Anda di halaman 1dari 5

PORTOFOLIO

Kasus-2
Topik: Parotitis
Tanggal (Kasus) : 28 Juli 2018 Presenter : dr. Irene Ruth Saputra
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Herianto, SpPD
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Sekayu
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Anak laki-laki, 9 tahun, datang dengan bengkak pada leher kiri yang disertai
demam.
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan memberikan penatalaksanaan yang tepat
Bahan Bahasan : Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara membahas Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data Nama : An. AA, Umur : 9 tahun Pekerjaan : - No. Reg :


Pasien : Alamat : Desa Lais, Musi Banyuasin Agama : Islam 22.70.70
Suku Bangsa : Indonesia
Nama RS: RSUD Sekayu Telp : - Terdaftar sejak : 28 Juli 2018
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis:
Parotitis.
Pasien datang dengan keluhan bengkak pada leher kiri yang disertai demam.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Pasien tidak pernah mengalami bengkak pada leher kiri sebelumnya.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi.
4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien adalah siswa sekolah dasar.
6. Riwayat Imunisasi
Lengkap sesuai jadwal imunisasi pemerintah.
Pasien belum mendapatkan vaksin Mumps.
Daftar Pustaka:
1. Komite Medis RSUP Dr. Sardjito dan FK UGM Yogyakarta, Parotitis Epidemika,
dalam Standar Pelayanan Medis, Edisi II, Komite Medis RSUP Dr.Sardjito
Yogyakarta, 1999, hal : 62-64.
2. Ray, C. G. Parotitis Epidemika, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison,
Edisi XIII,EGC, Jakarta, 1999, hal : 935-938
3. Rosenberg, A. A., Kaplan, D. W., Merenstein, G. B. Mumps (Epidemic Parotitis),
dalam Handbook Of Pediatrics, Edisi XVI, Colorado, 1991, hal: 442-444.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Parotitis Epidemika, dalam Ilmu
Kesehatan Anak, Edisi VI, infomedika, Jakarta 2000, hal: 629-632.

1
2

Hasil Pembelajaran
1. Penegakkan diagnosis Parotitis
2. Penatalaksanaan Parotitis
3. Patofosiologi Parotitis

1. Subjektif

Autoanamnesis
Pasien datang ke poli anak RSUD Sekayu dengan keluhan bengkak pada leher kiri
sejak ± 2 hari yang lalu, leher bengkak terutama pada leher kiri pada bagian bawah
telinga yang terasa nyeri dan panas saat perabaan. Keluhan disertai demam yang timbul
mendadak sejak ± 2 hari yang lalu semakin meninggi dan terus menerus, tidak disertai
menggigil dan kejang. Batuk (-), pilek (-), nafsu makan menurun, tapi anak masih mau
makan.
Sakit gigi, nyeri tenggorokan, nyeri telinga, penurunan pendengaran, batuk, pilek,
sesak napas, bintik-bintik merah, gusi berdarah, mimisan dan riwayat trauma sebelumnya
disangkal.
Riwayat alergi makanan atau obat disangkal. Riwayat gigitan hewan atau serangga
disangkal. BAB cair (-), lender (-), darah (-) dan BAK tidak ada kelainan. Ibu pasien
mengatakan bahwa ada anak yang menderita keluhan yang sama di lingkungan rumah
pasien.
- Objektif

- Status generalis
Keadaan umum: tampak sakit ringan
GCS : E4M6V5
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : -/- mmHg
Nadi : 80x/menit
Laju napas : 20x/menit
Suhu : 38,0oC
BB : 22 kg
TB : 133 cm
Status Gizi : Baik

- Pemeriksaan khusus
Kepala: Simetris, rambut hitam tidak mudah dicabut, kulit dan wajah tidak sembab.
Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil bulat,
isokor, ¢ 3 mm
Hidung: Deviasi septum nasi (-), sekret (+)
Telinga: Sekret (-)
Mulut: Sianosis (-), mukosa mulut kering (-)
Tenggorok: Dinding faring hiperemis, T1-T1 tidak hiperemis, edema laring (-)
3

Leher: Terdapat pembesaran kelenjar parotis dibawah telinga kiri, batas tidak tegas, kulit
kemerahan (-), sudut mandibular tidak terlihat lagi, terasa nyeri bila disentuh,
terfiksir, fluktuasi (-), terasa hangat (+).
Thorax:
- Paru-paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris
Palpasi : Srem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan ICS V linea sternalis,
batas jantung kiri ICS V line mid klavikula sinistra
Auskultasi : HR=115 kali/menit, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Datar, pelebaran vena (-)
Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Lipat paha dan genitalia: Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
Ekstremitas: clubbing finger (-), edema (-), akral hangat, CRT<2 detik
Fungsi Motorik : kesan normal
Fungsi Sensorik : kesan normal
Fungsi Nervi Kraniales: kesan normal
GRM: kesan normal

Pemeriksaan Penunjang:
Tidak Dilakukan
2. Assessment
Pada kasus di atas, pasien laki-laki berusia 9 tahun datang dengan keluhan keluhan
bengkak pada leher kiri sejak ± 2 hari yang lalu, leher bengkak terutama pada leher kiri
pada bagian bawah telinga yang terasa nyeri dan panas saat perabaan.
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada anak-anak yang pada 30-40 % kasusnya
merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus. Infeksi terjadi pada
anak-anak kurang dari 15 tahun sebelum penyebaran imunisasi. Penyakit ini adalah
penyakit virus akut yang biasanya menyerang kelenjar ludah terutama kelenjar parotis
(sekitar 60% kasus). Gejala khas yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar
parotitis. Pada saluran kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel,
pelebaran dan penyumbatan saluran.
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari group paramyxovirus, yang
juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease. Virus
ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4 hari
pada suhu ruangan.
Parotitis merupakan penyakit endemik pada populasi penduduk urban. Virus
4

menyebar melalui kontak langsung, air ludah, muntah yang bercampur dengan saliva, dan
urin. Epidemi tampaknya terkait dengan tidak adanya imunisasi, bukan pada menyusutnya
imunitas.
Pada kasus ini, anak berusia 9 tahun mengalami pembengkakan pada leher kiri,
diduga terjadi akibat terjadinya infeksi yang disebabkan oleh virus parainfluenza. Faktor
pemicunya kemungkinan disebabkan oleh anak yang belum mendapatkan vaksin Mumps,
sehubungan dengan vaksin Mumps yang kini sulit didapatkan di Indonesia, dan tidak lagi
menjadi bagian dari vaksin yang disediakan pemerintah. Adanya anak yang mengalami
keluhan yang sama di lingkungan tinggal pasien, menguatkan kemungkinan terjadinya
epidemi kasus parotitis.
Masa inkubasi virus ini adalah 15 sampai 21 hari kemudian virus berreplikasi di
dalam traktus respiratorius atas dan nodus limfatikus servikalis, dari sini virus menyebar
melalui aliran darah ke organ-organ lain. Setelah masuk melalui saluran respirasi, virus
mulai melakukan multiplikasi atau memperbanyak diri dalam sel epithel saluran nafas.
Virus kemudian menuju ke banyak jaringan serta menuju kekelenjar ludah dan parotis.
Masa inkubasi berkisar antara 14 - 24 hari, dengan puncak pada 17 - 18 hari dan
rata-rata selama 18 hari. Batasan paling lama untuk masa inkubasi yaitu 8 sampi 30 hari.
Pada anak, manifestasi prodormal jarang tetapi mungkin bersama dengan demam, nyeri
otot (terutama pada leher), nyeri kepala, anorexia, dan malaise.
Sebagaimana yang ditemukan pada kasus ini, pada kasus parotitis suhu tubuh
biasanya naik sampai 38,5 – 39,5 C, kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotitis
yang mula-mula unilateral tetapi kemudian bilateral. Pembengkakan tersebut terasa nyeri
baik spontan maupun pada perabaan, terlebih-lebih jika penderita makan atau minum
sesuatu yang asam, ini merupakan gejala khas untuk penyakit parotitis epidemika.
Pembengkakan dapat terjadi dengan cepat biasanya puncaknya pada 1-3 hari dan
pembengkakan menghilang dalam satu minggu setelah pembengkakan maksimal.
Pembengkakan jaringan mendorong lobus telinga keatas dan keluar dari sudut mandibula
tidak lagi dapat dilihat. Kulit diatas kelenjar yang membengakak tidak hangat atau eritem,
berlawanan dengan tanda yang ditemukan pada parotitis bakteri. Pembengkakan perlahan-
lahan menghilang dalam 8-10 hari. Satu kelenjar parotis biasanya membengkak sehari
atau dua hari sebelum yang lain, tetapi lazimnya pembengkakan terbatas pada satu
kelenjar. Sebagaimana yang terjadi pada kasus ini.
Diagnosis kasus ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, di mana
didapatkannya keluhan yaitu demam, nafsu makan turun, sakit kepala, muntah, sakit waktu
menelan dan nyeri otot. Kadang dengan keluhan pembengkakan pada bagian pipi yang
terasa nyeri baik spontan maupun dengan perabaan. Dari anamnesis juga dapat digali
adanya kontak dengan penderita kurang lebih 2-3 minggu sebelumnya (masa inkubasi 14-
24 hari). Sebagaimana yang terjadi pada kasus ini, di mana pasien memiliki kontak dengan
anak dengan keluhan yang sama di lingkungan rumahnya.
Secara klinis penegakkan diagnosis biasa dilihat dengan didapatkannya demam
dengan panas ringan sampai tinggi (38,5 – 39,5)°C, keluhan nyeri didaerah parotis,
keluhan nyeri otot terutama leher, sakit kepala, muntah, anoreksia dan rasa malas.
Untuk pemeriksaan penunjang, secara laboratorium darah rutin hasil pemeriksaan
sering tidak spesifik, karena gambaran pada kasus ini sering tampak menyerupai infeksi
virus lain, biasanya leukopenia ringan dengan limfositosis relatif, namun komplikasi sering
5

menimbulkan leukositosis polimorfonuklear tingkat sedang. Pada kasus ini, karena


diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta sering tidak
spesifiknya hasil pemeriksaan darah, maka pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan.
Komplikasi kasus parotitis sendiri dapt menyebabkan terjadinya meningoensepalitis,
ketulian, orchitis, oofaritis, pankreatitis, tiroiditis, miokarditis, artiritis, kelainan pada mata,
dan embriopati parotitis pada kehamilan.
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang sendiri)
yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi
virus “Mumps” oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pemberian antibiotik biasa disarankan sebagai bentuk penanganan infeksi sekunder, dan
penatalaksanaan untuk kecurigaan kasus parotitis supuratif yang disebabkan oleh bakteri.
Parotitis merupakan penyakit self-limited, dapat sembuh sendiri. Prognosis parotitis
adalah baik, dapat sembuh spontan dan komplit serta jarang berlanjut menjadi kronis.
Prognosis baik, kematian yang terjadi akibat parotitis epidemika sangat jarang terjadi,
sterilitas dan ketulian yang permanen juga sangat jarang terjadi.
3. Plan

Diagnosis : Parotitis
Tatalaksana
1. Non Farmakologi:
1) Edukasi kepada orangtua bahwa kasus ini adalah kasus infeksi virus yang dapat
sembuh dengan sendirinya.
2) Edukasi kepada orang tua bahwa kasus ini adalah infeksi menular, dan
menyarankan agar anak jangan bermain di luar rumah dulu untuk mencegah
penyebaran infeksi.
2. Farmakologi:
1) Paracetamol Syr 125 mg/5 ml 3 x 2 cth
2) Multivitamin Syr 3 x 1 cth
3) Amoxicillin Syr 125 mg/5 ml 3 x 1 ½ cth
Prognosis:
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
Quo ad sanationam: dubia ad bonam

Anda mungkin juga menyukai