KAJIAN PUSTAKA
Devinisi pengasuh menurut arti kata, pengasuh memiliki kata dasar asuh yang artinya
mengurus, mendidik, melatih, memelihara, dan mengajar. Kemudian diberi awalan peng-
(pengasuh) berarti kata pelatih, pembimbing. Jadi pengasuh memiliki makna orang yang
mengasuh, mengurus, memelihara, melatih dan mendidik. Menurut Hastuti (2010:1) “Pengasuh
adalah pengalaman, ketrampilan, dan tanggung jawab sebagai orang tua dalam mendidik dan
merawat anak”. Sebagaimana (Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini,2010:2), Tenaga pengasuh
adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan pengasuhan dan
perawatan kepada anak untuk menggantikan peran orangtua yang sedang bekerja/ mencari
nafkah.
lebih lanjut devinisi pengasuhan dapat dilihat dari beberapa pendapat para ahli berikut;
Istilah kelekatan (attacment) untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikologi dari
Inggris bernama john Bowlby. Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang
dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam
kehidupannya, biasanya orangtua (Mc Cartney dan Dearing, 2007:3). Bowlby (Haditono,2007:4)
menyatakan bahwa hubungan ini akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia
yang di awali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain pengganti ibu. Menurut Ainsworth
(Belsky, 2007:4) “hubungan kelekatan berkembang melalui pengalaman bayi dengan pengasuh
Hubungan kelekatan yang di harapkan terjalin adalah kelekatan yang aman. Dengan kelekatan
yang aman di harapkan anak akan mampu mencapai perkembangan yang optimal, sebaliknya
bila kelekatan yang terjadi adalah kelekatan yang tidak aman maka anak akan mengalami
masalah dalam proses perkembangannya. Selanjutnya hal ini dapat menjadi akar dari berbagai
Parent dalam parenting memiliki beberapa definisi-ibu, ayah, seseorang yang akan
membimbing dalam kehidupan baru, seorang penjaga, maupun seorang pelindung. Parent adalah
seseorang yang mendampingi dan membimbing semua tahapan pertumbuhan anak, yang
bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik.
Prinsip pengasuhan menurut Hoghughi tidak menekankan pada siapa (pelaku) namun lebih
menekankan pada aktifitas dari perkembangan dan pendidikan anak. Oleh karenanya pengasuhan
meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi dan pengasuhan social. Pengasuhan emosi
seperti merasa terasing dari teman-temannya, takut, atau mengalami trauma. Pengasuhan emosi
ini mencakup pengasuhan agar anak merasa dihargai sebagai seorang individu, mengetahui rasa
dicintai, serta memperoleh kesempatan untuk menentukan pilihan dan untuk mengetahui
resikonya. Pengasuhan emosi ini bertujuan agar anak mempunyai kemampuan yang stabildan
konsisten dalam berinteraksi dengan lingkungannya, menciptakan rasa aman, serta menciptakan
rasa optimistic atas hal-hal baru yang akan ditemui oleh anak. Sementara itu, pengasuhan sosial
bertujuan agar anak tidak merasa terasing dari lingkungan sosialnya yang akan berpengaruh
terhadap perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya. Pengasuhan sosial ini menjadi sangat
penting karena hubungan sosial yang dibangun dalam pengasuhan akan membentuk sudut
pandang terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. pengasuhan sosial yang baik berfokus pada
memberikan bantuan kepada anak untuk dapat terintegrasi dengan baik di lingkungan rumah
maupun sekolahnya dan membantu mengajarkan anak akan tanggung jawab sosial yang harus
pengasuhan (parenting) sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi pada anak, yang
mencakup apa yang harus dilakukan oleh orang tua/ pengasuh agar anak mampu bertanggung
jawab dan memberikan kontribusi sebagai anggota masyarakat termasuk juga apa yang harus
dilakukan orang tua/ pengasuh ketika anak menangis, marah, berbohong, dan tidak melakukan
kewajibannya dengan baik (Berns, 2012:1). Berns (2012:1) menyebutkan bahwa pengasuhan
merupakan sebuah proses interaksi yang berlangsung terus-menerus dan mempengaruhi bukan
hanya bagi anak juga bagi orang tua. Senada dengan Berns, Brooks (2012:1) juga
mendefinisikan pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan
interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan anak. Proses pengasuhan
bukanlah sebuah hubungan satu arah yang mana orang tua mempengaruhi anak namun lebih dari
itu, pengasuhan merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak yang dipengaruhi oleh
Menurut Ki Kajar Dewantara pengasuhan berasal dari kata ”asuh” artinya pemimpin,
pengelola, pembimbing. Maka pengasuh adalah orang yang melaksakan tugas membimbing,
memimpin atau mengelola. Dalam hal ini pengasuh anak maksudnya adalah memelihara dan
mendidiknya dengan penuh pengertian. Ki Hajar Dewantara membagi pendidikan di Indonesia
menjadi tiga bagian yaitu : informal, yaitu dalam keluarga, formal yaitu sekolah, dan nonformal
Merujuk pada beberapa definisi tentang pengasuhan tersebut menunjukkan bahwa konsep
pengasuhan mencakup beberapa pengertian pokok, antara lain: (i) pengasuhan bertujuan untuk
mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental
maupun sosial, (ii) pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara
orang tua dengan anak, (iii) pengasuhan adalah sebuah proses sosialisasi, (iv) sebagai sebuah
proses interaksi dan sosialisasi proses pengasuhan tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya
Berdasarkan uraian di atas , pengasuh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
Dini,2010:2), Tenaga pengasuh adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk memberikan
pelayanan pengasuhan dan perawatan kepada anak untuk menggantikan peran orangtua yang
Salah satu syarat untuk menjadi pengasuh adalah memiliki syarat-syarat kemampuan
pengasuh. Salah satunya memiliki kualifikasi pengasuh sebagaimana ditinjau dari Kualifikasi
Akademik: Pengasuh harus memiliki kualifikasi akademik minimum SMA sederajat. Dan
pengasuhan; 3). bersikap dan berperilaku sesuai dengan kebutuhan psikologis. (Direktorat
kebutuhan gizi anak, memahami layanan dasar kesehatan dan kebersihan anak,
memahami tugas dan kewenangan dalam membantu guru dan guru pendamping.
perawatan kebersihan anak, terampil bermain dan berkomunikasi secara verbal dan non
verbal dengan anak, mengenali dan mengatasi ketidak nyamanan anak, terampil merawat
3. Pengasuh harus bersikap dan berperilaku sesuai dengan kebutuhan psikologis anak yaitu
menyayangi anak secara tulus, berperilaku sabar, tenang, ceria, penuh perhatian, serta
melindungi anak, memiliki kepekaan dan humoris dalam menyingkapi perilaku anak,
menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan bertanggung jawab.
Berpenampilan rapi bersih dan sehat. Berperilaku santun, menghargai, dan hormat
Selanjutnya Menurut (Surya, 2007:2) bahwa “Hal-hal yang menjadi syarat kemampuan
pengasuh adalah: 1). pengetahuan tentang kesehatan. 2). kemampuan berbahasa yang jelas dan
santun. 3). memiliki kecerdasan yang cukup tinggi. 4). berperilaku sopan dan santun.
anak misalnya: makanan apa yang dianjurkan dan makanan apa yang tidak dianjurkan
bagi anak usia 0-4 tahun, bagaimana pertolongan pertama ketika mengalami kecelakaan
2. Seorang pengasuh haruslah selalu berbahasa yang santun dan jelas. Pada usia tersebut,
anak sedang melatih ketrampilannya dalam berbicara. Dan pada masa itu, untuk
mengasah ketrampilan anak dalam berbicara dan menjaga kesantunannya, seorang
3. Seorang pengasuh harus memiliki kecerdasan yang cukup tinggi karena anak usia
tersebut memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan selalu ingin bereksplorasi. Sehingga
4. Pengasuh harus berperilaku santun dan sopan Karena pada usia ini anak membutuhkan
Berdasarkan syarat kemampuan pengasuh yang telah diuraikan di atas, Pengasuh yang
ada di TPA diharapkan benar-benar memahami prinsip-prinsip dasar pendidikan, perawatan dan
Menurut Kohn (dalam Zahroh, 2012:10), menyatakan bahwa pola asuh merupakan sikap
orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orangtua ini meliputi cara orangtua
dan juga cara orangtua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anak.
Berdasarkan pengertian tersebut disimpulkan bahwa yang dimaksud orang tua dalam
penelitian ini adalah pengasuh yang ada di TPA Al-Ishlah. Pola asuh dalam penelitian ini
merupakan sikap pengasuh dalam berinteraksi dengan anak asuhnya. Sikap pengasuh ini meliputi
otoritasnya dan juga cara pengasuh memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anak
asuhnya.
Menurut Hastuti (2010:1) “Gaya pengasuhan adalah cara interaksi pengasuh kepada anak
asuh. Pada dasarnya ada 2 tipe pengasuhan yaitu: gaya pelatihan emosi (parental emotional
styles) dan gaya pendisiplinan. gaya pelatih emosi terbagi dua yaitu; gaya pelatih emosi
(coaching) dan gaya pengabai emosi. Sedangkan untuk gaya pendisiplinan terbagi atas tiga yaitu;
1. Gaya pelatihan emosi (parental emotional styles) merupakan pola pengasuhan dimana
pengasuh mampu membantu anak asuh untuk menangani emosi terutama emosi negatif.
Pengasuh tipe ini mampu menilai emosi negatif sebagai kesempatan untuk menciptakan
kepercayaan pengasuh terhadap anak untuk mengatur emosi dan menyelesaikan suatu
masalah sehingga Pengasuh bersedia meluangkan waktu saat anak sedih, marah dan takut
serta mengajarkan cara mengungkapkan emosi yang dapat diterima orang lain.
2. Gaya pengabai emosi (dismissing parenting style). Pola pengasuhan dimana pengasuh
tidak punya kesadaran dan kemampuan untuk mengatasi emosi anak serta percaya bahwa
emosi negatif sebagai cerminan buruknya ketrampilan pengasuhan. Pengasuh tipe ini
menganggap bahwa anak terlalu cengeng saat sedih sehingga Pengasuh tidak
menyelesaikan masalah anak dan beranggapan bahwa emosi anak akan hilang dengan
sendirinya.
Sementara itu untuk gaya pendisiplinan (Hastuti,2010:1) terbagi atas tiga yaitu;
3).Pendisiplinan permissive
1. Pendisiplinan otoriter (authoritarian). Yaitu pola asuh dimana pengasuh memberi aturan
yang ketat dan adanya otoritas dari pengasuh untuk menetapkan aturan yang bersifat kaku
dan tanpa penjelasan. pengasuh dengan tipe ini biasanya mendikte segala perbuatan yang
seharusnya dilakukan anak serta tidak mengharapkan anak membantah keputusan yang
telah ditetapkan.
2. Pendisiplinan demokratis (authoritative). Pada pola asuh ini dimana pengasuh memberi
batasan yang tinggi namun juga memberi penjelasan sesuai pola pikir anak (toleran
kepada anak). Pengasuh tipe ini memberikan batasan dan aturan kepada anak tetapi juga
memberikan konsekuensi yang bersifat naluriah kepada anak apabila mereka melakukan
kesalahan kepada anak. Selain itu pengasuh tipe ini juga menjelaskan pentingnya aturan
yang telah di sepakati dan mengapa aturan tersebut harus dijalani oleh anak.
3. Pendisiplinan permissive merupakan pola asuh dimana Pengasuh tipe ini memberi
anak dalam memahami masalah kehidupan. Pengasuh tipe ini lebih responsive terhadap
kebutuhan anak namun tidak memberi batasan yang tepat bagi perilaku anak sehingga
1). Pembiasaan, 2). Belajar sambil bermain, 3). Belajar dengan cara pemberian contoh atau
teladan. 4). Pengenalan prinsip norma agama, dan 5). Memberikan motivasi dan membangkitkan
kemauan.
Mengacu pada konsep mengasuh tersebut diperoleh bahwa Pola asuh adalah perlakuan
pengasuh dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberikan perlindungan, dan mendidik anak
dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh lebih menyangkut pada perawatan dan perlindungan
anak yang sangat menentukan pembentukan fisik dan mental anak. Pola asah menyangkut
perawatan dalam menyuburkan kecerdasan majemuk, utamanya terkait dengan aspek kognitif
dan psikomotorik. Sedangkan pola asah ini meliputi pembentukan intelektualitas, kecakapan
bahasa, keruntutan logika dan nalar, serta ketangkasan dalam mengolah gerak tubuh. Sementara
pola asih dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spritual merupakan perawatan anak
anak dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spritual sehingga mampu menyuburkan
rasa kasih sayang, empati, memiliki norma dan nilai sosial yang bisa diterima oleh masyarakat.
Sedangkan pola asuh yang mempengaruhi perkembangan afeksi anak, meliputi moral, akhlak,
adalah kemampuan untuk mengamati dan mengerti maksud, motivasi dan perasaan orang lain”.
Gardner menekankan kepekaan kepada ekspresi wajah, suara dan gerakan tubuh orang lain dan
Dalam pengertian tersebut maka yang dimaksud dengan Kecerdasan interpersonal anak
dalam penelitian ini adalah kemampuan anak untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan
pengasuh atau orang lain. Kecerdasan interpersonal anak dalam hal ini peka pada ekspresi,
suara dan gerakan tubuh orang lain dan ia mampu memberikan respon secara efektif dalam
berkomunikasi. Kecerdasan ini juga mampu untuk masuk kedalam diri orang lain, mengerti
Kecerdasan interpersonal juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berlangsung
antar dua pribadi, mencirikan proses-proses yang timbul sebagai suatu hasil dari interaksi
seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Mereka cenderung untuk memahami dan
berinteraksi dengan orang lain sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan disekelilingnya.
Kecerdassan interpersonal sering disebut sebagai kecerdasan sosial, selain kemampuan menjalin
persahabatan yang akrap dengan teman, juga memcakup kemampuan seperti memimpin,
mengorganisir, menangani perselisihan antar teman, memperoleh simpati dari peserta didik yang
lain, dsb.
Kecerdasan interpersonal yang rendah dapat memunculkan konflik interpersonal. Hal ini
ditegaskan oleh sullivan dalam chaplin (2007:257) bahwa penyakit mental dan perkembangan
kepribadian terutama sekali lebih banyak ditentukan oleh interaksi interpersonalnya dari pada
seseorang untuk mengerti maksud, motivasi, hasrat orang lain serta konsekuen bekerja evektif
dengan orang lain walaupun tidak semua begitu tampak, contoh: guru, politikus, orang-orang
klinik(perawat), penjual.
Sedangkan menurut Hastuti,(2010:1) Faktor yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak
yaitu interaksi pengasuh dan anak asuh secara timbal balik. dan pemberian stimulasi, sehingga
pengasuhan adalah bentuk interaksi dan pemberian stimulasi dari pengasuh disekitar kehidupan
anak. walaupun orangtua adalah pengasuh utama anak dirumah mempunyai pola pengasuhan
dimana mengharapkan anak untuk mandiri, matang, percaya diri, rasa ingin tahu, bersahabat dan
orientasi untuk sukses. Kecerdasan ini dapat di rangsang melalui bermain bersama teman,
bekerja sama, bermain peran, dan memecahkan masalah serta menyelesaikan konflik.
Menurut Admin, (2010:1-3). Tahap-tahap perkembangan sosil dan emosional bayi 0-12
bulan sampai usia sekolah yaitu;1). Tahap perkembangan sosial dan emosional Bayi: 0-12 bulan.
2).Tahap Anak Usia 1-2 tahun. 3).Tahap prasekolah. 4). Tahap usia sekolah.
1. Tahap perkembangan sosial dan emosional Bayi: 0-12 bulan. Usia 0-1 bulan bayi anda
tidur dengan durasi 17 sampai 19 jam perhari. Tetapi mereka melakukannya tidak
sekaligus melainkan secara berseri dengan periode tidur yang pendek. Bayi menyukai
Bayi mulai mengenali siapa yang sering mengasuhnya. Usia 1-4 bulan Bayi mulai
merespon senyum orang yang tersenyum kepadanya Bayi mulai dapat diajak bermain,
permainan itu sangat penting untuk mereka Bayi menyukai digelitik Suara yang mereka
menangis. Usia 4-8 bulan Bayi memiliki ikatan yang sangat kuat dengan mereka yang
sering mengasuhnya, bayi lebih menyukai pengasuh utamanya, baik itu bundanya
ataupun pengasuh utama lainnya yang mengasuh mereka. Bayi mengenali pengasuh
utamanya, keluarganya, dan bayangannya dicermin Bayi sudah mengerti ketika mereka
berpisah dari pengasuhnya, mereka akan merasa cemas dan sedih sampai akhirnya
orang dewasa yang tidak mereka kenali Bayi akan marah jika mainan yang dipegangnya
direbut darinya. Usia 8-12 bulan Bayi sebisa mungkin akan selalu menempatkan
pengasuh utamanya dalam pandangan mereka, jika pengasuhnya tidak terlihat maka
mereka akan cemas dan sedih Bayi mulai memiliki mainan favorit dan terikat dengan itu
Bayi sudah mulai memiliki ketegasan atas apa yang mereka inginkan, mereka sudah
dapat mendorong pengasuhnya dan berteriak kepada pengasuhnya jika mereka marah
Bayi mulai berbagi barang kepunyaan dengan bayi lain (sesama bayi juga berinteraksi)
2. Anak Usia 1-2 tahun. Mulai minat terhadap bayi lain Memperlihatkan minat yang tinggi
terhadap orang dewasa dan selalu ingin dekat serta mutasi dengan mereka Dapat
hubungan sosial. Disini mereka bermain bersama, tetapi tidak ada interaksi-salutari a
paralel play.
3. Tahap prasekolah. Membuat kontak sosial dengan orang diluar rumahnya Pregang age
dimana anak prasekolah berkelompok belum mengikuti arti dari sosialisasi yang
sebenarnya. Mereka mulai belajar menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan sosial
Hubungan dengan orang dewasa baik orangtua maupun guru, mereka selalu berusaha
untuk berkomunikasi dan menarik perhatian orang dewasa. Hubungan dengan teman
sebaya Mulai bermain bersama, mereka tampak mulai mengobrol selama bermain,
4. Tahap usia sekolah. Yaitu usia 4 Tahun Sudah dapat mengontrol perilakunya sendiri
Sudah dapat merasakan kelucuan (misalnya, ikut tertawa ketika orang dewasa tertawa
atau ada hal-hal yang lucu) Rasa takut dan cemas mulai berkembang, dan hal ini akan
berlangsung sampai usia 5 tahun Keinginan untuk berdusta mulai muncul, akan tetapi
anak takut melakukannya. Usia 5-6 tahun Perasaan humor berkembang lebih lanjut Sudah
dapat mempelajari mana yang benar dan yang salah Sudah dapat menenangkan diri Pada
usia 6 tahun anak menjadi asertif, sering berperilaku seperti bos (atasan), mendominasi
situasi, akan tetapi dapat menerima nasihat Sering bertengkar tetapi cepat berbaikan
kembali Anak sudah dapat menunjukkan sikap marah Sudah dapat membedakan yang
benar dan yang tidak benar, dan sudah dapat menerima peraturan dan disiplin.
komperhensif melalui teori ekologi yang memetakan lima sistem yang berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak, yaitu: Pertama sistem mikro Kedua sistem meso Ketiga, sistem exo
Pertama sistem mikro yang terkait dengan setting individual dimana anak tumbuh dan
berkembang yang meliputi: keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingkungan sekitar tetangga.
Kedua sistem meso yang merupakan hubungan diantara mikro sistem, misalnya hubungan
pengalaman teman sebaya. Ketiga, sistem exo yang menggambarkan pengalamandan pengaruh
dalam setting sosial yang berada diluar kontrol tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap
perkembangan anak, seperti pekerjaan orangtua dan media massa. Keempat, sistem makro yang
merupakan budaya dimana individu hidup seperti: ideologi, budaya, sub-budaya atau strata sosial
masyarakat. Kelima, sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis transisional
(kondisi sosio-historik)
Kelima sistem tersebut harus mampu dioptimalkan secara sinergis dalam pengembangan
berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan, pola pembelajaran, pola pergaulan,
termasuk penggunaan media massa, dan pola kebiasaan (budaya) yang koheren dan saling
mendukung. Disamping optimalisasi kelima sistem tersebut, perlu dilakukan upaya penanganan
yang tepat terhadap berbagai kemungkinan kondisi kritis dan transisional pada anak. Prof Urie
institusi yang akan menyosialisasikan nilai-nilai dan pengetahuan kepada anak. Oleh karena itu,
orang tua tidak dapat dengan sempurna menginginkan anaknya menjadi seperti yang diinginkan,
sosialisasi yaitu pertama fase laten, kedua fase adaptasi, ketiga fase pencapaian tujuan,
Fase laten, proses sosialisasi belum terlihat jelas. Anak belum merupakan kesatuan individu
yang berdiri sendiri dan dapat melakukan kontak dengan lingkungannya.fase ini masih dianggap
sebagai bagian dari ibu dan anakmasih merupakan kesatuan yang disebut “two persons system”.
Fase adaptasi anak mulai mengenal lingkungan dan memberikan reaksi atas rangsangan dari
lingkungannya. Orangtua berperan besar pada fase adaptasi karena anak hanya dapat belajar
dengan baik atas bantuan dan bimbingan orangtuanya. Fase pencapaian tujuan, pada fase ini
dalam sosialisasinya anak tidak hanya sekedar memberikan umpan balik atas rangsangan yang
diberikan lingkungannya, tapi sudah memilki maksud dan tujuan. Anak cenderung mengulangi
tingkah laku tertentu untuk mendapatkan pujian dan penghargaan dari lingkungannya. Fase
Integrasi, pada fase ini tingkah laku anak tidak hanya sekedar penyesuaian ataupan untuk
mendapatkan penghargaan, tapi sudah menjadi bagian karakter yang menyatu dengan dirinya
sendiri.
plang dan berubah-ubah agar anak tidak menjadi bingung. (2).jadilah orangtua yang pantas
diteladani anak dengan mencontoh hal-hal yang positif dalam kehidupan sehari-hari.
(3).sesuaikan pola asuh dengan situasi, kondisi, kemampuan dan kebutuhan anak.
(4).kedisiplinan tetap terus diutamakan dalam membimbing anak sejak kecil hingga dewasa agar
anak dapat mandiri dan dihormati serta dihargai masyarakat. (5).Tanamkan sejak dini agama dan
moral yang baik. (perpustakaan online, 2008:1). Begitupun ada 2 unsur penting dalam
pengasuhan yaitu: 1)Responsiveness yaitu tingkat responsive dari orang tua ke anak yang berupa
dukungan dan kehangatan kepada anak. 2)Demandingness yaitu tuntutan dari orangtua kepada
anak yang berupa aturan dan konsekuensi atas perbuatan anak. (Hastuti,2010:1).
tertentu agar anak terbiasa terbuka pada pengasuh ketika ada hal yang ingin disampaikan atau hal
yang menganggu pikirannya. Jika marah sebaiknya menggunakan ungkapan yang baik dan tidak
langsung yang dapat dipahami anak, agar anak tidak lantas menjadi tertutup dan menganggap
pengasuh tidak menyenangkan. Hindari tindakan negatif seperti memarahi tanpa sebab,
menyuruh anak seenaknya seperti pembantu tanpa batas, menjatuhkan mental anak, merokok,
malas beribadah, membodoh-bodohi anak, sering berbohong, membawa pulang stres dari rumah,
memberi makanan haram, enggan mengurus anak, terlalu sibuk dengan pekerjaan dsb.
kesalahan dari perlakuan pengasuh maka beberapa tindakan berikut perlu dilakukan ; 1).
Perlakukan anak sebagai anak. 2). Memenuhi kebutuhan anak. 3) Memberi anak kesempatan. 4)
Membimbing anak untuk membawa diri. 5)Menumbuhkan rasa percaya diri. 6).Menanamkan
memperlakukan anak sebagai orang dewasa kecil dan beranggapan bahwa ia dapat bertindak dan
berpikir seperti orang dewasa. Anak asuh suka mengulang-ulang kegiatannya, memusatkan
perhatian untuk waktu yang pendek, dan suka melakukan percobaan. Pengasuh harus memenuhi
kebutuhan anak asuh. anak banyak kebutuhan diantaranya makanan dengan gizi berimbang,
lingkungan yang sehat dan aman, rasa aman, kondisi yang prima, perasaan yang diterima,
kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri pengakuan atas harga diri. Tidak terpenuhi salah
satu dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Pengasuh harus memberi
anak asuh kesempatan. Anak asuh diberi kesempatan untuk mandiri, kesempatan untuk
melakukan beragam kegiatan yang diperlukan dalam mengembangkan seluruh potensinya sesuai
dengan tahap perkembangannya. Pengasuh adalah fasilitator, pendidik, pelindung dan juga
pengawas. Pengasuh harus membimbing anak asuh untuk membawa diri. Selama hidupnya
manusia selalu berhubungan dengan orang lain demikian halnya dengan anak. pertama-tama
akan menjalin hubungan dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya, kemudian dengan
tetangga, saudara, teman sebaya dan selanjutnya akan semakin luaspergaulan dengan memahami
etiket pergaulan akan memupuk kemampuan membawa diri dan menuntunnya kelak menjadi
Pengasuh harus menumbuhkan rasa percaya diri pada anak asuh. Pengasuh memberi rasa
mampu kepada anak dengan cara memberi pujian sewajarnya setiap kali menyelesaikan sesuatu,
betapa pun kecilnya. Anak dapat memahami dirinya sendiri dan konsep menemukan dirinya
sendiri merupakan kesadaran atas keberadaan diri anak di lingkungannya sehingga akan
menumbuhkan rasa diterima oleh lingkungan. Cara membimbing dilakukan dengan memberi
tugas dan kewajiban sebagai anggota keluarga sesuai dengan kemampuannya. Pengasuh harus
menanamkan sikap jujur kepada anak asuh. Tidak menjuluki pembohong kepada anak asuh saat
menceritakan imajinasinya karena anak belum bisa membedakan antara imajinasi dengan
kenyataan. Pengasuh harus menjadi teladan bagi anak asuh. Anak asuh merupakan peniru paling
ulung. Segala yang dilihat didengar dan dirasakan akan dapat ditirukan dengan tepat.
perkembangan emosi anak asuh. Menurut kurnia (2007:29). “Perkembangan emosi dapat
dipelajari antara lain dengan cara atau metode berikut: 1)belajar emosi dengan cara coba dan
ralat (trial and error); 2)belajar dengan meniru(imitasi); 3)belajar dengan cara mempersamakan
Anak asuh belajar emosi dengan cara coba dan ralat (trial and error) terutama melibatkan
aspek reaksi. Anak asuh belajar dengan meniru(imitasi) dilakukan melalui pengamatan yang
membangkitkan emosi tertentu pada orang lain. Anak asuh belajar dengan cara mempersamakan
diri (identifikasi) dengan orang yang dikagumi atau yang mempunyai ikatan emosional dengan
anak lebih kuat dibanding dengan motivasi untuk meniru sembarang orang. Anak asuh belajar
melalui pengkondisian berarti belajar perkembangan emosi dengan cara asosiasi atau
menghubungkan stimulus (rangsangan) dengan respon (reaksi). Anak asuh belajar melalui
Menurut Hurlock (dalam hafis, 2008:1) bahwa “Belajar hidup bermasyarakat memerlukan
tiga proses berikut: 1) belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial. 2) memainkan peran
sosial yang dapat diterima oleh kelompok/lingkungan masyarakat. 3) perkembangan sikap sosial.
Untuk dapat bergaul dalam masyarakat, peserta didik juga harus menyukai orang atau
terlibat dalam aktivitas sosial tertentu. Menurut Kurnia (2007:14) bahwa “Faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan anak asuh melakukan sosialisasi adalah: 1)kesempatan dan waktu
untuk bersosialisasi, hidup dalam masyarakat dengan orang lain. 2)kemampuan berkomunikasi
dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang dewasa lain. 3)motivasi
peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi. 4)metode belajar efektif dan bimbingan
bersosialisasi. Dengan adanya metode belajar sosialisasi melalui kegiatan bermain peran yang
menirukan orang yang diidolakan, maka pesrta didik cenderung mengikuti peran sosial tersebut.
anak prasekolah, yaitu; 1)Tingkah laku agresif; 2)Daya suai kurang; 3).Pemalu; 4). Anak manja;
Biasanya tingkah laku agresif mulai tampak sejak usia 2 tahun, tetapi sampai usia 4 tahun
tingkah laku ini yang sering muncul, terungkap dari hasil penelitian penyerangan secara fisik
kapan saja bisa terjadi. Misalnya mendorong, memukul atau berkelahi. Daya suai biasanya di
sebabkan karena cakrawala sosial anak masih terbatas pada situasi rumah dan sekolah. Disekolah
pun mereka belum bisa dengan cepat menyesuaikan diri. tapi makin lama di sekolah makin
bertambah daya suainya. Kejadian ini pun terungkap saat penelitian dan sangat mengganggu
karena sifat negatif anak akan terlihat dan pengasuh pun belum banyak mengetahui sifat itu
sehingga kesulitan dalam mengatasi permasalahan akibat tingkah laku anak itu.
Rasa malu malu biasanya terlihat sejak anak sudah mengenal orang-orang di sekitarnya.
Rasa malu sebenarnya normal dan wajar, apabila anak sering kali menunjukkan rasa malu maka
hal ini yang dianggap sebagai masalah. Memanjakan anak adalah sikap orangtua yang selalu
mengalah pada anaknya, membatalkan perintah atau larangan hanya karena anak menjerit,
menentang atau membantah. Perilaku berkuasa muncul sekitar 3 tahun dan semakin meningkat
dengan bertambahnya kesempatan. Anak perempuan cenderung merasa lebih berkuasa dari pada
anak laki-laki. Sikap ini pun terungkap saat penelitian tetapi pengasuh segera memberikan
pengertian pada anak bahwa di lembaga ini semua anak mempunyai hak yang sama. Perilaku
merusak merupakan ledakan amarah anak asuh yang di sertai tindakan merusak barang-barang
Penyesuaian sosial berarti keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap orang
lain pada umumnya, dan terhadap kelompok pada khususnya Anak asuh yang dapat
menyesuaikan dengan baik mempelajari berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan untuk
menjalin hubungan dengan orang lain (teman, orang yang tidak/baru dikenal) dan menolong
sosial yang baik antara lain: 1)Tampilan nyata, 2)penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok,
Tampilan nyata anak asuh, dimana perilaku sosial anak sesuai dengan standar kelompok
dan memenuhi harapan kelompok sehingga diterima menjadi anggota kelompok. Penyesuaian
diri anak asuh terhadap berbagai kelompok, dimana anak dapat menyesuaikan diri bukan hanya
dalam kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan kelompok lain. Sikap sosial anak asuh, dimana
anak menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, serta ikut berpartisipasi dan
berperan dalam kelompok dan kegiatan sosial. Kepuasan pribadi anak asuh, karena anak dapat
bersosialisasi dengan orang lain secara baik, dan dapat berperan dalam kelompok, baik sebagai
Pengaruh pengasuh terhadap Anak asuh dalam penelitian antara lain; anak yang selalu
dengan belaian kasih sayang akan mampu tumbuh menjadi pribadi percaya diri dan selalu siap
dalam menghadapi tantangan masa depan. Pengasuh terbaik bukanlah mereka yang suka
menyerahkan urusan pengasuhan pada pengasuh lain. Karena anak asuh dan pengasuh memiliki
hubungan interaksi yang lebih kuat. Pengasuh yang sering melakukan interaksi dan
berhubungan langsung (tetap dan berkesinambungan) dengan anak asuh akan mempengaruhi
kualitas hubungan. Pengasuh yang selalu siap memberikan respon ketika anak asuh merasa tidak
Menurut Hastuti (2010:2) bahwa “Dalam mengasuh anak ada beberapa metode yang harus
1. Pemberian rewards/ penghargaan kepada anak asuh biasanya dalam bentuk mainan,
uang, makanan dll. Namun rewards bisa dalam bentuk privilages/keistimewaan yaitu
hadiah yang memungkinkan anak asuh memperoleh banyak kebebasan dan kesempatan.
Bentuknya dapat berupa waktu main yang lebih banyak, memperbolehkan anak asuh
meminjam mainan yang disukainya dll. Saat memberikan rewards, pengasuh harus
memperhatikan bahwa rewards berupa sesuatu yang spontan sebagai penghargaan atas
tindakan anak asuh yang baik dan bukan untuk menyuap anak asuh. Reward bukan untuk
mengubah perilaku anak asuh tapi menghargai hasil karya anak asuh.
2. Disiplin pada anak asuh dapat menentukan kepercayaan diri sehingga mereka memiliki
3. Time out adalah proses bagi anak asuh untuk menenangkan diri dan menyadari
kesalahannya. Time out bukan hukuman, namun memberi waktu dan kesempatan pada
anak asuh untuk memperoleh kontrol atas perilakunya. Tujuan time out adalah
mengajarkan anak kontrol diri, mengakhiri perilaku keliru dan memberi kesempatan pada
perbuatan, persepsi, pemikiran, cara komunikasi dari pengasuh yang ada disekitarnya
sehingga perilaku positif dan cara komunikasi pengasuh dapat ditiru oleh anak asuh.
6. Dan metode Attention ignore dapat dilakukan pengasuh dengan memfokuskan pada
perbuatan baik yang dilakukan oleh anak asuh sehingga akan mengulangi perbuatan
tersebut. Dan mengabaikan perilaku buruk sehingga ia tidak akan mengulanginya lagi.
Pengasuh juga perlu membatasi diri sampai berapa lama ia akan mengabaikan tindakan
anak asuh untuk mengalihkan perhatiannya pada tindakan yang lebih positif.
1. Adanya batasan dan aturan untuk menghindari masalah pada anak asuh, selain itu juga
2. Konsekuensi dalam hal ini Bentuk disiplin dengan cara membiarkan anak asuh mencoba
pengalamannya sendiri. Misalnya : ketika anak merusakkan mainan maka anak tidak
3. Pengasuh mengasingkan /menghukum anak asuh diluar. Ketika anak kecil dihukum,
dipastikan pengasuh harus duduk bersama dan biarkan mereka menangis. Setelah tenang,
berikan penjelasan kepada anak asuh mengapa mereka tidak boleh melakukan hal itu dan
mengajarkan anak asuh untuk minta maaf sebelum bergabung dengan teman untuk
melanjutkan kegiatan.
4. Pengasuh menunjukkan perasaan kecewa pada saat anak asuh berlaku salah. Saat anak
asuh berlaku salah, pengasuh menunjukkan perasaan/ekspresi kecewa pada anak asuh
5. Pengasuh menahan kebebasan anak asuh. Ketika anak asuh berbuat suatu kesalahan,
pengasuh dapat menahan kebebasan anak , misalnya waktu main yang biasanya 1 jam,
oleh beberapa faktor. Perkembangan ini dimulai ketika dia lahir dan akan berakhir ketika dia
mati”.
Berdasar pada pendapat utami maka yang dimaksud dengan perkembangan sosio-emosional
dalam penelitian ini adalah perkembangan sosio-emosional anak asuh di TPA Al-Ishlah.
Perkembangan anak asuh dimulai ketika anak masuk di lembaga TPA ini. Pada saat bayi masuk
emosi lainnya. Saat bayi akan melakukan emosinya, ia hanya melalui senyuman ataupun
menangis. Perkembangan sosio-emosional anak asuh adalah perilaku bawaan yang merupakan
isi dari teori ethologi, misalnya saja yaitu pada saat bayi/anak asuh selalu membutuhkan bantuan
pengasuh. ketika akan melakukan sesuatu, dia tidak berdaya melakukan sendiri sehingga peran
pengasuh sangat diperlukan. Jalinan antara pengasuh dan anak asuh merupakan hal utama dalam
teori ini.
perilaku yang terjadi antara pengasuh dengan anak asuh merupakan kombinasi dari hal-hal yang
menyenangkan maupun tidak menyenangkan merupakan isi teori belajar-sosial. Misalnya bayi
akan tersenyum jika ia merasa senang dan sebaliknya akan menangis jika merasa tidak nyaman.
adalah anggapan dalam teori kognisi. Perilaku sosial yang ditunjukkan oleh bayi diperoleh dari
antara lain yaitu: a) Perlakuan dan cara pengasuhan orang tua. b).Kesesuaian antara bayi dan
a) Perlakuan dan cara pengasuhan secara garis besar ada 3 tipe pengasuhan. Perilaku
otoriter seperti kontrol yang ketat dan penilaian yang kritis terhadap perilaku anak asuh,
sedikit dialog (memberi dan menerima) secara verbal, serta kurang hangat dan kurang
terjalin secara emosional. Sikap pengasuh menghasilkan karakteristik anak asuh yang
Menarik diri dari pergaulan serta tidak puas dan tidak percaya terhadap orang lain.
Perilaku permisif pengasuh yang Tidak mengontrol, tidak menuntut, sedikit menerapkan
hukuman dan kekuasaan, penggunaan nalar, hangat dan menerima. Dapat menimbulkan
anak asuh yang kurang dalam harga diri, kendali diri, dan kecenderungan untuk
menuntut, hangat, reseptif, rasional, berdialog (memberi dan menerima) secara verbal,
serta menghargai disiplin, kepercayaan diri, dan keunikan . menghasilkan sikap anak asuh
yang Mandiri, bertanggung jawab secara sosial, memiliki kendali diri, bersifat
perilaku mereka bisa saling mempengaruhi dan menyesuaikan diri satu sama lain
sehingga ada penyesuaian diri antara masing-masing. Jika terjadi ketidak cocokan antara
pengasuh dan anak asuh maka akan berdampak anak mengalami stres, murung, frustasi,
dan bahkan menimbulkan rasa kebencian. Jadi pengasuh harus benar-benar bisa
menangkap respon apa yang anak asuh inginkan, agar terjalin kasih sayang antara
c) Tempramen bayi merupakan salah satu hal yang harus dipahami oleh sang pengasuh agar
bisa terjalin hubungan yang akrab antara pengasuh dan anak. Ada tiga gaya perilaku bayi
yakni bayi yang mudah, bayi yang sulit, dan bayi yang lamban. Ciri bayi yang mudah
adalah memiliki keteraturan, adaptif, bahagia dan mau mendekati objek atau orang baru.
Bayi yang sulit cenderung tidak teratur, tidak senang terhadap perubahan situasi, sering
menangis, menampakkan perasaan negatif. Sedangkan bayi yang lamban adalah bayi
yang cenderung kurang adaptif, menarik diri, kurang aktif, dan intensitas respon kurang.
Perlakuan ini memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan sosio-
emosional anak. Pengaruh pengasuh tidak hanya pada aspek kognitif anak, tetapi juga
segenap perilaku dan pribadi yang ditampilkan pengasuh didepan anak asuhnyanya,
perilaku dalam situasi sosial pada awal masa kanak-kanak yaitu sbb: 1)Kerja sama; 2)
kesempatan yang mereka miliki untuk melatih ketrampilan ini, semakin cepat mereka
2. Persaingan Perilaku ini dapat mengakibatkan perilaku baik atau buruk pada anak. Jika
anak melakukannya karena merasa terdorong untuk melakukan sesuatu sebaik mungkin
maka hal ini berakibat baik pada prestasi dan pengolahan motivasinya, namun jika
persaingan dianggap sebagai pertengkaran dan kesombongan maka hal ini dapat
3. Kemurahan hati merupakan perilaku kesediaan untuk berbagi dengan anak lain. Jika hal
ini meningkat maka perilaku mementingkan diri sendiri akan berkurang. Perilaku
kemurahan hati sangat disukai oleh lingkungan sehingga menghasilkan penerimaan sosial
yang baik.
4. Hasrat akan penerimaan sosial Jika anak memiliki hasrat yang kuat akan penerimaan
sosial. Hal ini akan mendorong anak untuk melakukan penyesuaian sosial secara baik.
5. Simpati seorang anak belum mampu melakukan simpati sehinga mereka pernah
mengalami situasi yang mirip dengan duka cita. Mereka mengekpresikan simpati dengan
6. Empati merupakan kemampuan meletakkan diri sendiri sdalam posisi orang lain serta
menghayati pengalaman orang tersebut. Hal ini hanya akan berkembang jika anak telah
dapat memahami ekspresi wajah orang lain atau maksud pembicaraan orang lain.
7. Ketergantungan; Kebutuhan anak akan bantuan, perhatian, dan dukungan orang lain
10. Perilaku kelekatan Berdasarkan pengalamannya pada masa bayi, tatkala anak merasakan
kelekatan yang hangat dan penuh cinta kasih bersama ibunya, anak mengembangkan
Ethological explanation john bowlby dalam Ernest (2007:20) Teori ini percaya pada
Pengasuh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengasuh di TPA Al-Ishlah.
Pengasuh yang sering bersama anak dapat membaca tanda-tanda/respon anak. Demikian juga
lingkungan yang konsisten akan membuat anak lebih dekat dengan orang-orang dan situasi yang
selalu bersama anak. Diperlukan objek lekat yang memenuhi kebutuhan psikologis anak.
menunjukkan kelekatan anak pada orang dewasa: 1)seorang anak dilahirkan dengan predisposisi
untuk lekat pada pengasuhnya; 2)seorang anak akan dapat mengatur perilakunya dan menjaga
hubungan kelekatan dengan orang yang dekat dengannya; 3)perkembangan sosial sangat
berhubungan dengan perkembangan kognisi; 4)seorang anak akan memelihara hubungan dengan
orang lain; 5)anak akan menalami hambatan dalam perkembangan emosi dan kemampuan
Seorang anak dilahirkan dengan predisposisi untuk lekat pada pengasuhnya. Seorang
anak akan dapat mengatur perilakunya dan menjaga hubungan kelekatan dengan orang yang
dekat dengannya yang merupakan kunci kemampuan bertahan hidupnya secara fisik dan
bayi berusia 6 bulan keatas bertemu dengan wanita selain ibunya, dia mulai bisa mengenali
bahwa dia bukan ibunya. Seorang bayi mengenali pengasuhnya dengan menunjukkan senyum.
Seorang anak asuh akan memelihara hubungan dengan pengasuh jika pengasuh banyak
menunjukkan fungsinya yang bertanggungjawab pada diri anak itu. Jika pengasuh tidak mampu
menjalankan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan anak asuh, maka anak asuh akan mengalami
hambatan dalam perkembangan emosi dan kemampuan berpikirnya. Perilaku anak seperti
Dalam Ernest (2010:4) bowlby menjelaskan pula bahwa Gangguan perlekatan merupakan
dampak psikologis dari pengalaman negatif dengan pengasuhnya, biasanya sejak kecil, yang
mengganggu hubungan khusus dan eksklusif antara anak dan pengasuh utamanya (ibu). Tingkah
laku bertentangan dan bermusuhan bisa diakibatkan oleh gangguan perlekatan. Banyak anak-
anak yang mengalami kehilangan pengasuh utamanya (ibunya) akibat terpisah secara psikis dari
orangtuanya atau karena pengasuhnya yang kurang mampu memberikan pengasuhan yang
memadai. Dipisahkan dari pengasuh utama dapat mengakibatkan masalah serius dengan merusak
awal akan menggiring dan menentukan perilaku dan perasaan melalui internal working model.
Adapun penjelasan mengenai konsep ini adalah “internal”; karena disimpan dalam pikiran;
“working”: karena membimbing persepsi dan perilaku dan “model”: karena mencerminkan
representasi konitif dari pengalaman dalam membina hubungan. Anak akan menyimpan
pengetahuannya mengenai suatu hubungan, khususnya pengetahun mengenai keamanan dan
bahaya. Model ini selanjutnya akan menggiring mereka dalam berinteraksi dimasa yang akan
datang.
dimiliki seorang anak. Model ini diasumsikan bekerja diluar pengalaman sadar (Mc Cartney dan
pengasuh, Anak yang memiliki pengasuh yang mencintai dan dapat memenuhi kebutuhannya
akan mengembangkan model hubungan yang positif yang didasarkan pada rasa percaya (trust).
Selanjutnya secara simultan anak akan mengembangkan model yan parallel dalam dirinya. Anak
asuh dengan pengasuh yang mencintai akan memandang dirinya “berharga”. Model ini
selanjutnya akan digeneralisasikan anak dari pengasuh pada orang lain, misalnya pada pengasuh
lain dan teman sebaya. Anak asuh akan berpendapat bahwa pengasuh dan teman adalah orang
yang dapat dipercaya. Sebaliknya anak yang memiliki pengasuh yang tidak menyenangkan akan
mengembangkan kecurigaan (mistrust) dan tumbuh sebaai anak yang pencemas dan kurang
Menurut bowlby dalam Eliasa (2011:6) “Ada dua faktor yang dapat meningkatkan
Familiar yaitu pola interaksi yang berulang, cenderung akan menjadi kebiasaan yang
terjadi secara otomatis; sedangkan.Dyadic Pattern, pola timbal balik cenderung akan menubah
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud tingkah
laku lekat adalah beberapa bentuk perilaku yang dihasilkan dari usaha seseorang untuk
mempertahankan kedekatan dengan seseorang yang dianggap mampu memberikan perlindungan
dari ancaman lingkungan terutama saat anak merasa takut, sakit, dan terancam, tujuannya adalah
mendapat kenyamanan dari fiur lekat. Tingkah laku lekat berupa berbagai macam tingkah laku
yang dilakukan anak untuk mencari, menambah dan mempertahankan kedekatan serta
Lima Kesalahan Pola Asuh yang sering tak kita sadari pengasuh antara lain: 1).SMS tiada
henti; 2).Minta Anak Berbohong; 3).Bermuka Dua; 4).Tidak Sportif; 5).Melanggar Lalulintas
(Ayahbunda,2011:1)
SMS tiada henti;.saat anak minta ditemani bermain, mengajak bicara atau sekedar kangen
minta dipeluk, pengasuh tidak memperdulikannya karena jari sibuk ber-SMS ria. Anak asuh jadi
rewel dan mengganggu ingin merebut ponsel. Anda jengkel, memanggil pengasuh dan meminta
pengasuh membawa balita menjauh. Anak belajar memahami bahwa kehadirannya tidak penting
dan kemudian mengembangkan perilaku masa bodoh. Di usia selanjutnya, saat pengasuh
membutuhkannya bisa-bisa ia tak peduli. Minta Anak asuh berbohong. Anak paham bahwa
berbohong itu boleh. Sedikit demi sedikit ia mulai belajar berbohong, hingga kelak mahir
mengelabui pengasuh. Begitupun dengan pengasuh yang bermuka Dua dan berpura-pura manis
anak belajar sikap munafik, pura-pura baik supaya dianggap baik. Tidak Sportif menyaksikan
kemenangan anak asuh dalam suatu yang membanggakan. Tapi ketika anak asuh kalah
pengasuh berusaha menghibur hatinya dengan kata-kata yang salah, Anak belajar menyalahkan
orang lain, tidak menerima kekalahan dan tidak punya cara lebih baik untuk menghibur diri
selain menyalahkan. Melanggar lalu lintas dalam penelitian ini adalah peraturan dan tata tertib
pengasuh yang sering melanggar aturan pada saat antrian mandi, cuci tangan dll. Kalau anak
Kesalahan yang perlu di hindari oleh pengasuh dalam ayahbunda (2011:1-2) yaitu:
pengasuhan dengan usia anak; 4).Buat aturan; 5).Konsisten; 6).Tak melakukan kekerasan;
Pengasuh memikirkan apa yang akan dilakukan. Dan anak asuh akan memperhatikan
pengasuhnya. pengasuh terlibat dalam kehidupan anak asuh. Memikirkan kembali dan mengatur
perioritas apa yang dibutuhkan anak asuh. Terlibat dalam kehidupan anak. artinya pengasuh
pengasuh menyesuaikan dengan usia anak asuh. Menyadari anak asuhnya terus bertambah, dan
usia anak asuh menentukan perilaku positif anak asuh. Menetapkan aturan bila bermaksud
membentuk perilaku positif anak asuh. Menetapkan aturan apa yang tidak boleh dilakukan anak
asuh. Pengasuh konsisten terhadap aturan yang berlaku. Bila pengasuh menetapkan aturan untuk
anak asuh, pengasuh harus mematuhi aturan yang di buat sendiri. Apabila pengasuh melanggar
aturan, maka anak pun melakukannya. Pengasuh tidak memanjakan, bukan berarti tidak
mencintai. Anak asuh butuh cinta bukan dimanjakan. Perilaku anak asuh yang di manjakan sama
seperti perilaku anak asuh yang tak di cintai yaitu senang membuat keributan. Pengasuh
sebaiknya tak melakukan kekerasan, baik fisik, mental maupun verbal. Hukuman fisik atau
pelecehan secara verbal dari pengasuh akan membangun anak asuh menjadi sosok yang suka
berkelahi. Pengasuh yang selalu menghargai dan hormati anak asuh akan di hargai dan di
Menurut Hurlock (dalam Kurnia, 2007:15) bahwa: “Manfaat ataupun kerugian bagi
penyesuaian pribadi dan sosial dapat bersifat fisik dan/atau psikis sebagai berikut: 1)emosi
menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari; 2)emosi menyiapkan tubuh untuk
merupakan suatu bentuk komunikasi; 5)emosi dapat mengganggu aktifitas mental; 6)emosi
merupakan sumber penilaian diri dan sosial. 7)emosi mewarnai anak mmemandang kehidupan.
8)emosi baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan; 9)emosi memperlihatkan
kesannya pada ekspresi wajah; 10)emosi mempengaruhi suasana psikologis; dan 11)reaksi
Emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Kenikmatan ini ditimbulkan
oleh akibat yang menyenangkan. Emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan.
Ketegangan emosi dapat mengganggu keterampilan motorik. Emosi merupakan suatu bentuk
komunikasi, yang dilakukan melalui perubahan mimik wajah dan fisik yang menyertai emosi.
Emosi dapat mengganggu aktifitas mental. Emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial.
Emosi mewarnai anak memandang kehidupan. Emosi baik yang menyenangkan maupun yang
tidakdapat mempengaruhi interaksi sosial. Emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah.
Emosi mempengaruhi suasana psikologis, baik di rumah, di sekolah, atau di kelompok bermain.