Status Fix
Status Fix
PENDAHULUAN
TBC merupakan suatu infeksi pada paru-paru yang merupakan suatu penyakit
yang harus diperhatikan. Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi
di dunia setelah china dan india. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China,
Indonesia, dan india adalah 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus. Perkiraan
kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga di 1985 dan survey kesehatan nasional
2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di
Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai
sekarang angka kejadian TB di Indonesia relative terlepas dari angka pandemic
infeksi HIV Karena masih rendahnya infeksi HIV di Indonesia. Suatu survey
mengenai TB yang dilaksanakan di 15 provinsi Indonesia tahun 1979-1982 pada tabel
1 (Amin et al, 2009).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2
Prevalensi TB diantara Tahun 1979-1982 di 15 Provinsi di
Indonesia
Jumlah Prevalensi
Tahun penduduk positif
Provinsi
Survey th 1982 Hapusan BTA
(juta) sputum (%)
3
2.4 Cara Penularan
Sifat kuman ini adalah aerob, sifat ini menunjukan bahwa kuman dapat hidup
pada keadaan oksigen yang tinggi. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical
4
paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga apekas paru merupakan predileksi dari
penyakit TB (Amin et al, 2009).
Pada TB ini biasanya ditularkan melalui inhalasi maupun droplet dalam udara
sekitar kita. Partikel infeksi ini akan menetap dalam udara bebas 1-2 jam, tergantung
pada ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi buruk, dan juga faktor kelembaban .
dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat hidup berjam-jam bahkan hari. Apabila
partikel masuk maka bakteri aka menempel pada parenkim paru biasanya di apeks
paru Karena dissana merupakan predileksi dari mycobacterium tuberculosis. Partikel
ini akan masuk ke alveolar apabila memiliki ukuran <5 mikrometer. Pertama kali
bakteri akan dilawan oleh neutrophil, kemudian baru dibersihkan oleh makrofag.
Apabila bakteri tidak mampu dibersihkan oleh makrofag maka bakteri akan menetap
pada parenkim paru dan akan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Apabila
bakteri ini telah bersarang, maka dapat masuk ke saluran gastrointestinal, saluran
limfe, orofaring, dan kulit sehingga bisa menjadi limfadenopati regional dan akan
masuk ke vana akan menjalar ke organ seluruh tubuh yaitu otak, ginjal, dan tulang.
Apabila masuk ke arteri pulmonalis maka bisa menyebabkan TB milier (Amin et al,
2009).
5
2.6 Klasifikasi Tuberkulosis
6
Pada tahun 1974 American thoracic society memberukan klasifikasu baru
yang diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
Demam. Biasanya demam yang didaptkan adalah subfebris menyerupai demam pada
influenza, tetapi tidak menutup kemungkinan demam bisa mencapai 40-41 celcius.
Serangan demam pertama dapat sembuh, kemudian demam dapat kambuh lagi.
Biasanya pasien tidak pernah lepas dari serangn influenza pada kasus ini. Keadaan ini
diperngaruhi oleh daya tahan tubuh serta berat dan ringannya infeksi yang didapat
pasien.
Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk yang terjadi Karena adanya
iritasi dari bronkus. Batuk ini diperlukan untuk mengeluarkan hasil dari peradangan
tersebut. Batuk didapatkan apabila bakteri telah bekembang baehari-hari bahkan
berminggu-minggu. Biasanya batuk dimulai dengan batuk tidak berdahak kemudian
lama-kelamaan akan menjadi batuk yang berdahak. Batuk darah terjadi Karena
adanya batuk yang terus-menerus yang akan menyebabkan iritasi atau cedera pada
vascular.
7
Sesak nafas. Pada serangan awal ataupun baru terinfeksi biasanya sesak nafas belum
terjadi, sesak nafas terjadi apabila infeksi telah lama dan juga disebabkan Karena
infiltrasi telah menyebar keparu yang akan menyebabkan sesak nafas.
Nyeri dada. Gejala ini jarang ditemukan pada penderita TB. Nyeri yang dirasakan
biasanya disebabkan Karena infiltrasi sudah mencapai pleura sehingga menjadi
pleuritis yang menyebabkan nyeri pada dada.
Inspeksi : malaise
8
Pemeriksaan TB tidak bisa hanya ditegakkan dengan pemeriksaan fisik saja
tetapi perlu dilakukan pemeriksaan penunjang diantaranya adalah :
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pemeriksaan yang dianjurkan untuk menegakkan diagnosis TB salah satunya
adalah pemeriksaan radiologis yaitu pemeriksaan dengan menggunakan
rontgen pada paru. Hasil yang didapatkan pada suspek TB biasanya adalah
terdapat kavitas atau berbentuk awan apda salah satu lobus paru, biasanya
terdapat kavitas pada apeks paru atau lobus inferior. Apabila pada TB milier
biasanya terdapat infiltrate menyebar luas hampir pada semua lapang paru
kanan/kiri.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
- Darah
Pemeriksaan darah sangat penting untuk menentukan infksi dari
tuberkulosis pada pasien tersebut, pada saat terjadi infeksi maka leucosit
akan meningkat dari kadar normal dalam tubuh,sedangkan laju endap
darah juga akan meningkat. Apabila infeksi telah sembuh maka leukosit,
dan laju endap darah akan kembli ke nilai normal. Hasil pemeriksaan lain
juga didapatkan seperti anemia ringan dengan gambaran normokrom dan
9
normositer, gama globulin akan meningkat, dan kadar natrium darah akan
menurun.
- Sputum
Pemeriksaan sputum merupakan pemeriksaan yang paling murah dan
sangat gampang untuk menemukan bakteri BTA. Diagnosis tuberkulosis
sudah dapat dipastikan pada pemeriksaan sputum ini tidaklah mudah
untuk medapatkan sputum pada pasien dengan batuk tidak berdahak.
Apabila pasien batuk tidak berdahak maka perlu dianjurkan minum air
putih sebanyak 2 liter dalam sehari untuk merangsang pengeluaran
sputum. Selain itu dapat juga diberikan obat-obatan seperti ekspektoran.
Pengambilan sputum digunakan metode SPS (sewaktu pagi sewaktu) yang
sangat mudah dilakukan di puskesmas atau layanan kesehatan terdekat.
Setelah itu maka dilakukan pewarnaan dengan menggunakan metode Tan
Thiam Hok yaitu :
+ pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
+ pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop flourens (khusus)
+ pemriksaan dengan biakan (kultur)
+ pemeriksaan terhadap resistensi obat
- Tes tuberculin
Pemeriksaan ini masih banyak digunakan sebagai salah satu pemeriksaan
penunjang untuk menegakan tuberkulosis. Tes ini bertujuan untuk
menentukan apakah pasien pernah mengalami infeksi sebelumnya seperti
10
M. tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG, dan infeksi lainnya. Tubuh
akan mengeluarkan reaksi imunologi dengan membentuk antibody selular
pada permulaan dan akan diikuti antibody humoral yang akan menekan
antibody selular. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pasien diberikan
dulu dari dosis yang terendah 1 atau 2 T.U apabila tidak bereaksi maka
diberikan 5 T.U dan apabila pada dosis yang ini tidak bereaksi juga maka
langsung diberikan 250 T.U ini merupakan dosis terakhir, apabila dalam
250 T.U ini tidak menimbulkan reaksi seperti indurasi ataupun kemerahan
pada bagian yang disuntikkan maka disgnosis tuberculosis pada pasien
tidak dapat ditegakkan atau suspected tuberculosis disingkirkan.
Pada pasien ditemukan. Biasanya pasien tuberculosis akan memberikan
reaksi mantoux positif tetapi tidak menutup kemungkinan untuk
mendapatkan hasil palsu. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :
Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis
Alergi, penyakit sistemik berat (sarcoidosis, LE)
Penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili,
varicella, poliomyelitis
Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular
(Hodgkin)
Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat
imunosupressan lain
Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan (Amin et al,
2009).
2.10 Diagnosis
11
Diagnosis dapat ditegakkan menurut uraian dari manifestasi klinis yang
ditemukan, seperti batuk menahun atau batuk darah dalam waktu berminggu-minggu
serta demam subfebris. Selain itu dapat juga ditegakkan dengan hasil pemeriksaan
penunjang seperti kelainan fisik, adanya kavitas pada paru di rontgen serta
pemeriksaan radiologis. Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964
menyatakan bahwa untuk menegakkan diagnosis pasti tuberkulosis cukup dengan
menemukan mycobacterium tuberkulosis pada sputum atau jaringan paru biakan
(Amin et al, 2009).
2.11 Pengobatan
Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan
paduan 2 RHZE / 7 RH, dan alternative 2 RHZE / 7 R3H3, seperti pada keadaan :
12
TB paru kasus kambuh
Pada kasus ini minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif
selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil
uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari
pengobatan sebelumny, sehingga paduan obat yang diberikan 3 RHZE / 6 RH
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Nama : Tn. S
Umur : 60 T
Agama : Islam
13
Tanggal Masuk : 22 November 2017
Pekerjaan : Supir
No. RM : 12-69-77
1. KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak beberapa bulan yang lalu
Pasien mengalami sesak nafas, sesak nafas dirasakan semenjak 6 bulan yang
lalu, sesak nafas dirsakan apabila pasien sedang beraktivitas kecil seperti
pergi ke WC. Sesak nafas juga dipicu oleh faktor-faktor lain seperti cuaca
yang dingin, emosi, dan juga pada saat stress. Untuk menghilangkan sesak
nafas biasanya pasien tidur dengan posisi kepala sedikit tinggi untuk
mengurangi sesak nafas tersebut.
Batuk juga dirasakan oleh pasien semenjak beberapa bulan yang lalu. Batuk
yang dialami oleh pasien berdahak dengan dahak berwarna putih kehijauan
dan mudah dikeluarkan. Pada saat batuk pasien terkadang mengeluhkan nyeri
dada.
Pasien juga terkadang merasakan nyeri dada, tetapi nyeri dada yang dialami
pasien tidak menjalar ke arah punggung dan lengan kiri. Nyeri dada yang
dialami pasien terkadang hanya pada saat batuk saja dengan nyeri seperti
tajam (pleuritic pain).
14
Pasien tidak pernah mengalami batuk darah, dan juga riwayat batuk darah
disangkal oleh pasien dan keluarga.
Pasien sekarang tidak merasakan demam, tetapi 3 bulan lalu pasien
merasakan demam badan panas dan juga menggigil. Demam dirasakan pada
siang hari dan juga malam hari.
Pasien juga 2 minggu lalu merasakan penurberkeringat dimalam hari.
Mual muntah dirasakan pasien sebelum dirawat dirumah sakit, pasien muntah
apabila ada masuk makanan kedalam perut. Riwayat muntah darah disangkal
oleh pasien dan keluarga. Pasien hanya memuntahkan apa yang dimakan saja
dan apa yang diminum.
Pasien juga mengalami BAB kehitaman sejak 1 minggu yang lalu dengan
konsistensi tidak terlalu padat yaitu sedikit lunak, dan sekarang pasien belum
ada buang air besar.
Pasien memiliki masalah dengan buang air kecil yaitu warna air kecil
berwarna kemerahan seperti teh, dan riwayat kencing berdarah disangkal oleh
keluarga dan pasien.
Pasien juga mengeluhkan sakit pada bagian epigastrium semenjak beberapa
bulan yang lalu. Sakit dirasakan pada saat lambat makan.
Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kaki kanan dan kiri. Bengkak
dirasakan semenjak beberapa bulan yang lalu. Bengkak dirasakan semakin
berat apabila pasien banyk minum.
Pasien mengaku mengalami penurunan berat badan semenjak 4 bulan
belakangan. Pasien selalu menimbang berat badan mulai dari 57 kg menjadi
43 kg.
Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan sejak beberapa hari yang
lalu. Pasien hanya makan sedikit dan tidak memiliki nafsu makan.
RIWAYAT PENGOBATAN
15
BANGKINANG. Pasien mendapatkan obat dengan kategori 1. Pasien telah
menjalani pengobatan selama 5 bulan terhitung semenjak bulan mei 2017 dan
seharusnya selesai pada bulan November 2017, tetapi karena terdapat
masalah pada asuransi kesehatan (ASKES) JAMKESDA pasien maka pasien
tidak mendapatkan obat-obatan (OAT) lagi 3 minggu terhitung sejak
sekarang.
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien.
Tidak ada keluarga riwayat penyakit keganasan (kanker)
Keluarga tidak memiliki riwayat penyakit darah tinggi
Keluarga tidak memiliki riwayat kencing manis
16
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
1. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Nadi : 77 x/menit
Pernafasan : 28 x/menit
Suhu : 36,7 oC
Berat badan : 43 kg
Tinggi badan : 168 cm
BMI : 15.4 (Underweight)
2. STATUS GENERALISATA
Kepala dan Leher :
Kulit dan wajah : Tidak sembab
Mata :
- Sklera ikterik (+/+)
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Pupil isokor (+/+)
- Reflex cahaya (+/+)
Telinga :
- Tidak ada keluar secret dari telinga
- Tidak ada kelainan pada telinga
- Tidak ada massa pada telinga
Hidung :
- Deviasi septum nasi (-/-)
- Keluar secret berbau (-/-)
Mulut :
Leher :
17
- Trachea berada medial
- Tidak ada deviasi trakea
- Tidak ada pembesaran KGB
- JVP ( 5+4 cmH2O)
Thoraks :
Paru :
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi:
- Paru kanan : Suara nafas bronkial, WH (-), RH (+)
- Paru Kiri : Suara nafas vesikuler WH (-), RH (-)
Jantung :
Perkusi :
- Batas kanan : Batas jantung kanan 2 jari dari linea parasternalis dekstra
18
- Batas kiri : SIC V pada linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi: Bunyi jantung normal, teratur, bising (-), murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi :Supel, warna kulit sama dengan disekitarnya, distensi (-), skar (-)
kuadran
Auskultasi: Bising usus (+)
Palpasi :
- Nyeri tekan titik Mc.Burney (-), nyeri lepas titik Mc.Burney (-), defans
muscular seluruh lapangan abdomen (-), massa (-) Shifting dullnes (+)
Ascites (+)
Perkusi : Timpani diseluruh lapang perut
Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, CRT < 2 detik, tidak sianosis, edema (-)
Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, tidak sianosis, edema (+)
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. LABORATORIUM HEMATOLOGI
Hb : 13,1 g/dl
Ht : 35,5 %
Leukosit : 6.900 /mm3
Trombosit : 191.000 mm3
Eritrosit : Tidak Dilakukan cek lab
Gol. Darah :
SGOT : 251 mg/dl
SGPT : 315 mg/dl
Ureum : 55 mg/dl
Kreatinin : 1,3 mg/dl
Gula Darah Sewaktu : 108 mg/dl
19
KESAN : Suspek hepatitis (belum cek HBSAG), hiperuremia.
URINALISA
Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
Reduksi Adran/puasa : Tidak dilakukan pemeriksaan
Protein : Tidak dilakukan pemeriksaan
Bilirubin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sel eritrosit : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sel leukosit : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sel epitel : Tidak dilakukan pemeriksaan
Berat jenis : Tidak dilakukan pemeriksaan
pH : Tidak dilakukan pemeriksaan
keton : Tidak dilakukan pemeriksaan
ELEKTROLIT/GAS DARAH
Natrium : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kalium : Tidak dilakukan pemeriksaan
Klorida : Tidak dilakukan pemeriksaan
RONTGEN THORAKS
INTERPRETASI
- Terdapat infiltrate pada paru kanan dan kiri
- Pembesaran jantung CTR 64% >50%
- Terdapat fraktur pada clavicula sinistra
- Sinus costophrenicus lancip kanan dan kiri
- Diafragma kanan lebih tinggi disbanding kiri
3.5 DIAGNOSIS
20
- TB Paru
- Congestive Heart Failure FC II
3.6 PENANGANAN
Tatalaksana awal :
IVFD
Inj Furosemid 1 amp 10 ml /12 jam
Inj OMZ 1 amp 40 mg /24 jam
Proliver tablet 3 X 1 tablet
Chana tablet 1 X 1 tablet
Sucralfat sirup 3 X 1 sendok makan
Tatalaksana lanjutan :
Dilakukan rawat inap
Pemberian terapi OAT lanjutan oleh dokter spesialis
Pemeriksaan BTA ulang
USG abdomen
Pemeriksaan HBSAG
CATATAN PERKEMBANGAN PENYAKIT / FOLLOW UP
Hari/Tanggal Rabu , 22 November 2017
21
Inj OMZ 1 ampul 40mg /24 jam
Proliva tablet 3 X 1 tablet
Chana tablet 1 X 1 tablet
B6 tablet 10 mg 1 X 1 tablet
INH 300 mg tablet 1 X 1 tablet
Ethambutol 500 mg 1 X 1 tablet
Sucralfat sirup 3 X 1 sendok makan
Hari/Tanggal Kamis, 23 November 2017
22
BAB IV
PEMBAHASAN
23
dirasakan pada saat melakukan aktivitas kecil seperti pergi ke WC. Selain itu sesak
nafas pasien ini juga dipicu oleh faktor-faktor lain seperti udara dingin dipagi hari dan
juga perasaan emosi. Selain itu pasien ini juga merupakan pasien TB paru sejak 5
bulan yang lalu tetapi pasien ini putus obat atau tidak menggunakan obat TB lagi
selama 2 minggu belakangan ini dikarenakan karena alasan jaminan kesehatan. Dari
anamnesis didapatka bahwa pasien juga pernah batuk tetapi tidak batuk darah
disangkal oleh pasien dan keluarga. Berdasarkan hasil ronsen didapatkan infiltrate
pada paru kanan dan paru kiri. Selain itu pasien juga mengeluhkan susah BAB sejak 1
minggu yang lalu. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan bunyi hipersonor
pada paru sebelah kanan dan terdapat cardiomegaly pada jantung sebelah kiri.
DAFTAR PUSTAKA
Amin. Z., Asril. B. 2009. Tuberkulosis Paru. Dalam :Sudoyo. A.W., Setiyohadi. B.,
Alwi. I., Simadibrata. M., Setiati. S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Jilid III
24
Edisi V). Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Diponegoro 71 Jakarta
Pusat. Pp:2230-2239.
25