Anda di halaman 1dari 26

PNEUMOTORAKS

A. PENDAHULUAN
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk
mempertahankan pengembangannya. Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui
dua cara : (1) dengan gerakan naik turunnya diafragma untuk memperbesar atau
memperkecil rongga dada, dan (2) dengan depresi dan elevasi tulang iga untuk
memperbesar atau memperkecil diameter antero-posterior rongga dada (1).
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan
penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan
maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik
secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat
primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik
dan non iatrogenik (2).

B. INSIDENS
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
(7)
diketahui . Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan
bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur
sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1
(2)
.
Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki
adalah 7,4 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita insidensnya
adalah 1,2 kasus per 100.000 orang. Sedangkan insidens pneumotoraks spontan
sekunder pada laki-laki adalah 6,3 kasus per 100.000 orang dan wanita 2,0 per
100.000 orang. Pneumotoraks traumatik lebih sering terjadi daripada pneumotoraks
spontan dengan laju yang semakin meningkat (3).
Pneumotoraks spontan primer terjadi pada usia 20 – 30 tahun dengan puncak
insidens pada usia awal 20-an sedangkan pneumotoraks spontan sekunder lebih sering
terjadi pada usia 60 – 65 tahun (3).
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Rongga thoraks atau cavitas thoracis berisi organ vital paru dan jantung.(8)
Paru-paru dan pleura mengisi sebagian besar rongga thoraks dengan jantung di
antaranya, sedangkan aorta descendens serta oeshophagus terletak di belakang
jantung. Pleura terbagi atas 2 lapisan, yaitu: pleura parietalis dan pleura visceralis.
Pleura parietalis merupakan selaput tipis dari membrana serosa yang melapisi rongga
pleura. Pada daerah yang menghadap mediastinum, pleura ini beralih meliputi paru-
paru sehingga disebut pleura visceralis atau pleura pulmonalis. Pleura visceralis ini
membugkus paru-paru dan melekat erat pada permukaannya. Ruangan potensial
antara kedua lapisan pleura ini disebut cavitas pleuralis yang hanya berisi lapisan tipis
cairan untuk lubrikasi. (9)

Volume dan kapasitas paru-paru dapat diukur dengan menggunakan alat yang
disebut spirometer. Dengan menggunakan alat ini, volume paru diklasifikasikan
menjadi 4, yaitu:

- Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali
bernapas normal; besarnya kira-kira 500 mililiter pada laki-laki dewasa.

- Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi
setelah dan di atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat; biasanya
mencapai 3000 mililiter.

- Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara ekstar maksimal yang dapat
diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidak normal; jumlah
normalnya adalah sekitar 1100 mililiter.

- Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah
ekspirasi paling kuat; volume ini besarnya kira-kira 1200 mililiter.

Pernapasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi


karena gerak otot pernapasan yaitu m.intercostalis dan diafragma yang menyebabkan
rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap masuk melalui trakea dan
bronkus (8).

Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus mengembang dan mengempis


bergantung pada membesar atau mengecilnya rongga dada. Dinding dada yang
membesar akan akan menyebabkan paru-paru mengembang sehingga udara akan
terhisap ke dalam alveolus. Sebaliknya bila m.intercostalis melemas maka dinding
dada akan mengecil sehingga udara akan terdorong keluar. Sementara itu, karena
adanya tekanan intraabdominal maka diafragma akan terdorong ke atas apabila tidak
berkontraksi. Ketiga faktor ini yaitu lenturnya dinding thoraks, kekenyalan jaringan
paru, dan tekanan intraabdominal menyebabkan ekspirasi jika m.intercostalis dan
diafragma kendur dan tidak mempertahankan keadaan inspirasi. Dengan demikian
ekspirasi merupakan kegiatan yang pasi. (8).

Jika pernapasan gagal karena otot pernapasan tidak bekerja, ventilasi paru
dapat dibuat dengan meniup cukup kuat agar paru mengembang di dalam thoraks
bersamaan dengan mengembangnya thoraks. Kekuatan tiupan harus melebihi
kelenturan dinding dada, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdominal. Hal
ini dilakukan pada ventilasi dengan respirator atau pada resusitasi dengan bantuan
(8)
napas dari mulut ke mulut .

Adanya lubang di dinding dada atau di pleura viseralis akan menyebabkan


udara masuk ke rongga pleura sehingga pleura viseralis terlepas dari pleura parietalis
dan paru tidak lagi ikut dengan gerak napas dinding thoraks dan diafragma. Hal ini
terjadi pada pneumotoraks. Jika dipasang penyalir tertutup yang diberikan tekanan
negatif maka udara ini akan terhisap dan paru dapat dikembangkan lagi (8).

Anatomi Pleura

Gambar 2. Anatomi paru-paru dan pleura (Amita, 2012)


Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara pleura yang
membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum. Pleura dari
interna ke externa terbagi atas 2 bagian:

a. Pleura visceralis/ pulmonis, yaitu pleura yang langsung melekat pada permukaan
pulmo.

b. Pleura parietalis, yaitu bagian pleura yang beratasan dengan dinding thorax.

Kedua lapisan ini saling berhubungan pada hilus pulmonale sebagai ligamentum
pulmonale (pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura terdapat sebuah rongga yang
disebut dengan cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi agar tidak
terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernafasan.

Pleura parietal berdasarkan letaknya terbagi atas:

a. Cupula pleura (pleura cervicalis)


Merupakan pleura parietalis yang terletak diatas costa I namun tidak melebihi dari
collum costaenya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi diatas 1/3 medial
os.clavicula

b. Pleura parietalis pars diafraghmatica:

Pleura yang menghadap ke diafragma permukaan thoracal yang dipisahkan


oleh fascia endothoracica

c. Pleura parietalis pars mediastinalis (medialis):

Pleura yang menghadap ke mediastinum/terletak di bagian medial dan membentuk


bagian lateral dari mediastinum.

Vaskularisasi pleura

Pleura parietal divaskularisasi oleh Aa. Intercostalis, a.mammaria, a.musculophrenica. Dan


vena-venanya bermuara pada sistem vena dinding thorax. Sedangkan pleura visceralisnya
mendapatkan vaskularisasi dari Aa. Bronchiale.

Fisiologi Pleura

Paru-paru merupakan struktur elastis yang akan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan
pengembangannya. Juga, tidak dapat perlekatan antara paru- paru dan dinding rangka dada
kecuali pada bagian paru yang tergantung pada hilumnya mediastinum. Bahkan, paru-paru
sebetulnya “mengapung” dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan
pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru di dalam rongga. Selanjutnya, cairan yang
berlebihan akan diisap terus menerus ke dalam saluran limfatik untuk menjaga agar terdapat
sedikit isapan antara permukaan viseral dari pleura paru dan permukaan parietal pleura dari
rongga toraks.

Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thorax ke dalam paru-paru
yang elastis dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (restting pressure)
dalam posisi tiduran adalah -2 sampai -5 H2O, sedikit bertambah negatif di apex
sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negatif meningkat menjadi -25 sampai -
35 cm H. Selain fungsi mekanis, cavum pleura steril karena mesothelial bekerja melakukan
fagositosis benda asing, dan cairan yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikasi.

Cairan cavum pleura sangat sedikit, sekitar 0,3 ml/kg, bersifat hipoonkotik dengan
konsentrasi protein 1gr/dl. Gerakan pernafasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut
mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan cavum pleura. Resobsi terjadi terutama pada
pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0,1 sampai 0,15 ml/kg/jam.
D. DEFINISI

Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam


pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena (5).

E. ETIOLOGI
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu (2,3) :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis
(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.

2. Pneumotoraks traumatik

6
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan
tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan
dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.
Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan,
misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik,
maupun untuk menilai permukaan paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (4) :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat
laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru
disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di
rongga pleura tetap negatif.

7
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat
luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama
dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan
intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan
tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. (4)
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
(4)
ekspirasi tekanan menjadi positif . Selain itu, pada saat inspirasi
mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound). (2)
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis
yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea,
bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura
melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura
(4)
tidak dapat keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin
lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas. (2)
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka
pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian
kecil paru (< 50% volume paru).

8
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar
paru (> 50% volume paru).

F. DIAGNOSIS
1. Gejala Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul
adalah (2,4,5) :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali
sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita
bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan
tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri
pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang
kurang.

9
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.

2. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3,4) :
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negative

3. Gambaran Radiologi
1. Foto Thoraks
Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat
ditegakkan dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :
- Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang
mengalami pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru
yang mengalami pneumothoraks dengan paru yang kolaps
memberikan gambaran radiopak. Bagian paru yang kolaps dan

10
yang mengalami pneumotoraks dipisahkan oleh batas paru kolaps
berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceralis,
yang biasa dikenal sebagai pleural white line.

Gambar 1. Tanda panah menunjukkan pneumothorax line.

(dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 2. Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan


dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps.
(dikutip dari kepustakaan 3)

- Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang


(11)
dewasa maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign.
Normalnya, sudut kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura

11
menembus lebih jauh ke bawah hingga daerah lateral dari hepar dan
lien. Jika terdapat udara pada rongga pleura, maka sudut kostofrenikus
menjadi lebih dalam daripada biasanya. Oleh karena itu, seorang
klinisi harus lebih berhati-hati saat menemukan sudut kostofrenikus
yang lebih dalam daripada biasanya atau jika menemukan sudut
kostofrenikus menjadi semakin dalam dan lancip pada foto dada seri.
Jika hal ini terjadi maka pasien sebaiknya difoto ulang dengan posisi
tegak. Selain deep sulcus sign, terdapat tanda lain pneumotoraks
berupa tepi jantung yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini biasanya
terjadi pada posisi supine di mana udara berkumpul di daerah anterior
tubuh utamanya daerah medial.(11)

Gambar 4. Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai
deviasi mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan).
(dikutip dari kepustakaan 7)

- Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah


hilus atau paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong
mediastinum ke arah kontralateral. Jika pneumotoraks semakin
memberat, akan mendorong jantung yang dapat menyebabkan gagal
sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani akan menyebabkan

12
kematian pada penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu, sela iga
menjadi lebih lebar.(6,10)

Gambar 5. Pneumotoraks kanan (kiri) dan tension pneumotoraks (kanan).

(dikutip dari kepustakaan 3)

Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang


dapat masuk ke dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura
(menempelnya pleura parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi
inflamasi sebelumnya maka kolaps paru komplit tidak dapat terjadi. Hal
yang sama juga terjadi pada pasien dengan penyakit paru difus di mana
paru menjadi kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps paru komplit.
Pada kedua pasien ini perlu diwaspadai terjadinya loculated pneumothorax
atau encysted pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena udara tidak dapat
bergerak bebas akibat adanya adhesif pleura. Tanda terjadinya loculated
pneumothorax adalah adanya daerah hiperlusen di daerah tepi paru yang
berbentuk seperti cangkang telur. (14)

13
Gambar 6. Loculated Pneumotoraks.
(dikutip dari kepustakaan 12)

Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam


posisi tegak sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi
supinasi. Selain itu, foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi
penuh. (11)

Gambar 3. Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan inspirasi


(kiri) dan dalam keadaan ekspirasi (kanan).

(dikutip dari kepustakaan 3)

14
Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif
menjadi lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan
sehingga lebih mudah untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya
yang berukuran lebih kecil. Perlu diingat, pneumotoraks yang terdeteksi
pada keadaan ekspirasi penuh akan terlihat lebih besar daripada ukuran
sebenarnya.(11,13)

Pneumotoraks yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi dengan


foto lateral dekubitus. Pada posisi ini, udara yang mengambil tempat
tertinggi pada hemitoraks (di daerah dinding lateral) akan lebih mudah
terlihat dibandingkan pada posisi tegak. (11,13,14)

Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi


keadaan ini (4):

- Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi


jantung mulai dari basis sampai ke apeks.

Gambar 7. CT-Scan thoraks yang menunjukkan


pneumomediastinum.
(dikutip dari kepustakaan 15)

- Emfisema Subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam di bawah


kulit.

15
Gambar 8. Emfisema subkutan.
(dikutip dari kepustakaan 16)

- Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak


permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa
ditemui pada kasus Hidropneumotoraks.

Gambar 9. Hidropneumothoraks.
(dikutip dari kepustakaan 17)

Dalam kasus pneumotoraks ini kita juga perlu mengetahui bagaimana


cara menghitung luas pneumothoraks. Perhitungan luas pneumotoraks ini
berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis
ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan
luasnya kolaps paru, antara lain :

16
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana
masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus
(2)
.
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter
kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio
diameter kubus adalah :

83 512
______ ________
= = ± 50 %
3
10 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal,


ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal,
ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal,
kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh (2).

% luas pneumotoraks

A + B + C (cm)
= __________________ x 10
3

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks (4).

17
(L) hemitorak – (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)
_______________ x 100 %
AxB

2. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
primer dan sekunder. (7)

Gambar 10. CT-Scan pneumothoraks.


(dikutip dari kepustakaan 7)

G. DIAGNOSIS BANDING
Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli
paru, dan pneumonia. Pada pasien muda, tinggi, laki-laki, dan perokok jika
setelah difoto diketahui ada pneumotoraks maka diagnosis umumnya
menjurus ke pneumothoraks spontan primer. Pneumotoraks spontan sekunder
kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang terlokalisasi dari
suatu bleb atau bulla.(2)

18
Dalam radiologi, bleb atau bulla digambarkan sebagai area yang
hiperlusen, dengan dinding bleb atau bulla yang sangat tipis. Dalam beberapa
kasus, dimana bleb atau bulla menyerang 1 lobus paru, dapat memberikan
gambaran radiologi yang mirip dengan pneumotoraks. Untuk
membedakannya, dapat dilihat dari daerah yang hiperlusen apakah pada
daerah tersebut terdapat gambaran vaskularisasi atau tidak. Pada
pneumotoraks daerah hiperlusen-nya tidak terdapat vaskular sehingga biasa
disebut hiperlusen avaskular, sedangkan pada bleb atau bulla terdapat garis-
garis trabekula pada daerah paru yang mengalami bleb atau bulla. Selain itu,
pada bleb atau bulla yang besar, jaringan paru di sekitar bulla akan
mengalami pemadatan yang diakibatkan oleh pendesakan bulla tersebut
kepada jaringan paru. (18)

Gambar 11. Bleb dan bulla paru.

(dikutip dari kepustakaan 18)

19
Gambar 12. Gambaran foto thoraks bulla paru.

(dikutip dari kepustakaan 18)

Gambar 13. CT-Scan pulmonary bullae.


(dikutip dari kepustakaan 19)

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk

20
kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai
berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan
tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto
(2)
toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari . Tindakan ini
terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan
untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara
rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut (2), (4).
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam
rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.
Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung
udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam
botol (2,4).
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari
gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada
posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke
rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.
Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus

21
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol (2,4).
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan
melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di
sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris
posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis
mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di
rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di
dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol
sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut (3), (4).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan
tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah
negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji
coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk
selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali
menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan
WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi
maksimal (2).

22
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian
dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

I. PENGOBATAN TAMBAHAN
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,
terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan
bronkodilator (4).

23
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (4).

J. REHABILITASI (4)
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin
terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas.

K. PROGNOSIS
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami
kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube
thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks
yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya
cukup baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraks
spontan sekunder tergantung penyakit paru yang mendasarinya, misalkan
pada pasien PSS dengan PPOK harus lebih berhati-hati karena sangat
berbahaya.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Ventilasi paru. Dalam : Buku Ajar


Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC; 2007. P. 495-500.
2. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam :
Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus,
Simadibrata. Setiati, Siti (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.
P. 1063-1068.
3. Bascom, R. Pneumothorax. Cited on [26 September 2011].
Available from http://emedicine.medscape.com/article/827551
4. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Pneumotoraks. Dalam : Dasar-
Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.
2009. p. 162-179
5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax
(Collapsed Lung). Cited : [26 September 2011]. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
6. Ekayuda, I. Pneumotoraks. Dalam : Radiologi Diagnostik. Edisi
Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2005. P.119-122.
7. Alhameed, F.M. Pneumothorax imaging. Cited on [26 September
2011]. Available from www.emedicine.com
8. Sjamsuhidajat, R. Dinding toraks dan pleura. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. 1997. P.404-419.
9. Wibowo, Daniel, S. Paryana, Widjaja. Rongga thorax. Dalam :
Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009. P. 209-
220.
10. Reed, James, C. Kelainan-kelainan rongga pleura. Dalam :
Radiologi Thoraks. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
1995. P. 63-64.

25
11. Ketai, L. H. Pleura and diaphragm. In: Fundamentals of 9
Radiology Second Edition. China. Elsevier Saunders. 2006. P.172-
177.
12. Gaillard, Frank. Loculated pneumothorax. Cited on [28 September
2011]. Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-
pneumothorax
13. Felson, Benjamin. Pneumothorax. In : Chest Roentgenology.
Philadelphia : W. B. Saunders Company. P. 366-372.
14. Sutton, David. Pneumothorax. In : A Textbook of Radiology and
Imaging. Vol. 1. 5th edition. London : Churchill Livingstone. 1992.
P. 371-374.
15. Radswiki. Pneumomediastinum. Cited on [28 September 2011].
Available from
http://www.radiopedia.org/cases/pneumomediastinum-4
16. D’Souza, Donna. Subcutannous emphysema. Cited on [28
September 2011]. Available from
http://www.radiopedia.org/cases/subcutanous-emphysema
17. Rao, K, K. Loculated hydropneumothorax. Cited on [28 September
2011]. Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-
hydropneumothorax-1
18. Massie, J. Robert. Welchons, George A. Pulmonary blebs and
bullae. Cited on [05 Oktober 2011]. Available from
http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC1609584/pdf/annsurg01
326-0101.pdf
19. Dawes, Laughlin. Subpleural bullae. Cited on [05 Oktober 2011].
Available from http://www.radiopedia.org/articles/pulmonary-
bullae

26

Anda mungkin juga menyukai