Anda di halaman 1dari 11

PERUNDUNGAN SIBER (CYBER-BULLYING) DI STATUS FACEBOOK

DIVISI HUMAS MABES POLRI

Rulli Nasrullah

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
kangarul@gmail.com

ABSTRAK

Akun facebook Divisi Humas Mabes Polri merupakan salah satu akun di media sosial yang dimiliki dan dikelola
oleh Markas Besar (Mabes) Polisi Republik Indonesia (Polri). Akun tersebut digunakan untuk memberikan
informasi, berita, dan sosialisasi peraturan terkait tugas Polri kepada masyarakat umum. Namun, realitas di media
siber dalam konten yang dipublikasikan oleh akun Divisi Humas Mabes Polri tersebut sering ditemukan terjadi
bullying atau perundungan. Perundungan ini dilakukan oleh akun-akun lain yang mengomentari setiap status yang
dipublikasikan, baik dalam bentuk kata-kata maupun gambar. Dengan menggunakan teknik penelitian analisis
media siber, penelitian ini mengungkap bahwa (1) diskusi pada akun tersebut terjadi secara dua arah dari yang
kontra sampai pro terhadap perundungan siber dan untuk beberapa kasus hal ini terbukti, (2) adanya kecenderungan
memunculkan perundungan siber melalui komentar. Selain itu, penelitian ini juga dapat menunjukkan bahwa (3)
perundungan siber yang terjadi selama interaksi bisa dilakukan oleh akun beridentitas maupun anonim.

Kata kunci: facebook, polri, CMC, perundungan siber

ABSTRACT

Divisi Humas Mabes Polri facebook account is one of the accounts in social media owned and managed by Markas
Besar (Mabes) Polisi Republik Indonesia (Polri). The social media is used to provide information, news, and
dissemination of rules related to police duties to the public. However, it was found that the content published by
Divisi Humas Mabes Polri facebook accounts often includes bullying or harassment. This abuse or bullying is done
by the accounts of others that comment on every status published, either in the form of words or pictures. Using the
research technique of Cyber Media Analysis, this study reveals that (1) the discussion in the account occurs in both
directions, those against and those pro with cyber-bullying, and in some cases it is proved (2) the tendency of the
rise of cyber harassment through the comments. In addition, this study also shows that (3) cyber-bullying that
occurs during the interaction can be done by any unidentified or anonymous account.

Keywords: facebook, polri, cmc, cyber bully

PENDAHULUAN nya semakin melebar juga pada verbal dan atau


psikologi (Cowie & Jennifer, 2008:2-3).
Perundungan atau yang lebih dikenal
Perundungan acap kali terjadi di dunia nyata
dengan istilah bullying merupakan tindakan
(offline) maupun dunia virtual (online).
negatif yang dilakukan oleh orang lain kepada
Sementara itu, di dunia siber, per-
seseorang secara terus-menerus dan berulang
undungan siber atau cyber-bullying dijelaskan
baik secara fisik maupun psikis. Tindakan ini
sebagai tindakan perundungan yang terjadi dan
sering menyebabkan korban tidak berdaya,
memakai medium siber (Campbell, 2005;
terlukai secara fisik maupun mental (Rigby,
Kowalski, Limber, & Agatston, 2008; Smith,
2002:27). Ditinjau dari aspek etimologi, bully
2004). Selain cyber-bullying, ada istilah lain
yang dalam bahasa Indonesia kerap dipadan-
yang juga bisa digunakan untuk menggambar-
kan dengan kata rundung bermakna meng-
kan perundungan siber ini, yaitu online social
ganggu; mengusik terus-menerus; meny-
usahkan. Beberapa hasil riset menunjukkan pe- cruetly atau electronic bullying (Kowalski et
al., 2008:42).
rundungan terjadi pada fisik, namun bentuk-

1
2 Jurnal Sosioteknologi Volume 14, Nomor 1, April 2015

Dalam catatan Shariff (2011: 28–30), langsung, medium yang digunakan hanya da-
jika ditarik referensi akademisnya, istilah pe- pat diakses oleh korban maupun pelaku.
rundungan siber pertama kali digunakan oleh Sementara itu, pada perundungan siber tidak
dua orang, yakni Bill Belsey atau Nancy langsung, medium yang digunakan bisa milik
Willard. Menurut Belsey (2005), perundungan korban, milik pelaku, milik korban yang di-
siber adalah kesengajaan, perulangan perilaku, retas/dibajak oleh pelaku, atau bukan milik
maupun kebiasaan negatif dengan mengguna- keduanya.
kan teknologi informasi dan komunikasi se- Fasilitas di media siber memungkinkan
perti email, pesan instan, sampai situs personal siapa pun untuk mengakses akun media sosial,
oleh individu maupun kelompok dengan mak- misalnya, milik orang lain atau menggunakan
sud menyakiti orang lain. Sementara itu, akun anonim untuk membuat akun media
Willard, Direktur Center for Safe and sosial baru. Dibandingkan dengan di dunia
Responsible Internet Use di Amerika, men- nyata (offline), perundungan di dunia online
definisikan perundungan siber sebagai melaku- mudah dilakukan dan cenderung aman.
kan fitnah, penghinaan, diskriminasi, peng- Perundungan di media siber bisa dilakukan
ungkapan informasi atau konten yang bersifat oleh identitas yang disembunyikan. Artinya,
privasi dengan maksud mempermalukan, atau perangkat media siber memungkinkan sese-
juga bisa dimaknai dengan komentar yang orang untuk membangun identitas lain (anony-
menghina, menyinggung, sampai vulgar mous) atau realitas diri palsu sehingga peng-
(Willard, 2003 dalam Shariff, 2011:29). guna lain tidak mengetahui identitas sebenar-
Definisi perundungan siber juga diulas nya (Agger, 2004; Hine, 2000; Jordan, 1999;
oleh Smith (2004) yang menyatakan pe- Konijn, Utz, Tanis, & Barnes, 2008; Nasrullah,
rundungan siber merupakan tindakan agresif 2012; Turkle, 2005).
yang dilakukan secara sengaja baik oleh se- Salah satu aspek yang harus diperhati-
kelompok orang maupun individu yang meng- kan dalam perundungan yang terjadi di media
gunakan medium atau kontak elektronik se- siber adalah proses itu terjadi melalui interaksi
cara berulang dan dalam waktu tertentu ter- antarpengguna di internet. Interaksi (inter-
hadap korban yang tidak bisa (lemah) memper- activity) sendiri merupakan pembeda antara
tahankan dirinya. media baru yang digital dan media tradisional
Dari beragam terminologi perundungan yang menggunakan analog (Bell, 2001; Gane
siber yang telah dipaparkan, peneliti men- & Beer, 2008; Manovic, 2001; Nasrullah,
definisikan perundungan siber sebagai tindak- 2014).
an penghinaan, kekerasan psikis, atau intimi- Dalam konteks komunikasi, interaksi di
dasi yang dilakukan seseorang, kelompok, atau media siber pada dasarnya bergantung pada
institusi melalui perangkat teknologi dan infor- perangkat teknologi. Komunikasi yang terjadi
masi di media siber terhadap orang, kelompok, di antara pengguna diwakili oleh mesin (per-
atau institusi lain. Tindakan ini dimaksudkan angkat teknologi). Realitas ini berarti fisik dan
untuk mempermalukan, mengintimidasi, me- ekspresi dalam berkomunikasi yang biasanya
nyebar keburukan dan kebencian di media menjadi penting dalam komunikasi tatap muka
siber baik ditujukan secara khusus kepada (face-to-face) telah diwakili sehingga tidak ada
korban maupun dengan cara diketahui publik. lagi perbincangan tentang fisik, sosial, dan
Pada intinya, perundungan siber itu bisa batasan geografis. Dalam istilah para pengkaji
disebut sebagai teror sosial melalui teknologi siber peristiwa ini disebut sebagai „re-
(Kowalski et al., 2008:41). mediated‟ (Graham, 2004:390). Selanjutnya,
Definisi ini jelas menegaskan bahwa Gane dan Beer (2008:97) memberikan sudut
perundungan tidak hanya dilakukan oleh per- pandang untuk melihat bagaimana interaksi itu
orangan, tetapi di media siber bisa jadi pe- terjadi di media siber yang bisa bermakna 1)
rundungan siber itu dilakukan oleh institusi, sebuah struktur yang dibangun dari perangkat
baik resmi atau tidak. Selain itu, perundungan keras maupun perangkat lunak dari berbagai
siber juga bisa dilakukan secara langsung mau- sistem media, 2) human agency, melibatkan
pun tidak. Pada perundungan siber secara manusia, dan adanya desain maupun perangkat
Rulli Nasrullah: Perundungan Siber (Cyber-Bullying)... 3

sebagai variabel-variabel yang bebas diguna- yaitu “netspeak” dan “netlingo”. Netspeak
kan, 3) konsep untuk menjelaskan komunikasi diartikan pembicaraan yang seolah-olah adalah
yang terjadi antara pengguna yang termediasi bahasa tertulis. Netspeak terjadi tatkala para
oleh media baru dan memberikan kemungkin- pengguna melakukan suatu interaksi langsung
an-kemungkinan baru yang selama ini ada (synchronous) seperti di dalam MUDs, online
dalam proses komunikasi interpersonal, dan 4) chat, atau instant messaging (Thurlow et al.,
bisa diartikan sebagai konsep yang meng- 2004:125), misalnya fasilitas facebook chat
hapuskan sekat-sekat, misalnya, antara pe- yang digunakan sebagai medium untuk me-
merintah dan warga negara. lakukan obrolan (chat) secara langsung dengan
Namun, salah satu hal yang harus di- mediasi teks yang mewakili bahasa bicara.
pahami bahwa komunikasi yang muncul dalam Oleh karena itu, teks yang muncul di
hal ini bukan berarti komunikasi termediasi ruang obrolan itu diimajinasikan seolah-olah
komputer atau CMC (computer mediated sedang berbicara. Tipografi teks yang muncul
communication) dengan perantara teknologi serta berkembang di media siber adakalanya
baru, misalnya disebabkan kemunculan inter- berupa kata-kata (morphemes), huruf (grap-
net. Teknologi yang digunakan dalam komu- hemes), maupun tanda baca, serta penggunaan
nikasi pada media siber tidaklah seperti simbol-simbol atau gambar tertentu.
pengertian teknologi pada umumnya karena Sementara itu, netlingo sebagai penulis-
teknologi pada dasarnya sudah sejak lama an teks seolah-olah sedang berbicara. Teks
menjadi media komunikasi antarmanusia yang ditulis di media siber menjadi bahasa
seperti televisi dan telepon (December, 1996). (baca: teks) yang seolah-olah mewakili ung-
Dalam CMC, teknologi lebih spesifik dan kapan ketika berbicara sehingga setiap kata
secara teknis teknologi tersebut didesain, atau kalimat yang ditulis dalam media siber
dibuat, digunakan agar memungkinkan terjadi- seolah-olah adalah ucapan atau suara beserta
nya pertukaran data dan informasi (Cantoni & intonasinya dalam percakapan keseharian
Tardini, 2006; Thurlow, Lengel, & Tomic, (Nasrullah, 2014; Thurlow et al., 2004:124).
2004). Secara terminologi, CMC dijelaskan Selama ini riset tentang perundungan
sebagai komunikasi termediasi komputer yang lebih banyak dilakukan melalui kajian-kajian
bagi December (1996) merupakan proses seperti psikologi dan pendidikan. Bahkan,
komunikasi manusia melalui komputer yang beberapa referensi awal tentang perundungan
melibatkan khalayak, tersituasi dalam konteks menunjukkan bahwa perilaku dan atau ke-
tertentu, dan proses tersebut memanfaatkan biasaan negatif ini sering terjadi di lembaga
media untuk tujuan-tujuan tertentu. pendidikan (lihat Cowie & Jennifer, 2008;
Salah satu efek atau bisa dikatakan Kraft & Wang, 2009; Lee, 2004; Minton &
sebagai konsekuensi interaksi di media siber O‟Moore, 2004) termasuk bagaimana meng-
adalah teks -termasuk gambar- yang secara atasi perundungan baik untuk guru, orang tua,
visual menjadi satu-satunya sarana komuni- dan siswa (Coloroso, 2008) maupun melibat-
kasi. Oleh karena itu, proses perundungan siber kan komunitas di sekitar (Hirsch & Lowen,
juga banyak terjadi melalui pemanfaatan teks 2012). Namun, perkembangan riset terbaru
karena komunikasi maupun interaksi di media sepertinya telah melebarkan pandangan bahwa
siber diwakili oleh teks (Bell, 2001; Hine, persoalan perundungan bukan hanya objek
2000; Shariff, 2011). Jika mengupas pe- kajian tentang perilaku atau kepribadian
rundungan siber, teks menjadi sarana untuk (Satalina, 2014). Dalam beberapa penelitian
melakukan tindakan negatif seperti pelecehan didapatkan hasil bahwa perundungan pun
atau ejekan. Bahasa (teks) di media siber terjadi di tempat kerja (Daniel, 2009; Rayner,
mengalami perubahan yang dalam pandangan Hoel, & Cooper, 2002), melibatkan orang
Crystal (2004), bahasa internet atau “internet dewasa (Randall, 2001), bahkan ada pe-
language” merupakan medium keempat se- rundungan yang mengarah pada pelecehan
telah bahasa tulis (writing), bahasa bicara seksual (Duncan, 1999), termasuk juga pe-
(speaking), dan bahasa tanda (signing). rundungan siber (Belsey, 2005; Hindujaa &
Ada dua ungkapan yang bisa digunakan Patchinb, 2008; Kraft & Wang, 2009; Minton
ketika membincangkan teks di media siber, & O‟Moore, 2004; Shariff, 2011; Ybarra,
4 Jurnal Sosioteknologi Volume 14, Nomor 1, April 2015

2004). Sementara itu, referensi yang berasal terjadi di media siber merupakan realitas yang
dari akademisi maupun periset di Indonesia berbeda dibanding dengan dunia nyata. Hal itu
menunjukkan bahwa riset perundungan yang tejadi karena ada keterlibatan teknologi yang
dilakukan sangat beragam seperti tautan pe- tidak sekadar perangkat melainkan juga mem-
rundungan dengan undang-undang (Satyawati bentuk sebuah kebudayaan baru. Oleh karena
& Purwani, 2014), aspek hukum (Sudarwanto, itu, diperlukan pendekatan multidisiplin se-
2009), sampai aspek kepribadian di internet kaligus metode baru yang bisa mengupas
(Satalina, 2014). fenomena siber tersebut termasuk perundungan
Riset dalam tulisan ini memfokuskan siber (Foot, 2006:88-96, Wakeford, 2000:31-
pada perundungan siber yang terjadi di media 33). Ada tiga pendekatan dalam meneliti
sosial facebook dengan akun milik Divisi realitas di media siber, salah satunya dan yang
Humas Markas Besar (Mabes) Polisi Republik dipergunakan dalam riset ini adalah studi kritis
Indonesia (Polri). Akun ini pada dasarnya budaya siber atau critical cyberculture studies
adalah sarana publikasi informasi maupun (Silver, 2000; Nasrullah, 2014:157-160).
pengumuman resmi di media sosial yang di- Untuk menjawab pertanyaan penelitian
kelola oleh institusi Polisi Republik Indonesia. ini, peneliti memakai metode Analisis Media
Melalui akun ini, peneliti memfokuskan pada Siber atau AMS. Metode AMS memberikan
tiga pertanyaan penting, yakni (1) bagaimana panduan dalam mengurai realitas baik online
tipe komentar atau teks yang dipublikasikan maupun offline serta bagaimana perangkat
sebagai perundungan siber, (2) konstruksi teknologi media siber itu digunakan atau mem-
identitas seperti apa saja yang dibangun oleh berikan pengaruh (December, 1996; Nasrullah,
pelaku perundungan siber, dan (3) bagaimana 2014: 203-209). Ada empat level yang menjadi
interaksi antara yang pro maupun kontra ter- unit analisis metode ini, yakni ruang media
hadap perundungan siber di akun facebook (media space), dokumen media (media ar-
milik Divisi Humas Mabes Polri. chive), objek media (media object), dan peng-
Penetapan masalah penelitian dalam alaman (experiential stories) yang dapat dilihat
riset ini secara teoretis diharapkan dapat mem- pada gambar 1.
berikan sumbangsih terhadap teori perundung- Ruang media, dokumen media, dan
an siber yang dilakukan di Indonesia dengan objek media merupakan level yang memfokus-
melihat praktik teks dalam perundungan siber kan penelitian pada ruang siber atau daring,
yang dipublikasikan. Selain itu, tulisan ini sedangkan level pengalaman media merupakan
dapat memberikan wacana lain mengenai re- multilevel analisis yang melihat bagaimana
ferensi akademis atau teori yang mengupas realitas nyata (offline) itu merupakan penyebab
perundungan siber, sebab selama ini tulisan atau efek dari realitas daring.
mengenai perundungan siber lebih banyak Ruang media dan dokumen media ber-
mengambil contoh geografis maupun demo- ada dalam unit mikro atau teks sedangkan
grafis di luar Indonesia, sedangkan contoh objek media dan pengalaman media berada
kasus di dalam negeri sendiri masih sedikit. dalam unit makro atau konteks. Namun, baik
Tentu saja hasil riset ini diharapkan bermanfaat level objek maupun level pengalaman tidak
untuk menambah referensi praktik perundung- sepenuhnya berada di ruang makro dan tidak
an siber yang terjadi tidak saja di Indonesia, berarti pula setiap level dipandang sebagai
melainkan bagaimana perundungan siber itu objek penelitian yang mandiri. Setiap level
terjadi pada sebuah akun media sosial milik memiliki keterkaitan dan sesuatu yang tampak
institusi negara, Polri. dalam konteks pada dasarnya berasal dari teks.
Teks itu pun diolah terlebih dahulu melalui
METODE prosedur teknologi. Secara garis besar, level-
Riset tentang perundungan siber ini level dalam AMS dapat dilihat pada Tabel I.
termasuk dalam ranah kajian budaya (cultural
studies) terutama untuk bidang budaya siber
(cyberculture) yang termediasi. Realitas yang
Rulli Nasrullah: Perundungan Siber (Cyber-Bullying)... 5

Gambar 1 AMS

PEMBAHASAN interaksi dengan akun facebook lainnya. Inter-


Sejak 2010 Divisi Humas Mabes aksi ini menjadi penting karena di halaman
Polri memiliki halaman facebook sendiri tersebut penyetelan akun tidak diatur untuk
yang beralamat di https://www.facebook.com tertutup sehingga siapa saja bisa memberikan
/DivHumasPolri. Halaman ini memiliki komentar baik sudah menyukai halaman mau-
216,951 akun yang menyukai (likes). Tidak pun yang belum; privasi yang diatur terbuka
ada penjelasan atau keterangan lengkap ten- ini hanya sebatas cakupan bahasa dan area atau
tang akun ini di kanal tentang diri (about) lokasi (negara dan kota).
selain memuat info tentang tautan situs resmi Meskipun siapa saja bisa mengomentari
http://www.humas.polri.go.id/ serta tautan sebuah konten (posting), halaman ini diatur
dua akun media sosial lainnya, yakni di agar posting atau konten yang dipublikasikan
twitter dan youtube. hanya bisa dilakukan oleh pemilik akun dan
Halaman akun facebook ini digunakan tidak untuk umum. Selain di bagian posting,
oleh Divisi Humas Mabes Polri untuk 1) akun Divisi Humas Mabes Polri ini juga
menginformasikan situasi dan atau kondisi ke- memanfaatkan foto sampul (cover photos).
amanan yang terjadi di seluruh wilayah satuan Pemanfaatan itu terlihat dari album foto
kepolisian baik pusat maupun di daerah, 2) sampul yang beragam dan ini menunjukkan
media sosialisasi peraturan dan atau produk administrator akun tersebut juga menggunakan
hukum yang terkait dengan tugas Polri, 3) foto untuk menyampaikan informasi, ucapan
pemberitaan baik yang diproduksi oleh Divisi selamat, pengumuman, dan sebagainya.
Humas Mabes Polri sendiri atau dari media
massa setempat, sampai pada 4) medium
TABEL I AMS
Level Objek
ruang media (media struktur perangkat media dan penampilan
space)
dokumen media (media isi, aspek pemaknaan teks/grafis
archive)
objek media (media interaksi yang terjadi di media siber
object)
pengalaman motif, efek, manfaat, atau realitas yang
(experiential stories) terhubung secara offline maupun online
6 Jurnal Sosioteknologi Volume 14, Nomor 1, April 2015

Gambar 2 Halaman Facebook Divisi Humas Mabes Polri (diakses dari


https://www.facebook.com/DivHumasPolri pada Sabtu, 3 Januari 2015)

Dari segi dokumen media, pada pengawasan. Salah satunya yakni dengan me-
tanggal 30 Desember 2014 akun halaman meriksa kelengkapan surat-surat berkendara
https://www.facebook.com/DivHumasPolri bagi anggota di pintu masuk ke markas Polisi.
memublikasikan pemberitaan dengan judul "Kemudian secara gabungan Pomdam, Pom
“Sepanjang 2014 Polda Metro Jaya Pecat 36 AU, Pomal, kita razia di tempat hiburan, cek
Polisi Nakal.” Pemberitaan dalam halaman apel pagi kehadiran dan tidak hadir serta
itu disertai dengan potongan foto jumpa pers keterangannya dengan meminta penjelasan
yang dilakukan oleh Kapolda Metro Jaya Kabag Renmin setiap Satker," paparnya.
beserta jajarannya. Berikut kutipan berita Sementara itu, Kapolda Metro Jaya
tersebut. Irjen Pol Unggung Cahyono menjelaskan,
Jakarta - Polda Metro Jaya mencatat pengaduan masyarakat soal polisi nakal yang
sebanyak 995 anggota melakukan pelanggar- masuk ke Bidang Propam Polda Metro Jaya
an selama 2014. Dari 995 anggota yang me- sebanyak 686 kasus dan masuk ke Itwasda
langgar itu, 36 orang di antaranya diberikan sebanyak 755 kasus. Dari total 1.441 kasus
sanksi pemecatan. pelaporan mengenai oknum polisi ini, ter-
"Untuk Pemberhentian Dengan Tidak dapat 995 anggota yang melakukan pe-
Hormat (PTDH) pada tahun 2014 ini ada 36 langgaran disiplin, kode etik profesi, dan
orang dan ini mengalami peningkatan 9 tindak pidana. "Untuk pelanggaran disiplin di
persen dari tahun sebelumnya yang mencapai tahun 2014 sebanyak 706 orang atau turun
33 orang," jelas Kabid Propam Polda Metro 9,71 persen dibanding tahun 2013 yang
Jaya Kombes Janner Pasaribu saat jumpa mencapai 782 orang," ujar Kapolda.
pers akhir tahun di Mapolda Metro Jaya, Sementara jumlah anggota yang di-
Senin (29/12/2014). laporkan melanggar kode etik profesi Polri
Janner menjelaskan, dari total 36 (KEPP) di tahun 2014 sebanyak 263 orang
anggota yang dipecat itu, 12 orang di antara- atau naik 89,2 persen dibanding tahun 2013
nya melakukan tindak pidana dan sudah yang mencapai 139 orang. Sementara 26
inkracht, 12 orang disersi, dan 2 anggota me- orang polisi dilaporkan melakukan tindak
lakukan pelanggaran disiplin lebih dari 3 pidana selama 2014 atau naik 61,8 persen
kali."Dan satu ada PNS karena membocorkan dibanding 2013 yang mencapai 20 orang.
soal calon brigadir, kejadiannya sekitar Mei Selain memberikan sanksi berupa
2014," imbuh Kabid Propam. PTDH, Polda Metro Jaya juga memberikan
Untuk menekan adanya pelanggaran sanksi berupa teguran kepada 56 orang
oknum tersebut, pihak Propam Polda Metro anggota, penundaan kenaikan pangkat kepada
Jaya secara rutin melakukan pemeriksaan dan 164 orang, dan 84 orang dimutasi serta 32
Rulli Nasrullah: Perundungan Siber (Cyber-Bullying)... 7

orang diberikan sanksi permintaan maaf. Berdasarkan level dokumen media


"Sedangkan untuk sanksi berupa penundaan pada akun Divisi Humas Mabes Polri terkait
pendidikan sebanyak 19 orang atau naik 90 publikasi tertanggal 30 Desember 2014, di-
persen dari tahun 2013 yang mencapai 10 peroleh data bahwa keberpihakan berdasar-
orang," tuturnya. kan akun yang pro sebanyak 31 persen atau
Polda Metro Jaya juga memberikan 19 akun, kontra 27 persen atau 17 akun
rehabilitasi terhadap 39 anggota Polri, sedangkan akun netral sebanyak 42 persen
dengan perincian berupa pemberian Surat atau 21 (lihat gambar 3a). Selain itu, keber-
Keterangan Tidak Terbukti (SKTT) sebanyak pihakan berdasarkan tanggapan terbagi men-
10 orang dan Surat Keterangan Tidak jadi tanggapan pro sebanyak 31 persen atau
Bersalah (SKTB) sebanyak 29 orang. 19 tanggapan, kontra sebanyak 27 persen
Interaksi sebagai objek media (media atau 17 tanggapan, dan tanggapan netral
object) terkait dengan interaksi yang terjadi di sebanyak 42 persen atau 26 tanggapan (lihat
media siber atau lebih tepatnya dalam pe- gambar 3b). Jumlah atau kuantitas netral
nelitian ini adalah komentar yang muncul dari berdasarkan tanggapan mengalami kenaikan
publikasi berita yang dilakukan oleh Divisi dibandingkan dengan jumlah akun. Hal ini
Humas Mabes Polri. Dari hasil penelusuran terjadi karena ada akun yang memberikan
peneliti, ada 57 pengguna (akun) facebook dan tanggapan -terutama tanggapan yang hanya
62 komentar maupun 21 tanda “suka” yang menggunakan ikon like- berulang-ulang ter-
menanggapi atau berada di komentar akun lain. hadap tanggapan atau komentar dari akun
Setelah itu, peneliti membagi akun lain. Bahkan, temuan peneliti menunjukkan
berdasarkan kategori keberpihakan komentar, ada sekitar 12 akun yang hanya memberikan
yakni pro, kontra, dan netral. Untuk kategori tanda ikon like tanpa memberikan tang-
pro ditandai dengan teks yang dipublikasikan gapan dalam bentuk kata atau kalimat pada
secara tegas mendukung atau memberikan kolom komentar (Gambar 3).
apresiasi terhadap Polri. Sebaliknya, kategori Dari aspek interaksi melalui media
komentar kontra menunjukkan teks yang siber (media object), beberapa narasumber
dipublikasikan tidak menghargai bahkan cen- yang diwawancarai peneliti menunjukkan
derung melakukan perundungan. Kategori bahwa respon, terutama yang mengarah ke-
netral dimaksudkan bahwa komentar yang ada pada perundungan siber, di kolom komentar
tidak bisa dikategorikan mendukung, menolak, Divisi Humas Mabes Polri didasari oleh
atau komentar yang dibuat tidak ada kaitannya kepedulian terhadap lembaga Polri dan di
dengan isi pemberitaan. Kategori yang terakhir satu sisi menunjukkan pandangan negatif
ini juga memasukkan akun yang hanya mem- atas lembaga tersebut.
berikan tanda “Suka” yang berupa gambar di
kolom komentar maupun adanya komentar
kosong.

Gambar 2 Berita dari Halaman Divisi Humas Mabes Polri pada 30 Desember 2014
8 Jurnal Sosioteknologi Volume 14, Nomor 1, April 2015

Saya memberikan komentar „budaya- Hal ini dapat dilihat mulai jenjang
kan rasa sadar, malu, bersalah, dan berdosa‟ terkecil hampir di segala kesatuan dan infor-
karena sudah melanggar peraturan yang telah masi yang diberitakan oleh Mabes Polri
dibuat sendiri namun dilanggar pula oleh diri tersebut mungkin sebagian personelnya hanya
sendiri!” (Narasumber X1 hasil wawancara apes atau sebagai tumbal. Atas dasar itu, Polri
pada 9 Januari 2015 pukul 22:12 WIB) tetap jadi sorotan untuk terus mendapatkan
Saya berkomentar demikian ber- kritikan karena mereka merupakan salah satu
asumsi bahwa “sadar atau tidak sadar banyak pelayan, penegak, dan pelindung hukum di
aparat dan boleh dikatakan oknum aparat masyarakat yang paling utama dan paling
yang terjebak dan terlibat praktik nakal yang dekat. (Narasumber X2 hasil wawancara pada
sistematis dan dilakukan secara berulang- 8 Januari 2015 pukul 20:13wib)
ulang.” (Narasumber X2 hasil wawancara Terdapat semacam kontradiksi antara
pada 8 Januari 2015 pukul 20:13 WIB). mengkritik dengan cara baik dengan kritik
Secara tekstual, jawaban yang di- yang cenderung merundung. Dalam tangkap-
berikan oleh responden menunjukkan bahwa an layar (screen capture) hasil wawancara
ada semacam pengalaman atau informasi dengan sumber (Gambar 5) jelas menunjuk-
tentang lembaga Polri yang sudah ada di kan bahwa narasumber sepertinya sengaja
benak mereka. Meskipun sebagai asumsi memberikan komentar yang merundung ka-
akademis ini harus dibuktikan lebih lanjut rena ada semacam alasan selain ketidak-
terutama terkait dengan informasi apa saja percayaan, sebagaimana dijelaskan dalam
yang mereka dapatkan, jawaban dua nara- temuan di atas, juga menunjukkan bahwa
sumber di atas menunjukkan adanya rasa komentar itu dilakukan dengan kesadaran.
ketidakpercayaan terhadap lembaga Polri ter- Terkait dengan penggunaan identitas
kait pelanggaran yang dilakukan oleh ok- akun facebook, dalam penelitian ini ditemukan
num-oknumnya. bahwa akun yang digunakan bervariasi antara
Berikut disampaikan beberapa contoh akun dengan identitas yang bisa diketahui dan
komentar sebagaimana tampak pada gambar akun dengan identitas yang disembunyikan
4. Selanjutnya, bentuk komentar yang me- alias anonim, seperti tampak pada gambar 6.
rundung itu diberikan oleh narasumber ka-
rena lembaga Polri dianggap layak untuk
terus mendapatkan kritikan sebagaimana di-
tunjukkan pada gambar 5.

(a) (b)
Gambar 3 (a) Keberpihakan Berdasarkan Akun dan
(b) Keberpihakan Berdasarkan Tanggapan
Rulli Nasrullah: Perundungan Siber (Cyber-Bully)... 9

Gambar 4 Tanggapan yang merundung

Gambar 5 Tanggapan yang merundung

Gambar 6 Identitas Akun Perundungan

orang di balik akun tersebut, tidak ada foto


Realitas yang ada pada pengalaman
dalam profile maupun album foto yang bisa
(experiential stories) menunjukkan bahwa
merujuk kepada pemilik akun, dan tidak ada
akun yang melakukan perundungan terdiri
status yang dibuat pada dinding (wall) akun
atas 13 akun atau 76 persen akun beridentitas
tersebut. Tidak hanya itu, peneliti menemu-
dan 4 akun atau 24 persen anonim. Kategori-
kan bahwa akun tersebut dibuat pada
sasi akun ini pada dasarnya tidak hanya ber-
Agustus 2014 dan sampai penelitian ini
dasarkan penggunaan nama sebagai iden-
ditulis akun tersebut hanya sekali melakukan
titas akun di facebook, melainkan juga me-
publikasi.
lihat foto yang diunggah di akun, tautan
(link) terhadap akun lain, dan status yang
dipublikasikan oleh yang bersangkutan. Dari SIMPULAN
Hasil riset menunjukkan perundungan
17 akun yang diteliti yang cenderung tang-
di media siber itu bukan hanya sebuah realitas
gapannya masuk kategori perundungan, di-
mikro dalam bentuk identitas yang tersamar-
temukan ada akun yang secara keseluruhan
kan, melainkan juga bisa dilihat secara makro
adalah akun palsu alias akun yang dikreasi-
bahwa ada kesengajaan dalam melakukan pe-
kan. Disebut akun palsu karena akun tersebut
rundungan siber tersebut.
secara tampilan tidak bisa menunjukkan
10 Jurnal Sosioteknologi Volume 14, Nomor 1, April 2015

Kategori model komentar yang pro atau Gane, N., & Beer, D. (2008). New Media, The
kontra, melakukan perundungan siber atau Key Concepts. New York: Berg.
tidak, dapat dilihat dari bagaimana akun itu Gauntlett, D., Silver, D., & Cheung, C. (2000).
dibuat. Realitas secara makro ini juga me- Web . Studies : Rewiring media studies for
nunjukkan bahwa sebagian besar akun yang the digital age. New York: Arnold.
bisa ditelusuri identitasnya rata-rata men- Graham, S. (2004). The Cybercities Reader.
dominasi bahkan sepenuhnya memberikan ko- (S. Graham, Ed.). London and New York:
mentar baik terhadap informasi atau publikasi Routledge.
di akun facebook Divisi Humas Mabes Polri. Hindujaa, S., & Patchinb, J. W. (2008).
Sebaliknya, akun yang melakukan perundung- Cyberbullying: An Exploratory Analysis
an bisa dilihat dari dua kategori, yakni akun of Factors Related to Offending and
yang bisa ditelusuri jejak identitasnya dan akun Victimization. Deviant Behavior, 29(2),
yang beridentitas palsu alias akun buatan. 129–156.
Hine, C. (2000). Virtual Ethnography. London:
DAFTAR PUSTAKA SAGE Publications, Ltd.
Agger, B. (2004). The Virtual Self, A Hirsch, L., & Lowen, C. (2012). Bully: An
Contemporary Sociology. Malden, MA: Action Plan for Teachers, Parents, and
Blackwell Publishing Ltd. Communities to Combat the Bullying
Bell, D. (2001). An Introduction to Crisis. New York: Weinstein Books.
Cybercultures. New York: Routledge. Jordan, T. (1999). Cyberpower, The Culture
Belsey, B. (2005). Cyber Bullying. Retrieved and Politics of Cyberspace and the
December 26, 2014, from Internet. London and New York:
http://www.cyberbullying.ca/ Routledge.
Campbell, M. (2005). Cyberbullying: An old Konijn, E. A., Utz, S., Tanis, M., & Barnes, S.
problem in a new guise? Australian B. (2008). Mediated Interpersonal
Journal of Guidance and Counseling, Communication. New York and London:
15(1), 68–76. Routledge.
Cantoni, L., & Tardini, S. (2006). Internet. Kowalski, R. M., Limber, S. P., & Agatston, P.
Madison Ave, NY: Routledge. W. (2008). Cyber Bullying: Bullying in
Coloroso, B. (2008). The Bully, the Bullied, the Digital Age. Malden, MA: Blackwell
and the Bystande. New York: Publishing Ltd.
HarpersCollins Publishers. Kraft, E. M., & Wang, J. (2009). Effectiveness
Cowie, H., & Jennifer, D. (2008). New of Cyber bullying Prevention Strategies :
Perspectif On bullying. New York: Open A Study on Students ‟ Perspectives.
University Press. International Journal of Cyber
Crystal, D. (2004). Language and the Internet. Criminology, 3(2), 513–535.
Cambridge, UK: Cambridge University Lee, C. (2004). Preventing Bullying in Schools.
Press. Thousand Oaks, California: Paul
Daniel, T. A. (2009). Stop Bullying at Work. Chapman Publishing.
Alexandria, Virgina: Society for Human Manovic, L. (2001). The Language of New
Resource Management. Media. Cambridge, Massachusetts: The
December, J. (1996). Units of Analysis for MIT Press.
Internet Communication. Journal of Minton, S. J., & O‟Moore, M. (2004). Bullying
Communication, 46(1). in Schools Dealing with. Thousand Oaks,
Duncan, N. (1999). Sexual Bullying. London California: Paul Chapman Publishing.
and New York: Routledge. Nasrullah, R. (2012). Komunikasi Antar
Foot, K. (2006). Web Sphere Analysis and Budaya di Era Budaya SIber. Jakarta:
Cybercultural Studies. In D. Silver & A. Prenada Media.
Massanari (Eds.), Critical Cybercultural Nasrullah, R. (2014). Teori dan Riset
Studies (pp. 88–96). New York: New Cybermedia. Jakarta: Prenada Media.
York University Press. Randall, P. (2001). Bullying in Adulthood.
New York: Brunner-Routledge.
Rulli Nasrullah: Perundungan Siber (Cyber-Bullying)....11

Rayner, C., Hoel, H., & Cooper, C. L. (2002). Sudarwanto, A. S. (2009). Cyber-Bullying
Workplace Bullying. London and New Kejahatan Dunia Maya Yang
York: Taylor & Francis. Terlupakan.pdf. Jurnal Hukum PRO
Rigby, K. (2002). New Perspectives on JUSTITIA, 27(1), 1–16.
Bullying. London and Philadelphia: Thurlow, C., Lengel, L., & Tomic, A. (2004).
Jessica Kingsley Publishers. Computer Mediated Communication,
Satalina, D. (2014). Kecenderungan Perilaku Social Interaction and The Internet.
Cyber Bullying Ditinjau dari Tipe Thousand Oaks, CA: SAGE Publications,
Kepribadian Ekstrovert dan Introvert. Ltd.
Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 2(2). Turkle, S. (2005). The Second Self, Computers
Satyawati, I. A. D., & Purwani, S. P. M. . and the Human Spirit. London: The MIT
(2014). Pengaturan Cyber Bullying dalam Press.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Wakeford, N. (2000). New Media, New
tentang Informasi dan Transaksi Methodologies: Studying the Web. In D.
Elektronik. Kertha Wicara, 3(2). Gauntlett, D. Silver, & C. Cheung (Eds.),
Shariff, S. (2011). Cyber Bullying (pp. 359– Web . Studies : Rewiring media studies for
392). London and New York: Routledge. the digital age (pp. 31–41). New York:
doi:10.1201/b10718-26 Arnold.
Silver, D. (2000). Looking Backwards, Wikipedia. (n.d.). Cyber Bullying. Retrieved
Looking Forwards: Cyberculture Studies December 29, 2014, from
1990-2000. In D. Gauntlett, D. Silver, & http://id.wikipedia.org/wiki/Cyberbullyin
C. Cheung (Eds.), Web Studies: Rewiring g
media studies for digital age (pp. 19–30). Ybarra, M. (2004). Linkages between
New York: Arnold. depressive symptomatology and Internet
Smith, W. J. (2004). Balancing security and harassment among young regular Internet
human rights: Quebec schools between users. Cyberpsychol and Behavior, 7(2),
past and future. Education and Law 247–57.
Journal, 14(1), 99–136.

Anda mungkin juga menyukai