Anda di halaman 1dari 7

1.

Diagnosis
Pada umumnya diagnosis dibuat dengan melihat tanda dan gejala sindrom
kompartemen dan pengukuran tekanan secara langsung.
Gejala terpenting pada pasien yang sadar dan koheren adalah nyeri yang
proporsinya tidak sesuai dengan beratnya trauma. Nyeri pada regangan pasif juga
merupakan gejala yang mengarah pada compartment syndrome Paresthesi
berkenaan dengan saraf yang melintang pada kompartemen yang bermasalah
merupakan tanda lanjutan dari compartment syndrome. Palpasi dapat
menunjukkan ekstremitas yang tegang dan keras. Pallor dan pulselessness adalah
tanda yang jarang jika tidak disertai cedera vaskuler. Paralysis dan kelemahan
motorik adalah tanda yang amat lanjut yang mengarah pada compartment
syndrome.
Jika diagnosis compartment syndrom belum dapat ditegakkan atau jika data
objektif diperlukan, maka tekanan kompartemen harus diukur. Cara ini paling
berguna jika diagnosis belum dapat disimpulkan dari gejala klinis, pada pasien
politrauma, dan pasien dengan cedera kepala.
1. Pengukuran Tekanan Kompartemen
Pengukuran tekanan kompartemen adalah salah satu tambahan dalam
membantu menegakkan diagnosis. Biasanya pengukuran tekanan
kompartemen dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran, pasien
yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan
pasien-pasien dengan multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis
atau trauma saraf perifer. Pengukuran tekanan kompartemen dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik injeksi atau wick kateter. Prosedur pengukuran
tekanan kompartemen antara lain :
a. Teknik pengukuran langsung dengan teknik injeksi
1) Teknik ini adalah kriteria diagnostik standar yang seharusnya menjadi
prioritas utama jika diagnosis masih dipertanyakan.
2) Alat yang dibutuhkan : spuitt 20 cc, three way tap, tabung intra vena,
normal saline sterile, manometer air raksa untuk mengukur tekanan
darah. Pertama, atur spuit dengan plunger pada posisi 15 cc. Tandai
saline sampai mengisi setengah tabung , tutup three way tap tahan
normal saline dalam tabung. Kedua, anestesi local pada kulit, tapi tidak
sampai menginfiltrasi otot. Masukkan jarum 18 kedalam otot yang
diperiksa, hubungkan tabung dengan manometer air raksa dan buka
three way tap. Ketiga, Dorong plunger dan tekanan akan meningkat
secara lambat. Baca manometer air raksa. Saat tekanan kompartemen
tinggi, tekanan air raksa akan naik.
b. Wick kateter, caranya :
1) Masukkan kateter dengan jarum ke dalam otot. Selanjutnya, tarik jarum
dan masukkan kateter wick melalui sarung plastik. Setelah itu, balut
wick kateter ke kulit, dan dorong sarung plastik kembali, isi system
dengan normal saline yang mengandung heparine dan ukur tekanan
kompartemen dengan transducer recorder. Periksa ulang patensi kateter
dengan tangan menekan pada otot. Hilangkan semua tekanan external
pada otot yang diperiksa dan ukur tekanan kompartemen, jika tekanan
mencapai 30 mmHg, maka indikasi dilakukan fasciotomi.
2) Tekanan arteri rata-rata yang normal pada kompartemen otot adalah
8,5+6 mmHg. Selama tekanan pada salah satu kompartemen kurang
dari 30 mmHg (tekanan pengisian kapiler diastolik), tidak perlu
khawatir tentang sindroma kompartemen. sindroma kompartemen
dapat timbul jika tekanan dalam kompartemen lebih dari 10 mmHg.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
1. Comprehensive metabolic panel (CMP)
Sekelompok tes darah yang memberikan gambaran keseluruhan
keseimbangan kimia tubuh dan metabolisme. Metabolisme mengacu pada
semua proses fisik dan kimia dalam tubuh yang menggunakan energi.
2. Complete blood cell count (CBC)
Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar :
Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit (White Blood Cell / WBC), Trombosit
(platelet), Eritrosit (Red Blood Cell / RBC), Indeks Eritrosit (MCV, MCH,
MCHC),Laju Endap Darah atau rithrocyte Sedimentation Rate (ESR),
Hitung Jenis Leukosit (Diff Count), Platelet Disribution Width (PDW),
Red Cell Distribution Width (RDW).

3. Amylase and lipase assessment


4. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) bila
pasien diberi heparin
5. Cardiac marker test (tes penanda jantung)
6. Urinalisis and urine drug screen
7. Pengukuran level serum laktat
8. Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH, laktat
dan basa.
9. Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
10. Serum myoglobin
11. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak
membantu dalam menentukan terapi pasiennya.
12. Urin awal : bila ditemukan myoglobin pada urin, hal ini dapat mengarah
ke diagnosis rhabdomyolisis.
b. Imaging :
1. Rontgen : pada ekstremitas yang terkena.
2. USG: USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam
memvisualisasi Deep Vein Thrombosis (DVT)
3. Komplikasi
Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera
akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain :
1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
2. Kontraktur volkam, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh
terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas
pada tangan, jari dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan
bawah
3. Trauma vascular
4. Gagal ginjal akut
5. Sepsis
6. Acture respiratory distress syndrome (ARDS)
a. Fasciotomi untuk sindrom kompartemen akut
1) Teknik Tarlow
Incisi lateral dibuat mulai dari distal garis intertrocanterik sampai ke
epikondilus lateral. Dieksisi subkutaneus digunakan untuk mengekspos
daerah iliotibial dan dibuat insisi lurus sejajar dengan insisi kulit sepanjang
fascia iliotibial. Perlahan - lahan dibuka sampai vastus lateralis dan septum
intermuskular terlihat, perdarahan ditangani bila ada. Insisi 1 - 5 cm dibuat
pada septum intermuskular lateral perpanjangan ke proksimal dan distal.
Setelah kompartemen anterior dan posterior terbuka, tekanan kompartemen
medial diukur. Jika meningkat dibuat insisi setengah medial untuk
membebaskan kompartemen adductor.
c. Facsiotomi kompartemen tungkai bawah
1) Fibulektomi

Prosedur radikal dan jarang dilakukan dan jika ada, termasuk


indikasi pada sindrom kompartemen akut. Insisi tunggal dapat digunakan
untuk jaringan lunak pada ekstremitas. Teknik insisi ganda lebih aman dan
efektif.

2) Fasciotomi insisi tunggal ( darvey, Rorabeck dan Fowler )

Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai


dari distal caput fibula sampai 3 - 4 cm proksimal malleolus lateralis. Kulit
dibuka pada bagian anterior dan jangan sampai melukai nervus peroneal
superficial. Dibuat fasciotomi longitudinal pada kompartemen anterior dan
lateral. Berikutnya kulit dibuka ke bagian posterior dan dilakukan
fasciotomi kompartemen posterior superficial. Batas antara kompartemen
superficial dan lateral dan interval ini diperluas ke atas dengan memotong
soleus dari fibula.

Otot dan pembuluh darah peroneal ditarik ke belakang, kemudian


diidentifikasi fascia otot tibialis posterior ke fibula dan dilakukan insisi
secara longitudinal. Insisi sepanjang 20 - 25 cm dibuat pada kompartemen
anterior, setengah antara fibula dan caput tibia. Diseksi subkutaneus
digunakan untuk mengekspos fascia kompartemen. Insisi transversal dibuat
pada septum intermuskular lateral dan identifikasi nervus peroneal
superficial pada bagian posterior septum.

Buka kompartemen anterior kearah proksimal dan distal pada garis


tibialis anterior. Kemudian dilakukan fasciotomi pada kompartemen lateral
ke arah proksimal dan distal pada garis tubulus fibula. Insisi kedua dibuat
secara longitudinal 1 cm dibelakang garis posterior tibia. Digunakan diseksi
subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi fascia. Dibuat insisi
transversal untuk mengidentifikasi septum antara kompartemen posterior
profunda dan superficial. Kemudian dibuka fascia gastrocsoleus sepanjang
kompartemen. Dibuat insisi lain pada otot fleksor digitorum longus dan
dibebaskan seluruh kompartemen otot tibialis posterior. Jika terjadi
peningkatan tekanan pada kompartemen ini segera dibuka.
1) Fasciotomi pada lengan bawah :
a. Pendekatan Volar ( Henry )
Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan
superficial dapat dilakukan dengan insisi tunggal. Insisi kulit
dimulai dari proksimal ke fossa antecubiti sampai ke palmar
pada daerah tunnel carpal. Tekanan kompartemen dapat diukur
selama operasi untuk mengkonfirmasi dekompresi, tidak ada
penggunaan torniket. Insisi kulit mulai dari medial ke tendon
bicep bersebelahan dengan siku kemudian ke sisi radial tangan
dan diperpanjangan ke arah distal sepanjang brachioradialis
dilanjutkan ke palmar. Kemudian kompartemen fleksor
superficial di insisi mulai titik 1 atau 2 cm diatas siku ke arah
bawah sampai pergelangan tangan. Kemudian nervus radialis
diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya kemudian
ditarik ke arah radial. Kemudian fleksor carpi radialis dan
arteri radialis ditarik ke sisi ulnar yang akan mengekspos
fleksor digitorum profundus, fleksor pollicis longus, pronatus
quadratus dan pronator teres.
Karena sindrom kompartemen biasanya melibatkan
kompartemen fleksor profunda harus dilakukan dekompresi
fascia disekitar otot tersebut untuk memastikan bahwa
dekompresi yang adekuat telah dilakukan.
b. Pendekatan Volar Ulnar
Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang
sama dengan pendekatan Henry. Lengan disupinasikan dan
insisi mulai dari medial bagian atas tendon bicep melewati
lipatan siku terus ke bawah melewati garis ulnar lengan bawah
dan sampai ke carpal tunnel sepanjang lipatan thenar. Fascia
superficial pada fleksor carpi ulnaris di insisi ke atas sampai ke
aponeurosis siku dan ke carpal tunnel ke arah distal. Kemudian
dicari batas antara fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum
sublimis. Pada dasar fleksor digitorum sublimis terdapat arteri
dan nervus ulnaris yang harus dicari dan dilindungi. Fascia
pada kompartemen fleksor profunda kemudian di insisi.
c. Pendekatan Dorsal
Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda
lengan bawah didekompresi, harus diputuskan apakah perlu
dilakukan fasciotomi dorsal ( ekstensor ). Hal ini lebih baik
ditentukan dengan pengukuran tekanan kompartemen
intraoperatif setelah dilakukan fasciotomi kompartemen
fleksor. Jika terjadi peningkatan tekanan pada kompartemen
dorsal yang terus meningkat, fasciotomi harus dilakukan
dengan posisi lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari
epikondilus lateral sampai garis tengah pergelangan tangan,
batas antara ekstensor carpi radialis brevis dan ekstensor
digitorum komunis di identifikasi kemudian dilakukan
fasciotomi.

Anda mungkin juga menyukai