Anda di halaman 1dari 25

TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS KEDOKTERAN- RSAL Dr. MINTOHARDJO

Coarctation Of The Aorta

OLEH
Henza Ayu Primalita
030.09.110

DEPARTEMEN ANAK – PROGRAM PROFESI DOKTER


KEPANITERAAN DASAR
2013

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga saya dapat menyusun makalah
referat ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam referat ini saya membahas
mengenai penyakit jantung kongenital yaitu koarktasio aorta.

Referat ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari
berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan referat ini sebagai tugas akhir dari
kegiatan kepaniteraan dasar. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas
ini.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada referat
ini. Oleh karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat diharapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Jakarta, 15 November 2013

Penulis

2
PENDAHULUAN

Koarktasio aorta merupakan stenosis atau penyempitan local atau segmen


hipoplastik yang panjang. Pertama kali ditemukan Morgagni pada tahun 1760 pada
autopsy seorang rahib, kemudian dijelaskan secara rinci patologi anatominya oleh
Jordan (1827) dan Reynaud (1828). Kelainan ini terjadi karena konstriksi atau
penyempitan lumen aorta, terutama di daerah distal arteri subklavia kiri, di dekat
insersi dari ligamentum arteriosum.1
Pada orang dewasa, lokasi tersering dari koarktasio aorta ditemukan pada
pertemuan arkus aorta dan aorta descendens, segera sesudah muara dari arteri
subklavia kiri. Bahkan kadang arteri subklavia kiri ikut menjadi stenosis. Kebanyakan
lokasinya beberapa millimeter di bawah duktus arteriosus, kadang dapat juga
ditemukan di aorta abdominalis tapi jarang kasus ini terjadi.
Koarktasio aorta dapat berupa kelainan tunggal (koarktasio aorta simple, tanpa
kelainan jantung lain. Dapat juga berupa koarktasio aorta kompleks yang disertai
dengan keluhan intra kardiak seperti katup aorta bikuspidal, defek septum ventrikel,
kelainan katup mitral, serta ekstra kardiak berupa aneurisma Sirkulus Wilisi atau
Sindroma Turner8

3
DEFINISI

Koarktasio aorta adalah obstruksi pada aorta akibat penyempitan aorta yang
sebagian besar terletak di distal percabangan A. Subclavia Sinistra (Choi dan Nolan,
2003). Lokasi koarktasio aorta hamper selali di tempat masuknya duktus arteriosus
(Wahab, 2003) tetapi dapat juga di pra- atau pascaductus.

Pada gambar 1.1, didapatkan berbagai variasi anatomi koarktasio aorta.


Gambar A menunjukkan variasi koarktasio aorta yang paling sering terjadi.
Penyempitan (1) terletak di sekitar muara duktus arteriosus atau ligamentum
arteriosus (2) yang menghubungkan arkus aorta dengan A. Pulmonalis (3). Gambar B
memperlihatkan daerah stenosis yang panjang dan sempit. Koarktasio aorta (gambar
C dan D) dapat disertai aneurisma di proksimal koarktasio (4) atau di distal koarktasio
(5). Pada gambar E, A. Subclavia Sinistra terletak di distal koarktasio (6) (Roux, et al.,
2003)1

4
Gambar 1.1

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, insidens koarktasio aorta cukup banyak, yaitu sekitar 6-


8% dari seluruh pasien dengan kelainan jantung kongenital (Seib, 2002). Sekitar 90%
kematian akibat koarktasio aorta yang tidak dikoreksi terjadi pada usia 50 tahun
dengan usia rata-rata 35 tahun. Ras tidak berpengaruh terhadap prevalensi koarktasio
aorta. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1, tetapi pada koarktasio
aorta abdominal, perempuan memiliki resiko lebih tinggi. Rasio antara koarktasio
aorta toraks dan abdominal adalah 1000:1. Dari segi usia, sebagian besar penderita
sudah menunjukkan gejala dan tanda pada tahun-tahun pertama kehidupan akibat
gagal jantung kongestif, atau pada usia yang lebih tua karena hipertensi.
Permasalahan yang berhubungan atau dapat berkontribusi memicu kematian selain
gagal jantung kongestif dan hipertensi adalah perdarahan intracranial, rupture aorta
atau diseksi aorta, dan endocarditis.
Secara internasional, prevalensi koarktasio aorta pada negara-negara Asia
menunjukkan angka yang rendah yaitu <2% dibandingkan dengan negara-negara di
Eropa dan Amerika.1,2

ETIOLOGI

Berbagai teori sudah dikemukakan sebagai etiologi dari koarktasio aorta


termauk konstriksi ductal postnatal, translokasi dari jaringan ductal ke aorta, dan teori
terganggunya aliran darah intrauterine yang menyebabkan terganggunya aliran darah
menuju arkus aorta dan menyebabkan koarktasio. Koarktasio aorta akan
bermanifestasi saat penutupan duktus dimulai pada akhir pulmoner, dengan involusi
secara gradual dari jaringan ductal ke aorta.
Sama dengan bentuk penyakit jantung kongenital lainnya, etiologi dari
koarktasio aorta dapat disebabkan oleh banyak kemungkinan dari faktor keturunan.
Prevalensi dari koarktasio aorta pada kelainan genetic seperti Sindroma Turner
(45,X), setinggi 15-20%.1,2

KLASIFIKASI

Klasifikasi dari koarktasio aorta terdapat 3 macam yaitu:

5
1. Koarktasio Preduktal:
Penyempitan aorta terdapat pada bagian proksimal dari ductus
arteriosus. Darah yang mengalir dari aorta pada bagian distal dari penyempitan
bergantung kepada duktus arteriosus, sehingga koarktasio yang berat dapat
mengancam kehidupan. Koarktasio preduktal disebabkan anomali intrakardiak
selama masa fetal dimana terjadi penurunan aliran darah melalui bagian kiri
jantung, sehingga menyebabkan terjadinya pembentukan hipoplastik pada
aorta. Tipe ini terdapat setidaknya 5% pada bayi dengan Sindroma Turner.
2. Koarktasio Duktal:
Penyempitan terjadi pada insersi dari duktus arteriosus. Penyempitan
ini biasanya muncul saat terjadinya penutupan duktus arteriosus.
3. Koarktasio Postduktal:
Penyempitan terjadi pada bagian distal dari insersi duktus arteriosus.
Meskipun dengan duktus arteriosus yang terbuka, aliran darah menuju tubuh
bagian bawah dapat mengalami gangguan. Tipe ini sangat umum terjadi pada
usia dewasa. Koarktasio postduktal kebanyakan merupakan hasil dari
perubahan arteri muskularis (duktus arteriosus) menjadi arteri elastika (aorta)
selama masa fetal, dimana kontraksi dan pembentukan fibrosis dari duktus
arteriosus menyempitkan lumen aorta.5,6,7

PATOGENESIS3,4

Mekanisme pasti terjadinya koarktasio aorta tidak dapat diketahui secara pasti.
Hipotesis yang paling banyak dikemukakan termasuk teori tentang hemodinamika dan
jaringan ektopik ductal.
Pada teori hemodinamika, koarktasio merupakan hasil dari penurunan volume
aliran darah menuju arkus aorta dan isthmus pada masa fetal. Pada fetus normal,
isthmus aorta menerima aliran darah yang volumenya relative rendah. Kebanyakan
aliran menuju aorta descendens berasal dari ventrikel kanan melalui duktus arteriosus.
Ventrikel kiri menyuplai darah menuju aorta ascendens dan arteri brachiocephalica
dan sebagian kecil menuju isthmus aorta. Diameter isthmus aorta 70-80% dari
diameter aorta ascendens pada neonatus.
Pada teori jaringan duktus, koarktasio merupakan hasil dari migrasi sel-sel
otot-otot halus duktus menuju aorta periduktal, dengan disertai konstriksi dan

6
penyempitan lumen aorta. Klinisnya, koarktasio dapat terjadi pada kebanyakan kasus
Patent Ductus Arteriosus.

 Patofisiologi
Koarktasio aorta meningkatkan afterload pada ventrikel kiri sehingga
menyebabkan peningkatan stress pada dinding jantung dan sebagai kompensasinya
terjadilah hipertrofi ventrikel. Afterload dapat meningkat secara akut, mengikuti
penutupan dari duktus arteriosus pada neonatus dengan koarktasio yang berat. Bayi-
bayi ini dapat dengan cepat mengalami gagal jantung kongestif dan shock. Konstriksi
yang cepat pada duktus arteriosus, menciptakan sumbatan aorta secara mendadak.
Saat duktus (akhir aorta) menyempit, afterload pada ventrikel kiri secara cepat
meningkat, dengan peningkatan resultan pada tekanan ventrikel kiri (sistolik dan
diastolic). Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan atrial kiri, sehingga dapat
membuka foramen ovale, kemudian menyebabkan left-to-the-right shunt dan dilatasi
atrum kanan dan ventrikel kanan. Jika foramen ovale tidak membuka, tekanan vena
pulmonal dan arteri pulmonal akan meningkat, dan terjadilah dilatasi dari ventrikel
kiri.
Kardiomegali dapat terlihat pada pemeriksaan foto thorax dan hipertrofi
ventrikel kanan dapat terdeteksi pada elektrokardiografi (EKG) dan ekhokardiografi,
sebagai efek tidak langsung dari perkembangan obstruksi aorta yang sangat cepat dan
berat.
Afterload ventrikel kiri juga dapat meningkat secara bertahap, menyebabkan

anak­anak dengan derajat obstruksi yang lebih ringan memiliki pembuluh darah arteri

kolateral   yang   berkembang   yang   secara   parsial   “memotong”   obstruksi   aorta.

Mekanisme kompensasi diaktivasi, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Pasien ini dapat

asimtomatik hingga dideteksi adanya hipertensi atau komplikasi yang lain.

Mekanisme   terjadinya   hipertensi   tidak   begitu   dipahami   dengan   jelas,

kemungkinan berkaitan dengan mekanisme obstruksi dan melalui mekanisme renin­

angiotensin­system. Teori obstruksi mekanik menjabarkan peningkatan tekanan darah

dibutuhkan   untuk   membuat   aliran   menuju   bagian   dari   koarktasio   dan   pembuluh

kolateral. Stroke volume, diejeksikan menuju aorta yang menyempit, menyebabkan

tekanan yang lebih tinggi pada bagian proksimal dari koarktasio.

7
Beberapa abnormalitas vaskular berkembang pada pasien dengan koarktasio
aorta pada pembuluh darah proksimal dan distal obstruksi. Neonatus dan anak dengan
koarktasio mengalami penurunan distensibilitas dan peningkatan reaktivitas terhadap
norepinefrin pada sisi proksimal koarktasi. Aktivitas rennin plasma meningkat secara
bermakna dan refleks baroreseptor diatur untuk tekanan darah yang lebih tinggi.
Abnormalitas ini dapat bertahan lama setelah perbaikan secara bedah dan
berkontribusi terhadap terjadinya hipertensi sistemik dan kematian dini akibat
gangguan koroner dan serebrovaskular.2

Gambar 1.2

MANIFESTASI KLINIS3,4

 Anamnesis
Onset awal berhubungan dengan defek serta anomali pada arkus aorta,
kecepatan dari proses penutupan duktus arteriosus dan tingkat dari tahanan
pembuluh pulmonal, menentukan munculnya presentasi klinis dan tingkat
keparahan dari gejala-gejala. Pada pasien yang lebih muda di minggu pertama
dapat menunjukkan penurunan nafsu makan, takipnea, dan lethargi serta
terpicunya menjadi gagal jantung kongestif dan shock. Perkembangan gejala

8
juga biasanya dapat dipercepat dengan adanya anomaly jantung yang lainnya
seperti ventricular septal defek. Gejala bisa saja ringan di awal, dan pasien
dapat berkunjung berulang-ulang kepada dokter sebelum gejala berkembang
semakin parah.
Pada onset akhir, pasien biasanya mengalami hipertensi atau murmur
setelah masa neonatal. Pasien ini biasanya belum mengalami gejala dari gagal
jantung kongestif karena adanya pembuluh arteri kolateral. Diagnosis biasanya
ditegakkan setelah hipertensi ditemukan selama masa evaluasi. Gejala-gejala
lain yang mungkin timbul adalah sakit kepala, nyeri dada, fatigue, atau bisa
saja perdarahan intracranial. Biasanya koarktasio aorta tidak dapat diketahui
secara cepat oleh dokter umum. Palpitasi dan denyut femoral serta pengukuran
tekanan darah selama pemeriksaan rutin sangat penting untuk menghindari
keterlambatan penegakkan diagnosis.

 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik memisahkan pasien-pasien ke dalam 2 grup; grup


yang tanda awalnya mengalami gagal jantung serta grup yang tanda akhirnya
mengalami hipertensi.
Pada onset awal, neonatus dapat mengalami takipnea, takikardia, dan
peningkatan kerja pernapasan, dan bisa juga mengalami shock. Kunci untuk
mendiagnosis adalah perbedaan tekanan darah antara ektremitas atas dan bwah
serta penurunan atau hilangnya denyut nadi ekstremitas bawah saat dipalpasi.
Selain itu pasien juga mengalami sianosis diferensial (merah jambu pada
bagian ekstremitas atas dan sianotik pada ekstremitas bawah) dapat terjadi saat
right-to-the-left shunt melewati patent ductus arteriosus memberikan aliran
darah ke ekstremitas bawah. Meskipun tidak terlalu nampak, namun dapat
dipastikan menggunakan pulse oximetry preduktal dan postduktal dan inspeksi
yang sangat seksama. Namun, adanya lesi yang cukup besar pada left-to-the-
right shunt (VSD), saturasi arteri pulmonal dapat menyamai saturasi dari aorta.
Sianosis diferensial yang terbalik (tubuh bagian atas sianosis dan saturasi
oksigen normal pada tubuh bagian bawah) dapat terjadi dengan transposisi
dari arteri besar, patent ductus arteriosus, dan hipertensi pulmonal, sehingga
mengakibatkan right-to-the-left shunt. Pada pasien dengan cardiac output yang
rendah dan disfungsi ventricular, nadi dapat dirasakan secara difus, dan
gradient tekanan darah bisa saja minimal. Murmur pada koarktasio aorta bisa

9
saja non spesifik namun biasanya terjadi murmur sistolik pada daerah
infraklavikula kiri dan di bawah scapula kiri.

Gambar 1.3

Gambar 1.4
Pada onset akhir, bayi-bayi yang lebih tua usianya serta anak-anak
dapat dievaluasi apakah terdapat murmur atau hipertensi. Jangan lupa untuk
membandingkan tekanan darah pada ke empat ekstremitas. Biasanya tekanan
pada lengan kiri lebih rendah daripada tekanan pada lengan kanan jika awal
dari arteri subklavia terlibat pada koarktasio. Sama halnya dengan arteri
subklavia kanan, dapat menyebabkan penurunan atau hilangnya denyut arteri
brachialis kanan. Pada anak-anak yang usianya lebih tua, remaja, dan dewasa,
koarktasio aorta dapat didiagnosis secara klinis berdasarkan palpasi secara
simultan pada denyut brachialis dan femoralis. Tekanan darah pada kedua
lengan dan salah satu tungkai bawah harus diketahui; perbedaan tekanan lebih
dari 20 mmHg pada bagian lengan dapat dianggap sebagai bukti dari
koarktasio aorta. Murmur pada daerah infraklavikula kiri serta di bawah
scapula kiri bisa saja murmur sistolik, namun murmur juga bisa terdengar
secara kontinyu jika ada banyak pembuluh kolateral atau koarktasio yang
sudah parah. Penemuan lain pada pemeriksaan fisik dapat melibatkan

10
abnormalitas pada pembuluh darah di retina. Thrill dapat ditemukan pada
lekukan suprasternal. Pada kasus yang jarang terjadi, koarktasio abdominal,
abdominal bruit dapat terdengar.2
PEMERIKSAAN PENUNJANG3,4

a) Elektrokardiografi (EKG)
EKG pada neonatus atau bayi dengan koarktasio aorta sejak awal akan
menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini didapatkan karena pada
kehidupan intrauterin ventrikel yang berperan dominan adalah ventrikel kanan.
Pada onset dini (tipe infantil), koarktasio umumnya terjadi akibat hipoplasia arkus
aorta kiri sehingga dengan adanya koarktasio ini, beban ventrikel kanan akan
meningkat. Gambaran EKG pada anak setelah berusia 1 tahun dapat normal dan
mungkin disertai gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Anak yang tidak bergejala
koarktasio aorta menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri yang sebanding dengan
tinggi tekanan darah bagian atas badan.

Gambar 1.5
b) Foto Thorax
Dua petanda koarktasio aorta adalah lesi pada tepi bawah kosta (rib

11
notching) dan gambaran angka 3 (figure 3 sign) pada bagian proksimal aorta
desendens. Rib Notching, yaitu terjadi kompresi tulang iga akibat arteri kolateral
posterior yang berdilatasi, berlekuk-lekuk dan berdenyut. Lekukan iga ini
biasanya terjadi pada tepi bawah iga ketiga sampai kedelapan. Hal ini banyak
terlihat pada orang dewasa (75%) sedangkan pada anak-anak jarang. Gambaran
angka 3 menunjukkan koarktasionya. Lekukan bagian atas dari angka 3
menunjukkan dilatasi arteri subklavia kiri atau bagian dari aorta proksimal
koarktasio, sedangkan lekukan bawah menggambarkan dilatasi pasca stenosis
aorta bagian distal koarktasio. Pada penderita koarktasio aorta dini, terdapat
gambaran kardiomegali, udem paru, dan tanda gagal jantung kongestif lainnya.
Pada penderita dengan onset lebih lambat, akan tampak kardiomegali, indentasi
arkus di daerah koarktasio dan rib notching yang jarang tampak pada anak
berumur kurang dari 10 tahun.

Gambar 1.6
c) Ekokardiografi
Ekokardiografi menggambarkan anatomi intrakardiak beserta anomali-
anomali lainnya. Pada bayi, ismus aorta dan aorta desenden proksimal dapat
ditampilkan dengan menggunakan pandangan parasternal, parasagital atau

12
pandangan suprasternal. Koarktasio aorta hampir selalu terjadi di sebelah distal
percabangan arteri subklavia kiri. Tanda khasnya adalah lekukan sisi aorta di
sebelah posterior dan lateral Segmen distal koarktasio biasanya dilatasi.
Pandangan suprasternal dapat melihat arkus aorta untuk evaluasi arkus aorta
transversa, ismus dan menilai keparahan koarktasio. Arkus aorta transversa harus
diperlihatkan dan diukur dengan menggunakan pandangan suprasternal. Diameter
kurang dari 4 mm dihubungkan dengan perbedaan yang menetap walaupun
koarktasio murni telah diperbaiki. Transduser yang digunakan adalah transduser
yang kecil sehingga dapat diselipkan lebih dalam tanpa perasaan kurang nyaman.

d) Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI dapat menggambarkan lokasi pasti dan derajat penyempitan, anatomi
arkus aorta dan adanya aliran kolateral. Pengukuran menggunakan MRI jantung
berkorelasi baik dengan gradien kateterisasi jantung dan menentukan apakah
pasien membutuhkan transkateter atau penanganan secara bedah.

Gambar 1.7
e) Kateterisasi Jantung
Alat diagnostik non invasif seperti ekokardiografi dan MRI jantung telah
banyak menggeser kateterisasi jantung sebagai penunjang diagnosis. Penggunaan
utama kateterisasi jantung saat ini adalah sebagai terapi transkateter. Kadangkala,
informasi lebih jauh diperlukan pada neonatus dan bayi bila ada lesi lain yang
terkait atau hipoplasia arkus, sebagai indikasi terapi bedah. Terapi koarktasio aorta
diindikasikan bila gradien obstruksi selam kateterisasi jantung mencapai ≥20-30
mmHg

13
DIAGNOSIS8,9

Diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat gambaran klinis serta hasil yang
didapat dari pemeriksaan fisik, dan diagnosis dapat didukung dengan pemeriksaan
penunjang.
 Gambaran Klinis
Sangat tergantung pada derajat koarktasio aorta dan adanya kelainan
kardiovaskular penyerta. Pada pasien yang tidak diobati, 60% koarktasio aorta berat
tanpa penyerta dan 90% yang disertai kelainan jantung penyerta, akan meninggal pada
tahun – tahun pertama kehidupan. Walaupun ekspektasi umur rata – rata koarktasio
aorta adalah 35 tahun, ada yang bertahan hidup sampai umur lanjut.
Pasien yang bertahan hidup sampai dewasa tanpa diobati biasanya mempunyai
kelainan koarktasio aorta pasca duktal yang ringan, umumnya asimptomatik dalam
waktu lama. Sering tidak ditemukan tekanan darah tinggi, oleh karena itu diagnosis
baru ditegakkan sesudah umur dewasa.
Pada stenosis yang berat, aorta asendens mengecil, sirkulasi darah berkurang
dan akibatnya tekanan darah di anggota badan bagian bawah (kaki) rendah sekali
dibanding dengan tekanan di anggota badan bagian atas.
Masalah yang mungkin timbul nantinya dapat berupa dan mungkin sebagai
penyebab kematian adalah gagal jantung kiri (28%), perdarahan intrakranial (12%),
endokarditis bakterialis (18%), ruptur atau diseksi aorta (21%), dan penyakit jantung
koroner yang lebih awal.
Pasien dewasa biasanya hipertensi dan dapat ditemukan bising walaupun pada
dewasa sering asimptomatik. Gejala khas akibat tekanan darah tinggi pada bagian atas
dapat berupa sakit kepala, perdarahan hidung, melayang, tinitus, tungkai dingin,
angina abdomen, kelelahan tungkai pada latihan bahkan perdarahan intrakranial.
Klaudikasio tungkai dapat menggambarkan koarktasio aorta abdominalis.

 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukaan tekanan darah sistolik lebih tinggi
pada lengan dibanding tungkai, tetapi tekanan diastolik sama, oleh karena itu tekanan
nadi di lengan akan besar. Pulsasi arteri femoralis lemah dan terlambat dibanding
arteri radialis. Dapat teraba thrill sistolik pada daerah suprasternal. Bila disertai aorta
bikuspid, dapat terdengar bising sistolik kasar tipe ejeksi yang terdengar sepanjang

14
garis sternal kiri dan belakang, terutama di daerah koarktasio. Adanya kolateral dapat
menimbulkan bising kontinyu.

DIAGNOSIS BANDING3
Stenosis aorta
Stenosis aorta bisa timbul akibat kelainan kongenital seperti katup aorta
bicuspid dengan lubang yang kecil serta katup aorta unikuspid. Stenosis aorta
mengakibatkan tahanan dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri
dan aorta. Peningkatan tekanan ventrikel kiri menghasilkan beban tekanan yang
berlebih pada ventrikel kiri, sehingga menyebabkan terjadinya dilatasi serta penebalan
dari dinding ventrikel kiri (hipertrofi). Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai
kontraktilitas miokard menurun.

PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

Setelah lahir, setelah diagnosis koarktasio aorta telah ditegakkan, neonatus di


follow up secara hati-hati. Pada neonatus dengan obstruksi parsial, penilaian rutin
pulsasi femoral dan keempat ekstremitas harus dilakukan hingga jelas apakah
koarktasio benar-benar ada. Sekali obstruksi telah disingkirkan melalui pemeriksaan
klinis dan telah terjadi penutupan duktus, neonatus dapat dipulangkan untuk diperiksa
kembali pada umur di atas 6 bulan dimana koarktasio aorta onset lambat dapat timbul.

Infus PGE1 harus dilakukan secara cepat pada neonatus yang mengalami
gagal jantung atau syok. Pasien ini, seringkali membutuhkan ventilasi mekanik,
koreksi asidosis dan penggunaan agen inotropik. PGE1 mendilatasi duktus dan
meminimalkan obstruksi pada 80% neonatus hingga umur 28 hari. Kurangnya respon
terhadap PGE1 dapat disebabkan sekunder akibat telah tertutupnya duktus secara
komplit atau penutupan fungsional ireversibel akibat kurangnya jumlah dan
sensitivitas reseptor PGE1. Dosis efektif PGE1 bervariasi antara 0.002-0.1
µg/kg/menit dan masih belum jelas apakah besaran dilatasi duktus tergantung pada
dosis. Obervasi terakhir memperlihatkan bahwa umur diatas 28 hari dan berat badan
kurang dari 4 kg berhubungan dengan kegagalan PGE1. Efek samping yang dapat
terjadi berupa berbagai variasi tipe gagal jantung kongestif. Efek samping terjadi pada
12-16% bayi dan berhubungan dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) <2 kg,

15
pemakaian jangka panjang (>48 hari), infus arteri dan dosis tinggi
(>0.1µg/kgBB/menit). Efek paling sering yaitu depresi nafas (11%), vasodilatasi
kutaneus (7%) gangguan irama (7%), kejang (7%), dan hipotermia (4.5%). Untuk
hipertensi dapat diberikan atau dikontrol dengan beta-bloker, ACE inhibitor, atau
angiotensin receptor blocker sebagai lini pengobatan pertama
Bila hemodinamik pasien telah stabil, perlu dilakukan tindakan definitif
berupa penanganan secara operatif. atau transkateter.

1. Tindakan Operatif2
Tindakan operatif adalah modalitas yang paling pertama, dilakukan sejak lebih
dari 50 tahun yang lalu. Pilihan operasi termasuk reseksi segmen yang menyempit
dengan end to end anastomosis, interposisi dengan prostesis, flap dengan arteri
subklavia kiri (left Subclavian artery/ LSCA) atau dengan bahan sintetik. Diantara
teknik-teknik yang berbeda, end to end anastomosis adalah yang paling sering
digunakan terutama pada neonatus dan memiliki angka survival yang panjang. Pada
teknik ini dilakukan reseksi terhadap segmen aorta yang menyempit kemudian re-
anastomosis langsung. Dapat pula dilakukan interposisi menggunakan prostetik.
LSCA flap aortoplasty menghasilkan aliran kolateral ke ekstremitas kiri atas,
akibatnya terjadi penekanan pertumbuhan lengan, atau penurunan aliran darah dari
arteri vertebasilar. Bila digunakan material sintetik, terdapat resiko terbentuknya
aneurima pada sisi yang diperbaiki.

Reseksi luas dengan end to end anastomosis lewat torakotomi lateral.


A) Penting untuk menempatkan klem proksimal melewati arteri subklavia kiri
dan karotis kommunis kiri. Klem harus mencakup aorta asendens dan menutup
begian arteri inominata sehingga insisi proksimal pada sisi bawah aorta dapat meluas
hingga proksimal sejauh pangkal arteri karotis komunis kiri. Duktus arteriosus diligasi
dan klem distal ditempatkan pada aorta desenden. Perlu untuk memobilisasi aorta
desendens sedistal mungkin dan hemoklip dapat digunakan untuk menngontrol
pembuluh darah kolateral.
B) Insisi pada sisi bawah arkus aorta dilakukan seproksimal mungkin. Insisi
aorta desendens diperluas sehingga dapat cocok dengan ukuran pada insisi proksimal.
C) Kedua ujung aorta disambung menggunakan jahitan kontinyu.

16
Gambar 1.8
Subclavian Flap Aortoplasty.
A) Lewat torakotomi lateral, proksimal dan distal aorta dibebaskan dan aorta
diklem menyilang antara arteri subklavia kiri dan arteri karotis komunis kiri. Aorta
juga diklem didistal. Insisi longitudinal dilakukan disepanjang arteri subklavia dan
segmen koarktasi.
B) Arteri subklavia telah dipotong.
C) Jahitan selesai. Perlu dipastikan panjang arteri subklavia yang dipotong
cukup untuk menutup seluruh segmen koarktasi.

17
Gambar 1.9
Teknik operasi perbaikan aorta dengan aortoplasti menggunakan bahan
sintetik. A) Tampak garis insisi yang melewati segmen koarktasi. B) Penempatan
bahan sintetik yang memperluas area konstriksi. C) Perbaikan selesai.

18
Operasi biasanya dilakukan lewat torakotomi lateral kiri, tanpa
kardiopulmonar bypass. Namun, sternotomi median menghasikan tampakan yang
lebih baik pada keadaan dimana terdapat lesi jantung lain, seperti VSD atau
rekonstruksi arkus ekstensif. Selama operasi, arkus transversal proksimal di klem,
menghasilkan iskemi terkontrol arteri carotis distal dan dan arteri vertebralis. Suplai
darah ke otak kiri dijaga oleh pembuluh darah kolateral pada proksimal sisi yang
diklem. Meskipun secara umum hal ini dapat ditoleransi baik, Azaki et al
memperlihatkan suplai oksigen ke hemisfer otak kiri mengalami kegagalan selama
pengkleman arkus.
Tidak ada teknik operasi yang dapat diaplikasikan ke semua pasien. Meskipun
teknik reseksi dapat digunakan pada hampir semua pasien, setiap kasus harus
dievaluasi secara individual dalam rangka memilih metode yang paling optimal.
Setiap pasien membutuhkan follow up jangka panjang karena sering terjadi
komplikasi pasca operasi dan jumlahnya meningkat seiring berjalannya waktu.

2. Transkateter

19
Terapi intervensional koarktasio aorta telah diterima sebagai alternatif
pembedahan. Terapi ini memiliki tingkat keamanan yang baik, dan memiliki tingkat
keberhasilan yang tidak jauh berbeda dengan tindakan operatif khusunya dalam hal
re-koarktasi.
Lock et al pertama kali berhasil melakukan balon angioplasty pada
penyempitan segmen koarktasio aorta pada manusia. Sejak saat itu, balon angioplasty
menjadi metode standar pada koarktasio aorta primer maupun rekuren. Balon
Angioplasty menghasilkan luka pada tunika intima dan media yang menebal pada
segmen aorta yang menyempit, mendilatasi obstruksi. Meskipun demikian, hal ini
dapat meluas ke sisi aorta yang sehat menyebabkan ruptur atau terbentuknya
aneurisma. Balon Angioplasty secara umum tidak dilakukan hingga usia 6-12 bulan
pada koartasio primer karena resiko tinggi terjadinya terjadinya rekoarktasi (57%),
pembentukan aneurisma (17%) dan kerusakan arteri femoral (39%).

20
3. Penempatan Stent
Balon yang dilengkapi stent telah digunakan secara sukses sejak awal 90-an
untuk membuka obstruksi pada binatang percobaan dan pasien dengan koarktasio.
Stent menyokong integritas dinding pembuluh darah selama dilatasi balon dan
menghasilkan luka yang lebih terkontrol. Hal ini meminimalkan perluasan luka dan
kelanjutan diseksi atau pembentukan aneurisma. Aneurisma terjadi pada 4-7% setelah
balon angioplasty atau pemasangan stent untuk koarktasio. Namun, hasil jangka
panjang pemasangan stent mengecewakan. Implan stent pada usia muda terbatas
karena ukurannya yang kecil dan kurang mengakomodasi pertumbuhan somatik.
Karenanya, pemasangan stent merupakan terapi primer koarktasio ada usia remaja
dan dewasa.

21

Diet3
Hipertensi persisten menunjukan peningkatan insidensi coronary arteriy
disease (CAD); sehingga, secara periodic memeriksa pasien yang memiliki perbaikan
koarktasio untuk hipertensi dan merekomendasikan diet rendah lemak, serta rendah
garam. Ukur tingkat kolesterol dan segera intervensi secara farmakologi pada pasien
yang lebih tua sesuai indikasi, dengan target kolesterol total kurang dari 200 g/dL.
Hindari obesitas dan merokok.

Aktivitas3
Pasien dengan koarktasio aorta dan hipertensi yang sedang menunggu
tindakan operasi harus membatasi kegiatan berat.

PROGNOSIS

Pasien-pasien yang tidak diterapi dapat mencapai usia 35 tahun; kurang dari
20% berhasil hidup mencapai usia 50 tahu. Jika koarktasio aorta diperbaiki sebelum
usia 14 tahun, tingkat survival sampai 20 tahun menjadi 91%. Jika koarktasio aorta
diperbaiki setelah usia 14 tahun, tingkat survival sampai 20 tahun menjadi 79%.

Setelah perbaikan dari koarktasio aorta, 97-98% pasien, diagnosis fungsional


menjadi NYHA kelas 1. Secara menyeluruh, fungsi sistolik pada ventricular kiri
normal.3

22
PENCEGAHAN

Koarktasio aorta tidak dapat dicegah namun dapat dideteksi dini dengan
ekhokardiografi fetal, meskipun diagnosis sulit untuk ditegakkan. Ekhokardiografi
fetal diindikasikan selama masa kehamilan pada setiap wanita yang memiliki riwayat
kelahiran dengan penyait jantung kongenital sebelumnya, terutama lesi obstruktif
jantung kiri. Secara postnatal, deteksi dini dari koarktasio aorta sangat penting untuk
menghindari hipertensi atau komplikasi lainnya. Pengukuran yang saksama dari
tekanan darah dan evaluasi pada denyut ekstremitas bawah pada bayi baru lahir
menjadi penting.3

PENUTUP

Demikian yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah referat ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi
yang ada hubungannya dengan judul makalah referat ini.
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah referat ini. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahab, A.S. (2006) Koarktasio Aorta. In Kardiologi Anak: Penyakit Jantung


Kongenital Yang Tidak Sianotik, Susanto D. (Eds) (Penerbit Buku Kedokteran
EGC), pp. 231-32
2. http://emedicine.medscape.com/article/903965-overview#a0102. Accessed
on: Friday, November 15th 2013
3. http://emedicine.medscape.com/article/150369-overview. Accessed on:
Friday, November 15th 2013

24
4. http://emedicine.medscape.com/article/895502-overview. Accessed on:
Friday, November 15th 2013
5. Valdes-Cruz LM, Cayre RO: Echocardiographic diagnosis of congenital heart
disease. Philadelphia, 1998.
6. Cotran, R., V. Kumar, and N. Fausto (2005). Robbins Pathologic Basis of
Disease, 7th Ed. W.B. Saunders.
7. Volkl TM, Degenhardt K, Koch A, Simm D, Dorr HG, Singer H (2005).
"Cardiovascular anomalies in children and young adults with Ullrich-Turner
syndrome the Erlangen experience". Clin Cardiol 28 (2): 88–92
8. Ghanie, A. (2007) Penyakit Jantung Kongenital Pada Dewasa. In: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Aru, W., Setiyohadi, B., Alwi, I. (Eds). 4 th Ed. Jakarta
(Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI). Pp 1646-47
9. Neil K. Kaneshiro. Coarctation of the Aorta. Available from:
www.nlm.nih.gov. Updated: November 2, 2009. Accessed on: Saturday,
November 16th 2013

25

Anda mungkin juga menyukai