Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang
diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.
Data-data di atas menunjukkan bahwa jumlah penyandang diabetesdi
Indonesia sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat
ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis atau bahkan olehsemua tenaga
kesehatan yang ada.Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap
kualitassumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup
besar,maka semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, sudahseharusnya
ikut serta dalam usaha penanggulangan DM, khususnya dalamupaya pencegahan.
2
BAB II
ISI PERBAHASAN
Definisi
Insulin yaitu hormon penurun glukosa darah, meningkat dalam waktu beberapa
menit setelah makan dan kembali turun ke nilai dasar dalam waktu 3 jam. Insulin
berperan penting dalam mengatur metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Price
& Lorraine, 2007). Diabetes melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, disertai lesi
pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer,2001)
Etiologi
3
efektif, terdapat kelainan di pasca reseptor menyebabkan proses glikolisis intraseluler
terganggu dan adanya kelainan campuran (Tjokroprawiro,2007).
Patofisiologi
4
Kelainan yang tergambar pada diabetes melitus tipe 2 berupa resistensi insulin dan
penurunan fungsi sekretorik sel-sel beta. Ketidakpekaan insulin dalam merespon
peningkatan gula darah menyebabkan peningkatan produksi glukosa oleh hati serta
penurunan ambilan glukosa oleh jaringan. Peningkatan kadar glukosa plasma dalam
keadaan puasa merupakan cerminan dari pengurangan ambilan glukosa oleh jaringan
atau peningkatan glukoneogenesis. Jika kadar glukosa darah meningkat sedemikian
tinggi, ginjal tidak mampu lagi menyerap balik glukosa yang tersaring sehingga
glukosa akan keluar ke dalam urin (glukosuria). Ketidakpekaan insulin di sel-sel hati
dan jaringan perifer, terutama otot rangka, mengakibatkan produksi glukosa oleh hati
menjadi tidak terbendung, sementara ambilan dan penggunaan glukosa berkurang.
Mekanisme tersebut terjadi terkait dengan defek pengikatan reseptor insulin atau
penurunan kemampuan insulin post reseptor. Ketidakpekaan insulin semakin
diperberat oleh peningkatan kadar asam lemak bebas dalam darah dan berdampak lebih
buruk pada kinerja sel-sel beta dalam menyekresikan insulin/ lipotoksisitas
(Arisman,2010).
Diagnosis
5
1. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi (pada pria) serta pruritus vulva (pada wanita).
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
(GDS)>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa (GDP ) ≥126 mg/dL dengan adanya
keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO
(GD2PP) ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO yang dilakukan dengan
standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram
glukosa.
Table 2. Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosis (mg/dl).
(pre diabetes)
6
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung
pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 –199 mg/dL
(7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6– 6,9 mmol/L) dan
pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140mg/dl.
Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa,
merupakan tahapan sementara menuju DM (pre diabetes). Kedua keadaan tersebut juga
merupakan faktor resiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian
hari.
7
Bagan 1. Langkah diagnostic DM dan gangguan toleransi glukosa
Penatalaksanaan
8
- Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas danmortalitas DM.
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasiendalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapaikeberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yangkomprehensif dan upaya peningkatan
motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tandadan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikankepada pasien. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan
khusus.
9
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada
penyandang diabetes hamper sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama
pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali)
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
4. Intervensi farmakologis
11
yang dapat dinaikkan sampai 15 mg/hari yang diberikan sebagai dosis tunggal
(Katzung, 2011).
- Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari
dua macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial (PERKENI, 2011). Repaglinid, obat ini diberikan dengan dosis 0,25-4 mg
sesaat sebelum makan dengan dosis maksimum 16 mg/hari (Katzung, 2011).
12
>1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Selain itu
harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal
penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut
(PERKEN, 2011). Dosis metformin yang diberikan setelah makan sekali sehari
berkisar dari 500 mg sampai maksimum sebesar 2,25 g/hari (Katzung, 2011).
5) DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormonpeptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptidaini disekresi oleh sel mukosa usus bila
ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan
perangsang kuat pelepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi
glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim
dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak
aktif.Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan
untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan
DM tipe 2.Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat
yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4) atau memberikan
hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis) (PERKENI, 2011).
Eksentid merupakan inkretin pertama yang tersedia untuk mengobati diabetes.
Eksentid sebagai suatu analog sintetik polipeptida 1 yang menyerupai glikagon
(GLP-1). Obat ini disuntikkan secara subkutan dalam waktu 60 menit sebelum
13
makan, terapi dimulai pada dosis 5 mcg dua kali sehari, dengan dosis maksimum
10 mcg dua kali sehari. Sitagliptin adalah suatu inhibitor dipeptidil peptidase-4
(DPP-4), obat ini diberikan dengan dosis sebesar 100 mg yang diberikan per oral
sekali sehari (Katzung, 2011).
b. Suntikan insulin
Pada beberapa kondisi saat kebutuhan insulin sangat meningkat akibat
adanya, Penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat yang disertai
ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik,
hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal,
stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan
DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan,
gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, kontraindikasi dan atau alergi terhadap
OHO (PERKENI, 2011).
Jenis dan lama kerja insulin Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi
empat jenis, yakni:
o Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
o Insulin kerja pendek (short acting insulin)
o Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
o Insulin kerja panjang (long acting insulin)
o Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed
insulin).
14
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah
basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun
insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal
adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).
Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan
dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C
belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial
(meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa
darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek
(short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan
subkutan dalam bentuk 1 kaliinsulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus),
atau 1 kalibasal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kaliprandial
(basal bolus).
15
Bagan 2. Memulai pemberian terapi insulin
16
Tabel 3. Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja
17
Penilaian hasil terapi
- Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi.
Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa,glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa darah padawaktu yang lain secara
berkala sesuai dengan kebutuhan.
2. Pemeriksaan A1C
18
Bagan 3. Algoritme pengelolaan DM tanpa dekompensasi
Komplikasi
19
b. Hiperosmolar non ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200
mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat
(330- 380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL.
Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu
dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering
disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.Hipoglikemia akibat
sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat
diekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang
cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien
dengan gagal ginjal kronik atau yang mendapatkan terapi dengan OHO kerja
panjang). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,
mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna
pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lambat dan
memerlukan pengawasan yang lebih lama.
20
glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat
dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.
Kaki diabetes
21
Kaki diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes mellitus yang
tidak terkendali dengan baik yang disebabkan olah gangguan pembuluh darah, gangguan
persyarafan dan infeksi. Kaki diabetes merupakan gambaran secara umum dari kelainan
tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes mellitus yang diawali dengan
adanya lesi hingga terbentuknya ulkus yang sering disebut dengan ulkus kaki diabetika
yang pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam gangrene, yang pada penderita
diabetes mellitus disebut dengan gangrene diabetik (Misnadiarly, 2006).
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus
berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan
setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih
lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang
menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Tambunan, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
BAB III
LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat
25
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. RA
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat /tanggal lahir : Jakarta Utara, 27 Juli 1971
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl Tanjung Duren Raya, No. 4 RT 010 / RW 010
Masuk Rumah Sakit : Tanggal 2 Juli 2018, 17.42 WIB
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis pasien
Tanggal :4 Juli 2018, Jam 15.00 WIB.
Keluhan Utama :
Lemas sejak 3 hari SMRS
26
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang sadar diantar oleh keluarga dengan keluhan lemas sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Lemas dirasakan tiba-tiba di seluruh tubuh dan terasa terus
menerus. Keluhan lemas juga disertai dengan rasa pusing di kepala.
Pasien juga mengeluh sering kencing pada malam hari, kencing sampai lebih dari
10 kali dalam satu malam. Pasien juga terus menerus merasa haus, namun nafsu makannya
berkurang sejak kurang lebih sejak 2 tahun terakhir. Pasien merasa adanya penurunan berat
badan kurang lebih sejak 2 tahun terakhir belakangan, dari awalnya 102 kg menjadi 95 kg.
BAB pasien tidak ada keluhan.
Pasien menderita kencing manis sejak kurang lebih 15 tahun, dari awal menderita
diabetes pasien tidak pernah kontrol atau melakukan pemeriksaan gula darah rutin. Pasien
mempunyai keluhan rasa kesemutan di kedua kaki sejak 6 tahun. Riwayat hipertensi dan
penyakit jantung disangkal. Pasien mengatakan kakak kandungnya menderita diabetes
kurang lebih sejak 20 tahun yang lalu.
I. ANAMNESIS SISTEM
Catat keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan
28
Harap diisi: bila ya (+), bila tidak (-)
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (+) Keringat malam
(-) Kuku (-) Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Anemis (-) Sekret
(-) Gangguan penglihatan (-) Ikterus (-) Radang
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran
(-) Sekret (-) Kehilangan pendengaran (-) Tinitus
Hidung
(-) Trauma (-) Nyeri (-) Sekret
(-) Epistaksis (-) Penyumbatan (-) gangguan penciuman
Mulut
(-) Bibir (-) Gusi (-) Selaput
(-) Lidah (-) pengecapan (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorok (-) Perubahan suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri leher
Ekstremitas
(-) Nyeri pinggang sampai ke paha (+) Bengkak
(-) Sianosis (-) Deformitas
Berat Badan : 95 kg
Tinggi Badan : 165 cm
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku, alam perasaan dan proses pikir : wajar
Kulit
Warna : Kuning langsat Effloresensi : -
Jaringan Parut :- Pigmentasi : Ada
Pertumbuhan rambut : Merata Lembab/Kering : Lembab
Suhu Raba : Hangat Pembuluh darah :Tidak tampak
pelebaran
Keringat : Umum
Turgor : Normal
Ikterus :-
Lapisan Lemak : Merata
Oedem :-
Kepala
Bentuk : Normocephali
Ekspresi wajah : Wajar
Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam merata, tidak mudah dicabut, berminyak.
31
Mata
Exophthalamus : Tidak ada
Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Tidak ada edema
Lensa : Jernih
Pupil : Bulat 3 mm kiri & kanan, isokor
Konjungtiva : Anemis +/+
Visus : Dalam batas normal
Sklera : Tidak ikterik
Telinga
Tuli : Tidak ada
Selaput pendengaran : Utuh
Lubang : Lapang
Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak ada
Pendarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada
Mulut
Bibir : Normal, kering, pucat Tonsil : T1 –T1
tenang
Langit-langit : Normal Bau pernapasan : Normal
Gigi geligi : Tidak Lengkap Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak ada hiperemis Selaput lendir : Normal
Lidah : Tidak tampak kotor
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5 - 2 cm H2O
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
32
Dada
Bentuk : Tidak simetris kanan kiri, cembung sebelah kiri sela iga tidak
melebar
Pembuluh darah : Spider nevi (-), pembuluh darah kolateral (-), caput medusae (-).
Buah dada : Warnanya normal, simetris
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Teraba ictus cordis pada ICS V, 2 cm medial dari garis midclavicula kiri
Perkusi : Batas kanan : sulit dinilai
Batas kiri : sulit dinilai
Batas atas : sulit dinilai
Batas pinggang jantung : sulit dinilai
Batas Bawah jantung : sulit dinilai
33
Auskultasi : BJ I- II reguler, Murmur (-), gallop (-)
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba pulsasi
Arteri Karotis : Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi
Arteri Radialis : Teraba pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi
Abdomen
Inspeksi : Datar, pembuluh darah kolateral (-), caput medusa (-), spider
nevi (-)
Palpasi
Dinding perut : nyeri tekan (+), undulasi (+)
Hati : normal, tidak teraba membesar
Limpa : normal, tidak teraba membesar
Ginjal : Balotemen (-/-), CVA (-/-)
Anggota Gerak
- Kekuatan motorik 5555 / 5555
5555 / 5555
- Kedua kaki teraba hangat
Refleks
34
Refleks tendon Kanan Kiri
Bisep ++ ++
Trisep ++ ++
Patela ++ ++
Achiles ++ ++
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks patologis - -
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Jenis 08/05/2018
12:14 WIB
Darah Rutin
Hemoglobin 12,8
Hematokrit 41,2
Eritrosit 5,28
Leukosit 7,933
Trombosit 245,700
Gula darah
Glukosa darah sewaktu 265
Kimia klinik
Natrium 141
Kalium 3,8
Clorida 101
Fungsi ginjal
Ureum / kreatinin 20 / 0,83
Fungsi liver
SGOT 22
SGPT 19
35
RINGKASAN
Pasien datang sadar diantar oleh keluarga dengan keluhan lemas sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Lemas dirasakan tiba-tiba di seluruh tubuh dan terasa terus menerus.
Keluhan lemas juga disertai dengan rasa pusing di kepala. Pasien juga mengeluh polyuria,
polydipsia dan nafsu makannya berkurang sejak kurang lebih sejak 2 tahun terakhir. Pasien
merasa adanya penurunan berat badan kurang lebih sejak 2 tahun terakhir belakangan, dari
awalnya 102 kg menjadi 95 kg. BAB pasien tidak ada keluhan. Pasien menderita kencing
manis sejak kurang lebih 15 tahun, dari awal menderita diabetes pasien tidak pernah kontrol
atau melakukan pemeriksaan gula darah rutin. Pasien mempunyai keluhan rasa kesemutan
di kedua kaki sejak 6 tahun.
DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis Kerja
Diabetes Tipe 2
2. Dasar Diagnosis
Anamnesis dan gejala klinis
DIAGNOSIS BANDING
1. Diagnosis Banding
Diabetes Tipe 1
Diabetes insipidus
2. Dasar Diagnosis
Anamnesis dan gejala klinis
36
- Gula darah puasa
- Gula darah 2 jam PP
- HbA1C
RENCANA PENGELOLAAN
- IVFD NaCl 0,9 % 500 cc/12 jam
- Omeprazole 2 x 40 mg iv
- Domperidone 3 x 10 mg
- Sucralfat syr 4 x C1
- GDS / 8 jam
- Humalog inj SC 3 x 10 unit
PENCEGAHAN
Perubahan pola hidup
Sering memonitor gula darah
Menjaga kondisi lingkungan agar tidak terjadi luka
RENCANA PENGELOLAAN
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
37