Mri Pada Toksoplasmosis Serebri
Mri Pada Toksoplasmosis Serebri
PENDAHULUAN
1
dapat progresif dan berakibat fatal. Dengan alasan ini, diagnosis dini merupakan
hal penting dalam manajemen pasien secara adekuat.6-8
Toksoplasmosis serebri biasanya menunjukkan adanya lesi multipel otak
yang berlokasi di ganglia basalis dan corticomedullary junction. Hal ini dapat
dijumpai dengan pemeriksaan computed tomography (CT) dan magnetic
resonance imaging (MRI). Namun, untuk mendeteksi toksoplasmosis serebri,
MRI merupakan alat yang lebih baik dibandingkan CT. Studi radiologi
toksoplasmosis serebri pasien immunocompromised menunjukkan temuan
pencitraan yang tipikal dan atipikal.5,8
Pengetahuan mengenai segala kemungkinan temuan pada pencitraan MRI
pada pasien immunocompromised sangat penting untuk diketahui untuk
menghindari misdiagnosis. Oleh karena hal itu penulis akan membahasnya pada
tulisan ini.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat
dalam tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit), dan
ookista (berisi sporozoit).1-2
Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan
ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan
mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa
organel lain seperti mitokondria dan badan golgi. Bentuk ini terdapat di dalam
tubuh hospes perantara seperti burung dan mamalia termasuk manusia dan kucing
sebagai hospes definitif. Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti.1,3
Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah
membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya
berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000
bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama otak,
otot jantung, dan otot bergaris. Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di
dalam otot bentuk kista mengikuti bentul sel otot. Kista ini merupakan bentuk
istirahat dari T.gondii. Pada infeksi kronis kista dapat ditemukan dalam jaringan
organ tubuh dan terutama di otak.1-2
3
Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista
mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua sporoblas.
Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk dinding dan
menjadi sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang
berukuran 8 x 2 mikron dan sebuah benda residu.3
2.1.3 Epidemiologi
Toksoplasmosis serebri merupakan penyebab tersering lesi otak fokal dan
infeksi oportunistik pada pasien AIDS. Studi menunjukkan seperempat pasien
AIDS dengan seropositif T.gondii berkembang menjadi toksoplasmosis serebri.
Lebih dari 50 % penderita yang terinfeksi HIV akan berkembang menjadi
kelainan neurologis. Kelainan neurologis yang sering terjadi pada penderita yang
terinfeksi HIV adalah toksoplasmosis serebri, limfoma SSP, meningitis
criptococcal, sitomegalovirus CMV ensefalitis dan progressive multifocal
leukoencephalopathy.4,7
Melihat cara penularan toksoplasmosis maka kemungkinan paling besar
untuk terkena infeksi melalui makanan daging yang mengandung ookista dan
yang dimasak kurang matang. Kemungkinan ke dua adalah melalui hewan
peliharaan. Hal ini terbukti bahwa di negara Eropa yang banyak memelihara
hewan peliharaan yang suka makan daging mentah mempunyai frekuensi
toksoplasmosis lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain.1,5,7
2.1.4 Patofisiologi
Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang
terdiri dari tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan
jaringan serta memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Perbanyakan
diri ini paling nyata terjadi pada jaringan retikuloendotelial dan otak, di mana
parasit mempunyai afinitas paling besar. Pembentukan antibodi merupakan tahap
kedua setelah terjadinya infeksi. Tahap ketiga rnerupakan fase kronik, terbentuk
kista-kista yang menyebar di jaringan otot dan syaraf, yang sifatnya menetap
tanpa menimbulkan peradangan lokal.2,5,7
4
2.1.4.1 Toxoplasmosis Kongenital8
Sekitar 10-20 % dari wanita hamil yang terinfeksi dengan T. gondii
memunculkan gejala. Tanda-tanda infeksi yang paling umum adalah
limfadenopati dan demam. Jika ibu terinfeksi sebelum kehamilan, hampir tidak
ada risiko infeksi janin, selama dia masih imunokompeten.1-2
Ketika seorang ibu selama kehamilan terinfeksi dengan T gondii, parasit
dapat disebarkan secara hematogen ke plasenta.Ketika ini terjadi, infeksi dapat
ditularkan melalui plasenta janin atau selama persalinan melalui vagina.
Jika ibu memperoleh infeksi pada trimester pertama dan ia tidak diobati,
risiko infeksi pada janin adalah sekitar 14-17%, dan toksoplasmosis pada bayi
biasanya parah. Jika ibu terinfeksi pada trimester ketiga dan ia tidak diobati, risiko
infeksi pada janin adalah sekitar 59-65%, dan keterlibatannya ringan atau tidak
jelas pada bayi. Hal ini terjadi karena tingkat yang berbeda dari transmisi yang
paling mungkin berhubungan dengan aliran darah plasenta, virulensi jumlah
T.gondii yang diperoleh dan kemampuan kekebalan ibu untuk membatasi
parasitemia.1-2
Manifestasi paling signifikan dari toksoplasmosis pada janin adalah
ensefalomyelitis. Sekitar 10% dari infeksi prenatal mengakibatkan aborsi atau
kematian neonatal. Pada sekitar 67-80% bayi yang sebelum lahir terinfeksi, akan
terjadi infeksi subklinis dan hanya dapat didiagnosis dengan menggunakan
pemeriksaan serologis dan metode laboratorium lainnya seperti sampel darah
janin atau cairan amnion. Meskipun bayi ini tampak sehat saat lahir, mereka dapat
memperlihatkan gejala klinis dan kecacatan di kemudian hari.1-2
5
kepermukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel dengan
meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi.1-2
Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti
toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4+, kegagalan
produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma serta kegagalan aktivitas Limfosit T
sitokin. IFN-gamma akan merangsang sel makrofag dan non-fagositik lainnya
untuk respon antitoksoplasmik. Tumor necrotizing factor-α (TNF-α) juga
memainkan peran penting dalam mengendalikan T. gondii dengan meningkatkan
respon dari sel - T terhadap infeksi ini. Takizoit merespons dengan berubah
menjadi bradyzoites, yang secara morfologis mirip dengan takizoit tapi
bereplikasi lebih lambat. Bradyzoites membentuk kista yang berdiam di dalam
otak , jantung, dan otot rangka dari tuan rumah untuk sisa hidup mereka. Hasilnya
adalah infeksi fase kronis ditandai dengan kista jaringan. Jika host mengalami
immunocompromised, kista ini dapat mengubah kembali ke bentuk takizoit dan
menginfeksi jaringan lain di host tersebut. Takizoit ini akan menghancurkan sel
dan menyebabkan fokus nekrosis.1,3
Toksoplasmosis serebri biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi
virus HIV dengan CD4 T sel < 100/mL. Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah
CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor untuk validasi kemungkinanan adanya
infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200 sel/mL kemungkinan untuk
terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.1,3
6
Toksoplasmosis serebri ditandai dengan onset yang subakut. Manifestasi
klinis yang paling sering adalah nyeri kepala. Tanda ini sering disertai perubahan
status mental dan demam. Pasien juga dapat mengalami kejang, abnormalitas
saraf kranial, defek lapangan pandang, dan gangguan sensori. Gangguan
neurologik fokal juga umum ditemukan, seperti kelemahan motorik dan gangguan
bicara.1,5,7
Gejala-gejala klinik pada toksoplasmosis pada umumnya sesuai dengan
kelainan patologi yang terjadi yang dapat digolongkan menjadi dua kelompok
yaitu gejala-gejala klinik pada toksoplasmosis kongenital dan toksoplasmosis
didapat.
Kelainan yang terjadi pada janin pada umumnya sangat berat dan bahkan
bisa fatal oleh karena parasit tersebar di berbagai organ-organ terutama pada
sistem susunan sarafnya. Kelainan sangat jelas terlihat dan yang patognomonik
serta indikatif adalah kalsifikasi serebral, korioretinitis, hidrosefalus atau
mikrosefalus dan psikomotor. Kalsifikasi serebral dan korioretinitis merupakan
gejala yang paling penting untuk menentukan diagnosis toksoplasmosis
kongenital.2,5,7
2.1.6 Diagnosis
Toksoplasmosis serebri dapat didiagnosis dengan menemukan manifestasi
klinis. Selain itu penegakkan diagnosis dapat dibantu dengan berbagai macam
pemeriksaan, yaitu pemeriksaan serologi, pemeriksaan cairan serebrospinal,
pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), pencitraan dengan CT-scan dan
MRI, dan biopsi otak.2,5
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan seperti uji Sabin-Feldman dye,
uji ELISA, dan tes aviditas IgG. The Sabin - Feldman dye test adalah tes
netralisasi sensitif dan spesifik untuk toksoplasmosis. Pemeriksaan ini digunakan
untuk mengukur antibodi IgG dan merupakan tes standar referensi untuk
toksoplasmosis. Namun, pemeriksaan ini membutuhkan organisme T. gondii
hidup, karena tidak tersedia di sebagian besar laboratorium.2,5
7
Hasil dari IgM ELISA lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan
hasil dari tes IgM lainnya. Enzyme-linked immunofiltration assay (ELIFA)
didasarkan pada penggunaan selulosa asetat berpori membran dalam prosedur co-
immunoelectrodiffusion. Metode ELIFA memiliki hasil diagnostik yang lebih baik
daripada pemeriksaan spesifik IgM dan atau IgA yang dideteksi dengan alat tes
immunocapture.1,2
Pada tes aviditas IgG didapatkan Titer antibodi spesifik IgG akan
mencapai puncak setelah 1-2 bulan setelah infeksi dan akan terus positif sampai
waktu yang tidak bisa ditentukan yang menandakan orang tersebut sudah pernah
terinfeksi toksoplasma dan mungkin sedang terjadi reaktivasi. Sedangkan antibodi
spesifik IgM akan mencapai puncak setelah 2 minggu onset infeksi dan akan
menurun setelah 1 bulan dan biasanya tidak terdeteksi setelah 6-9 bulan
berikutnya, jika positif menandakan infeksi tersebut primer. Hasil tes aviditas IgG
dapat membantu untuk membedakan pasien dengan infeksi akut dan orang-orang
dengan infeksi kronis yang lebih baik daripada tes alternatif lainnya, seperti tes
yang mengukur antibodi IgM . Seperti halnya untuk tes antibodi IgM merupakan
tes aviditas yang paling berguna bila dilakukan di awal kehamilan.1-2
Cerebrospinal fluid (CSF) analisis jarang digunakan dalam diagnosis
toksoplasmosis serebral dan tidak dilakukan secara rutin, mengingat resiko
meningkatnya tekanan intrakranial. Pemeriksaan ini dapat dilakukan jika
diagnosis toksoplasmosis tidak jelas pada pasien dengan perubahan status mental
atau fitur dari meningitis. Menunjukkan adanya variabel glukosa yang meningkat.
Jumlah sel darah putih yang sedikit meningkat dengan mononuklear predominan
dan elevasi protein.1-2
Pemeriksaan PCR digunakan untuk mendeteksi DNA Toxoplasmosis
gondii. PCR untuk T.gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar dan
cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang terinfeksi
HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi
aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut.1-2
Pemeriksaan CT scan menunjukkan adanya fokal edema dengan bercak-
bercak hiperdens multipel dan biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau
8
penyengatan homogen dan disertai edema vasogenik pada jaringan sekitarnya.
Toksoplasma cerebri jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi, seperti
ringlike pattern pada 70-80% kasus. Lesi ini berpredileksi di ganglia basalis dan
hemispheric corticomedullary junction. Pemeriksaan MRI lebih sensitif dibanding
CT Scan.1-2,8
Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak. Ditemukannya
takizoit atau kista yang mengelilingi area inflamasi.
2.1.7 Penatalaksanaan
Terdapat sejumlah terapi medis yang dapat diberikan pada toksoplasmosis
Pirimetamin dan sulfadiazin merupakan drug of choice pada terapi
toksoplasmosis. Klindamisin bisa sebagai substitusi sulfadiazin pada pasien yang
alergi sulfa. Seluruh regimen pirimetamin harus termasuk folinic acid (leucovorin)
untuk mencegah toksisitas hematologi yang dapat terjadi. Durasi terapi secaraa
tipikal dijalani selama 6 minggu.1-2,7
Deksametason (kortikosteroid) diberikan pada pasien yang memiliki
gambaran radiologi berupa midline shifting atau tanda lain adanya peningkatan
tekanan intrakranial. Namun, jika deksametason diberikan, penilaian radiologi
untuk respon antibiotik akan sulit dinilai. Antikonvulsan dapat diberikan pada
pasien dengan riwayat kejang, namun tidak boleh diberikan pada seluruh pasien
sebagai profilaksis.2,7
Perbaikan klinis biasanya mendahului perbaikan radiologis. Oleh karena
itu, penilaian ulang pada radiologi harus dilakukan kira-kira dalam 2-3 minggu
setelah terapi walaupun tidak ada perbaikan atau penurunan temuan klinis. Jika
tidak ada perbaikan dalam 10-14 hari setelah terapi dimulai, diagnosis lain perlu
dipertimbangkan atau diindikasikaan dilakukan biopsi otak.5,6
Prevalensi toksoplasmosis serebri pada pasien dengan AIDS menurunkan
pada beberapa tahun terakhir karena adanya penggunaan anti T.gondii sebagai
profilaksis dan HAART (highly active antiretroviral therapy). Namun dilain sisi,
limfoma SSP sering ditemukan pada pasien dengan lesi otak fokal. Oleh karena
itu, penggunan terapi empiris untuk anti T.gondii untuk seluruh pasien dengan lesi
9
otak fokal tanpa adanya bantuan alat diagnostik untuk diagnosis dapat menunda
terapi yang tepat dan memaparkan pasien kepada terapi yang tidak dibutuhkan dan
regimen toksik. Selain itu, regimen anti T.gondii tidak mengeradikasi kista
jaringan. Karena alasan inilah pasien yang tidak diterapi dengan HAART, 50%-
80% pasien AIDS akan mengalami relaps toksoplasmosis serebri dalam 12
bulan.5-6
10
tinggi adanya toksoplasmosis serebri, walaupun ditemukan pada kurang
dari 30% kasus.
Gambar 1. Toksoplasmosis serebri pada pria berusia 44 tahun dengan infeksi HIV. Gambaran
MRI: A: T1-weighted image potongan aksial menunjukkan area hipointensitas pada ganglia basalis
kiri berhubungan dengan efek massa yang mempengaruhi struktur sekitarnya. B: FLAIR image
potongan aksial menunjukkan lesi hiperintensitas pada ganglia basalis kiri. Beberapa daerah ada
yang iso-hipointensitas, terutama di bagian tengah lesi. C dan D: T1-weighted images dengan
peningkatan oleh kontras gadolinium potongan koronal dan aksial menunjukkan lesi dengan
peningkatan citra berbentuk cincin pada ganglia basalis kiri. Sumber: N. G. Macías; CDI, Clinic,
Barcelona, SPAIN.
Pola pencitraan yang dihasilkan pada gambaran MRI terjadi karena adanya
tiga bentuk morfologi yang terjadi pada penyakit toksoplasmosis serebri, yaitu
adanya tiga zona terdefinisi baik tanpa pembentukan kapsul. Zona pertama adalah
pusat nekrotik avaskular yang dikelilingi oleh zona kedua, yaitu zona perantara
dengan reaksi inflamasi yang luar biasa. Selanjutnya zona terakhir adalah area
perifer dimana nekrosis jarang terjadi dan lesi vaskular minimal.
11
Gambar 2. Toksoplasmosis serebri pada perempuan berusia 41 tahun dengan infeksi HIV.
Gambaran MRI: A: T1-weighted image potongan aksial menunjukkan area hipointensitas pada
lobus temporal kiri. B: FLAIR image potongan aksial menunjukkan sebaian besar area
hiperintensitas dengan beberapa daerah iso-hipointensitas, berlokasi di lobus temporal kiri (lokasi
yang sama dengan zona hipointensitas pada gambar A). C: T1-weighted images dengan
peningkatan oleh kontras gadolinium potongan aksial menunjukkan lesi dengan peningkatan citra
berbentuk cincin pada lobus temporal kiri. Sumber: N. G. Macías; CDI, Clinic, Barcelona,
SPAIN.
Gambar 3. Toksoplasmosis serebri pada perempuan berusia 41 tahun dengan infeksi HIV.
Gambaran MRI: A: T1-weighted image potongan aksial menunjukkan area hipointensitas pada
ganglia basalis kanan berhubungan dengan efek massa. B: FLAIR image potongan aksial
menunjukkan lesi hiperintensitas pada ganglia basalis kanan. C: T1-weighted images dengan
peningkatan oleh kontras gadolinium potongan aksial menunjukkan lesi dengan peningkatan citra
berbentuk cincin pada ganglia basalis kanan. Sumber: N. G. Macías; CDI, Clinic, Barcelona,
SPAIN.
12
Gambar 4. Toksoplasmosis serebri pada pria berusia 37 tahun. Gambaran MRI. T1-weighted
images dengan peningkatan oleh kontras gadolinium potongan aksial menunjukkan lesi yang
berlokasi di lobus parietal kanan, memperlihatkan adanya peningkatan citra “eccentric target
sign”. Sumber: N. G. Macías; CDI, Clinic, Barcelona, SPAIN.
13
Gambar 5. 1.a: Tampak lesi berbentuk cincin pada lobus frontal dan parietal kanan yang
menunjukkan eccentric target sign pada T1 weighted image post kontras. Toksoplasmosis serebri
pada pria berusia 37 tahun. 1.b: T2W fast spin echo image menunjukkan adanya lesi hipointensitas
berbentuk cincin pada area frontal dan parietal dengan area sentral tetap hipointensitas dan edema
di sekitar lesi. 1.c-d: Tanda lesi yang didapatkan pada pencitraan MRI terlihat sebagai akibat dari
abses pada pertautan zona abu-abu dan putih otak mengelilingi kedalaman sulci pada gyrus
frontalis superior kanan, dan lobulus parietal superior dengan edema perilesional. Sumber: Kumar
S, et al. J Magn Reson Imaging. 2010. Bangalore, India.
14
Gambar 6. Toksoplasmik ensefalitis pada pria berusia 46 tahun dengan infeksi HIV. Gambaran
MRI. A dan B: FLAIR potongan aksial dan T2-weighted images menunjukkan adanya
hiperintensitas yang mengenai kedua ganglia basalis dan corteks serebri. C dan D: potongan aksial
dan koronal T1-weighted dengan peningkatan kontras didapatkan peningkatan citra pada ganglia
basalis dan leptomeningeal difus. Sumber: N. G. Macías; CDI, Clinic, Barcelona, SPAIN.
15
Gambar 7. A: Toksoplasmosis serebri pada pria berusia 33 tahun dengan infeksi HIV. Potongan
aksial T1-weighted dengan peningkatan kontras gadolinium menunjukkan peningkatan ependymal
pada kornu frontalis kiri. Pada gambar ini juga tampak peningkatan citra berbentuk cincin ireguler
yang dikelilingi oleh are hipointensitas (edema). B: Toksoplasmosis serebri pada wanita berusia 25
tahun dengan infeksi HIV. Potongan aksial T1-weighted dengan peningkatan kontras gadolinium
menunjukkan peningkatan ependymal pada kedua kornu frontalis. Didapatkan pula adanya
peningkatan citra berbentuk setengah lingkaran pada talamus kiri dan disekitar kornu oksipital kiri.
Sumber: N. G. Macías; CDI, Clinic, Barcelona, SPAIN.
16
Gambar 8. Toksoplasmosis serebri pada pria berusia 48 tahun dengan sindrom myelodisplastik.
Gambaran MRI. A: Potongan aksial FLAIR image menunjukkan area hiperintensitas dengan
beberapa zona iso-hipodens, terutama bagian tengah lesi. Berlokasi di lobus frontalis kiri. B:
potongan aksial gradientecho T2-weighted image menunjukkan area hipointensitas di lobus
frontal kiri yang sesuai dengan area perdarahan. C: Potongan aksial T1-weighted image
menunjukkan area hipointensitas pada lobus frontal kiri sesuai dengan edema yang mengelilingi
perdarahan. Sumber: N. G. Macías; CDI, Clinic, Barcelona, SPAIN.
17
Perlu untuk mengetahui perbedaan temuan radiologi pada diagnosis
banding toksoplasmosis serebri untuk mencegah adanya misdiagnosis yang
menyebabkan tidak tepatnya terapi yang diberikan pada pasien.
18
BAB III
PENUTUP
19
DAFTAR PUSTAKA
20