Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG ANAK PEREMPUAN 13 TAHUN


DENGAN OS HORDEOLUM EKSTERNUM

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior


Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Dibacakan oleh:
Dea Bastiangga
22010116210074

Penguji kasus : dr Liana Ekowati, M.Si.Med., Sp.M(K)


Pembimbing : dr Puspita Kusuma, M.Si.Med
Dibacakan : Mei 2018

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Melaporkan kasus seorang anak perempuan 13 tahun dengan OS hordeolum eksternum


Penguji kasus : dr Liana Ekowati, M.Si.Med., Sp.M(K)
Pembimbing : dr Puspita Kusuma, M.Si.Med
Dibacakan oleh : Dea Bastiangga / 22010116210074
Dibacakan : Mei 2018

Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Semarang, Mei 2018


Mengetahui,

Penguji, Pembimbing,

dr Liana Ekowati, M.Si.Med., Sp.M(K) dr Puspita Kusuma, M.Si.Med

1
LAPORAN KASUS BESAR
Seorang Anak Perempuan 13 Tahun dengan OS Hordeolum Eksternum

Penguji kasus : dr Liana Ekowati, M.Si.Med., Sp.M(K)


Pembimbing : dr Puspita Kusuma, M.Si.Med
Dibacakan oleh : Dea Bastiangga / 22010116210074
Dibacakan : Mei 2018

I. PENDAHULUAN
Palpebra atau kelopak mata merupakan bagian mata yang sangat penting karena
berperan dalam memberikan proteksi fisik untuk mata. Penutupan kelopak mata berguna
untuk menyalurkan air mata ke seluruh permukaan mata dan memompa air mata melalui
punktum lakrimalis.1,2
Kelainan yang dapat dijumpai pada kelopak mata bermacam-macam, mulai dari
proses inflamasi, infeksi maupun masalah struktur seperti ektropion, entropion dan
blepharoptosis. Salah satu infeksi pada kelopak mata yang sering terjadi adalah
hordeolum.1,3 Penelitian sebelumnya tahun 1988 di Poliklinik Mata RSUP dr. Kariadi
Semarang menemukan frekuensi penderita hordeolum sebesar 1,6% dengan usia terbanyak
pada golongan dewasa muda dan sebanyak 56,25% dari penderita mengalami sakit
berulang.4
Hordeolum adalah infeksi atau peradangan, purulen, dan terlokalisir pada satu atau
lebih kelenjar sebasea (meibom atau zeis) kelopak mata dengan 90-95% bakteri penyebab
terbanyak yakni Staphylococcus aureus.5,6 Hordoleum yang ditandai dengan pembengkakan
kelenjar meibom dikenal sebagai hordeolum internum, sedangkan apabila yang
membengkak adalah kelenjar Zeis dan Moll disebut hordeolum eksternum.2
Pada laporan kasus ini akan dibahas tentang seorang anak perempuan 13 tahun
dengan OS Hordeolum eksternum.

II. LAPORAN KASUS


2.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. IK
Umur : 13 tahun
Jenis kelamin : Perempuan

2
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SD (kelas 1 SMP)
Alamat : Mundingan, Gunungpati, Semarang
Pekerjaan : Pelajar
Nomor CM : 2889

2.2 ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 5
Mei 2018 di Poliklinik mata, Puskesmas Gunungpati, Semarang.
Keluhan Utama: Benjolan pada kelopak mata kiri bawah.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Kurang lebih sejak 3 hari SMRS pasien mengeluh terdapat benjolan pada kelopak
mata kiri bawah. Semakin lama benjolannya semakin membesar dan berwarna merah.
Pasien merasa matanya gatal, mengganjal (+), pandangan kabur (-), nyeri (+), silau (-),
demam (-), mata berair (-), mata merah (-), kotoran mata (-), lengket saat bangun tidur (-).
Pasien belum berobat karena berharap sakitnya dapat sembuh dengan sendirinya. Namun
karena semakin mengganggu aktivitas, pasien diantar oleh ibunya datang ke poliklinik mata
puskesmas Gunungpati untuk memeriksakan diri

Riwayat Penyakit Dahulu :


▪ Riwayat sakit seperti ini sebelumnya disangkal
▪ Riwayat trauma pada mata sebelumnya disangkal
▪ Riwayat infeksi mata sebelumnya disangkal
▪ Riwayat menggunakan kacamata (-)
▪ Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
▪ Riwayat penyakit gula disangkal
▪ Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
▪ Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa
Riwayat Sosial Ekonomi
 Biaya pengobatan BPJS non PBI
 Kesan : sosial ekonomi cukup

3
2.3 PEMERIKSAAN
A. PEMERIKSAAN FISIK (5 Mei 2018 pukul 10.00 WIB di Poli Mata Puskesmas
Gunungpati)

Status Praesens
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : tekanan darah : 120/80 mmHg
suhu badan : 36,6oC
nadi : 82/menit
respirasi : 20/menit

Pemeriksaan Fisik : Kepala : mesosefal


Thoraks : cor: tidak ada kelainan
paru: tidak ada kelainan
Abdomen : tidak ada kelainan
Ekstremitas : tidak ada kelainan

Foto Klinis

4
Status Ophthalmologi (Tanggal 5 Mei 2018)

Benjolan (+), warna kemerahan, nyeri

Oculus Dexter Pemeriksaan Oculus Sinister


6/6 emetrop VISUS DASAR 6/6 emetrop
Tidak dilakukan VISUS KOREKSI Tidak dilakukan
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah Gerak bola mata ke segala arah
PARASE/PARALYSE
baik baik
Tidak ada kelainan SUPERCILIA Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-), massa (- Edema (-), spasme (-), massa (-),
), konsistensi lunak, nyeri tekan PALPEBRA SUPERIOR konsistensi lunak, nyeri tekan (-
(-), berdarah (-) ), berdarah (-)
Edema (-), spasme (-), massa (- Edema (+), spasme (+), massa
), konsistensi lunak, nyeri tekan (+) dengan diameter 2 mm,
PALPEBRA INFERIOR
(-), berdarah (-) konsistensi lunak, mobile, nyeri
tekan (+)
Injeksi (-), sekret (-), cobble CONJUNGTIVA Injeksi (-), sekret (-), cobble
stone (-) PALPEBRALIS stone (-)
Hiperemis (-), sekret (-), edema CONJUNGTIVA Hiperemis (-), sekret (-),
(-) FORNICES edema(-)
Jaringan fibrovaskular (-), Jaringan fibrovaskular (-),
CONJUNGTIVA BULBI
Injeksi (-), sekret (-) Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan SCLERA Tidak ada kelainan

5
Jernih CORNEA Jernih
Kedalaman cukup KAMERA OKULI Kedalaman cukup
ANTERIOR
Kripte (+) IRIS Kripte (+)
Bulat, central, regular, Bulat, central, regular,
PUPIL
diameter: 3mm, RP (+) N diameter: 3mm, RP (+) N
Jernih LENSA Jernih
(+) cemerlang FUNDUS REFLEKS (+) cemerlang
Tidak dilakukan FUNDUSKOPI Tidak dilakukan
T(digital) normal TENSIO OCULI T(digital) normal
Sama dengan pemeriksa PEMERIKSAAN Sama dengan pemeriksa
LAPANGAN PANDANG
SISTEM CANALIS
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
LACRIMALIS
Tidak dilakukan TEST FLUORESCEIN Tidak dilakukan

V. RESUME
Seorang anak perempuan 13 tahun datang ke poliklinik mata puskesmas Gunungpati
dengan keluhan terdapat benjolan pada palpebra inferior okuli sinistra sejak 3 hari yang lalu.
Palpebra inferior sinistra tampak hiperemis (+), nyeri (+), gatal (+), mengganjal (+), visus
turun (-), demam (-), fotofobia (-), lakrimasi (-), secret (-). Benjolan berukuran diameter ± 2
mm, konsistensi lunak, mobile, nyeri tekan (+), edema (+), spasme (+). Pasien belum
berobbat sebelumnya. Riwayat menderita sakit yang sama sebelumnya (-)

Pemeriksaan Fisik
Status praesens : dalam batas normal
Status oftalmologi :
Oculus Dexter Pemeriksaan Oculus Sinister
Edema (-), spasme (-), massa (-), PALPEBRA Edema (+), spasme (+), massa (+)
nyeri tekan (-) INFERIOR dengan diameter 2 mm,
konsistensi lunak, mobile, nyeri
tekan (+)

6
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Banding
OS Hordeolum eksternum
OS Hordeolum Internum
OS Kalazion
OS granuloma

Diagnosis Kerja
OS Hordeolum eksternum

VII. PENATALAKSANAAN
 Chloramphenicol 1 % eye ointment / 8 jam OS
 Kompres hangat selama 15 menit / 8 jam OS (dikompres terlebih dahulu sebelum
diberikan salep mata)
 Kontrol kembali 5 hari  apabila tidak ada perbaikan, pro insisi + kuretase
hordeolum eksternum OS

VIII. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam ad bonam ad bonam
Quo ad sanam ad bonam ad bonam
Quo ad vitam ad bonam
Quo ad cosmeticam Dubia ad bonam

IX. EDUKASI
1. Menjelaskan pada pasien bahwa keluhan pada mata pasien terjadi karena adanya
peradangan pada kelopak mata kiri bawah pasien
2. Menjelaskan pada pasien bahwa kemungkinan penyebab peradangan pada kelopak
mata pasien adalah karena infeksi bakteri di kelopak bawah mata kiri.
3. Menjelaskan pasien tentang tatalaksana yang dapat dilakukan antara lain kompres
hangat 3-4 kali sehari selama 10-15 menit, pemberian salep mata, dan jika keadaan
tidak membaik dapat dilakukan pengirisan pada benjolan untuk mengeluarkan nanah.

7
4. Menjelaskan pada pasien untuk selalu menjaga kebersihan mata dan tangan. Pasien
dianjurkan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan mata, serta
sebelum memberi salep mata.
5. Menjelaskan pada pasien untuk selalu menjaga asupan nutrisi yang baik, serta istirahat
yang cukup.
6. Menjelaskan kepada pasien untuk kontrol kembali 5 hari kemudian untuk evaluasi
keadaan pasien.

X. DISKUSI
A. Anatomi Palpebra
Palpebra atau kelopak mata merupakan bangunan penting pada mata yang
dapat memungkinkan mata untuk membuka dan menutup sehingga melindungi bola
mata terhadap trauma, sinar yang berlebihan, dan pengeringan bola mata.
Mekanisme berkedip pada masing-masing individu mampu melindungi kornea dan
konjungtiva dari dehidrasi. Mekanisme berkedip maupun penutupan kelopak mata
yang tidak sempurna dapat mengakibatkan pengeringan permukaan mata.3,7
Beberapa bagian pada kelopak mata antara lain:
1. Kulit
Kulit pada palpebra berbeda dari kulit bagian lain tubuh karena tipis, longgar,
dan elastis, dengan sedikit folikel rambut, tanpa lemak subkutan.
2. Muskulus Orbikularis okuli
Otot ini berjalan melingkar di dalam kelopak mata atas maupun bawah, dan
terletak di bawah kulit kelopak. Otot yang dipersarafi oleh nervus fasialis (N.
VII) ini berfungsi untuk menutup kelopak mata. Serat ototnya mengelilingi
fissura palpebra secara konsentris dan meluas sedikit melewati tepian orbita.
Sebagian serat berjalan ke pipi dan dahi. Bagian otot yang terdapat di dalam
palpebra dikenal sebagai bagian pratarsal; bagian diatas septum orbitae adalah
bagian praseptal. Kedua bagian ini berperan dalam pemompaan air mata.
Segmen luar palpebra disebut bagian orbita, yang berfungsi untuk menutup mata
dengan kuat.
3. Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapis jaringan fibrosa padat yang
disebut tarsus superior dan inferior. Tarsus terdiri atas jaringan penyokong

8
kelopak mata dengan kelenjar meibom (40 buah di kelopak atas dan 20 buah di
kelopak bawah).
4. Konjungtiva Palpebra
Bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva
palpebra, yang melekat erat pada tarsus.7

Gambar 1. Anatomi palpebra superior et inferior.8

Tepian palpebra dipisahkan oleh garis kelabu (batas mukokutan) menjadi


tepian anterior dan posterior. Tepian anterior terdiri dari bulu mata, glandula zeis dan
moll. Glandula zeis adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara dalam
folikel rambut pada dasar bulu mata. Glandula moll adalah modifikasi kelenjar
keringat yang bermuara ke dalam satu baris dekat bulu mata. Tepian posterior
berkontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian ini terdapat muara-muara kecil
dari kelenjar sebasesa yang telah dimodifikasi (glandula meibom atau tarsal).7,8

9
Septum orbita menggambarkan besarnya bagian anterior orbita dan besarnya
bagian posterior kelopak mata. Membran ini berkembang dari tepi arkus fibrosus dan
perluasan melingkar sepanjang periosteum pada tepi tulang orbital. Pada kelopak
mata atas ras kaukasian, membran ini bergabung dengan aponeurosis otot levator 2-
5 mm di atas batas tarsal superior. Sedangkan kelopak mata atas kelompok
masyarakat keturunan tionghoa, septum orbita menyatu dengan aponeurosis otot
levator pada letak yang lebih inferior.9

Gambar 2. Perbedaan letak aponeurosis otot orbikularis okuli pada ras


kaukasian dengan keturunan tionghoa9

Selain itu terdapat pula jaringan fibroadiposa submuskuler (SMFAT) yang


berada diantara otot orbikularis okuli dan septum orbita. Lapisan lemak tipis ini tidak
tampak secara signifikan pada ras kaukasian namun membentuk ketebalan kelopak
mata pada keturunan tionghoa serta dapat ditemukan pada area pretarsal.9
Punktum lakrimalis terletak pada ujung medial dari tepian posterior palpebra.
Punktum ini berfungsi menghantarkan air mata ke bawah melalui kanalikulus terkait
ke sakus lakrimalis. Fisura palpebra adalah ruang elips di antara kedua palpebra yang
dibuka. Fisura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Kanthus lateralis kira-
kira 0,5 cm dari tepian lateral orbita dan membentuk sudut tajam. Kanthus lateralis
terletak 1-2 mm lebih tinggi dari kanthus medialis.7

10
Gambar 3. Anatomi Sistem Lakrimalis8
Glandula lakrimalis terletak pada bagian superotemporal mata di suatu
bangunan yang disebut fossa lakrimalis. Air mata diproduksi di kelenjar ini dan
kemudian dialirkan ke seluruh permukaan bola mata melalui duktus-duktus kecil
disekitarnya saat kelopak mata berkedip. Air mata akan ditampung pada tempat yang
disebut lakuna lakrimalis. Selanjutnya air mata akan dialirkan ke kanalis lakrimalis,
superior dan inferior, melalui punktum lakrimalis. Aliran dari kedua kanalis
lakrimalis akan berkumpul di sakus lakrimalis. Selanjutnya air mata akan melalui
duktus nasolakrimalis dan bermuara di meatus nasal inferior.8
Pembersihan lakrimal (proses pengeluaran air mata dari cul-de-sac
konjungtiva) dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti gravitasi, daya tarik kapiler,
penguapan, penyerapan pada permukaan konjungtiva, aliran residual dan pompa
lakrimal. Menurut teori Jones, kontraksi bagian terdalam otot orbikularis okuli dapat
menyebabkan perluasan kantung dan mengakibatkan peningkatan tekanan negatif
sehingga air mata terhisap. Sebaliknya menurut teori Rosengren-Döane perluasan
papila lakrimalis saat kelopak mata membuka menghisap air mata ke dalam kantung
dan kontraksi otot orbikularis okuli selanjutnya menimbulkan tekanan positif yang
dapat menyebabkan aliran air mata sepanjang duktus nasolakrimalis dan masuk ke
hidung. Teori Becker menggabungkan teori Jones dan Rosengren-Döane yaitu
pergerakan asimetris kanalikuli bagian atas melampaui bagian bawah menyebabkan
air mata masuk ke sistem kanalikuli (terjadi secara serentak).11
Retraktor palpebra berfungsi membuka palpebra. Di palpebra superior,
bagian otot rangka adalah levator palpebra superioris, yang berasal dari apeks orbita
dan berjalan ke depan dan bercabang menjadi sebuah aponeurosis dan bagian yang
lebih dalam yang mengandung serat-serat otot polos dari muskulus muller (tarsalis

11
superior). Di palpebra inferior, retraktor utama adalah muskulus rektus inferior, yang
menjulurkan jaringan fibrosa untuk membungkus muskulus obliqus inferior dan
berinsersio ke dalam batas bawah tarsus inferior dan orbikularis okuli. Otot polos
dari retraktor palpebra disarafi oleh nervus simpatis. Levator dan muskulus rektus
inferior dipasok oleh nervus okulomotoris.7
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebra adalah a. Palpebra. Persarafan
sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal nervus V, sedang kelopak
mata bawah oleh cabang kedua nervus V.7

B. Definisi Hordeolum
Hordeolum adalah inflamasi akut atau infeksi kelenjar pada palpebra.
Hordeolum eksternum yang lebih kecil dan lebih superfisial adalah infeksi kelenjar
zeiss atau moll, sedangkan bila kelenjar Meibom yang terkena, timbul
pembengkakan besar disebut hordeolum internum. 2,6

Gambar 4. Hordeolum eksternum.11

Gambar 5. Hordeolum internum.11

12
C. Etiologi Hordeolum
Sebagian besar kasus hordeolum disebabkan oleh Staphylococcus aureus (90-95%
kasus) atau oleh Staphylococcus epidermidis.6
D. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor risiko yang dapat memudahkan seseorang terkena
penyakit hordeolum ini yaitu kebersihan yang kurang di daerah kelopak mata,
pemakaian lensa kontak, pemakaian make up yang tidak disertai dengan
pembersihan yang benar, stres yang meningkat dan perubahan hormonal.
Selain itu ada pula penyakit atau kondisi lain yang dapat menjadi faktor risiko
terjadinya hordeolum yaitu penyakit kronik, kesehatan atau daya tahan tubuh yang
buruk, peradangan kelopak mata kronik, seperti blefaritis, diabetes, hiperlipidemia
(termasuk hiperkolesterolemia), riwayat hordeolum sebelumnya, dan kondisi kulit
seperti dermatitis seboroik.6
E. Patofisiologi
Infeksi bakteri pada kelenjar sebasea dan meibom mengakibatkan reaksi
inflamasi akut. Pada hordeolum eksternum timbul dari blokade dan infeksi dari
kelenjar zeiss atau moll. Hordeolum internum timbul dari infeksi pada kelenjar
Meibom yang terletak di dalam tarsus. Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini
memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya.6
F. Gejala dan Tanda
Gejala utama pada hordeolum yaitu nyeri, merah dan bengkak. Intensitas
nyeri menggambarkan hebatnya pembengkakan palpebra. Gejala dan tanda yang lain
pada hordeolum yaitu: eritema, terasa panas dan tidak nyaman, sakit bila ditekan
serta ada rasa yang mengganjal.2
Terdapat dua stadium pada hordeolum, yaitu stadium infiltrat yang ditandai
dengan kelopak mata bengkak, keras, kemerahan, dan nyeri tekan pada pinggir
kelopak mata. Stadium supuratif yang ditandai dengan tampak adanya titik pus (pus
point) ada pinggir kelopak mata. Pembagian stadium pada hordeolum ini penting
untuk pemilihan terapi.12

13
G. Diagnosis
Penegakkan diagnosis hordeolum berdasarkan gejala dan tanda klinis yang
dirasakan atau tampak pada pasien pada saat melakukan anamesis dan pemeriksaan
mata. Karena kekhasan dari manifestasi klinis penyakit ini jarang diperlukan biakan
untuk menegakkan diagnosis hordeolum.2
H. Penatalaksanaan
Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit sangat bermanfaat pada
stadium infiltrat karena dapat mempercepat pengeluaran pus serta mengurangi nyeri
dan bengkak. Sebagian besar hordeolum dapat sembuh sendiri dalam waktu 5-7 hari.
Selain itu perlu membersihkan kelopak mata dengan air bersih ataupun dnegan sabun
yang tidak menimbulkan iritasi, tidak menekan-nekan hordeolum, menghindari
pemakaian lensa kontak yang dikuatirkan akan menyebarkan infeksi ke kornea, serta
sementara waktu tidak menggunakan kosmetik apapun di kelopak mata.12
Apabila titik pus sudah terbentuk dapat dilakukan drainase dengan mengiris
silia pada sisi yang terkena. Operasi insisi jarang dilakukan pada abses besar. Obat
tetes mata antibiotik dan obat salep mata sebaiknya diberikan untuk mengontrol
infeksi. Obat anti inflamasi dan analgesik dapat diberikan untuk meringankan nyeri
dan mengurangi edema. Antibiotik sistemik mungkin diperlukan untuk pengendalian
dini infeksi. Pada infeksi berulang sebaiknya dicari tahu penyebab yang mendasari
dan dilakukan pengobatan yang tepat.2,12
Terapi dengan menggunakan antibiotika topikal diindikasikan bila dengan
kompres hangat selama 24 jam tidak ada perbaikan, dan bila proses peradangan
menyebar ke sekitar daerah hordeolum. Bacitracin atau tobramicin salep mata
diberikan setiap 4 jam selama 7-10 hari. Dapat pula diberikan eritromicin dalam
bentuk salep mata untuk kasus hordeolum eksternum dan hordeolum internum
ringan. Antibiotik sistemik diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau
terdapat tanda pembesaran kelenjar limfe di preauricular, pada kasus hordeolum
internum dengan kasus yang sedang sampai berat. Dapat diberikan cephalexin atau
dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 7 hari. Bila alergi penisilin atau
cephalosporin dapat diberikan clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari
atau klaritromycin 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari. Analgetika seperti asam
mefenamat atau paracetamol dapat juga diberikan.13
Pembedahan dilakukan apabila dengan terapi non-medikamentosa dan
medikamentosa tidak berespon dengan baik dan hordeolum tersebut sudah masuk

14
dalam stadium supuratif, maka prosedur pembedahan diperlukan untuk membuat
drainase pada hordeolum. Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi
topikal dengan pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi filtrasi dengan prokain atau
lidokain di daerah hordeolum. Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar
(horizontal) dengan margo palpebra dan pada hordeolum internum dibuat insisi pada
daerah fluktuasi pus, tegak lurus (vertikal) pada margo palpebra.2
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari hordeolum adalah selulitis palpebral
yang merupakan radang jaringan ikat longgar palpebral di depan septum orbita, serta
abses palpebra.12
J. Prognosis
Meskipun tidak berbahaya dan jarang terjadi komplikasi, tetapi hordeolum
sangat mudah kambuh. Hordeolum biasanya sembuh sendiri atau pecah dalam
beberapa hari sampai minggu. Dengan pengobatan yang baik hordeolum cenderung
sembuh dengan cepat dan tanpa komplikasi. Prognosis baik apabila hordeolum tidak
ditekan atau ditusuk karena infeksi dapat menyebar ke jaringan sekitar.13

XI. ANALISIS KASUS


Kasus ini, pasien ini didiagnosis sebagai OS hordeolum eksternum didasarkan
pada anamnesis :
1. Didapatkan benjolan pada kelopak mata kiri bawah sejak 3 hari yang lalu
2. Kelopak mata kiri bawah kemerahan, mengganjal, gatal, dan disertai nyeri.
Melalui pemeriksaan fisik didapatkan edema (+), spasme (+), massa (+) diameter 2 mm,
konsistensi lunak, mobile, nyeri tekan (+) pada palpebra inferior OS.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan mengarah kepada tanda
dan gejala pada penyakit hordeolum eksternum sesuai dengan tinjauan pustaka.
Diagnosis banding pada kasus ini adalah kalazion dan hordeolum internum.
Kalazion adalah radang granulomatosa kronik yang steril dan idiopatik pada kelenjar
meibom. Penyakit ini ditandai dengan adanya pembengkakan setempat yang tidak nyeri,
disertai dengan rasa berat atau pegal pada palpebra, tanpa disertai dengan adanya pustula
atau abses. Penyakit ini biasanya bersifat kronis, dengan ditemukan adanya riwayat sakit
seperti ini sebelumnya. Pada pasien ini baru pertama kali menderita sakit seperti ini,
selain itu pada pasien juga terdapat nyeri tekan sehingga diagnosis banding kalazion
dapat disingkirkan. Diagnosis banding granuloma juga dapat disingkirkan mengingat

15
bentuk klinis granuloma yakni bulat, kecil, bewarna kemerahan, permukaan tidak rata,
serta perjalanannya yang bersifat kronis.
Meskipun memiliki gejala dan tanda yang hampir mirip, rasa sakit pada
hordeolum internum lebih nyeri karena terjadi pembengkakan pada jaringan fibrous
yang lebih dalam dari hordeolum eksternum. Namun intensitas nyeri sulit menjadi
patokan karena bersifat subjektif. Di samping itu, pembengkakan dan pembentukan
pustula terletak lebih jauh dari margin palpebra, yaitu pada konjungtiva tarsal, dan jarang
terlihat pada kulit palpebra. Gambaran klinis seperti tersebut di atas tidak sesuai dengan
gambaran klinis pada pasien, sehingga diagnosis hordeolum internum juga dapat
disingkirkan.
Pada pasien ini diberikan terapi antibiotik topical kloramfenikol 1% eye
ointment/ 8 jam serta di edukasi untuk mengompres hangat pada benjolan minimal tiga
kali setiap hari selama 10-15 menit. Penundaan insisi pada pasien ini dikarenakan belum
munculnya titik pus (pus pointing). Insisi yang dilakukan pada stadium akut dapat
menyebabkan hilangnya jaringan tarsal secara berlebihan dan deformitas kelopak mata.
Pasien juga dianjurkan untuk kontrol 5 hari lagi ke poliklinik mata untuk memantau
perkembangan penyakit, keberhasilan terapi, dan menentukan perlu tidaknya tindakan
insisi dan kuretase dilakukan. Prognosis pada pasien ini adalah baik, namun harus selalu
menjaga kebersihan dan kesehatan mata. Pasien juga dianjurkan untuk tidak
menggosok-gosok atau terlalu banyak menyentuh daerah mata yang sakit untuk
mempercepat penyembuhan penyakit dan mencegah terjadinya infeksi sekunder.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. America Academic of Ophtalmology. External Disease and Cornea. Singapura.2008-


2009. Hal 87-8
2. Sullivan JH, Shetlar DJ, Whitcher JP. Palpebra, Apparatus Lakrimalis dan Air Mata. In:
Voughan & Asbury Oftalmologi Umum. 17th ed. Jakarta: EGC; 2009:78-79.
3. Ilyas Sidarta H: Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.2009. Hal
28-9; 94-5.
4. Sutrisna LTA. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik dalam Penatalaksanaan Hordeolum
di Bagian Mata RSUP dr. Kariadi Semarang tahun 2010. 2011.
5. Dorland W, Newman. Kamus Kedokteran Dorland. 31st ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2010.
6. Deligiannidis KE. Hordeolum (Stye). In: Domino FJ, Baldor RA, eds. The 5-Minute
Clinical Consult. Lippincott Williams and Wilkins; 2014:586-587.
7. Palmero EC. Anatomy of the periorbital region. Surg Coametic Dermatology.
2013;5(August):245–56.
8. Barry DK, Andrzej G, Jane MGK. Human Ocular Anatomy. Clinics in Dermatology.
2015;33:140-146.
9. Kidakorn K, Jeong HS, Ahn HN. The Asian Eyelid: Relevant Anatomy. Semin Plastic
Surgery. 2015;29(3):158-164
10. Detorakis ET, Zissimopoulos A, Ioannakis K, Kozobolis VP. Lacrimal Outflow
Mechanisms and the Role of Scintigraphy: Current Trends. World Journal of Nuclear
Medicine. 2014;13(1):16-21.
11. Jonathon PD, Kathleen C. Ocular Inflammation and Infection.Emerg Med Clin N A.
2013;31:387-97
12. Khurana A. Comprehensive Opthalmology. fourth ed. New Dehli: New Age
International (P) Ltd: 2007. p. 350-8.
13. Gupta A, Stacey S, Amissah-arthur KN. Eyelid lumps and lesions. 2014;348(May):33-
36
14. Lambreghts KA, Melore GG. Disease of the eyelids. In: Bartlett JD, Jaanus SD,
eds. Clinical Ocular Pharmacology. 5th ed. St Louis, MO: Butterworth Heinemann
Elsevier; 2008:381-413.

17
18

Anda mungkin juga menyukai