Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

WAWASAN KEBANGSAAN
“OPINI TENTANG PENGHANCURAN PENJARINGAN
JAKARTA UTARA OLEH PEMPROV DKI”

NAMA : NI WAYAN MARIANI


NIM : 3215015

JURUSAN SISTEM INFORMASI


STMIK BANDUNG – BALI
2016
NI WAYAN MARIANI - 3215015
WAWASAN KEBANGSAAN – TUGAS 2

BAB I
PENDAHULUAN

Sebagai seorang mahasiswi jurusan sistem informasi yang mengikuti mata kuliah
wawasan kebangsaan, saya akan mencoba memapaparkan sedikit mengenai opini serta
pandangan saya tentang tindakan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang
menghancurkan Pasar Ikan Penjaringan di Jakarta Utara. Wilayah Penjaringan tersebut telah
digusur pada Senin pagi, 11 April 2016 pukul 07.00 waktu setempat.

Menurut Ahok, penggusuran dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya banjir,


mencegah adanya pemukiman kumuh di Jakarta yang dapat menjadi tempat persebaran
tuberkolosis, serta lahan yang telah direvitalisasi tersebut nantinya akan dibuatkan sheet pile dan
dijadikan kawasan wisata bahari yang dilengkapi dengan plasa, dan wilayah tersebut akan
terhubung dengan kawasan-kawsan disekitarnya. Jadi, penertiban ini dilakukan bukanlah untuk
pencitraan Ibu Kota semata menjelang ASEAN Games 2018. Selain itu, Ahok juga menyatakan
bahwa tanah yang diduduki warga Pasar Ikan Penjaringan tesebut merupakan tanah milik negara.
Oleh sebab itu, Pemprov DKI tetap mlanjutkan penertiban tersebut. Ahok pun menolak bahwa
penggusuran Pasar Ikan itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Karena disisi
lain, pemerintah sendiri telah menyiapkan tempat tinggal sementara bagi warga yang tempat
tinggalnya di gusur yaitu di rumah susun (rusun) milik negara. Namun, sebagian warga ada juga
yang memilih untuk pulang ke kampung halamannya.

Sebagai pemimpin atau pemerintah yang berwenang, diharuskan untuk memakmurkan


rakyatnya. Namun tindakan Ahok kali ini sangat dikecam oleh warga yang sudah bertahun-tahun
lamanya tinggal di wilayah pasar ikan Penjaringan Jakarta Utara. Para warga menuding tindakan
Ahok yang sewenang-wenang dan sangat tidak manusiawi, karena menggusur para warga
dengan paksa. Meskipun Ahok sempat memberikan pembenaran serta alasan dari tindakan
penggusuran yang dilakukannya, warga yang bertempat tinggal di wilayah Pasar Ikan
Penjaringan tersebut tetap menolak adanya penggusuran tersebut. Contohnya, ketika para kaum
ibu-ibu yang membuat pagar betis sesaat sebelum penggusuran wilayah Pasar Ikan dimulai, para
NI WAYAN MARIANI - 3215015
WAWASAN KEBANGSAAN – TUGAS 2

polwan berusaha mengamankan kaum ibu-ibu tersebut sebelum terjadi bentrok antar warga dan
aparat kala itu.
NI WAYAN MARIANI - 3215015
WAWASAN KEBANGSAAN – TUGAS 2

BAB II
PEMBAHASAN

Menurut Situs Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta bahwa Pasar Ikan yang dulunya
disebut Vishmarkt, dibangun tahun 1631 di sebelah timur sungai Ciliwung. Karena pelebaran
taman di depan benteng, pasar itu dipindahkan ke sebelah barat sungai Ciliwung tahun 1636.

Dengan demikian, Pasar Ikan yang kini terletak di Kampung Bahari, Penjaringan Jakarta
Utara, mempunyai sejarah yang sangat panjang, yang menurut saya harus dilestarikan sebagai
obyek wisata.

Sejarah yang amat panjang tentang Pasar Ikan yang sebut Belanda “Vishmarkt”, sudah
tentu warga Pasar Ikan sudah turun-temurun menempati kawasan yang amat bersejarah itu.

Maka kalau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengatakan bahwa mereka adalah warga
yang “liar” yang menempati kawasan milik pemerintah DKI, merupakan kesalahan besar, sebab
mustahil ada pasar tanpa ada warga masyarakat.

Bisa dikatakan sebelum ada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, warga masyarakat sudah
berada dikawasan itu. Oleh karena itu, sangat bisa diterima oleh logika sehat jika masyarakat
yang menempati kawasan itu menolak keras untuk pindah dari kawasan itu.

Hanya rakyat jelata dikawasan itu tidak berdaya menghadapi kekuasaan yang didukung
oleh TNI, POLRI, Satpol PP dan lain sebagainya. Pada saat penggusuran di kawasan yang
mereka tempati, sebagian masyarakat yang bertahan, hanya bisa memasang spanduk dan berorasi
menolak penggusuran.
NI WAYAN MARIANI - 3215015
WAWASAN KEBANGSAAN – TUGAS 2

BAB III
KESIMPULAN

Sejatinya warga dikawasan itu tidak digusur, tetapi lokasi tempat mereka tinggal yang
amat bersejarah di “revitalisasi”, dibangun apartemen sederhana seperti “apartemen” yang sudah
dibangun disekitar tempat mereka tinggal.

Terasa sangat tidak adil, rakyat jelata yang sudah turun-temurun menempati kawasan itu
diratakan tempat tinggal dan tempat usaha mereka, dan mereka “digusur” dan dipindahkan di
tempat yang amat jauh yaitu di “Rumah Susun Marunda”, Jakarta Utara, dan lebih miris lagi
sebagian dipindahkan ke “Rumah Susun Rawa Bebek”, Jakarta Timur. Sebagian lain belum
memperoleh Rusun, dan harus mencari tempat berlindung.

Sementara “apartemen mewah dua tower” yang dibangun tidak jauh dari kawasan mereka
tinggal, tetap berdiri kokoh dan menjadi saksi sejarah ketidakadilan dalam penggusuran. Mulai
hari ini, mereka yang digusur, memulai hidup baru yang pasti lebih susah dari sebelum mereka
digusur.

Pertama, mereka tercerabut dari akar budaya, sebagai nelayan dan pedagang kecil yang
sejak kecil tinggal di kawasan Pasar Ikan. Mereka harus beradaptasi tinggal di rumah susun, dan
setiap bulan harus membayar seway yang tidak pernah mereka lakukan sejak lahir.

Kedua, kehilangan lapangan pekerjaan. Mereka menganggur setelah digusur, dan entah
siapa yang bisa menolong mereka untuk mendapat tempat berusaha sebagai sarana untuk
mendapat uang. Padahal setiap hari harus makan dan menghidupi keluarga, sementara sewaktu
digusur tidak mendapat uang kerohiman, ganti rugi apalagi ganti untung, sehingga tidak ada
uang untuk menghidupi keluarga selama masa transisi pasca penggusuran.

Ketiga, kehilangan mata pencaharian utama sebagai nelayan. Mereka mau melaut, tetapi
tempat tinggal mereka cukup jauh dari tempat kapal atau perahu mereka bersandar, sehingga
NI WAYAN MARIANI - 3215015
WAWASAN KEBANGSAAN – TUGAS 2

memerlukan biaya transportasi. Belum lagi mereka memikirkan, keselamatan perahu atau kapal
mereka, karena ketika mereka pindah tempat tinggal, siapa akan menjaga keselamatan kapal atau
perahu mereka.

Keempat, pendidikan anak-anak mereka. Pemerintah menjanjikan akan membantu


perpindahan anak-anak mereka ke sekolah yang baru, tetapi tidak semudah dalam praktik,
apalagi anak-anak mereka harus beradaptasi ditempat sekolah yang baru. Kelima, kelangsungan
hidup keluarga mereka.

Dengan demikian, penggusuran yang dilakukan hari ini dan berbagai penggusuran
lainnya yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kerugiannya bagi rakyat jelata jauh
lebih besar, ketimbang manfaatnya.

Anda mungkin juga menyukai