Oleh :
Billy G. Mantu
15014101242
Supervisor Pembimbing :
dr. Suzanna P. Mongan, Sp.OG (K)
Oleh :
Billy G. Mantu
15014101242
Telah dikoreksi, dibacakan dan disetujui pada tanggal Februari 2017 untuk
memenuhi syarat tugas Kepaniteraan Klinik Madya di bagian Obstetri dan
Ginekologi FK UNSRAT Manado
Koordinator Pendidikan
Bagian Obstetri dan Ginekologi Pembimbing
FK UNSRAT Manado
dr. Suzanna P. Mongan, Sp.OG (K) dr. Suzanna P. Mongan, Sp.OG (K)
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai usia kehamilan cukup bulan,
biasanya berakhir pada minggu ke 6-12, dan yang tersering pada minggu ke 6 -
8. Berakhirnya kehamilan tuba ada dua cara, yaitu abortus tuba dan ruptur tuba.
Abortus tuba terjadi karena hasil konsepsi bertambah besar dan menembus
endosalping (selaput lendir tuba), masuk ke lumen tuba dan dikeluarkan ke arah
infundibulum. Perdarahan timbul karena abortus keluar dari ujung tuba dan
mengisi kavum douglasi sehingga terjadilah hematokel retrouterin. Ruptur tuba
terjadi apabila telur menembus lapisan otot tuba ke arah kavum peritoneum.7
Sebagian besar penyebab dari kehamilan ektopik tidak diketahui. Setelah
sel telur dibuahi di bagian ampula tuba, maka setiap hambatan perjalanan sel telur
ke dalam rongga rahim memungkinkan terjadinya kehamilan tuba.8
Berikut ini akan disampaikan laporan kasus tentang kehamilan ektopik
terganggu (KET).
4
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K.H
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 26 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Minahasa / Indonesia
Alamat : Kel. Wangurer Ling.III
Tgl Masuk RS : 31 Desember 2016
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut bagian bawah, perdarahan dari jalan lahir
(sedikit)
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari RSU Budi Mulia Bitung dengan diagnosa KET
masuk rumah sakit pada tanggal 31 Desember 2016, jam 04.39
dengan keluhan utama merasa pusing, nyeri perut bagian bawah
sejak ± 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Mual (+), Muntah (+).
Perdarahan dari jalan lahir (+) sejak 6 jam sebelum masuk rumah
sakit. Riwayat keputihan (-).
Pasien melakukan Ante Natal Care (ANC) teratur kurang lebih 9
kali di puskesmas.
Penyuntikan Tetanus Toxoid (TT) dua kali.
Riwayat Menstruasi
Menarche : 11 tahun
Siklus haid : Teratur
Lamanya : 8-9 hari
Banyaknya : 3-4x ganti pembalut/hari
5
Nyeri saat haid : (-)
HPHT : 6 November 2016
6
Ekstremitas
Akral hangat +/+, edema tungkai -/-
Refleks : Refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)
Abdomen :
o Inspeksi : Datar
o Auskultasi : BU (+) N
o Palpasi : Tegang, nyeri tekan seluruh lapang
abdomen(+)
o Perkusi : Sulit dievaluasi (nyeri)
Genitalia eksterna : Perempuan normal
Status Ginekologi
Inspeksi : Fluksus (+), vulva tidak ada kelainan
Inspekulo : Fluksus (+), vagina tidak ada kelainan, porsio licin,
erosi (-) livide (+), OUE tertutup.
PD : Fluksus (+), vulva/vagina tidak ada kelainan, porsio lunak, nyeri
goyang portio (+), OUE tertutup
Korpus uteri : Tidak teraba membesar
Adneksa bilateral : Tidak teraba massa, nyeri (+)
Parametrium bilateral : Lemas
Kavum douglasi : Menonjol
Rectal Toucher : Tidak dievaluasi
7
MCHC : 34.9 g/dL
MCV : 78.5 fL
Tes Kehamilan : HCG test (+)
USG :
Uterus antefleksi agak membesar. Kavum uteri normal tanpa kantong
gestasi, serviks normal, kedua ovarium dalam batas normal. Disebelah
medial ovarium kanan tampak massa kompleks dengan ukuran 3,4 x
4,2 cm. Kemungkinan massa berasal dari kehamilan ektopik (massa
hematokel).
Kesan : kehamilan ektopik
V. RESUME
Pasien rujukan dari RSU Budi mulia Bitung dengan diagnosa KET masuk
rumah sakit pada tanggal 31 Desember 2016, jam 04.39 dengan keluhan
merasa pusing, nyeri perut bagian bawah sejak ± empat jam sebelum
masuk rumah sakit. Mual (+), Muntah (+). Perdarahan dari jalan lahir
(+) sejak enam jam sebelum masuk rumah sakit. Riwayat terlambat haid
(+) telat satu bulan tiga minggu (HPHT : 6 November 2016). Riwayat
keputihan (-).
VI. DIAGNOSIS
Kehamilan ektopik terganggu
VII. PENATALAKSANAAN
- Laparatomi cito
- Konseling informed consent
- Cek Lab, APTT/PTT, crossmatch, EKG
- Sedia darah setuju operasi
- Observasi TNRS, perdarahan, keluhan
8
Tanggal Operasi : 31 Desember 2016
Jam operasi dimulai : 07.10 WITA
Jam operasi selesai : 08.15 WITA
Lama operasi : 1 jam
Diagnosa Pre-op : Kehamilan ektopik terganggu
Jenis Operasi : Salphingektomi Dekstra
Laporan Operasi :
Penderita dibaringkan terlentang di atas meja operasi. Dalam
keadaan general anestesi. Di lakukan asepsis daerah abdomen dan sekitarnya
dengan bethadine. Abdomen ditutup doek steril lewat pada lapangan operasi.
Dilakukan insisi linea mediana inferior pada abdomen diperdalam lapis demi lapis
secara tajam dan tumpul sampai lapisan fascia. Fascia dijepit dengan dua klem
koher, digunting kecil dan diperlebar ke kiri dan ke kanan. Otot disisihkan secara
tumpul ke lateral. Tampak peritoneum kebiruan. Peritoneum dijepit dengan dua
pinset. Setelah yakin tidak ada jaringan usus yang terjepit di bawahnya,
peritoneum digunting kecil dan diperlebar ke atas dan ke bawah. Setelah
peritoneum dibuka, tampak darah dan bekuan darah, dihisap ± 2500cc.
Eksplorasi tampak uterus sedikit membesar, retrofleksi. Eksplorasi lanjut
tampak janin keluar dari kantung kehamilan diidentifikasi berasal dari kehamilan
ovarial dekstra, ruptur berukuran 3x3 cm. Ovarium dan tuba dekstra membentuk
suatu masa kompleks dan melekat dengan fundus uteri. Tuba dan ovarium sinistra
baik. Kemudian dilakukan salphingoovorektomi dekstra. Broad ligamentum
anterior dibuka ke arah paracolic gutter kanan, identifikasi ureter melintas pada
broad ligamentum posterior. Dibuat jendela pada broad ligamentum posterior.
Ligamentum infundibulopelvicum dijepit dengan dua klem, dipotong lalu dijahit
dengan PGA no.1. dilakukan adhesiolisis massa kompleks dengan fundus uteri.
Pangkal tuba, mesosalphing, ligamentum ovari propari dekstra dijepit dengan 2
klem, digunting dan jahit PGA no. 1. Kontrol perdarahan (-), cavum abdomen
dibersihkan dengan Nacl 0,9% hangat sebanyak 1000cc. Dinding abdomen
ditutup lapis demi lapis. Peritoneum dijepit simpul dengan chromic cutgut 3/0
9
tapper, Facia dijahit jelujur dengan safil 1 tapper. Lemak dijahit simpul dengan
plain cutgut 1 tapper. Kulit dijahit subkutikuler dengan chronic cutgut 2/0 cutting.
Luka operasi ditutup dengan kassa betadin. Operasi selesai.
VIII. FOLLOW UP
Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 20 Februari 2017 (08.37)
Darah Lengkap
Leukosit : 10630 /uL
Eritrosit : 2.61 106/uL
Trombosit : 152.000/uL
Hb : 7.9 g/dL
Ht : 24,0 %
MCH : 30,4 pg
MCHC : 33,0 g/dL
MCV : 92,1 fL
Time Subjective Objective Assesment Planning
20/02/2017 (-) KU : cukup P0A1 22 tahun - IVFD RL:D5
06.20 Kes : CM post = 1:1 = 28
T:110/70 mmHg salpingoovorekt gtt
10
N: 80x/m ommi dekstra + - Ceftriaxone
R:20x/m adhesiolisis a.i 3x1 gr
S:36,5ºC KET H-I - Injeksi
CA: +/+ Metronidazol
Abdomen : 2x500 mg
Luka operasi - Injeksi asam
tutup kasa traneksamat
steril 3x500 mg
Peristaltik (+) - Kaltrofen
normal 1x2 supp
Urine : 50 - Cek DL post
cc/jam operasi
21/02/2017 (-) KU : cukup P0A1 22 tahun - IVFD RL:D5
06.20 Kes : CM post = 1:1 = 28
T:100/70 mmHg salpingoovorekt gtt
N: 84x/m ommi dekstra + - Ceftriaxone
R:20x/m adhesiolisis a.i 3x1 gr
S:36,3ºC KET H-II + - Injeksi
CA: +/+ Anemia Metronidazol
Abdomen : 2x500 mg
Luka post - Injeksi asam
operasi traneksamat
terawat 3x500 mg
Peristaltik - Kaltrofen 1x2
(+) normal supp
Urine : 60 - SF 2x1 tab
cc/jam - Transfusi
PRC hingga
Hb ≥ 10
- Aff infus 1
line
- aff kateter
22/02/2017 (-) KU : cukup P0A1 22 tahun - Aff infus,
11
06.00 Kes : CM post sisakan
T:110/70 mmHg salpingoovorekt venflon
N: 80x/m ommi dekstra + - Transfusi
R:20x/m adhesiolisis a.i hingga
S:36,3ºC KET H-III + Hb≥10
CA: +/+ Anemia - Cefadroxil
Abdomen : 3x500 mg
Luka post - Metronidazol
operasi 2x500 mg
terawat, pus - SF 1x1 tab
(-) - Asam
Peristaltik Mefenamat
(+) normal 3x500 mg
23/02/2017 (-) KU : cukup P0A1 22 tahun - Rawat luka –
06.10 Kes : CM post ganti perban
T:110/70 mmHg salpingoovorekt - Cefadroxil
N: 84x/m ommi dekstra + 3x500 mg
R:20x/m adhesiolisis a.i - Metronidazol
S:36,5ºC KET H-IV 2x500 mg
CA: -/- - SF 1x1 tab
Abdomen : - Rencana
Luka post pulang
operasi
terawat, pus
(-)
Peristaltik
(+) normal
24/02/2017 (-) KU : cukup P0A1 22 tahun - Cefadroxil
06.10 Kes : CM post 3x500 mg
T:110/70 mmHg salpingoovorekt - Metronidazol
N: 80x/m ommi dekstra + 2x500 mg
R:20x/m adhesiolisis a.i - SF 1x1 tab
S:36,5ºC KET H-V - Asam
12
CA :+/+ Mefenamat
Abdomen : 3x500 mg
Luka post - Rawat jalan
operasi
terawat
Peristaltik
(+) normal
13
BAB III
PEMBAHASAN
14
Menurut Linardakis18 40% dari kehamilan ektopik terjadi antara umur 20-29
tahun.
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada kasus, ditemukan bahwa keadaan
umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah
(120/70 mmHg), nadi meningkat (123 x/menit) dan respirasi mengalami sedikit
peningkatan(24x/menit). Pada pemeriksaan abdomen ditemukan distensi abdomen
dan nyeri tekan di seluruh kuadran.
Pada inspeksi biasanya terlihat perut tidak membesar (datar), ataupun
terdapat sedikit pembesaran yang tidak sesuai dengan usia kehamilan. Bila uterus
dapat diraba maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor
disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Pada pasien ditemukan
perut cembung. Pada palpasi ditemukan adanya distensi abdomen dan nyeri tekan
abdomen.
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen,
atau hanya dibagian atas abdomen. Umumnya, diperkirakan bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh
darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat
nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada
perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu - satunya sebab timbulnya
nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.3,19
Hasil pemeriksaan ginekologi pada kasus ditemukan adanya nyeri goyang
pada portio dan penonjolan cavum douglasi yang menandakan adanya hematokel
retrouterina. Pasien dengan kehamilan ektopik terganggu pada perabaan kavum
douglasi ditemukan adanya penonjolan pada forniks posterior yang menandakan
adanya hematokel retrouterina bila terjadi perdarahan yang masif.7
Pada pemeriksaan bimanual terdapat nyeri tekan dan dengan batas-batas
yang tidak jelas di samping uterus. Baik abortus tuba maupun ruptur tuba gerakan
pada serviks akan terasa nyeri sekali (nyeri goyang portio).7
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu tes kehamilan,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan USG, dan kuldosentesis. Pada pasien ini
15
dilakukan ketiga pemeriksaan diatas, hanya saja kuldosentesis tidak dilakukan
karena nyeri yang sangat dari pasien dan diagnosis sudah bisa ditentukan dengan
pemeriksaan USG.
Kuldosentesis adalah satu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum Douglasi terdapat darah atau cairan lainnya. Cara ini amat berguna
dalam membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu khususnya jika
berada di daerah perifer dengan pemeriksaan penunjang yang kurang.3,25 Cara ini
tidak digunakan pada kehamilan ektopik belum terganggu.5
16
(pseudosac). Pada kehamilan ektopik terganggu sering tidak ditemukan kantung
gestasi ektopik. Gambaran yang tampak ialah cairan bebas dalam rongga
peritoneum terutama di kavum douglasi. Dapat pula dijumpai hematokel pelvik
yang dalam gambar ultrasonografik akan tampak sebagai suatu masa ekhogenik di
adneksa yang dikelilingi daerah kistik (sonolusen) dengan batas tepi yang tidak
tegas.10,11
Berdasarkan teori, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini dapat dipastikan
diagnosis pasien adalah kehamilan ektopik terganggu.
Pada kasus ini penanganan utama yang dilakukan adalah mengatasi
kegawatan (emergency treatment), yakni mengamankan airway, breathing dan
circulation. Pada pasien ini tanda-tanda vital awal masih baik. Setelah diagnosis
kehamilan ektopik terganggu ditegakkan, tatalaksana pada pasien ini adalah
direncanakan dilakukan surgical treatment, yakni dengan melakukan laparotomi
cito. Sebelum tindakan operatif dilakukan, stabilisasi terhadap keadaan klinis
pasien yaitu pemberian cairan dan injeksi ceftriakson diberikan. Laparatomi cito
dilakukan dengan maksud untuk mencari dan menghentikan sumber perdarahan
dengan segera hingga mencapai suatu keadaan homeostasis dan penderita tidak
jatuh ke dalam komplikasi yang lebih lanjut.14,15,20 Pada kasus, dilakukan
laparatomi dan didapati ruptur kehamilan ovarial dekstra, ruptur berukuran 3x3.
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan
kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja
pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat
mungkin. Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi
kehamilan tuba, yaitu pembedahan konservatif, dimana integritas tuba
dipertahankan, dan pembedahan radikal, di mana salphingektomi dilakukan.
Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai
salpingostomi dan salpingotomi.21
Jenis pembedahan yang dilakukan dalam kasus ini adalah
salpingoovorektomi, yaitu pengangkatan tuba dan ovarium yang mengandung
kehamilan. Cara ini dilakukan karena didapatkan ruptur ovarium dekstra dan
17
tidak ditemukan janin hidup. Selain itu alasan lain dilakukan tindakan ini karena
mengingat kemungkinan berulangnya kehamilan ektopik.
Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi
dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang
sebenarnya sudah sempit. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan
massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat
dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika
dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping.21
Selama melakukan pembedahan tidak ditemukan adanya kesulitan yang
berarti, hingga pembedahan terlaksana dengan baik. Setelah pembedahan,
penanganan selanjutnya adalah membantu proses penyembuhan (supportive
treatment).
Tindakan untuk membantu proses penyembuhan yang utama adalah
mengatasi agar penderita tidak jatuh ke dalam keadaan anemia, pemberian
antibiotika berspektrum luas, dan pemberian roboransia. Pada penderita,
medikamentosa yang diberikan yakni ceftriaxone 2x2 gram IV (Terlebih dahulu
dilakukan skin test), metronidazole 2x500 mg IV, kaltrofen 1x2 supp, asam
traneksamat 3x500 mg IV. Setelah pasien diperbolehkan konsumsi peroral, maka
diganti dengan terapi medikamentosa peroral, yakni cefadroxil 500 mg 3x1 caps,
metronidazole 500 mg 2x1 tab, dan asam mefenamat 500 mg 3x1 tab, dan sulfat
ferosus 1x1 tab.
Umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau
pasca penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah
mengalami kehamilan ektopik pada tuba satu sisi, kemungkinan pasien akan
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain.22
Apabila saluran tuba ruptur (pecah) akibat kehamilan ektopik dan diangkat
melalui operasi, seorang wanita akan tetap menghasilkan ovum (sel telur) melalui
saluran tuba sebelahnya namun kemungkinan hamil akan berkurang. 22
Apabila salah satu saluran tuba terganggu (contoh karena perlekatan) maka
terdapat kemungkinan saluran tuba yang di sebelahnya mengalami gangguan juga.
Hal ini dapat menurunkan angka kehamilan berikutnya dan meningkatkan angka
kehamilan ektopik selanjutnya.23
18
Sebuah studi random tahun 2013 menyimpulkan bahwa kemungkinan
kehamilan intra uterin setelah dua tahun pasca pengobatan kehamilan ektopik
rata-rata berkisar 64% dengan pembedahan radikal, 67% dengan pengobatan
medikamentosa, dan 70% dengan pembedahan konservatif.24
Dengan melihat manajemen penanganan dari penderita ini mulai dari
diagnosis, tindakan sampai follow up semua dilaksanakan dengan tepat. Maka
pada penderita ini dapat dikatakan mempunyai prognosis yang baik. Kematian
karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan diagnosis dini
dan penanganan yang cepat dan tepat.
19
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Diagnosis yang tepat pada kasus ini didapatkan dari ditemukannya trias
kehamilan ektopik terganggu, anamnesis, adanya tanda kehamilan pada
pemeriksaan fisik, hematokel retrouterina kavum douglasi (penonjolan) pada
pemeriksaan ginekologi, dan hasil tersebut dikonfirmasi dengan test
kehamilan dan USG. Diagnosis pasti kehamilan ektopik terganggu didapatkan
setelah dilakukan laparotomi sehingga ditindak lanjuti dengan penanganan
salphingoovorektomi pada tuba dan ovarium dekstra.
B. SARAN
Mengingat kehamilan ektopik dapat terjadi berulang, untuk itu disarankan
kepada penderita agar dapat menjaga pola hidup yang bersih dan sehat,
melakukan konseling dengan dokter kandungan untuk rencana kehamilan
selanjutnya, serta konseling untuk rencana pemasangan alat KB yang tepat.
Penderita juga ditekankan supaya sedapat mungkin memeriksakan diri secara
teratur di pusat-pusat pelayanan kesehatan terdekat saat mengetahui dirinya
hamil supaya dapat mengenali faktor-faktor resiko yang dimiliki terhadap
suatu penyakit, khususnya dalam hal ini kehamilan ektopik.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
14. Saifiddin AB, Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Dalam: Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. Editor Affandi
B, Waspodo B. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002;
15-20
15. Jones HW. Ectopic Pregnancy. In: Novak’s Text Book of Gynecology. 3 rd
Edition. Balltimore: William and Wilkins. 1997; 883-05
16. Sepilian VP, Wood E, Casey FE, Rivlin ME, Barnes AD, Talavera F, et al.
Ectopic Pregnancy. MedScape. 2014. Diakses 04 Februari 2017. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com
17. Wiknjosastro H, 2010. Ilmu kebidanan. Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
18. Manuaba IBG, 2012. Operasi Kebidanan, Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Dokter Umum. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
19. Marpaung, C., 2007. Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik
Terganggudi RS St. Elisabeth Medan tahun 1999-2006. Skripsi FKM-USU.
20. Rospida Bangun: Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik Terganggu
(KET) Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2003 –
2008. USU Repository. 2009
21. Cunningham FG. Ectopic Pregnancy. Williams Obstetrics. 21 st ed. New York:
McGraw-Hills. 2001.p.883-910.
22. Anthonius BM. Kehamilan Ektopik. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2001.324-67
23. Lozeau AM, Potter B. Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy.
American Academy of Family Physician.2005.p.1707-14
24. Fernandez H, Capmas P, Lucot JP, Resch B, Panel P, Bouyer J. Fertility after
ectopic pregnancy: The DEMETER randomized trial. Human Reproduction.
2013;28:1247–53.
22