Anda di halaman 1dari 18

ASKEP - ASUHAN KEPERAWATAN

ASKEP DALAM - ANAK - BEDAH - SYARAF - MATERNITAS

Askep Efusi Pleura

EFUSI PLEURA
A. Pengertian

Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson

2005).Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang

melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis). Diantara

pleura parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan pleura yang

berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan. Tekanan dalam

rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolaps paru. Bila

terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan atau udara atau cairan dapat

masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan paru tertekan atau kolaps.

Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler didalam pleura

parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura visceralis. Selisih

perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada selisih

perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura visceralis lebih

besar daripada pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya

terdapat beberapa mililiter cairan.

Askep Efusi Pleura

B. Etiologi

Berbagai penyebab timbulnya effusi pleura adalah :

1. Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.

2. Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis.


3. Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs.

4. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit.

5. Trauma

6. Penyebab lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms

nefrotik dan uremia.

Askep Efusi Pleura

C. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya Pleural Effusion tergantung pada keseimbangan antara cairan

dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara

lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan

tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel

mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh

limfe sekitar pleura.

Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa transudat

maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada

gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran

cairan dari pmbuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada

penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks.

Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.

Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat

peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jika efusi pleura

mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh prluasan infeksi

dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru

atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa cairan hemoragis

disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena trauma maupun keganasan.


Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi engembangannya.

Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya

perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan

yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.

Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal

nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen

(Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui

pemeriksaan analisa gas darah.

Askep Efusi Pleura

D. Tanda dan Gejala

1. Batuk

2. Dispnea bervariasi

3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)

4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.

5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.

6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.

7. Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.

8. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.

9. Fremitus fokal dan raba berkurang.

10. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik,

bronkiektasis, abses dan TB paru.

Askep Efusi Pleura

E.Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen Toraks

Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan yang

melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.

2. CT Scan Thoraks

Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama

bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat

kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.

3. Ultrasound

Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering digunakan

dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.

4. Torakosentesis

Askep Efusi Pleura

F. Penatalaksanaan

Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi

melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya

multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi

cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera

dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.

Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan

pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai

adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.


1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.

2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).

3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.

4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),

menghilangkan dispnea.

5. Water seal drainage (WSD)

Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri,

dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah

meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan

berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.

6. Antibiotika jika terdapat empiema.

7. Operatif.

Askep Efusi Pleura

G. Komplikasi

1. Fibrotoraks

pleural effusion yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan

terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut

dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang

berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi)

perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.

2. Atalektasis

Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh

penekanan akibat efusi pleura.


3. Fibrosis paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah

yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu

proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang

berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan

jaringan fibrosis.

4. Kolaps Paru

Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian /

semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.

Askep Efusi Pleura

Asuhan Keperawatan Efusi Pleura

A. Pengkajian

1. Anamnesis:

Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak cairan yang tertimbun makin cepat dan jelas

timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai demam sub febril pada kondisi

tuberkulosis.

2. Kebutuhan istrahat dan aktifitas

 Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan tidur,

demam pada sore atau malam hari disertai keringat banyak.

 Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas sekuat-

kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut), kelemahan otot, nyeri dan stiffness

(kekakuan).
3. Kebutuhan integritas pribadi

 Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan

pertolongan dan harapan

 Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan

4. Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri

 Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk

 Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang

istrahat/kelelahan

5. Kebutuhan Respirasi

 Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas pendek, nyeri

dada

 Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis paru

(parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vokal menurun,

pekak pada perkusi suara nafas menurun atau tidak terdengan pada sisi yang

mengalami efusi pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat

ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat ditemukan di apex paru

pada ekspirasi pendek setelah batuk.

 Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak darah

 Dapat pula ditemukan deviasi trakea

6. Kebutuhan Keamanan

 Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker, AIDS , demam sub

febris
 Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris

7. Kebutuhan Interaksi sosial

 Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita, perubahan

pola peran.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal menurun atau asimetris

bahkan menghilang, bising napas juga menurun atau hilang. Gerakan pernapasan menurun

atau asimetris, lenih rendah terjadi pada sisi paru yang mengalami efusi pleura. Pemeriksaan

fisik sangat terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas frenikus kostalis

yang menghilang dan gambaran batas cairan melengkung.

Pemeriksaan Diagnostik
Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis

Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam

Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 – 72 jam

setelah injeksi.

Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit

kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta

gambaran batas cairan yang melengkung.

Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis

Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)

Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi air

yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis

ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru


Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio residual

udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.

B Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul :

1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya

batuk buruk

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan

paru dan atalektasis

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea

dan anoreksia

C. Intervensi

1. Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk

buruk.

NOC :

 Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan dengan status

pernafasan, pertukaran gas dan ventilasi yang tidak berbahaya :

- Mempunyai jalan nafas yang paten

- Mengeluarkan sekresi secara efektif.

- Mempunyai irama dan frekuansi pernafasan dalam rentang yang normal.

- Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.

 Menunjukkan pertukaran gas yang adekuatditandai dengan :


- Mudah bernafas

- Tidak ada kegelisahan, sianosis dan dispnea.

- Saturasi O2 dalam batas normal

- Rontgen toraks dalam rentang yang diharapkan.

NIC :

 Kaji dan dokumentasikan

- Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain.

- Keefektifan pengobatan.

- Kecenderungan pada gas darah arteri.

 Auskultasi dada anterior dan posterior untukmengetahui adanya penurunan atau tidak

adanya ventilasi dan adanya bunyi hambatan.

 Penghisapan jalan nafas

- Tentukan kebutuhan penghisapan oral/trakeal.

- Pantau status oksigen dan status hemodinamik serta irama jantung sebelum, selama dan setelah

penghisapan.

 Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunan viskositas sekresi.

 Jelaskan penggunaan peralatan pendukung denganbenar, misalnya oksigen, alat

penghisap lender.

 Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang

dilarang di dalam ruang perawatan.

 Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan

keluarnya sekresi.

 Rundingkan dengan ahliterapi oernafasan sesuai dengan kebutuhan.


 Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi.

 Beritahu dokter tentang hasil analisa gas darah yang abnormal.

 Bantu dalam pemberian aerosol. Nebulizer dan perawatan paru lain sesuai dengan

kebijakan dan protocol institusi.

 Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi.

 Jika pasien tidak mampu untuk melakukan ambulasi, letak posisi tidur pasien diubah

tiap 2 jam.

 Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk menurunkan

kecemasan dan peningkatan kontrol diri.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan

atalektasis.

NOC :

 Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan status pernafasan

yang tidak bermasalah.

 Pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indicator :

- Status neurologist dalam rentang yang diharapkan.

- Tidak ada dispnea saat istirahat dan aktifitas.

- Tidak ada gelisah, siamosis dan keletihan

- Pa O2, Pa CO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal.

NIC :

 Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman, usaha bernafas, produksi sputum.

 Pantau saturasi O2 dengan oksimeter.

 Pantau hasil analisa gas darah.


 Pantau status mental ( tingkat kesadaran, gelisah, confuse)

 Peningkata frekuanse pemantauan pada saatpasien tampak somnolen.

 Observasi terhadap sianosis, terutama membrab mukosa mulut.

 Jelaskan penggunaan alat bantu yang digunakan.

 Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi.

 Ajarkan batuk yang efektif.

 Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan pemeriksaan AGD dan alat Bantu

yang dianjurkan sesuai dengan perubahan kondisi pasien.

 Laporkan perubahan kondisi pasien: bunyi nafas, pola nafas, hasil AGD dan efek dari

pengobatan.

 Berikan obat-obat yang diresepkan.

 Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur, untuk menurunkan

ansietas.

 Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen.

 Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea.

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.

NOC :

 Mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan,

penghematan energi dan aktifitas kehidupan sehari-hari.

 Menunjukkan penghematan energi ditandai dengan indicator :

> Menyadari keterbatasan energi.

> Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat.

> Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas.


NIC :

 Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.

 Tentukan penyebab keletihan.

 Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas.

 Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi.

 Pantau pola istirahat pasien dan lamanya istirahat.

 Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan

meminimalkan konsumsi oksigen.

 Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah

kelelahan.

 Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat.

 Bantu pasien untuk mengubah posisi tidur secara berkala dan ambulasi yang dapat

ditolerir.

 Rencanakan aktifitas dengan pasien / keluarga yang meningkatkan kemandirian dan

daya tahan.

 Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktifitas.

 Rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan

anoreksia.

NOC :

 Menunjukkan status gizi yang baik dengan indicator adekuatnya makanan oral,

pemberian makanan lewat NGT atau nutrisi parenteral.

 Mempertahankan berat badan dalam batas normal.


 Nilai laboratorium albumin, transferin dan elektrolit dalam batas normal.

NIC :

 Tentukan motivasi pasien untk mengubah kebiasaan makan.

 Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan elektrolit.

 Ketahui makanan kesukaan pasien.

 Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

 Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.

 Timbang pasien pada interval yang tepat.

 Ajarkan keluarga dan pasien tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.

 Diskusikan dengan ahli gizi dalam memberikan asupan diet.

 Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi.

 Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.

 Bantu makan sesuai kebutuhan.

 Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu makan.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3 Jilid I, Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Price, A & Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6,
Terjemahan, Jakarta : EGC.
NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Alih Bahasa : Budi Santosa,
Prima Medika, Jakarta
Smeltzer, S & Bare, B 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.

Askep Efusi Pleura

ADS

Artikel yang berkaitan

kep Efusi Pleura

 Askep Efusi Pleura


kep Dalam

 Askep Sindrom Koroner Akut (SKA)


 Askep Angina Pectoris
 Askep AMI (Acute Myocardial Infarction)
 Askep Hipokalemia
 Askep Gagal Ginjal Akut
 Askep COPD
 Askep Hipertensi
 Askep Gastritis
 Askep Asma Bronkhiale
 Askep TBC
 Askep Sirosis Hepatis
 Askep Diabetes Mellitus (DM)
 Askep Hepatitis
 Askep Decompensasi Cordis
 Askep Efusi Pleura

Label: Askep Dalam, Askep Efusi Pleura


Newer Post Older Post Home

Askep - Asuhan Keperawatan


 Askep AMI
 Askep Abortus
 Askep Anak DHF
 Askep Anak Pneumonia
 Askep Appendiksitis
 Askep Asma Bronkial
 Askep Aterosklerosis
 Askep Atrial Septal Defect
 Askep BPH
 Askep CHF
 Askep COPD
 Askep DM
 Askep Decompensasi Cordis
 Askep Delirium
 Askep Efusi Pleura
 Askep Gastritis
 Askep Hemoroid
 Askep Hepatitis
 Askep Hiperemesis Gravidarum
 Askep Hipertensi
 Askep Katarak
 Askep Meningitis
 Askep Mioma Uteri
 Askep Mola Hidatidosa
 Askep Penyakit Jantung Rematik
 Askep Plasenta Previa
 Askep Sepsis
 Askep Sindrom Koroner Akut
 Askep Sirosis Hepatis
 Askep TB Paru
 Askep Vertigo
 Askep Waham

Blog Archive
 ► 2015 (11)

 ► 2014 (20)

 ► 2013 (4)

 ► 2012 (3)

 ► 2011 (13)

 ► 2010 (21)

 ▼ 2009 (62)
o ► December (1)
o ► October (7)
o ► September (2)
o ► August (25)
o ▼ July (13)
 Askep Hepatitis
 Askep Decompensasi Cordis
 Askep Efusi Pleura
 Pemeriksaan Umum Ibu Hamil
 Ibu Hamil yang Sehat
 Cara Menghitung Hari Taksiran Persalinan (HTP) dan...
 Cara Mengetahui Perbedaan Primigravida dan Multigr...
 Rumus Perhitungan Dosis
 Cara Menentukan Umur Kehamilan Post Partum Menurut...
 Manfaat Susu Kedelai
 Cara Menurunkan Berat Badan
 Reflek Patologis
 Refleksiologi
o ► June (14)

NANDA Nursing
 Sepsis and Septic Shock Emergency Nursing Care Plan
 Nursing Interventions for Hepatoma - Hepatocellular Carcinoma
 Nursing Care Plan for Urethral Stricture
 Nursing Care Plan for Thyroid Cancer
 Nursing Care Plan for Mesothelioma

NCP NANDA
 Types and Common Symptoms of Dementia
 Prevention and Nursing Management for Skin Cancer
 Nursing Diagnosis related to Endocarditis
 Physical Examination and Examination Support for Rabies
 Malignant Lymphoma - Pathophysiology and Nursing Management

NANDA - Nursing Diagnosis


 Ineffective airway clearance - NCP for Bronchitis
 Physical Examination of Urinary Incontinence in the Elderly
 Nursing Interventions for Conjunctivitis : Disturbed Sensory Perception (Visual)
 Decreased Cardiac Output and Ineffective Cerebral Tissue Perfusion related to
Syncope
 3 Nursing Diagnosis and Interventions for Rheumatic Fever

Nanda Nursing Diagnoses


 Hyperthermia related to Cellulitis
 Imbalanced Nutrition: Less Than Body Requirements related to Low Birth Weight
 Risk for Ineffective Thermoregulation related to Low Birth Weight
 Nursing Diagnosis and Interventions for Osteosarcoma (osteogenic sarcoma)
 10 Nursing Diagnosis related to Pneumoconiosis

Care Plan Nursing


 Irritant and Allergic Contact Dermatitis - Definition and Causes
 Seven Things You Can Do To Prevent Alzheimer's Disease
 Nursing Care Plan for Hyphema : Acute Pain
 Pain and Anxiety - NCP for Uterine Myoma (Fibroid)
 Deficient Knowledge - Rheumatoid Arthritis Nursing Care Plan

Nanda Nursing Diagnosis


 Activity Intolerance
 Acute Pain
 Chronic Pain
 Decreased Cardiac Output
 Deficient Fluid Volume
 Hyperthermia
 Imbalanced Nutrition Less Than Body Requirements
 Ineffective Airway Clearance
 Ineffective Breathing Pattern
 Risk for Infection
Nursing Diagnosis Intervention
 Social Isolation related to Schizophrenia
 Disturbed Sensory Perception (visual) related to Glaucoma
 Knowledge Deficit related to Diabetic Foot Ulcers
 Ineffective Tissue perfusion related to Diabetic Foot Ulcers
 Acute Pain related to Cellulitis

Nanda Nursing Care Plan


 Impaired Physical Mobility - NCP for Cellulitis
 Functional Health Patterns and 8 Nursing Diagnosis for Asthma
 Pulmonary Tuberculosis (TB) - 3 Nursing Diagnosis, Interventions and Rational
 Risk for Injury - NCP for Cesarean Section
 Acute Pain - Nursing Care Plan for Cesarean Section

Copyright © 2012 ASKEP - ASUHAN KEPERAWATAN - Blogger templates The


Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP

Anda mungkin juga menyukai