selama 3 – 5 detik kemudian secara perlahan, lahan
keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
R/ meningkatkan volume udara dalam paru, mempermudah
pengeluaran sekresi sekret
14) Lakukan napas kedua, tahan, dan batukkan dari dada dengan
melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan batuk klien.
15)Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus yang mengarah pada atelektasis.
16)Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi yang adekuat, meningkatkan masukan cairan
1000-1500cc/hari bisa tidak ada kontraindikasi.
R/ untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mukosa pada
saluran napas bagian atas
17)Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ higene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
18)Kolaborasi dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi.
1) Pemberian ekpektoran
2) Pemberian antibiotik
3) Fisioterapi dada
4) Konsul foto thoraks
R/ ekspektoran untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi
kndisi klien pengembangan parunya.
19)Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi seperti postural drainase,
perkusi / penepukan.
R/ mengatur ventilasi segment paru – paru sekret.
20)Berikan obat – obat bronkhodilator sesuai indikasi seperti aminophilin,
meta-protereno sulfat (alupent), adoetharine hydrochloride (bronkosal).
R/ mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi muscle
/ bronchospasme.

d. Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam nyeri berkurang / hilang

Kriteria hasil : secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi,
dapat mengidentifikasi yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak
gelisah.

Intervensi:

1) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakoloni


dan non invasif.
R/ pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukan keefektifan dalam
mengurangi nyeri
2) Ajarkan relaksasi.Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot
rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan O2
oleh jaringan akan terpenuhi dan akan mengurangi nyerinya.
3) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
4) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi
yang nyaman misalnya ketika tidur belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.
5) Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi
nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana terapeutik.
6) Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien,30 menit setelah
pemberian obat analgesik untuk mengkaji efektifitasnya serta setiap 1 –
2 jam setelah tindakan perawatan selam 1 – 2 hari.
R/ pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang
objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan
melakukan : intervensi yang tepat.
7) Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgesik.
R/ analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang.

e. Cemas atau takut yang berhubungan dengan krisis situasional : ancaman


terhadap konsep diri, takut mati/ketergantungan pada alat bantu/
perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran, hubungan
interpersonal.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam secara subjektif melaporkan rasa cemas
berkurang.
Kriteria Hasil : klien mampu mengungkapkan perasaan yang kaku, cara-cara yang
sehat kepada perawat, klien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan
masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesaui situasi yang di hadapi,
klien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar, klien
dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi : Mandiri.

1) Identifikasi persepsi klien untuk menggambarkan tindakan sesuai situasi


R/ menegaskan batasan masalah individu dan pengeruhnya
selama diberikan intervensi.
2) Monitor rspon fisik seperti : Kelemahan, perubahan tanda vital gerakan
yang berulang-ulang, catat kesesuaian respons verbal dan non verbal
selama komunikasi.
R/ digunakan dalam mengevaluasi derajat/ tingkat kesadaran/
konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.

3) Anjurkan klien dan keluarga untuk mengungkapkan dan


mengekspresikan rasa takutnya.
R/ Memberikan kesempata untuk berkonsentrasi, kejelasan dari
rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan.
4) Akuilah situasi yang membuat cemas dan takut. Hindari perasaan yang
tak berarti seperti mengatakan semuanya akan menjadi baik.
R/ Memvalidasi situasi yang nyata tanpa mengurangi pengaruh
emosional.
5) Identifakasi/ kaji ulang bersama klien / keluarga tindakan pengaman
yang ada seperti kekuatan dan suplai oksigen, kelengkapan suctioa
emergency. Diskusikan arti dari bunyi alarm.
R/ membesarkan/menentramkan hati klien untuk membantu
menghilangkan cemas yang tak berguna, mengurangi
konsentrasi yang tidak jelas, dan menyiapkan rencana sebagai
respons dalam keadaan darurat.
6) Cetak reaksi dari klien/keluarga. Berikan kesempatan untuk
mendiskusika perasaannya/konsentrasi dan harapan masa depan.
R/ Anggota keluarga dengan responnya pada apa yang terjadi dan
kecemasannya dapat di sampaikan kepada klien.
7) Identifikasi kemampuan koping klien/keluarga sebelumnya dan
mengontrol pengguanaannya.
R/ Memfokuskan perhatian pada sendiri dapat meningkatkan
pengertian dalam penggunaan koping.
8) Demonstrasikan/anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi seperti
mengatur pernapasan, menuntun dalam berkhayal, relaksasi progresif.
R/ pengaturan situasi yang aktif dapat mengurangi perasaan yang
tak berdaya.
9) Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampua individu
seperti menulis, menonton tv dan keterapilan
R/ sejumlah keterampilan baik secara sendiri maupun dibantu
selama pemasangan ventilator dapat membuat klien merasa
berkualitas dalam hidupnya.
Kolaborasi
Rujuk ke bagian lain guna penanganan selanjutnya.
R/ mungkin dibutuhkan untuk membantu jika klien/ keluarga tidak
dapat mengurangi cemas atau ketika klien membutuhkan alat
yang lebih canggih.
( Arif Muttaqin ; 2008 : 288-297 )

4. Pelaksanaan tindakan keperawatan


Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing oders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2001 : 63). Pelaksanaan pada
pasien dengan cedera kepala sebagai berikut :
Diagnosa keperawatan 1: Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan
dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan
epidural hematoma. Pelaksanaannya adalah : mengkaji faktor penyebab dari
situasi/ keadaan individu/ penyebab koma/ penurunan perfusi jaringan dan
kemungkinan penyebab peningkatan TIK. Memonitor tanda – tanda vital tiap 4 jam.
mengevaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman dan reaksi terhadap cahaya.
Memonitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan . Mempertahankan
kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari
penggunaan batal yang tinggi pada kepala. Memberikan periode istirahat antara
tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur. Mengurangi rangsangan ekstra
dan berikan rasa nyaman seperti masase punggung, lingkungan yang tenang,
sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
Mencegah/hindarkan terjadinya valsava manuver. Membantu klien jika batuk,
muntah. Mengkaji peningkatan istirahat dan tingkah laku. Melakukan palpasi pada
pembesaran/pelebaran bladder, pertahankan drainase urine secara paten jika
digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi. Memberikan penjelasan pada
klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab akibat TIK meningkat.
Mengobservasi tingkat kesadaran GCS. Kolaborasi: Pemberian O2 sesuai indikasi.
Kolaborasi untuk tindakan operatif evakuasi darah dari dalam intrakranial. Berikan
cairan intravena sesuai indikasi. Berikan obat osmosisdiuretik, contohnya :
manitol, furoslide. Berikan steroid contohnya : Dexamethason, methylprenidsolon.
Berikan analgesik narkotik, contoh : kodein. Berikan antipiretik, contohnya :
asetaminofen. Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti
prothrombin, LED
Diagnosa keperawatan 2 : Ketidakefektifan pola pernapasan yang
berhubungan dengan depresi pusat pernapasan, kelemahan otot – otot
pernapasan, ekspansi paru yang tidak meksimal karen trauma, dan perubahan
perbandingan O2 dan CO2,kegagalan ventilator. Pelaksanaannya adalah :
Memberikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat
tidur. Balik kesisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Mengobservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital. Menjelaskan pada klien tentang etiologi/faktor
pencetus adanya sesak atau kolaps paru – paru. Mempertahankan perilaku
tenang,bantu klien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih
lambat dan dalam. Periksalah alarm pada ventilator sebelum difungsikan jangan
mematikan alarm. Taruhlah kantung resusitasi disamping tempat tidur dan manual
ventilasi untuk sewaktu – waktu dapat digunakan. Bantulah klien untuk mengontrol
pernapasan jika ventilator tiba – tiba berhenti. Perhatikan letak dan fungsi
ventilator secara rutin. Pengecekan konsentrasi oksigen, memeriksa tekanan
oksigen dalam tabung, monitor manometer untuk menganalisis batas/kadar
oksigen. Mengkaji tidal volume (10 – 15 ml/kg). Periksa fungsi spirometer.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Diagnosa keperawatan 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang
berhubungan dengan adanya jalan napas buatan pada trakea, peningkatan
sekresi sekret dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan
keletihan. Pelaksanaannya adalah : mengkaji keadaan jalan napas. Mengevaluasi
pergerakan dan auskultasi suara napas pada kedua paru (bilateral). Monitor letak
posisi endotrakeal tube, beri tanda batas bibir. Letakkan tube secara hati – hati
dengan memakai perekat khusus. Mohon bantuan perawat lain ketika memasang
dan mengatur posisi tube. Mencatat adanya batuk, bertambahnya sesak napas,
suara alarm dari ventilator karena tekanan yang tinggi, pengeluaran sekret melalui
endotracheal/ tracheostomy tube, bertambahnya bunyi ronkhi. Melakukan
pengisapan lendir jika diperlukan, batasi durasi pengisapan dengan 15 detik atau
lebih. Gunakan kateter penghisap yag sesuai, cairan fisiologis steril. Berikan
oksigen 100 % sebelum dilakukan penghisapan dengan ambubag (hiperventilasi).
Menganjurkan klien teknik batuk selama pengisapan seperti waktu bernapas
panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi. Mengatur/ubah posisi klien secara
teratur (tiap 2 jam). Memberikan minum hangat jika keadaan memungkinkan.
Menjelaskan kepada klien tentang kegunaan batuk efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret disaluran pernapasan. Mengajarkan klien tentang metode
yang tepat untuk pengontrolan batuk. Napas dalam dan perlahan saat duduk
setegak mungkin, lakukan pernapasan diafragma, tahan napas selama 3 – 5 detik
kemudian secara perlahan, lahan keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut,
lakukan napas kedua, tahan, dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. Mengajarkan
klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
yang adekuat, meningkatkan masukan cairan 1000-1500cc/hari bisa tidak ada
kontraindikasi. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
Melakukan fisioterapi dada sesuai indikasi seperti postural drainase, perkusi /
penepukan. Memberikan obat – obat bronkhodilator sesuai indikasi seperti
aminophilin, meta-protereno sulfat (alupent), adoetharine hydrochloride
(bronkosal).
Diagnosa Keperawatan 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma
jaringan dan refleks spasme otot sekunder. Pelaksanaannya adalah : menjelaskan
dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakoloni dan non invasif.
Pelaksanaannya adalah : mengajarkan relaksasi.Teknik-teknik untuk menurunkan
ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga
tingkatkan relaksasi masase. Mengajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
Memberikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman misalnya ketika tidur belakangnya dipasang bantal kecil. Meningkatkan
pengetahuan tentang penyebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung. Mengobservasi tingkat nyeri dan respon motorik klien,30 menit
setelah pemberian obat analgesik untuk mengkaji efektifitasnya serta setiap 1 – 2
jam setelah tindakan perawatan selam 1 – 2 hari. Kolaborasi dengan dokter,
pemberian analgesik.
Diagnosa Keperawatan 5 : Cemas atau takut yang berhubungan dengan
krisis situasional : ancaman terhadap konsep diri, takut mati/ketergantungan pada
alat bantu/ perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran, hubungan
interpersonal. Pelaksanaannya adalah : mengidentifikasi persepsi klien untuk
menggambarkan tindakan sesuai situasi. Monitor respon fisik seperti :
Kelemahan, perubahan tanda vital gerakan yang berulang-ulang, catat kesesuaian
respons verbal dan non verbal selama komunikasi. Menganjurkan klien dan
keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya. Akuilah
situasi yang membuat cemas dan takut. Hindari perasaan yang tak berarti seperti
mengatakan semuanya akan menjadi baik. Mengidentifakasi/ kaji ulang bersama
klien / keluarga tindakan pengaman yang ada seperti kekuatan dan suplai oksigen,
kelengkapan suctioa emergency. Diskusikan arti dari bunyi alarm. Mencetak reaksi
dari klien/keluarga. Berikan kesempatan untuk mendiskusika
perasaannya/konsentrasi dan harapan masa depan. Identifikasi kemampuan
koping klien/keluarga sebelumnya dan mengontrol pengguanaannya.
Mendemonstrasikan / anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi seperti
mengatur pernapasan, menuntun dalam berkhayal, relaksasi progresif.
Menganjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampua individu seperti
menulis, menonton tv dan keterapilan. Kolaborasi ; Rujuk ke bagian lain guna
penanganan selanjutnya.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. (Nursalam, 2001 : 71).
Hasil evaluasi yang bisa didapatkan pada pasien dengan cedera kepala
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ada adalah sebagi berikut :
a. Pasien tidak mengalami peningkatan TIK yang ditandai dengan Klien tidak gelisah,
klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual muntah. GCS : 4, 5, 6,tidak terdapat
papiledema, TTV dalam batas normal.
b. Pola napas pasien kembali efektif yang ditandai dengan memperlihatkan frekuensi
pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran gas – gas pada paru,
adaptif mengatasi faktor – faktor penyebab.
c. Jalan napas pasien kembali efektif yang ditandai dengan bunyi napas terdengar
bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas sumbatan, menunjukan batuk yang
efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret disaluran pernapasan.
d. Pasien secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi, dapat
mengidentifikasi yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.
e. Klien mampu mengungkapkan perasaan yang kaku, cara-cara yang sehat kepada
perawat, klien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan
perubahan koping yang digunakan sesaui situasi yang di hadapi, klien dapat mencatat
penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar, klien dapat rileks dan
tidur/istirahat dengan baik.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
I. Identitas klien
Untuk mendapatkan gambaran nyata kasus cedera kepala sedang, penulis mengambil
kasus yaitu pada pasien G umur 15 tahun, jenis kelamin laki –
laki,suku/bangsa: Tetun/Indonesia, pendidikan:SMP, alamat:pasar baru, Atambua. Masuk
rumah sakit pada tanggal 31 Agustus 2011 jam 15.00 WITA dengan keluhan
utama: pasien mengatakan pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dan keluhan utama
saat pengkajian pasien mengatakan sakit pada kepala dan luka bekas jahitan pada alis
mata kanan, skala nyeri 7-9 (berat).
Dirawat diruang bedah Rumah Sakit Umum Daerah Atambua dengan diagnosa medik
Cedera Kepala Sedang.Kelarga mengatakan pasien tidak pernah dioperasi sebelumnya.
No MR: 01.17.XX,tanggal pengambilan data 01 September 2011 pada jam 08.00 WITA.

II. Riwayat Keperawatan


1. Riwayat penyakit sekarang
keluarga mengatakan pada tanggal 31 Agustus 2011 pasien G mengalami
kecelakaan lalu lintas,saat itu pasien G sedang mengendarai motor yang
ditumpangi bersama temannya.Pasien G dibonceng dengan kecepatan ± 60
km/jam.Motor yang ditumpangi pasien G dan temannya ditabrak mobil
(angkutan kota) sehingga pasien G terlempar kearah kiri jalan dan kepala
membentur trotoar dan tidak sadarkan diri.Pasien G dibawa temannya dan
warga sekitar ke UGD Rumah Sakit Umum Daerah Atambua.
2. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan pernah jatuh dari sepeda dan mengalami patah tulang
pada tangan kiri,lalu pasien dirawat dirumah sakit dan pulang untuk
melanjutkan pengobatan tradisional.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien dan orang tua mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita
penyakit menular (TB paru,Diabetes dan Hipertensi) tetapi hanya menderita
demam dan batuk pilek biasa.

III. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum
Keadaan umum lemah,pasien terbaring diatas tempat tidur,kesadaran secara
kualitatif somnolen,keadaan secara kuantitatif dengan GCS: E:3.V:5,M:5,total
13,pasien hanya mau tidur saja,bengkak pada mata kanan dan tampak
kebiruan,luka jahit pada alis mata kanan dan pada dahi.keluar darah dari
hidung pada saat kecelakaan.Terdapat luka jahit pada kaki kanan dan paha
kiri,pasien tampak meringis kesakitan.Terpasang cairan infus Ringer Laktat 12
tetes/menit pada tangan kanan.
2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah:100/60 mmHg posisi berbaring,Nadi:84 x/menit, irama teratur
dan kuat,Suhu:36,4oC/axila, Pernapasan:18x/menit, irama teratur,Akral:teraba
hangat,Mean Preassure Arteri (MAP):73,Pulse Preassure (PP):40.
3. Body Sistem
a. Breathing
Bentuk hidung simetris,tidak ada cairan yag keluar,terdapat sisa darah
yang kering,tidak ada luka lecet pada hidung,pada leher,posisi trakea
berada ditengah.
Bentuk dada simetris,tidak ada luka lecet,tidak ada retraksi dinding
dada,RR:18 x/menit irama teratur.Palpasi hidung: tidak ada nyeri tekan,
perkusi:,auskultasi: bunyi kedua lapang paru vesikular.
b. Blood
Pasien tampak pucat,mukosa bibir kering,tidak ada fraktur danperdarahan
aktif.Pada jantung terdapat denyutan normal,denyutan lebih terlihat pada
bagian apikal jantung,tidak ada pembengkakan,detak jantung
keras,Capilarry Refill Time (CRT) < 2 detik,akral teraba hangat. Mean
Pressure Arteri(MAP):73mmHg. Pulse Preassure : 40mmHg. Auskultasi:Bunyi
yang dihasilkan saat perkusi adalah bunyi redup dan saat auskultasi
ditemukan bunyi jantung S1 dan S2 tunggal.
c. Brain
Tingkat kesadaran secara kwalitatif somnolen,secara kuantitatif GCS:
E:3,V:5,M:5 total 13.Saat dilakukan pemeriksaan Nervus I (sensori)
:pasien dapat membedakan bau alkohol pada kapas alkohol.Nervus II
untuk sensori pemeriksaan pupil pada mata kiri miosis.Nervus
III (Okulomotorik:traklear dan abdusen):secara motorik,pasien dapat
menutup mata dengan rapat, Nervus IV (Trigenimus):Tidak dapat
diukur.Nervus V (saraf facial) motorik:saat diminta tersenyum pasien dapat
tersenyum,sensorik:pasien dapat membedakan rasa asin dan
manis. Nervus VII (glosovfaringeal) secara motorik:pasien dapat menelan
air yang minum, secara sensorik: pasien dapat membedakan rasa pahit
dan asam. Nervus IX (asesorius):pasien dapat menggerakkan bahu
keatas.Nervus X (hipoglasus) motorik:lidah tampak simetris dan tidak
tremor,pasien dapat menyebut huruf L,T,D dan N.Nervus XI motorik:pasien
dapat menoleh kekiri dan kekanan.Nervus XII motorik:lidah tidak
mengalami perubahan.
d. Bladder
Perut tampak simetris,tidak ada jejas,tidak ada luka lecet,tidak ada distensi
kandung kemih,tidak terpasang kateter dan menurut pasien BAK 1 kali
warn kuning,tidak ada nyeri saat BAK.Saat palpasi tidak ada nyeri tekan.
e. Bowel
Pada bibir tidak ada luka lecet,mukosa bibir kering,gigi tampak kotor,pada
perut tidak ada bayangan vena,bising usus 6-7 kali/menit,tidak teraba
massa,tidak ada nyeri tekan pada perut,tidak ada distensi kandung
kemih,perkusi:bunyi timpani,menurut keluarga sejak pasien masuk
kemarin pasien belum BAB.
f. Bone.
Tulang: Pada akstremitas atas, tidak mengalami fraktur dan
perdarahan aktif.Pada ekstremitas bawah,pada kaki kanan dan paha kiri
terdapat luka jahit.
Otot:Tidak ada memar,pergerakan terbatas ,kekuatan otot ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah gerak aktif, kekuatan otot nilai 5.
Integumen:terdapat luka jahit pada alis mata kanan dan dahi serta paha
kiri dan kaki kanan,bengkak pada mata kanan dan tampak kebiruan.Turgor
kulit kering,kulit tampak kotor dengan sisa darah yang
sudah kering.Pada tubuh warna kulit sawo matang,akral teraba hangat.
IV. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan saat ini tidak tahu atau tidak mengerti dengan penyakit
yang diderita (cedera kepala) pasien mengatakan hanya merasa sakit pada
kepala dan luka jahit.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Sebelum sakit :pasien mengatakan setiap hari makan 3 kali sehari dan
minum 6-7 gelas sehari.Kesukaan makan pasien:daging ayam dan daging
sapi.
Setelah masuk rumah sakit:pasien makan seperti biasa 3 x sehari,dan minum
4-5 gelas air/hari.Pasien makan sedikit-sedikit dan menghabiskan setengah
dari porsi yang disediakan dirumah sakit.
c. Pola eliminasi.
Sebelum sakit :pasien mengatakan BAB 1-2 kali sehari,konsistensi
lembek,warna kuning dan bau kas.BAK 4-5 x sehari,warna kuning muda,bau
khas amoniak.
Setelah masuk rumah sakit :Pasien mengatakan sejak masuk kemarin tanggal 31
Agustus 2011 belum BAB.BAK 2-3 x sehari,tetapi dibantu oleh keluarga atau
perawat ditempat tidur dengan menggunakan pispot.
d. Pola istirahat dan tidur.
Sebelum sakit:pasien mengatakan tidur siang dari jam 14.00-16.00.Pada malam
hari tidur dari jam 22.00-06.00 pagi.Kebiasaan sebelum tidur malam berdoa.
Setelah Masuk rumah sakit:Pasien hanya tidur ditempat tidur,pasien lebih banyak
menghabiskan waktu dengan tidur.
e. Pola hubungan dan peran.
Pasien mengatakan hubungannya dengan keluarga dan teman-teman
baik,peranannya sebagai anak pertama dalam keluarga
f. Pola aktifitas dan latihan.
Sebelum sakit :pasien mengatakan selalu melakukan aktivitasnya sendiri.
Setelah Masuk rumah sakit:Pasien tidak bisa melakukan aktivitas sendiriseperti
makan,dan minum,buang air besar dan kecil tetapi dibantu oleh keluarga dan
perawat.
g. Pola mekanisme koping.
Pasien mengatakan kalau ada masalah pasien mencari jalan keluar dengan
berbicara pada ibunya.
h. Pola konsep diri.
Pasien mengatakan malu dan takut dengan keadaannya sekarang, pasien takut mati
dan berharap dapat sembuh agar dapat beraktivitas seperti biasa.Pasien
mengatakan takut dan trauma jika harus naik sepeda motor lagi dan menanyakan
apakah bisa sembuh?

i. Pola nilai dan kepercayaan.


Pasien beragama katolik,sebelum sakit setiap hari minggu pasien selalu kegereja
dan mempunyai keyakinan bahwa Tuhan adalah sumber kekuatan.

V. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium:Tidak dilakukan pemeriksaan
Radiologi:Foto polos:AP/lateralis.Thorax:AP

VI. Therapy
Tanggal:31-08-2011,obat injeksi:
Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr (1000 mg)/intravena.
Injeksi Torasic 2 x 30 mg/intravena.
Injeksi Kalnex 2 x 50 mg/intravena.
Injeksi brainact 2 x 125 mg/intravena.
Tanggal 01-10-2011,obat injeksi:
Injeksi Cravit 750 mg drip dalam cairan Ringer Laktat,40 tetes/menit.
Injeksi Brainact 2 x 125 mg/intravena.
Injeksi Torasic 2 x 30 mg/intravena.
Injeksi Ranitidine 2 x 25 mg/intravena.
Tanggal 05-10-2011,obat tablet:
Danalgin 3 x ½ tablet (250 mg)
Staforin 2 x 1 tablet (250 mg)
Brainact 2 x 1 tablet (500 mg)

Atambua, 1 – 9 – 2011

Theresia
M.Fernandez
NIM : 5306.09.597

ANALISA DATA

No Hari/tgl Data Etiologi Masalah

DS:Pasien mengatakan sakit


pada kepala.

DO:Keadaan umum
lemah, kesadaran secara
kualitatif somnolen, keadaan
secara kuantitatif GCS:
E:3.V:5,M:5,total 13, pasien
hanya mau tidur saja, Gangguan
Kamis,01- bengkak pada mata kanan Trauma perfusi
1
09-2011 kepala jaringan
dan tampak kebiruan,
otak
terdapat luka jahit pada alis
mata kanan dan pada dahi.
keluar darah dari hidung
pada saat terjadi
kecelakaan.Terdapat luka
jahit pada kaki kanan dan
paha kiri, pasien tampak
meringis kesakitan.
Tanda-tanda vital:

Nadi :84 x/menit, irama teratur


dan kuat.

Pernapasan:18 x/menit, Irama


teratur.

Tekanan darah:100/60 mmHg


posisi berbaring.

Mean Preassure Arteri


(MAP):73, Pulse
Preassure (PP) :40.Capilary
Refill Time (CRT) < 2 detik.
DS: Pasien mengatakan sakit
pada kepala dan luka jahitan.
DO: Keadaan umum lemah,
kesadaran secara kualitatif
somnolen, keadaan secara
kuantitatif GCS:
E:3.V:5,M:5,total 13, bengkak
pada mata kanan dan
tampak kebiruan, terdapat
luka jahit pada alis mata
kanan dan pada
dahi.Terdapat luka jahit pada Trauma
kaki kanan dan paha kiri, jaringan Gangguan
Kamis,01- pasien tampak meringis dan refleks rasa
2
09-2011 kesakitan, skala nyeri 7-9 spasme nyaman
(berat). otot nyeri akut
Tanda-tanda vital: sekunder.
Nadi :84 x/menit, irama teratur
dan kuat.

Pernapasan:18 x/menit, Irama


teratur.

Tekanan darah:100/60 mmHg


posisi berbaring.

Mean Preassure Arteri


(MAP):73, Pulse
Preassure (PP) :40.
DS: Pasien mengatakan takut
mati dan berharap dapat
sembuh.

Pasien mengatakan takut dan Krisis


situasional:
Kamis,01- trauma naik sepeda motor.
3 perubahan ketakutan
09-2011 DO: Tanda-tanda vital: Nadi:84 status
x/menit, irama teratur dan kuat, kesehatan.
Pernapasan:18 x/menit, irama
teratur. Tekanan darah:100/60
mmHg

DS: Pasien mengatakan tidak


bisa melakukan aktivitas
sendiri tetapi dibantu
oleh keluarga dan perawat,
pasien mengatakan sakit
kepala.
Defisit
Kamis,01- DO: Keadaan Kelemahan
4 perawatan
09-201 umum lemah.Kulit tampak fisik
diri.
kotor dengan sisa darah yang
sudah kering pada muka,
kaki dan tangan.Gigi tampak
kotor.
Kekuatan otat ekstremitas
atas dan bawah aktif, nilai 5
B. Diagnosa keperawatan
Dari analisa diatas maka prioritas diagnosa keperawatan yang muncul adalah:

1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan trauma kepala.


DS: Pasien mengatakan sakit pada kepala.
DO: Keadaan umum lemah, kesadaran secara kualitatif somnolen,keadaan secara
kuantitatif GCS: E:3.V:5,M:5,total 13, bengkak pada mata kanan dan tampak
kebiruan,luka jahit pada alis mata kanan dan pada dahi.Keluar darah dari
hidung pada saat kecelakaan.Terdapat luka jahit pada kaki kanan dan paha
kiri,pasien tampak meringis kesakitan.Tanda-tanda vital: Nadi :84
x/menit,irama teratur dan kuat.Pernapasan:18 x/menit,Irama teratur.Tekanan
darah:100/60 mmHg posisi berbaring.

Mean Preassure Arteri (MAP):73 mmHg, Pulse Preassure (PP):40mmHg

2. Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder.
DS:Pasien mengatakan sakit pada kepala dan luka jahitan.
DO:Keadaan umum lemah,kesadaransecara kualitatif somnolen,keadaan secara
kuantitatif GCS: E:3.V:5,M:5,total 13, bengkak pada mata kanan dan tampak
kebiruan,luka jahit pada alis mata kanan dan pada dahi.Terdapat luka jahit pada
kaki kanan dan paha kiri,pasien tampak meringis kesakitan,skala nyeri 7-0
(berat). Tanda-tanda vital: Nadi :84x/menit,irama teratur dan kuat.Pernapasan:18
x/menit,Irama teratur.Tekanan darah:100/60 mmHg
posisi berbaring.MeanPreassure Arteri (MAP):73 mmHg, Pulse Preassure (PP)
:40 mmHg
3. Ketakutan berhubungan dengan Krisis situasional: perubahan status kesehatan.
DS: Pasien mengatakan takut mati dan berharap dapat sembuh.

Pasien mengatakan takut dan trauma naik sepeda motor

DO: Pasien tampak cemas.Pasien menanyakan apakah bisa sembuh.Tanda- tanda


vital: Nadi:84 x/menit, irama teratur dan kuat, Pernapasan:18 x/menit, irama
teratur. Tekanan darah:100/60 mmHg posisi berbaring.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.


DS:Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas sendiri tetapi dibantu oleh
keluarga dan perawat.
DO:Keadaan umum lemah,Kulit tampak kotor dengan sisa darah yang sudah kering
pada muka,kaki dan tangan.Gigi tampak kotor Kekuatan otat ekstremitas atas
dan bawah aktif.
C. PERENCANAAN, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama pasien :G Dx
Medik : Cedera Kepala Sedang.
Umur :15
tahun No.MR : 01.17.XX
Ruang :Bedah.

Hari/ Diagnosa
NO Tujuan Intervensi
Tgl Keperawatan
Goal : pasien akan
mempertahakan
perfusi yang
1. Se
adekuat selama
fun
masa perawatan.
Obyektif : setelah
dilakukan
perawatan selama 3 1. Mengukur tanda-tanda
x 24 jam, vital
diharapkan pasien
dapat menunjukkan
:
Perfusi keserebral
yang adekuat
dengan kriteria hasil
:
 Keadaan umum
membaik.
 Kesadaran
secara kualitatif
Gangguan perfusi composmentis
Kamis,
jaringan otak dan secara 2. Pantau dan catat status
1 01-09-
berhubungan dengan kuantitatif neurologis secara teratur
2011
trauma kepala. GCS,E:4,V:5,M:6 dan bandingkan dengan
nilai standar (GCS) 2. Me
total 15 ke
3. Kaji perubahan pada
 Bengkak pada tin
penglihatan,seperti
mata berkurang
adanya penglihatan
 Tidak keluar 3. Ga
kabur,ganda,lapang
darah dari ya
pandang yang
hidung. ole
menyempit dan
 Tanda-tanda pengalaman persepsi. mi
vital dalam batas
normal: 4. Kolaborasi obat sesuai
Tekanan instruksi.
darah:130/80 4. Me
. pa
mmHg, nadi:60-
100 x.menit, ga
Respirasi ke
ter
rate:16-24 ce

x/menit.

Goal : Pasien dapat


1. Kaji mengenai 1. Ny
menunjukan rasa
lokasi, intensitas, durasi, pen
nyeri berkurang
penyebaran. dan
Kamis Gangguan rasa nyaman selama masa
ole
01-09- nyeri akut berhubungan perawatan
me
2 2011 dengan refleks spasme
inte
otot sekunder Objektif : setelah
2. Pe
dilakukan
me
perawatan 3 x 24
da
jam diharapkan
lai
pasien menjadi
nyaman dengan 2. Jelaskan dan bantu klien me
kriteria evaluasi: dengan tindakan pereda da
 Keadaan nyeri non farmakologi 3. Ak
umum tampak dan non invasif. pe
baik se
 Skala nyeri ole
berkurang dari ter
7-9 (berat) me
menjadi 1-3
(ringan)
4. Isti
 Nyeri dapat
me
berkurang.
jar
 Tanda-tanda
me
vital dalam
ke
batas normal
Tekanan
5. An
darah:130/80
lin
mmHg, 3. Mengajarkan pada ny
nadi:60-100 pasien teknik-teknik
x.menit,
distraksi,relaksasi dan
Respirasi masase.
rate:16-24
x/menit.

4. Mengatur posisi yang


nyaman dan waktu
istirahat yang cukup.
5. Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian
analgesic

1. Monitor respon fisik


:kelemahan,perubahan 1. Dig
tanda vital,gerakan me
berulang-ulang,catat der
kesesuaian respon verbal kes
dan non verbal selama kus
komunikasi. me
Goal:pasien akan ver
menunjukan rileks
selama perawatan.

Objektif:setelah
dilakukan tindakan
perawatan 2 x 24
jam diharapkan
pasien menjadi
rileks,dengan
kriteria evaluasi:

Kamis Ketakutan berhubungan  Pasien tampak


01-09- dengan krisis rileks 2. Anjurkan klien dan 2. Me
3 2011 situsional:perubahan  Ketakutan keluarga untuk un
status kesehatan dapat mengungkapkan dan be
berkurang. mengekspresikan rasa da
 Tanda-tanda takutnya. me
vital dalam be
batas normal:
Tekanan 3. Pe
darah:130/80 ak
mmHg, nadi:60- pe
100 x.menit, be
suhu:
Respirasi
rate:16-24
3. Demonstrasikan/anjurkan
x/menit. klien untuk melakukan 4. Se
teknik relaksasi seperti ba
mengatur dib
pernapasan,menuntun pe
dala berkhayal,relaksasi da
progresif. me
da
4. Anjurkan aktivitas
pengalihan perhatian
sesuai kemampuan
individu seperti
menulis,menonton TV
dan keterampilan.

Goal:pasien dapat
menunjukan aktifitas
perawatan diri
dalam tingkat 1. Tentukan kekuatan otot
kemampuan pribadi saat ini

1. Me
ke
Obyektif:Setelah ya
dilakukan tindakan
keperawatan 2 x 24
jam,diharapkan
pasien dapat
menampilkan
Kamis aktifitas merawat diri 2. Beri perawatan personal
Defisit perawatan diri dengan kriteria hasil: higiene pasien. 2. Me
01-09-
4 kelemahan fisik. da
2011
Tubuh pasien pa
tampak bersih dari
sisa darah 3. Me
yang sudah kering 3. Dorong agar pasien pe
segar,pasien dapat selalu membersihkan gig
mandi,makan dan mulut dan skat gigi.
minum,buang air 4. Me
kecil dan buang air da
besar sendiri.tingkat pa
kemampuan 4. Anjurkan keluarga untuk
mobilitas 0 pasien memandikan pasien 2
tidak tergantung kali dalam satu hari.
pada orang lain.
CATATAN PERKEMBANGAN
Pasien :G
Diagnosa medik :Cedera Kepala Sedang.
Umur :15 tahun.
No MR:01.17.XX

N Hari/t Evaluasi (SOAPIE)


Dx. Keperawatan
o gl

S:pasien mengatakan sakit pada kepala

O: Keadaan umum lemah, kesadaran secara


kualitatif composmentis,keadaan secara kuantitatif
GCS: E:3.V:5,M:5,total 13, bengkak pada
mata kanan berkurang dan
tampak kemerahan.Tanda-tanda vital:

Nadi:78 x.menit,irama teratur dan kuat.


Pernapasan:20 x.menit,irama teratur.
Tekanan darah:100/70 mmHg, posisi berbaring.
Mean Preassure Arteri :80 mmHg,
Pulse Preassure:30 mmHg

Jum A:masalah gangguan perfusi jaringan otak


Gangguan perfusi belum teratasi
at
jaringan otak
,02-
berhubungan
1 09-
dengan trauma P:intervensi nomor 1,2,3 dan 4 dilanjutkan.
2011
kepala.

I:

1. Jam 08.00 WITA


Mengukur tanda-tanda vital:
Nadi:78 x.menit,irama
teratur dan kuat.
Pernapasan:20
x.menit, irama teratur.
Tekanan darah:100/70
mmHg, posisi berbaring.

2. Jam 08.10 WITA


Mengobservasi status neurologis dengan
cara tes kesadaran secara kualitatif
somnolen,secara kuantitatif
GCS:E:3,V:5,M:5.
3. Jam 08.15 WITA
Mengkaji penglihatan pada mata kanan yang
terdapat oedema. penglihatan baik dan tidak
kabur, pasien kesulitan membuka mata
4. Jam 14.00 WITA
Melaksanakan kolaborasi dengan
melaksanakan injeksi siang. Brainact 125
mg/selang. Ceftriaxone 1 gram/selang.

E:Keadaan umum lemah, kesadaran secara


kualitatif composmentis, keadaan secara
kuantitatif GCS: E:3.V:5,M:5,total 13, bengkak
pada mata kanan dan tampak kebiruan, tidak
ada darah keluar dari hidung.Tanda-tanda vital:
Nadi:78 x.menit,irama teratur dan kuat.
Pernapasan:20 x/menit, irama teratur.
Tekanan darah:100/70 mmHg, posisi berbaring.
Mean Preassure Arteri :80 mmHg
Pulse Preassure: 30 mmHg

S:pasien mengatakan sakit pada kepala.

O:keadaan umum lemah, wajah tampak meringis


kesakitan, skala nyeri 7-9 (berat), terdapat luka
heting pada alis kanan, dahi ,paha kiri dan kaki
kanan. tanda-tanda vital:
Nadi:78 x.menit, irama teratur dan kuat.
Pernapasan: 20 x/ menit,irama teratur.
Tekanan darah:100/70 mmHg

A:Masalah gangguan rasa nyaman nyeri akut


belum teratasi.
Gangguan rasa
Jum
nyaman nyeri akut P:Intervensi nomor 1,2,3,4,dan
at
berhubungan 5 dilanjutkan.
,02-
2 dengan refleks
09-
spasme otot I:
2011
sekunder. 1. Jam 08.00 WITA
Mengkaji lokasi nyeri pada kepala,skala nyeri
7-9 berat,waktunya terus menerus.
2. Jam 08.00 WITA
menjelaskan dan bantu klien dengan
tindakan pereda nyeri non farmakologi dan
non invasif.
3. Jam 08.20 WITA
Mengajarkan pada pasien teknik-teknik
distraksi,relaksasi dan masase.
4. Jam 08.30 WITA.
Mengatur posisi yang nyaman dan waktu
istirahat yang cukup.
5. Jam 14.00 WITA
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberiananalgesic.

E: pasien mengatakan sakit pada


kepala.keadaan umum lemah,wajah tampak
meringis kesakitan,skala nyeri 7-9
(berat),terdapat luka heting pada alis kanan,dahi
paha kiri dan kaki kanan.tanda-tanda vital:
Nadi:78 x.menit,irama teratur dan kuat.
Pernapasan:20 x.menit,irama teratur.
Tekanan darah:100/70 mmHg posisi berbaring.

S: Pasien mengatakan tidak takut lagi.

O:pasien tampak rileks,pasien tidak takut


Jum lagi,tanda-tanda vital:
Ketakutan berhubu
at Nadi:78 x/menit,irama teratur dan kuat
ngan dengan krisis
,02- Pernapasan:20x/menit
3 situsional:perubaha
09- iramateratur.Tekanandarah:100/70mmHg,posisi
n status kesehatan.
2011 berbaring.

A:Masalah ketakutan teratasi.

P:Intervensi dipertahankan

S:Pasien mengatakan belum bisa melakukan aktifitas


sendiri seperti makan,minum,buang air kecil dan
buang air besar,tetapi dibantu oleh keluarga.

O: keadaan umum lemah, tubuh pasien tampak


segar dan bersih dari sisa darah yang sudah
kering.kekuatan otot gerak aktif.
Jum Defisit perawatan
A:Masalah defisit perawatan diri teratasi
at diri berhubungan
sebagian.
,02- dengan kelemahan
4
09- fisik
P:Intervensi 1,dan 4 dilanjutkan.intervensi nomor
2011
2 dan 3 dipertahankan.

I:

1. Jam 08.00 WITA


Mengkaji kekuatan otot dalam hal ini
menyiapkan makan,minum,buang air besar
dan buang air kecil dibantu oleh keluarga.

2. Jam 09.00 WITA


Anjurkan keluarga untuk memandikan pasien
pada pagi dan sore hari.

E:Pasien mengatakan belum bisa melakukan aktifitas


sendiri seperti makan,minum,buang air kecil dan
buang air besar,tetapi dibantu oleh keluarga.

keadaan umum lemah, tubuh pasien tampak


segar dan bersih dari sisa darah yang sudah
kering.kekuatan otot gerak aktif.

Evaluasi (SOAPIE)
No Hari/tgl Dx keperawatan

S:pasien mengatakan sakit pada


kepala berkurang.

O: Keadaan umum tampak lemah,


kesadaran secara kualitatif
composmentis, keadaan secara
kuantitatif GCS: E:4.V:5,M:6,total 15,
bengkak pada mata kanan
berkurang dan tampak kemerahan.
Tanda-tanda vital:
Nadi:84 x.menit,irama teratur dan
kuat.
Gangguan perfusi
jaringan otak Pernapasan:18 x/menit,irama
Sabtu,03- teratur.
berhubungan
1 09-2011
dengan trauma Tekanan darah:100/70 mmHg,
kepala. posisi berbaring.

A:masalah gangguan perfusi


jaringan otak teratasi sebagian.

P:intervensi nomor 1,2,3 dan 4


dilanjutkan.

I:

5. Jam 08.00 WITA


Mengukur tanda-tanda vital:
Nadi:84 x.menit,irama
teratur dan kuat.
Pernapasan:18 x/menit,
irama
teratur.
Tekanan darah:100/70
mmHg,
posisi berbaring.
6. Jam 08.10 WITA
Mengobservasi status
neurologis dengan cara tes
kesadaran secara kualitatif
somnolen,secara kuantitatif
GCS:E:4,V:5,M:6 total 15.
7. Jam 08.15 WITA
Mengkaji penglihatan pada
mata kanan yang terdapat
oedema.penglihatan baik dan
tidak kabur,pasien kesulitan
membuka mata
8. Jam 14.00 WITA
Melaksanakan kolaborasi
dengan melaksanakan injeksi
siang.Brainact 125
mg/selang.dan Ceftriaxone 1
gr/selang.

E: pasien mengatakan sakit pada


kepala berkurang.
Keadaan umum tampak lemah,
kesadaran secara kualitatif
composmentis,keadaan secara
kuantitatif GCS: E:4.V:5,M:6,total
15,bengkak pada mata kanan
berkurang dan tampak kemerahan.
Tanda-tanda vital:
Nadi:84 x.menit,irama teratur dan
kuat.

Pernapasan:18 x.menit,irama
teratur.
Tekanan darah:100/70 mmHg,

Gangguan rasa S:Pasien mengatakan pasien


nyaman nyeri akut mengatakan sakit pada kepala
Sabtu,03- berhubungan dan luka jahitan berkurang
2 09-2011 dengan refleks
spasme otot O: wajah tampak meringis
sekunder. kesakitan,skala nyeri 4-6
(sedang),terdapat luka heting
pada alis kanan,dahi paha kiri dan
kaki kanan.tanda-tanda vital:
Nadi:84 x.menit,irama teratur dan
kuat.
Pernapasan:18 x.menit,irama
teratur.
Tekanan darah:100/70 mmHg
posisi berbaring.

A:masalah gangguan rasa


nyaman nyeri akut teratasi
sebagian.

P:intervensi nomor 1,2,3


dilanjutkan,intervensi nomor 4
dan 5 dipertahankan.

I:
1. Jam 08.00 WITA
Mengkaji lokasi nyeri pada
kepala,skala nyeri 4-6
(sedang).

2. Jam 08.15 WITA


menjelaskan dan bantu klien
dengan tindakan pereda nyeri
non farmakologi dan non
invasif.

3. Jam 08.30 WITA


Mengajarkan pada pasien
teknik distraksi dan relaksasi
seperti napas dalam dan
mendengar musik.

E: Pasien mengatakan pasien


mengatakan sakit pada kepala
dan luka jahitan berkurang, wajah
tampak meringis kesakitan,skala
nyeri 4-6 (sedang),terdapat luka
heting pada alis kanan,dahi paha
kiri dan kaki kanan.tanda-
tanda vital:
Nadi:84 x.menit,irama teratur dan
kuat.
Pernapasan:18 x.menit,irama
teratur.
Tekanan darah:100/70 mmHg posisi
berbaring.

S: Pasien mengatakan mulai bisa


melakukan aktifitas sendiri seperti
makan,minum,mandi,buang air kecil
dan buang air besar tetapi masih
dibantu oleh keluarga.

O: keadaan umum lemah, pasien


terbaring ditempat tidur,kekuatan
otot gerak aktif.

A:Masalah defisit perawatan diri


teratasi sebagian.

P:Intervensi 1 dan 4
dilanjutkanintervensi 2 dan 3
dipertahankan.

Sabtu,03- Defisit perawatan diri I:


3 09-2011 kelemahan fisik. 1. Jam 08.00 WITA
Tentukan kemampuan saat ini
(skala 0-4) dan hambatan
untuk partisipasi dalam
perawatan.skala 2 butuh
bantuan dan pengawasan.
2. Jam 09.30 WITA
Anjurkan keluarga untuk
memandikan pasien 2 kali
dalam satu hari.

E: Pasien mengatakan mulai bisa


melakukan aktifitas sendiri seperti
makan,minum,mandi,buang air kecil
dan buang air besar tetapi masih
dibantu oleh keluarga. keadaan
umum lemah, pasien terbaring
ditempat tidur,kekuatan otot gerak
aktif.

No Hari/tgl Dx keperawatan Evaluasi (SOAPIE)

Minggu,04- Gangguan perfusi S:pasien mengatakan sakit


1
09-2011 jaringan otak pada kepala berkurang.
berhubungan dengan O:keadaan umum mulai membaik
trauma kepala.
kesadaran secara kualitatif
composmentis,secara kuantitatif
GCS:E:4,V:5,M:6 total 15.
bengkak pada mata
kanan berkurang.Tanda-
tanda vital:

Nadi:78 x.menit,irama
teratur dan kuat.
Pernapasan:18 x.menit,irama
teratur.
Tekanan darah:100/80 mmHg
posisi berbaring.

A:masalah teratasi sebagian.

P:intervensi nomor 1,2,3 dan 4


dilanjutkan.
I:

1. Jam 08.00 WITA


Mengukur tanda-tanda vital:
Nadi:78 x.menit,irama
teratur dan kuat.
Pernapasan:18 x/ menit,
irama teratur.
Tekanan darah:100/80
mmHg posisi berbaring.
2. Jam 08.15 WITA
Mengobservasi status
neurologis dengan cara tes
kesadaran secara kualitatif
somnolen,secara kuantitatif
GCS:E:4,V:5,M:6.
3. Jam 08.20 WITA
Mengkaji penglihatan pada
mata kanan yang terdapat
oedema.penglihatan baik
dan tidak kabur, pasien
kesulitan membuka mata
4. Jam 14.00 WITA
Melaksanakan kolaborasi
dengan melaksanakan
injeksi siang.

E: pasien mengatakan sakit


pada kepala berkurang.
keadaan umum mulai membaik
kesadaran secara kualitatif
composmentis,secara kuantitatif
GCS:E:4,V:5,M:6 total 15.
bengkak pada mata
kanan berkurang.Tanda-
tanda vital:

Nadi:78 x.menit,irama
teratur dan kuat.
Pernapasan:18 x.menit,irama
teratur.
Tekanan darah:100/80 mmHg
posisi berbaring.

S:Pasien mengatakan pasien


mengatakan sakit pada kepala
dan luka jahitan berkurang

O: pasien tampak rileks,skala


nyeri 1-3 (ringan),terdapat luka
heting pada alis kanan,dahi
paha kiri dan kaki kanan.tanda-
tandavital:
Nadi:78 x.menit,irama teratur
dan kuat.
Pernapasan:18 x.menit,irama
teratur.
Tekanan darah:100/80 mmHg
Gangguan rasa posisi berbaring.
nyaman nyeri akut
Minggu,04- berhubungan dengan A:masalah gangguan rasa
2
09-2011 refleks spasme otot nyaman nyeri teratasi sebagian.
sekunder.
P:intervensi nomor 1,2,3,4 dan
5 dilanjutkan

I:
1. Jam 08.00 WITA
Mengkaji lokasi nyeri pada
kepala,skala nyeri 1-3
(ringan).
2. Jam 08.15 WITA
menjelaskan dan bantu klien
dengan tindakan pereda
nyeri non farmakologi dan
non invasif.
3. Jam 08.20 WITA
Mengajarkan pada pasien
teknik distraksi dan relaksasi
seperti napas dalam dan
mendengar musik.
4. Jam 08.3 WITA.
Mengatur posisi yang tidur
yang nyaman bagi
pasien,miring kanan dan
membatasi pengunjung agar
pasien dapat beristirahat
5. Jam 14.00 WITA
Melaksanakan kolaborasi
memberikan injeksi Torasic
30 mg per selang.

E: Pasien mengatakan pasien


mengatakan sakit pada kepala
dan luka jahitan berkurang,
wajah meringis kesakitan
berkurang,skala nyeri 1-3
(ringan),terdapat luka heting
pada alis kanan,dahi paha kiri
dan kaki kanan.tanda-
tanda vital:
Nadi:78 x.menit,irama teratur
dan kuat.
Pernapasan:18 x.menit,irama
teratur.
Tekanan darah:100/80 mmHg
posisi berbaring.

S:Pasien mengatakan sudah bisa


mandi sendiri.pasien mengatakan
bisa sikat gigi sendiri.

O: keadaan umum
Minggu,04- Defisit perawatan diri membaik,pasien sudah bisa
3 berhubungan dengan turun dari tempat tidur.kekuatan
09-2011
kelemahan fisik otot gerak aktif.

A:Masalah teratasi

P:Intervensi dipertahankan.

Evaluasi (SOAPIE)
No Hari/tgl Dx keperawatan
S:pasien mengatakan kepala sakit
berkurang.

O: keadaan umum membaik


kesadaran secara kualitatif
composmentis,secara kuantitatif
GCS:E:4,V:5,M:6 total 15.
bengkak pada mata kanan
berkurang.
Gangguan perfusi Tanda-tanda vital:
jaringan otak
Senin ,05- Nadi:78 x.menit,irama teratur dan
berhubungan
1 09-2011
dengan trauma kuat.
kepala. Pernapasan:18 x.menit,irama teratur
Tekanan darah:100/80 mmHg posisi
berbaring.

A:masalah teratasi sebagian.

P:intervensi dihentikan pasien


pulang.

S:Pasien mengatakan kepala dan


luka jahitan sakit sedikit

O: pasien tampak rileks,skala


nyeri 1-3 (ringan),terdapat luka
heting pada alis kanan,dahi paha
kiri dan kaki kanan.tanda-
Gangguan rasa tanda vital:
nyaman nyeri akut Nadi:78 x.menit,irama teratur dan
Senin ,05- berhubungan kuat.
2 09-2011 dengan refleks Pernapasan:18 x.menit,irama
spasme otot teratur.
sekunder. Tekanan darah:100/80 mmHg
posisi berbaring.

A:masalah gangguan rasa


nyaman nyeri akut teratasi
sebagian.

P:intervensi nomor 2 dan 3


dipertahankan,pasien pulang.
Discharge planning

Nama Pasien :G

Umur :15 tahun

No Register :01.17.XX.

Dx Medis :Cedera Kepala Sedang

Tgl Masuk Rumah Sakit :31-08-2011

Tgl Keluar Rumah Sakit :05-09-2011

Diagnosa keperawatan yag muncul pada pasien G adalah : Gangguan perfusi jaringan
otak berhubungan dengan adanya trauma otak,Gangguan rasa nyaman nyeri akut yang
berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder,cemas
berhubungan dengan krisis situasional:perubaha status kesehatan,Defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan fisik.

Diagnosa keperawatan yang teratasi sebagian :gangguan perfusi jaringan otak


berhubungan dengan trauma kepala dan Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan
dengan refleks spasme otot sekunder.Diagnosa keperawatan yang teratasi :ketakutan
berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan Defisit perawatan diri berhubungan
dengan kelemahan fisik.

Pendidikan kesehatan yang diberikan:

1. Kontrol kembali kepelayanan terdekat sesuai surat rujukan.


2. Menganjurkan pada pasien dan orang tua,jika sewaktu-waktu pasien G mengalami
muntah,sakit kepala hebat dan kejang harus segera dibawa ketempat pelayanan kesehatan
terdekat untuk diambil tindakan selanjutnya.
3. Anjurkan untuk selalu menggunakan helm dan berhati-hati saat berkendara motor.
Atambua, 5 – 9 – 2011
Theresia M.Fernandez

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah penulis melaksanakan Asuhan Keperawatan melalui pendekatan proses


keperawatan yang meliputi pengkajian, menegakkan diagnosa
keperawatan,perencanaan,pelaksanaan dan evaluasi maka pada BAB ini penulis akan
membahas mengenai kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang ditemukan
dalam perawatan kasus Cedera Kepala Sedang pada pasien G yang dirwt oleh penulis
sejak tanggal 01 September 2011 sampai dengan tanggal 5 September 2011 di Ruang
Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Atambua,yang dapat diuraikan sebagai berikut:

A. Pada tahap pengkajian, menurut Arif Muttaqin dalam buku ‘’Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan Sistem Persarafan ‘’ halaman 276 mencakup aspek-aspek berikut:
anamnesis, riwayat penyakit, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososial.Selain
itu pada pengkajian juga dilakukan pemeriksaan fisik secara Body System dari B1-
B6,sedangkan pada kasus nyata tidak dilakukan pemeriksaan diagnostik penunjang CT-
Scan karena tidak adanya alat pendukung, pengkajian dilakukan secara komprehensif
dengan cara wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik selain itu juga dikaji riwayat
kesehatan dan psikososial.Alasannya sebab manusia itu unik dan kompleks yag terdiri
dari komponen sel, organ dan sistem organ.Pada teori ini mengklasifikasikan tingkat
keparahan sebagai berikut:GCS 9-14, konfusi, letargi atau stupor, amnesia pasca
trauma, muntah tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda batle, mata rabun,
hemotimpanum dan kejang, sedangkan pada kasus nyata saat dilakukan pengkajian
hanya ditemukan kesadaran kualitatif somnolen, kesadaran kuantitatif GCS:13, pada
saat terjadi kecelakaan keluar darah segar melalui hidung.Alasannya setiap manusia
memiliki respon yang bervariasi terhadap adanya rangsangan.
B. Dalam teori perumusan diagnosa keperawatan yang muncul adalah : Resiko tinggi
peningkatan tekanan intrakranial yang berhubungan dengan proses desak ruang
sekunder dari trauma kepala yang mengakibatkan adanya perdarahan baik bersifat
intraserebral hematoma, subdural hematoma dan epidural hematoma. Ketidakefektfan
pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada pusat pernapasan
diotak,kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak optimal karena
akumulasi udara/cairan, dan perubahan perbandingan O2 dan CO2,
kegagalan ventilator.Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
penumpukan sputum, peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk sekunder akibat
nyeri dan keletihan, adanya jalan napas buatan pada trakea, ketidakmampuan
batuk/batuk efektif.Perubahan kenyamanan: nyeri akut yang berhubungan dengan
trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder. Cemas/takut yang berhubungan
dengan krisis situasional: ancaman terhadap konsep diri,takut mati, ketergantungan
pada alat bantu, perubahan status kesehatan/ status ekonomi/fungsi peran, hubungan
interpersonal/ penularan. sedangkan pada kasus nyata yang ditemukan adalah
:Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan adanya trauma otak, Gangguan
rasa nyaman nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder, cemas berhubungan dengan krisis situasional: perubahan status
kesehatan, Defisit perawatan diri (mandi dan sikat gigi) berhubungan dengan kelemahan
fisik. Alasannya karena diagnosa diangkat berdasarkan respon pasien.
C. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada prinsipnya dilakukan sesuai dengan
rencana keperawatan.Pada teori pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan rencana
perawatan .Dalam melaksanakan tindakan perawatan, selain melaksanakannya secara
mandiri, harus adanya kerja sama dengan tim kesehatan lainnya. Merupakan realisasi
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan menilai data yang
baru.Alasannya proses keperawatan memiliki salah satu sifat yaitu fleksibilitas yang
artinya urusan pelaksanaan proses keperawatan dapat diubah sesuai dengan situasi
dan kondisi pasien.Implementasi tindakan dibedakan menjadi tiga kategori
yaitu:independent (mandiri), interdependent (bekerja sama dengan tim kesehatan
lainnya:dokter,bidan,tenaga analis,ahli gizi, apoteker, ahli kesehatan gigi, fisiotherapy
dan lainnya) dan dependent (bekerja sesuai instruksi atau delegasi tugas dari dokter)
D. Pada kasus nyata evaluasi yang gunakan adalah evaluasi proses (formatif).Alasannya
evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientasi pada etiologi,dilakukan
secara terus menerus sampai tujuan yang ditentukan tercapai.Evaluasi dilakukan sesuai
dengan perubahan klien.Untuk memudahkannya penulis mengevaluasi atau memantau
perkembangan pasien digunakan komponen SOAP (evaluasi pada hari pertama
perawatan) dan SOAPIE (evaluasi perkembangan kondisi pasien/untuk catatan
perkembangan pasien) : S = (data subyektif:diperoleh dari pasien berupa keluhan-
keluhan pasien), O = (data obyektif:dari hasil observasi dan pemeriksaan), A= (analisis
masalah), P = (perencanaan),I = (implementasi), E = (evaluasi).

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab terdahulu,maka penulis mengambil
kesimpulan,bahwa:
1. Pada pengkajian kondisi yang ditemukan pada pasien adalah Keadaan umum
lemah, kesadaran secara kualitatif somnolen, keadaan secara kuantitatif dengan
GCS: E:3.V:5,M:5,total 13, pasien hanya mau tidur saja, bengkak pada
mata kanan dan tampak kebiruan, luka jahit pada alis mata kanan dan pada dahi.
Keluar darah dari hidung pada saat terjadi kecelakaan.Terdapat luka jahit pada kaki
kanan dan paha kiri, pasien tampak meringis kesakitan.Terpasang cairan infus
Ringer Laktat 12 tetes/menit pada tangan kanan. Tanda-tanda vital :Tekanan
darah:100/60 mmHg posisi berbaring, Nadi:84 x/menit, irama teratur dan kuat,
Suhu:36,4oC/axila, Pernapasan:18x/menit, irama teratur, Akral:teraba
hangat, Mean Preassure Arteri (MAP):73 mmHg, Pulse Preassure(PP) :40 mmHg.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus nyata berdasarkan kondisi dan respon
pasien sehingga ada diagnosa keperawatan yang sesuai dengan tinjauan teori dan ada yang
tidak sesuai dengan tinjauan teoritis. Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien sebagai berikut: 1). Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan adanya
trauma otak.2).Gangguan rasa nyaman nyeri akut yang berhubungan dengan trauma
jaringan dan refleks spasme otot sekunder.3). ketakutan berhubungan dengan krisis
situasional:perubahan status kesehatan.4). Defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan fisik.
3. Rencana tindakan pada keempat diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus nyata
semuanya dilakukan pada pasien .
4. Evaluasi dari keempat diagnosa keperawatan yang diprioritaskan, dua diagnosa teratasi
pada hari jumad dan sabtu dan dua diagnosa teratasi sebagian pada hari senin.
5. Dokumentasi keperawatan dilakukan dengan mengdokumentasikan semua kegiatan dan
hasilnya mulai dari pengkajian sampai dengan kedalam catatan perawat yang ada dalam
status pasien sebagai bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dikemudian hari.
B. Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan penulis antara lain:
1. Bagi perawat
Agar dalam memberikan tindakan keperawatan kepada pasien,juga harus dilakukan
tindakan-tindakan mandiri perawat.
2. Bagi Rumah Sakit
Agar dalam pemberian pelayanan disiapkan fasilitas-fasilitas yang memadai untuk
menunjang pemeriksaan,kususnya pada pasien sedera kepala,seperti CT-Scan.
3. Bagi penulis
Agar terus mengembangkan pengetahuan yang telah didapat tentang cedera kepala
sedang serta membagikannya kepada orang lain sehingga tindakan pencegahan dan
penanganan dapat dilakukan secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA
……………………http://www yayankhyar.co.nr.2009.

Bruner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC.

Cholik H. Rosjidi. CS. 2009. Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala dan Stroke. Yogyakarta.
Ardana Media

Corwin J. Elizabeth.2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3 Revisi. Jakarta. EGC

Dewanto George, CS .2009. Diagnosis dan tata laksana penyakit saraf. Jakarta EGC
Muttaqim Arif.2008 Buku Ajar Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan. Sitem
Persarafan . Jakarta. Salemba Medika.

Syaifuddin. 2009 . Anatomi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan edisi kedua.
Jakarta. Salemba Medika

LEMBARAN KONSUL

NAMA : THERESIA M. FERNANDEZ

NIM : 5306.09.597

JUDUL : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA


SEDANG DIRUANG BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ATAMBUA
MATERI YANG
NO HARI/TGL KETERANGAN PARAF
DIKONSUL

Rabu,
1 Bab I Revisi
27-07-2011

Selasa, Revisi
2 Bab I dan Bab II
16-08-2011

Senin, Revisi
3 Bab I dan Bab II
22-08-2011
Kamis, Revisi
4 Bab I dan Bab II
25-08-2011

Jumad, Revisi dan ACC


5 Bab I dan Bab II
26-08-2011

Sabtu,
6 Bab I dan Bab II ACC
27-08-2011

Kamis, Revisi
7 Bab III
01-09-2011

Rabu, ACC
8 Bab III
05-10-2011

Kamis, Revisi
9 Bab IV dan Bab V
06-10-2011

Sabtu, 08 –
10 Bab IV dan Bab V ACC maju ujian.
10 – 2011

Normal
0

false
false
false

EN-US
X-NONE
X-NONE

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;}
table.MsoTableGrid
{mso-style-name:”Table Grid”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-priority:59;
mso-style-unhide:no;
border:solid black 1.0pt;
mso-border-alt:solid black .5pt;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-border-insideh:.5pt solid black;
mso-border-insidev:.5pt solid black;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;}

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif,
psikososial, bersifat temporer atau permanen (www.yayanakhyar.com.nr/200905).

Setiap tahun di Amerika Serikat, mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala
52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga
merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma dikaitkan dengan
kematin. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Natroma Trauma Project di Islamic
Republik of Iranbahwa, diantara semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu
sebanyak 78,7 % trauma kepala dan kematian paling banyak juga disebabkan oleh
trauma kepala (Karbakhsh, zand, Rouzrokh, Zarei, 2009). Rata – rata rawat inap
pada laki – laki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa trauma kepala
sebanyak 146,3 per 100.000 dan 158,3 per 100.000 (Thomas 2006). Angka
kematian trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki – laki dibanding
perempuan yaitu sebanyak 26,9 per 100.000 dan 1,8 per 100.000. Bagi lansia
pada usia 65 tahun keatas, kematian akibat trauma kepala mencatat 16.000
kematian dari 1,8 juta lansia di Amerika yang mengalami trauma kepala akibat
terjatuh. Menurut Kraus (1993), dalam penelitiannya ditemukan bahwa anak
remaja hingga dewasa muda mengalami cedera kepala akibat terlibat dalam
kecelakaan lalu lintas dan akibat kekerasan sedangkan orang yang lebih tua
cenderung mengalami trauma kepala disebabkan oleh terjatuh.Menurut data yang
diperolah dari rekam medik RSUD Atambua, pada tiga tahun terakhir ini yaitu :
tahun 2008 terdiri dari 142 orang, laki –laki : 107 orang ( 75,3 %), perempuan : 42
orang (29,5 %), Tahun 2009 : 163 orang, laki – laki : 140 orang (85,8 %),
perempuan : 23 orang (13,6 %), Tahun 2010 : 175 orang, laki – laki : 149 orang
(85,1 %), perempuan : 26 orang ( 14,8 %).
Indonesia sebagai negara berkembang ikut merasakan kemajuan
teknologi, diantaranya bidang transportasi. Dengan majunya
transportasi, mobilitas penduduk pun ikut meningkat. Namun akibat kemajuan ini,
juga berdampak negatif yaitu semakin tingginya angka kecelakaan lalu lintas
karena ketidak hati – hatian dalam berkendaraan. Sehingga dapat mengakibatkan
berbagai cedera. Salah satu cedera yang sering terjadi pada saat kecelakan lalu
lintas
adalah cedera kepala (…………..http://repository.usu.ac.id/
bitstream/ 12345678 /16495/5.chapter%201.pdf)
Cedera kepala menduduki tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh
karena itu diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama
tentang penanganan (A, B, C, D, E), pencegahan cedera otak sekunder dan cara
merujuk penderita secepat mungkin oleh untuk petugas kesehatan yang berada
digaris depan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalahnya
adalah “ Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien cedera
kepala di Rumah Sakit Umum Daerah Atambua ? ”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala dengan pendekatan proses
keperawatan.

2. Tujuan khusus
a) Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien cedera kepala.
b) Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan cedera kepala.
c) Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien
dengan cedera kepala.
d) Mahasiswa mampu melaksanakan rencana tindakan keperawatan pada
pasien dengan cedera kepala.
e) Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilakukan.
f) Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi profesi keperawatan
Memberikan asuhan tentang bagaimana merawat pasien dengan cedera kepala,
dengan menggunakan proses keperawatan yang meliputi : pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2. Bagi Rumah Sakit
Memberikan masukan dalam rangka meningkatkan penerapan asuhan keperawatan
pada pasien dengan cedera kepala.
3. Bagi penulis
a) Memperoleh pengalaman yang nyata dalam merawat klien dengan cedera
kepala.
b) Menambah pengetahuan tentang penerapan asuhan keperawatan pada
klien dengan cedera kepala.

E. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif, yakni
melalui studi pustaka dan studi kasus. Studi pustaka diambil dari buku – buku
perpustakaan dan sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan proposal karya
tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan Yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis Yang terdiri dari konsep dasar cedera kepala dan
konsep dasar Asuhan Keperawatan pada pasien cedera kepala.
BAB III : Tinjaun kasus yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB IV : pembahasan
BAB V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Anatomi Fisiologi Otak
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak yang lembut, yang membuat kita
seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Cedera
kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Pada orang dewasa
tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan isi
intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari 2 dinding atau tabula yang dipisahkan oleh
tulang berongga.
Dinding luar disebut tabula eksternal dan dinding bagian dalam disebut tabula
internal. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges
adalah durameter, araknoid dan piameter (Price, Silvia A ; 2005 : 1014).
Sistem persarafan terdiri dari:
a. Susunan saraf pusat
1) Otak
(a).Otak besar atau serebrum (cerebrum)
Mempunyai dua belahan yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan yang
duhubungkan oleh massa substansi alba(substansia alba) yang
disebut korpus kalosum (corpus callosum). Serebrum terdiri atas : korteks
sereri, basal ganglia (korpora striate) dan sistem limbik(rhinencephalon).

(b).Otak kecil (serebelum)


Serebelum (otak kecil) terletak dalam fossa kranial posterior, dibawah
tentorium serebelum bagian posterior dari pons varolii dan medula
oblongata. Serebelum mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh
vermis. serebelum dihubungkan dengan otak tengah oleh pedunkulus
serebri superior, dengan pons paroli oleh pedunkulus serebri media dan
dengan medula oblongata oleh pedunkulus serebri inferior. Lapisan
permukaan setiap hemisfer serebri disebut korteks yang disusun oleh
substansia grisea. Lapisan – lapisan korteks serebri ini dipisahkan
oleh fisura transversus yang tersusun rapat. Kelompok massa substansia
grisea tertentu pada serebelum tertanam dalam substansia alba yang
paling besar dikenal sebagai nukleus dentatus.

(c).Batang otak.
Pada permukaan batang otak terdapat medula oblongata, pons varolii,
mesensefalon dan diensefalon. Talamus dan epitalamus terlihat
dipermukaan posterior batang otak yang terletak diantara serabut capsula
interna. Disepanjang pinggir dorsomedial talamus terdapat sekelompok
serabut saraf berjalan keposterior basis epifise.

2) Sum-sum tulang belakang (trunkus serebri)


Medula spinalis merupakan bagian sistem saraf pusat yang menggambarkan
perubahan terakhir pada perkembangan embrio. Semula ruangannya besar
kemudian mengecil menjadi kanalis sentralis. Medulla spinalis terdiri atas dua
belahan yang sama dipersatukan oleh struktur intermedia yang dibentuk oleh
sel saraf dan didukung oleh jaringan interstisial.

Medula spinalis membentang dari foramen magnum sampai setinggi vertebra


lumbalis I dan II, ujung bawahnya runcing menyerupai kerucut yang
disebut konus medularis, terletak didalam kanalis vertebralis melanjut sebagai
benang-benang(filum terminale) dan akhirnya melekat pada vertebra III sampai
vertebra torakalis II, medula spinalis menebal kesamping. penebalan ini
dinamakan intumensensia servikalis.

b. Susunan saraf perifer


1) Susunan saraf somatik
Indra somatik merupakan saraf yang mengumpulkan informasi sensori dari
tubuh. Indra ini berbeda dengan indra khusus (penglihatan, penghiduan,
pendengaran, pengecapan dan keseimbangan), indra somatik digolongkan
menjadi 3 jenis :

(a).Indra somatik mekano reseptif.


(b).Indra termoreseptor.
(c).Indra nyeri.
2) Susunan saraf otonom
Saraf yang mempersarafi alat – alat dalam tubuh seperti kelenjar, pembuluh
darah, paru – paru, lambung, usus dan ginjal. Alat ini mendapat dua jenis
persarafan otonom yang fungsinya saling bertentangan, kalau yang satu
merangsang yang lainnya menghambat dan sebaliknya, kedua susunan saraf
ini disebut saraf simpatis dan saraf parasimpatis (syaifuddin ; 2009 : 335 –
360).

2. Cedera Kepala
a. Pengertian
Cedera kepala : Meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. secara
anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala serta tulang dan
tentorium (helm) yang membungkusnya (Arif Muttaqin ; 2008 : 270).

Cedera kepala : Dapat bersifat terbuka (menembus melalui dura


meter) atau tertutup (trauma tumpul, tanpa penetrasi melalui dura).
Cedera kepala terbuka memungkinkan patogen lingkungan memiliki akses
langsung ke otak (Corwin J.Elizabeth; 2005 : 175).

Cedera kepala : Trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen
(http://www.yayanakhyar. com.nr/200905).

Jadi cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala terjadi baik secara
langsung bersifat terbuka atau tertutup yang dapat terlihat meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak dan juga otak sehingga dapat mengakibatkan
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer
atau permanen.
b. Etiologi
Penyebab utama cedera kepala meliputi : Kecelakaan lalu lintas >50 %
kasus, Jatuh, Pukulan, Kejatuhan benda, Kecelakaan kerja/industri, Cedera lahir,
Luka tembak (Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat ; 2009 :49 )

c. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan
dan morfologi cedera:

1) Mekanisme:
(a). Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan benda tumpul.
(b). Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau
pukulan benda tumpul.
2) Berdasarkan beratnya:
(a). Ringan (GCS 14-15)
(b). Sedang (GCS (9-13)
(c).Berat (GCS 3-8)
3) Berdasarkan morfologi:
(1) Fraktur tengkorak
(a).Kalvaria: Linear atau stelata, Depressed ataunondepressed, Terbuka
atau tertutup
(b).Dasar tengkorak: Dengan atau tanpa kebocoran CNS, Dengan
atau tanpa paresis/kelumpuhan nervus VII (fasial)
(2) Lesi intrakranial
(a).Fokal: Epidural, Subdural, intraserebral
(b).Difusa: Komosio ringan, Komosio klasik, Cedera aksonal
difusa( http://www.yayanakhyar.co.nr/2009)
4) Skala Coma Glasgow (GCS)
Tabel I.Skala Coma Glasgow
Buka mata (E) Respon verbal (V) Respon motorik (M)

1 Tidak ada reaksi 1 Tidak ada jawaban 1 Tidak ada reaksi

2 Dengan rang 2 Mengerang 2 Reaksi ekstensi(deserebrasi)

sang nyeri

3 Terhadap suara 3 Tidak tepat 3 Reaksi fleksi(dekortikasi)

4 Spontan 4 Kacau/confused 4 Reaksi menghindar


5 Baik,tidak ada dis 5 Melokalisir nyeri

orientasi

6 Menurut perintah

(Sumber:dr George Dewanto,Sp.s,dkk.Panduan Praktis:Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf)

Klasifikasi yang mendekati keadaan klinis adalah berdasarkan nilai GCS


yang dikeluarkan oleh The Traumatic Coma Data Bank (Hudak dan Gallo ; 1996 :
59, dikutip oleh cholik Harun Risjidi)

Tabel 2. Kategori penentuan keparahan cedera kepala berdasarkan nilai skala


Koma Glasgow

Penentuan keparahan Deskripsi Frekuensi

GCS:13-15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau


amnesia tetapi kurang dari 30 menit
Minor/ringan 55 %
Tidak ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio
serebral,tidak ada hematom

GCS:9-12

Sedang
Kehilangan kesadaran dan/atau amnesia lebih
dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam
24 %
Dapat mengalami fraktur tengkorak

GCS:3-8

Kehilangan kesadaran dan /atau amnesia


lebih dari 24 jam,juga meliputi kontusio
Berat serebral,laserasi,

atau hematom intrakranial 21 %

(Sumber:Cholik Harun Rosjidi,cs(Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala & Stroke)


d. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap
yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan
cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat
disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun
oleh proses akselerasi – deselerasi gerakan kepala. Dalam mekanisme
cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contercoup. Cedera primer
yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulag tengkorak dan daerah
sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat
benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.
Akselerasi deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti
secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma, perbedaan densisitas
antar tulang tengkorak (substansi solid)dan otak (substansi
semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan
intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yag berlawanan dari
benturan(contrecoup)
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses
patologis yag timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa
perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan
tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi
(http://www.yayankhyar. com.nr/2009).

e. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan cedera


kepala meliputi:
1) CT scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan
perubahan jaringan otak.
2) MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
3) Cerebral angiography
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4) Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5) Sinar X
Mendeteksi parubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6) BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil.
7) PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8) CSS
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarakhnoid
9) Kadar Elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
tekanan intrakranial.
10)Screen Toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan
kesadaran
11)Rontgen Thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
12)Toraksentesis menyatakan darah/cairan
13)Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)
Analisa Gas Darah (AGD/ Astrup) adalah salah satu tes diagnostik untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan
melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam
basa (Arif Muttaqin ; 2008 : 284)

f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari
faktor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan
menilai status neurologis (disability, exposure), maka faktor yang harus
diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi.
Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa
sekalipun pada otak yang mengalami trauma relatif memerlukan oksigen
dan glukosa yang lebih rendah.
Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intrakranial
yang meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang
memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan
intrakranial ini dapat dilakukan dengn cara menurunkan PaCO2 dengan
hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah
metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2 ini
yakni dengan intubasi endotrakeal hiperventilasi. Tindakan membuat
intermitten iatrogenic paralisis Intubasi dilakukan sedini mungkin kepada
klien – klien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO2 yangmeninggi.
Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan
tekanan intrakranial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi:
1) Bedrest total
2) Observasi tanda – tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
3) Pemberian obat – obatan
(a). Dexamethason/ Kalmethason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
(b). Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
(c). Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol
20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
(d). Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole
4) Makanan atau cairan
Pada trauma ringan bila muntah – muntah tidak dapat diberikan apa –
apa, hanya cairan infus Dextrosa 5 %, aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
5) Pada trauma berat
Karena hari – hari pertama didapat klien mengalami penurunan
kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari
– hari pertama (2 – 3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5 % 8
jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan dextrosa 5 % 8 jam
ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan
diberikan melalui nasogatric tube (2500 – 3000 TKTP). Pemberian
protein tergantung dari nilai urenitrogennya.
(Arif Muttaqin ; 2008 : 284-285)

g. Komplikasi
1) Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral dapat
menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering cedera
kepala terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intrakranial
meningkat, dan sel neuron dan vaskuler tertekan. Ini adalah jenis cedera
otaksekunder.Pada hematoma, kesadaran dapat menurun dengan
segera, atau dapat menurun setelahnya ketika hematoma meluas dan
edema interstisial memburuk.
2) Perubahan perilaku yang tidak kentara dan defisit kognitif dapat terjadi
da tetap ada.
(Corwin J Elizabeth ; 2009 : 246)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis
injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan
cedera kepala meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik dan pengkajian psikososial.
a) Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda),
jenis kelamin (banyak laki – laki, karena sering ngebut – ngebutan dengan
motor tanpa pengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis
medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma
kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.
b) Riwayat penyakit saat ini
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung kekepala. Pengkajian
yang didapat meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS >15), konvulsi,
muntah, takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka
dikepala, paralisis, akumulasi sekret pada saluran pernapasan, adanya
liquor dari hidung dan telinga, serta kejang.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan
dengan perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif dan koma.
Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien
tidak sadar) tentang penggunaan obat – obatan adiktif dan penggunaan
alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka ngebut –
ngebutan.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu dipertanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,
riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, penggunaan obat – obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat
– obat adiktif, konsumsi alkohol berlebihan.
d) Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi
dan diabetes melitus.
e) Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons
emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra diri)
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola
persepsi dan konsep diri didapatkan kllien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
f) Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan -keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukng data dan
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem
(B1 – B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) dan
terarah dan dihubungkan dengan keluhan – keluhan dari klien.

Keadaan umum
Pada keadaaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan kesadaran
(cedera kepala ringan/cedera otak ringan, GCS 13 – 15, cedera kepala
berat/ cedera otak berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8 dan terjadi
perubahan pada tanda-tanda vital.
(1) B1 (Breathing)
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradiasi dari
perubahan jaringa cerebral akibat trauma kepala. Pada beberapa
keadaan, hasil dari pemeriksaaan fisik dari sistem ini akan didapatkan :
(a).Inspeksi
Diddaptakan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Terdapat retraksi klavikula/ dada, pengembangan paru
tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai penuh/ tidak penuh dan
kesimetrisannya. Ketidak simetrisan mungkin menunjukan adanya
atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang
iga, pnemothoraks, atau penempatan endotrakeal dan tube
trakeostomi yang kurang tepat. Pada observasi ekspansi dada juga
perlu dinilai : retraksi dari otot – otot interkostal, substernal, pernapan
abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi).
Pola napas ini dapat terjadi jika otot – otot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada.
(b).Palpasi
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
(c).Perkusi
Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan trauma
pada thoraks/ hematothoraks
(d).Auskultasi
Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun sering didapatkan pada klien cedera kepala dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.

(2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan
berat.
Hasil pemeriksaan kardiovaskuler klien cedera kepala pada beberapa
keadaan dapat ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi
bradikardi, takikardia da aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah
berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya
menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradikardia
merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan
pucat menandakan adanya penurunan kadar hemaglobin dalam darah.
Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda -
tanda awal dari suatu syok. Pada beberapa keadaan lain akibat dari
trauma kepala akan merangsang pelepasan antidiuretik hormon (ADH)
yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk mengeluarkan retensi
atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus. Mekanisme ini akan
meningkatkan konsentrasi elektolit meningkat sehingga memberikan
resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada
sistem kardiovaskuler.

(3) B3 (Brain)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama
disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma
dan epidural hematoma. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.
(a).Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk menilai disfungsi sistem persarafan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien cedera kepala biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikomatosa, sampai koma.
(b).Pemeriksan fungsi serebral
Status mental : Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik pada klien cedera kepala tahap lanjut biasanya status mental
mengalami perubahan.
Fungsi intelektual : Pada keadaan klien cedera kepala didapatkan
penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun
jangka panjang
Lobus frontal : Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan bila trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan
pada lobus frontal kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi mungkin rusak disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan
kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah
frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Masalah psikologi lain
juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional,
bermusuhan, frustasi, dendam da kurang kerja sama.
Hemisfer : Cedera kepala hemisfer kanan didapatkan hemiparase
sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan
terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh kesisi yang
berlawanan tersebut. Cedera kepala pada hemisfer kiri, mengalami
hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati – hati, kelainan
bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia dan mudah
frustrasi
(c).Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I
Pada beberapa keadaan cedera kepala didaerah yang merusak
anatomis dan fisiologis saraf ini klien akan mengalami kelainan pada
fungsi penciuman/anosmia unilateral atau bilateral
Saraf II
Hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan
lapangan penglihatan dan menggangu fungsi dari nervus optikus.
Perdarahan diruang intrakranial, terutama hemoragia
subarakhnoidal, dapat disertai dengan perdarahan diretina. Anomali
pembuluh darah didalam otak dapat bermanifestasi juga difundus.
Tetapi dari segala macam kalainan didalam ruang intrakranial,
tekanan intrakranial dapat dicerminkan pada fundus
Saraf III, IV da VI
Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien dengan
trauma yang merusak rongga orbital. pada kasus-kasus trauma
kepala dapat dijumpai anisokoria. Gejala ini harus dianggap sebagai
tanda serius jika midriasis itu tidak bereaksi pada penyinaran. Tanda
awal herniasi tentorium adalah midriasis yang tidak bereaksi pada
penyinaran. Paralisis otot – otot okular akan menyusul pada tahap
berikutnya. Jika pada trauma kepala terdapat anisokoria dimana
bukannya midriasis yang ditemukan, melainkan miosis yang
bergandengan dengan pupil yang normal pada sisi yang lain, maka
pupil yang miosislah yang abnormal. Miosis ini disebabkan oleh lesi
dilobus frontalis ipsilateral yang mengelola pusat siliospinal.
Hilangnya fungsi itu berarti pusat siliospinal menjadi tidak aktif
sehingga pupil tidak berdilatasi melainkan berkonstriksi.
Saraf V
Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis
nervus trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan menguyah
Saraf VII
Persepsi pengecapan mengalami perubahan
Saraf VIII
Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan
biasanya tidak didapatkan penurunan apabila trauma yang terjadi
tidak melibatkan sarafvestibulokoklearis
Saraf IX dan Xl
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
Saraf XI
Bila tidak melibatkan trauma pada leher, mobilitas klien cukup baik
dan tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII
Indra pengecapan mengalami perubahan

(d).Sistem motorik
Inspeksi umum : Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
(kelemahan salah satu sisi tubuh) adalah tanda yang lain.
Tonus otot : Didapatkan menurun sampai hilang.
Kekuatan otot : Pada penilaian dengan menggunakan grade
kekuatan otot didapatkan grade O
Keseimbangan dan koordinasi : Didapatkan mengalami gangguan
karena hemiparase dan hemiplegia.
(e).Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan reflek dalam : Pengetukan pda tendon, ligamentum
atau periosteum derajat refleks pada respon normal.
Pemeriksaan refleks patologis ; Pada fase akut refleks fisiologis sisi
yag lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
(f). Sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestasi persepsi adalah ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi.Disfungsi persepsivisual karena
gangguan jaras sensorik primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri.
Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat dengan kehilangan
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan
bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimulasi
visual, taktil dan auditorius.
(4) B4 (Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik, termasuk
berat jenis. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan
dapat terjadi akibat menurunnya perfusi ginjal. Setelah cedera kepala
klien mungkin mengalami inkontinensia urine karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukan kerusakan
neurologis luas.
(5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual dan muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukan kerusakan neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya
lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya
dehidrasi. Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan
kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen.
Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan
peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan
motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yag berasal dari
sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
(6) Tulang (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh
ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu kelembapan dan turgor kulit. Adanya
perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukan adanya sianosis
(ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa).
Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan
rendahnya kadar haemaglobin atau syok. Pucat dan sianosis pada klien
yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia.
Joundice (warna kuning) pada klien yang menggunakan respirator dapat
terjadi akibat penurunan aliran darah portal akibat dari
penggunaan pocked red cells (PRC) dalam jangka waktu lama.
Pada klien dengan kulit gelap. Perubahan warna tersebut tidak begitu
jelas terlihat. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya
demam dan infeksi. Integritas kulit untuk menilai adanya lesi dan
dekubitus. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensorik atau paralisis/ hemiplegia, mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi peningkatan tekanan intrakranial yang berhubungan dengan
desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma , subdural hematoma dan
epidural hematoma.
b. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pada
pusat pernapasan diotak, kelemahan otot – otot pernapasan, ekspansi paru
yang tidak optimal karena akumulasi udara/cairan, dan perubahan
perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventiltor.
c. Tidak efektif kebersihan jalan napas yang berhubungan dengan
penumpukan sputum peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk
sekunder, akibat nyeri dan keletihan, adanya jalan napas buatan pada
trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif.
d. Perubahan kenyamanan : nyeri akut yang berhubungan dengan trauma
jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
e. Cemas/takut yang berhubungan dengan krisis situasional : ancaman
terhadap konsep diri, takut mati, ketergantungan pada alat bantu,
perubahan status kesehatan/ status ekonomi/ fungsi peran, hubungan
interpersonal/ penularan

3. Rencana Intervensi
a. Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang
sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik
bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural
hematoma.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil:
Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual muntah. GCS :
4, 5, 6,tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal
Intervensi:
Mandiri:
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/ keadaan individu/ penyebab koma/
penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan
TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status
neurologis/ tanda – tanda kegagalan untuk menentukan perawatan
kegawatan atau tindakan pembedahan
2) Memonitor tanda – tanda vital tiap 4 jam.
R/ suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan
baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik
penurunan dari autoregulator. Kebanyakan merupakan tanda
penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan
peningkatan tekanan darah (diastolik) maka dibarengi dengan
peningkatan tekanan darah intrakranial. Adanya peningkatan
tekanan darah, bradikardi, disritmia, dispnea merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK.
3) Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman dan reaksi terhadap cahaya.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali
dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika
batang otak terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf III kranial
(okulomotorik) yang menunjukan keutuhan batang otak, ukuran
pupil menunjukan keseimbangan antara parasimpatis dan
simpatis. Respons terhadap cahaya merupakan kombinasi fungsi
dari saraf kranial II dan III.
4) Monitor temperatur da pengaturan suhu lingkungan .
R/ Panas merupakan refleks dari hipotalamus. peningkatan
kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang TIK/ICP
(intrakranial pressure).
5) Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan
sedikit bantal. Hindari penggunaan batal yang tinggi pada kepala.
R/ Perubahan kepada salah satu sisi dapat menimbulkan penekanan
pada venajugularis dan menghambat aliran darah ke otak
(menghambat drainase pada vena serebral), untuk itu dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
6) Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya
prosedur.
R/ Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek
rangsagan kumulatif.
7) Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase
punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan
suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat
mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk
mempertahankan TIK yang rendah.
8) Cegah/hindarkan terjadinya valsava manuver.
R/ Mengurangi tekanan intrathorakal dan intraabdominal sehingga
menghindari peningkatan TIK.
9) Bantu klien jika batuk, muntah
R/ Aktivitas ini dapat meningkatan intrathorak/tekanan dalam thoraks
dan tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat
meningkatkan TIK.
10)Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku
R/ Tingkah nonverbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK
atau memberikan refleks nyeri dimana klien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak
menurundapat meningkatkan TIK.
11)Palpasi pada pembesaran/pelebaran bladder, pertahankan drainase
urine secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya
konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respons otomatis yang potensial menaikkan
TIK.
12)Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab
akibat TIK meningkat.
R/ Meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien
dan mengurangi kecemasan.
13)Observasi tingkat kesadaran GCS
R/ Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna
menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi:
1) Pemberian O2 sesuai indikasi.
R/ Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi
serebral, volume darah, dan menaikkan TIK
2) Kolaborasi untuk tindakan operatif evakuasi darah dari dalam
intrakranial.
R/ Tindakan pembedahan untuk evakuasi darah dilakukan bila
kemungkinan terdapat tanda – tanda defisit neurologis yang
menandakan peningkatan intrakranial.
3) Berikan cairan intravena sesuai indikasi
R/ Pemberian cairan mungkin diiginkan untuk mengurangi edema
serebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah , tekanan
darah dan TIK.
4) Berikan obat osmosisdiuretik, contohnya : manitol, furoslide
R/ Diuretik mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air
dari sel otak dan mengurangi edema serebral dari TIK
5) Berikan steroid contohnya : Dexamethason,
methylprenidsolon.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema
jaringan.
6) Berikan analgesik narkotik, contoh : kodein
R/ Mungkin diindikasikan nyeri dan obat ini berefek negatif pada TIK
tetapi digunakan dengan tujuan untuk mencegah dan menurunkan
sensasi nyeri.
7) Berikan antipiretik, contohnya : asetaminofen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme
serebral/oksigen yang diinginkan.
8) Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti prothrombin,
LED
R/ Membantu memberikan informan tentang efektivitas pemberian
obat.

b. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pusat


pernapasan, kelemahan otot – otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak
meksimal karen trauma, dan perubahan perbandingan O2 dan
CO2,kegagalan ventilator.
Tujuan:

Dalam waktu 3 x 24 jam setelah intervensi, adanya peningkatan, pola napas


kembali efektif.

Kriteria hasil:
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan
pertukaran gas – gas pada paru, adaptif mengatasi faktor – faktor penyebab.

Intervensi:

1) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala


tempat tidur. Balik kesisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak
mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru
dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat
terjadi sebagai akibat stres fisiologis dan nyeri atau dapat
menunjukan terjadinya terjadinya syok sehubungan dengan
hipoksia.
3) Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau
kolaps paru – paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas
dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
terapeutik.
4) Pertahankan perilaku tenang,bantu klien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
5) Periksalah alarm pada ventilator sebelum difungsikan jangan
mematikan alarm.
R/ Ventilator yang memiliki alarm yang biasa dilihat dan didengar
misalnya alarm kadar oksigen, tinggi/ rendahnya tekanan
oksigen.
6) Taruhlah kantung resusitasi disamping tempat tidur dan manual ventilasi
untuk sewaktu – waktu dapat digunakan.
R/ Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat berguna untuk
mempertahankan fungsi pernapasan jika terjadi gangguan pada
alat ventilator secara mendadak.
7) Bantulah klien untuk mengontrol pernapasan jika ventilator tiba – tiba
berhenti
R/ Melatih klien untuk mengatur napas, seperti napas dalam, napas
pelan, napas perut, pengaturan posisi, dan teknik relaksasi dapat
membantu memaksimalkan fungsi dari sistem pernapasan.
8) Perhatikan letak dan fungsi ventilator secara rutin. Pengecekan
konsentrasi oksigen, memeriksa tekanan oksigen dalam tabung, monitor
manometer untuk menganalisis batas/kadar oksigen. Mengkaji tidal
volume (10 – 15 ml/kg). Periksa fungsi spirometer
R/ Memerhatikan letak dan fungsi ventilator sebagai kesiapan
perawat dalam memberikan tindakan pada penyakit primer
setelah menilai hasil diagnostik dan menyediakan sebagai
cadangan.
9) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan
fisioterapi.
a) Pemberian antibiotik.
b) Pemberian analgesik.
c) Fisioterapi dada.
d) Konsul foto thoraks.
R/ Kolaborasi dengan tim kesehatan lainuntuk mengevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.

c. Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan
napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret dan
ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan
napas.

Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube
bebas sumbatan, menunjukan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan
sekret disaluran pernapasan.

Intervensi:

1) Kaji keadaan jalan napas


R/ Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret,
sisa cairan mukus, perdarahan, bronkhospasme, dan/atau posisi
dari endotracheal/tracheostomy tube yag berubah.
2) Evaluasi pergerakan dan auskultasi suara napas pada kedua
paru (bilateral)
R/ Pergerakan dada yang simeteris dengan suara napas yang
keluar dari paru – paru menandakan jalan napas tidak terganggu.
Saluran napas bagian bawah tersumbat dapat terjadi pada
pneumonia/atelektasis akan menimbulkan perubahan suara
napas sepertironkhi atau wheezing.
3) Monitor letak posisi endotrakeal tube, beri tanda batas bibir. Letakkan
tube secara hati – hati dengan memakai perekat khusus. Mohon
bantuan perawat lain ketika memasang dan mengatur posisi tube.
R/ Endotracheal tube dapat saja masuk kedalam bronkhus kanan,
menyebabkan obstruksi jalan napas keparu – paru kanan dan
mengakibatkan klien mengalami pneumothoraks
4) Catat adanya batuk, bertambahnya sesak napas, suara alarm dari
ventilator karena tekanan yang tinggi, pengeluaran sekret melalui
endotracheal/tracheostomy tube, bertambahnya bunyi ronkhi.
R/ Selama intubasi klien mengalami refleks batuk yang tidak efektif,
atau klien akan mengalami kelemahan otot-otot pernapasan
(neuromuskular/neurosensorik), keterlambatan untuk batuk.
Semua klien tergantung dari alternatif yag dilakukan seperti
mengisap lendir dari jalan napas.
5) Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan, batasi durasi pengisapan
dengan 15 detik atau lebih. Gunakan kateter penghisap yag sesuai,
cairan fisiologis steril. Berikan oksigen 100 % sebelum dilakukan
penghisapan dengan ambubag (hiperventilasi).
R/ Pengisapan lendir tidak selamnya dilakukan terus -menerus,
dan durasinya pun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya
hipoksia
6) Anjurkan klien teknik batuk selama pengisapan seperti waktu bernapas
panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi.
R/ Batuk yang efektif dapat mengeluarkan
sekret dari saluran napas.
7) Atur/ubah posisi klien secara teratur (tiap 2 jam)
R/ Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru – paru,
mengurangi resiko atelektasis.
8) Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan.
R/ Membantu pengeceran sekret, mempermudah pengeluaran
sekret.
9) Jelaskan kepada klien tentang kegunaan batuk efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret disaluran pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
10) Ajarkan klien tentang metode yang tepat untuk pengontrolan batuk.
R/ batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
dapat menyebabkan frustasi
11)Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin
R/ memungkinkan expansi pun lebih luas
12)Lakukan pernapasan diafragma
R/ pernapasan diafragma menurunkan frekuensi napas dan
ventilasi alveolar.
13)Tahan napas selama 3 – 5 detik kemudian secara perlahan, lahan
keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
R/ meningkatkan volume udara dalam paru, mempermudah
pengeluaran sekresi sekret
14) Lakukan napas kedua, tahan, dan batukkan dari dada dengan
melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan batuk klien.
15)Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus yang mengarah pada atelektasis.
16)Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi yang adekuat, meningkatkan masukan cairan
1000-1500cc/hari bisa tidak ada kontraindikasi.
R/ untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mukosa pada
saluran napas bagian atas
17)Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ higene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
18)Kolaborasi dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi.
1) Pemberian ekpektoran
2) Pemberian antibiotik
3) Fisioterapi dada
4) Konsul foto thoraks
R/ ekspektoran untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi
kndisi klien pengembangan parunya.

19)Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi seperti postural drainase,


perkusi / penepukan.
R/ mengatur ventilasi segment paru – paru sekret.
20)Berikan obat – obat bronkhodilator sesuai indikasi seperti aminophilin,
meta-protereno sulfat (alupent), adoetharine hydrochloride (bronkosal).
R/ mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi muscle
/ bronchospasme.

d. Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme
otot sekunder.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam nyeri berkurang / hilang

Kriteria hasil : secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi,
dapat mengidentifikasi yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak
gelisah.

Intervensi:

1) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakoloni


dan non invasif.
R/ pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukan keefektifan dalam
mengurangi nyeri
2) Ajarkan relaksasi.Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot
rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan O2
oleh jaringan akan terpenuhi dan akan mengurangi nyerinya.
3) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang
menyenangkan.
4) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi
yang nyaman misalnya ketika tidur belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.
5) Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab nyeri dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi
nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana terapeutik.
6) Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien,30 menit setelah
pemberian obat analgesik untuk mengkaji efektifitasnya serta setiap 1 –
2 jam setelah tindakan perawatan selam 1 – 2 hari.
R/ pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang
objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan
melakukan : intervensi yang tepat.
7) Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgesik.
R/ analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang.

e. Cemas atau takut yang berhubungan dengan krisis situasional : ancaman


terhadap konsep diri, takut mati/ketergantungan pada alat bantu/
perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran, hubungan
interpersonal.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam secara subjektif melaporkan rasa cemas
berkurang.
Kriteria Hasil : klien mampu mengungkapkan perasaan yang kaku, cara-cara yang
sehat kepada perawat, klien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan
masalahnya dan perubahan koping yang digunakan sesaui situasi yang di hadapi,
klien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar, klien
dapat rileks dan tidur/istirahat dengan baik.
Intervensi : Mandiri.

1) Identifikasi persepsi klien untuk menggambarkan tindakan sesuai situasi


R/ menegaskan batasan masalah individu dan pengeruhnya
selama diberikan intervensi.
2) Monitor rspon fisik seperti : Kelemahan, perubahan tanda vital gerakan
yang berulang-ulang, catat kesesuaian respons verbal dan non verbal
selama komunikasi.
R/ digunakan dalam mengevaluasi derajat/ tingkat kesadaran/
konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk mengungkapkan dan
mengekspresikan rasa takutnya.
R/ Memberikan kesempata untuk berkonsentrasi, kejelasan dari
rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan.
4) Akuilah situasi yang membuat cemas dan takut. Hindari perasaan yang
tak berarti seperti mengatakan semuanya akan menjadi baik.
R/ Memvalidasi situasi yang nyata tanpa mengurangi pengaruh
emosional.
5) Identifakasi/ kaji ulang bersama klien / keluarga tindakan pengaman
yang ada seperti kekuatan dan suplai oksigen, kelengkapan suctioa
emergency. Diskusikan arti dari bunyi alarm.
R/ membesarkan/menentramkan hati klien untuk membantu
menghilangkan cemas yang tak berguna, mengurangi
konsentrasi yang tidak jelas, dan menyiapkan rencana sebagai
respons dalam keadaan darurat.
6) Cetak reaksi dari klien/keluarga. Berikan kesempatan untuk
mendiskusika perasaannya/konsentrasi dan harapan masa depan.
R/ Anggota keluarga dengan responnya pada apa yang terjadi dan
kecemasannya dapat di sampaikan kepada klien.
7) Identifikasi kemampuan koping klien/keluarga sebelumnya dan
mengontrol pengguanaannya.
R/ Memfokuskan perhatian pada sendiri dapat meningkatkan
pengertian dalam penggunaan koping.
8) Demonstrasikan/anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi seperti
mengatur pernapasan, menuntun dalam berkhayal, relaksasi progresif.
R/ pengaturan situasi yang aktif dapat mengurangi perasaan yang
tak berdaya.
9) Anjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampua individu
seperti menulis, menonton tv dan keterapilan
R/ sejumlah keterampilan baik secara sendiri maupun dibantu
selama pemasangan ventilator dapat membuat klien merasa
berkualitas dalam hidupnya.
Kolaborasi
Rujuk ke bagian lain guna penanganan selanjutnya.
R/ mungkin dibutuhkan untuk membantu jika klien/ keluarga tidak
dapat mengurangi cemas atau ketika klien membutuhkan alat
yang lebih canggih.
( Arif Muttaqin ; 2008 : 288-297 )

4. Pelaksanaan tindakan keperawatan


Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing oders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2001 : 63). Pelaksanaan pada
pasien dengan cedera kepala sebagai berikut :
Diagnosa keperawatan 1: Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan
dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya
perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan
epidural hematoma. Pelaksanaannya adalah : mengkaji faktor penyebab dari
situasi/ keadaan individu/ penyebab koma/ penurunan perfusi jaringan dan
kemungkinan penyebab peningkatan TIK. Memonitor tanda – tanda vital tiap 4 jam.
mengevaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman dan reaksi terhadap cahaya.
Memonitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan . Mempertahankan
kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari
penggunaan batal yang tinggi pada kepala. Memberikan periode istirahat antara
tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur. Mengurangi rangsangan ekstra
dan berikan rasa nyaman seperti masase punggung, lingkungan yang tenang,
sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
Mencegah/hindarkan terjadinya valsava manuver. Membantu klien jika batuk,
muntah. Mengkaji peningkatan istirahat dan tingkah laku. Melakukan palpasi pada
pembesaran/pelebaran bladder, pertahankan drainase urine secara paten jika
digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi. Memberikan penjelasan pada
klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab akibat TIK meningkat.
Mengobservasi tingkat kesadaran GCS. Kolaborasi: Pemberian O2 sesuai indikasi.
Kolaborasi untuk tindakan operatif evakuasi darah dari dalam intrakranial. Berikan
cairan intravena sesuai indikasi. Berikan obat osmosisdiuretik, contohnya :
manitol, furoslide. Berikan steroid contohnya : Dexamethason, methylprenidsolon.
Berikan analgesik narkotik, contoh : kodein. Berikan antipiretik, contohnya :
asetaminofen. Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti
prothrombin, LED
Diagnosa keperawatan 2 : Ketidakefektifan pola pernapasan yang
berhubungan dengan depresi pusat pernapasan, kelemahan otot – otot
pernapasan, ekspansi paru yang tidak meksimal karen trauma, dan perubahan
perbandingan O2 dan CO2,kegagalan ventilator. Pelaksanaannya adalah :
Memberikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat
tidur. Balik kesisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Mengobservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital. Menjelaskan pada klien tentang etiologi/faktor
pencetus adanya sesak atau kolaps paru – paru. Mempertahankan perilaku
tenang,bantu klien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih
lambat dan dalam. Periksalah alarm pada ventilator sebelum difungsikan jangan
mematikan alarm. Taruhlah kantung resusitasi disamping tempat tidur dan manual
ventilasi untuk sewaktu – waktu dapat digunakan. Bantulah klien untuk mengontrol
pernapasan jika ventilator tiba – tiba berhenti. Perhatikan letak dan fungsi
ventilator secara rutin. Pengecekan konsentrasi oksigen, memeriksa tekanan
oksigen dalam tabung, monitor manometer untuk menganalisis batas/kadar
oksigen. Mengkaji tidal volume (10 – 15 ml/kg). Periksa fungsi spirometer.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Diagnosa keperawatan 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang
berhubungan dengan adanya jalan napas buatan pada trakea, peningkatan
sekresi sekret dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder akibat nyeri dan
keletihan. Pelaksanaannya adalah : mengkaji keadaan jalan napas. Mengevaluasi
pergerakan dan auskultasi suara napas pada kedua paru (bilateral). Monitor letak
posisi endotrakeal tube, beri tanda batas bibir. Letakkan tube secara hati – hati
dengan memakai perekat khusus. Mohon bantuan perawat lain ketika memasang
dan mengatur posisi tube. Mencatat adanya batuk, bertambahnya sesak napas,
suara alarm dari ventilator karena tekanan yang tinggi, pengeluaran sekret melalui
endotracheal/ tracheostomy tube, bertambahnya bunyi ronkhi. Melakukan
pengisapan lendir jika diperlukan, batasi durasi pengisapan dengan 15 detik atau
lebih. Gunakan kateter penghisap yag sesuai, cairan fisiologis steril. Berikan
oksigen 100 % sebelum dilakukan penghisapan dengan ambubag (hiperventilasi).
Menganjurkan klien teknik batuk selama pengisapan seperti waktu bernapas
panjang, batuk kuat, bersin jika ada indikasi. Mengatur/ubah posisi klien secara
teratur (tiap 2 jam). Memberikan minum hangat jika keadaan memungkinkan.
Menjelaskan kepada klien tentang kegunaan batuk efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret disaluran pernapasan. Mengajarkan klien tentang metode
yang tepat untuk pengontrolan batuk. Napas dalam dan perlahan saat duduk
setegak mungkin, lakukan pernapasan diafragma, tahan napas selama 3 – 5 detik
kemudian secara perlahan, lahan keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut,
lakukan napas kedua, tahan, dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. Mengajarkan
klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
yang adekuat, meningkatkan masukan cairan 1000-1500cc/hari bisa tidak ada
kontraindikasi. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
Melakukan fisioterapi dada sesuai indikasi seperti postural drainase, perkusi /
penepukan. Memberikan obat – obat bronkhodilator sesuai indikasi seperti
aminophilin, meta-protereno sulfat (alupent), adoetharine hydrochloride
(bronkosal).
Diagnosa Keperawatan 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma
jaringan dan refleks spasme otot sekunder. Pelaksanaannya adalah : menjelaskan
dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakoloni dan non invasif.
Pelaksanaannya adalah : mengajarkan relaksasi.Teknik-teknik untuk menurunkan
ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga
tingkatkan relaksasi masase. Mengajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
Memberikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman misalnya ketika tidur belakangnya dipasang bantal kecil. Meningkatkan
pengetahuan tentang penyebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung. Mengobservasi tingkat nyeri dan respon motorik klien,30 menit
setelah pemberian obat analgesik untuk mengkaji efektifitasnya serta setiap 1 – 2
jam setelah tindakan perawatan selam 1 – 2 hari. Kolaborasi dengan dokter,
pemberian analgesik.
Diagnosa Keperawatan 5 : Cemas atau takut yang berhubungan dengan
krisis situasional : ancaman terhadap konsep diri, takut mati/ketergantungan pada
alat bantu/ perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran, hubungan
interpersonal. Pelaksanaannya adalah : mengidentifikasi persepsi klien untuk
menggambarkan tindakan sesuai situasi. Monitor respon fisik seperti :
Kelemahan, perubahan tanda vital gerakan yang berulang-ulang, catat kesesuaian
respons verbal dan non verbal selama komunikasi. Menganjurkan klien dan
keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya. Akuilah
situasi yang membuat cemas dan takut. Hindari perasaan yang tak berarti seperti
mengatakan semuanya akan menjadi baik. Mengidentifakasi/ kaji ulang bersama
klien / keluarga tindakan pengaman yang ada seperti kekuatan dan suplai oksigen,
kelengkapan suctioa emergency. Diskusikan arti dari bunyi alarm. Mencetak reaksi
dari klien/keluarga. Berikan kesempatan untuk mendiskusika
perasaannya/konsentrasi dan harapan masa depan. Identifikasi kemampuan
koping klien/keluarga sebelumnya dan mengontrol pengguanaannya.
Mendemonstrasikan / anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi seperti
mengatur pernapasan, menuntun dalam berkhayal, relaksasi progresif.
Menganjurkan aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampua individu seperti
menulis, menonton tv dan keterapilan. Kolaborasi ; Rujuk ke bagian lain guna
penanganan selanjutnya.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. (Nursalam, 2001 : 71).
Hasil evaluasi yang bisa didapatkan pada pasien dengan cedera kepala
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ada adalah sebagi berikut :
a. Pasien tidak mengalami peningkatan TIK yang ditandai dengan Klien tidak gelisah,
klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual muntah. GCS : 4, 5, 6,tidak terdapat
papiledema, TTV dalam batas normal.
b. Pola napas pasien kembali efektif yang ditandai dengan memperlihatkan frekuensi
pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran gas – gas pada paru,
adaptif mengatasi faktor – faktor penyebab.
c. Jalan napas pasien kembali efektif yang ditandai dengan bunyi napas terdengar
bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas sumbatan, menunjukan batuk yang
efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret disaluran pernapasan.
d. Pasien secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi, dapat
mengidentifikasi yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.
e. Klien mampu mengungkapkan perasaan yang kaku, cara-cara yang sehat kepada
perawat, klien dapat mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalahnya dan
perubahan koping yang digunakan sesaui situasi yang di hadapi, klien dapat mencatat
penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar, klien dapat rileks dan
tidur/istirahat dengan baik.
Share this:

 Twitter
 Facebook

Posted in Uncategorized
← Older Entry

Tinggalkan Balasan

 KALENDER
S S R K J S M

1 2

3 4 5 6 7 8 9

10 11 12 13 14 15 16

17 18 19 20 21 22 23

24 25 26 27 28 29 30

31

Oktober 2011
 PENCARIAN
Cari

 Tulisan Terakhir
o ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN G DENGAN CEDERA KEPALA DI RUANG
PERAWATAN BEDAH
o kolera

 Arsip
o Oktober 2011

 FACEBOOK
Ona Fernandez

AddyTie Onnapunk

 Kategori
o Uncategorized
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai