PENDAHULUAN
melaporkan bahwa pada tahun 2002 PPOK menempati urutan kelima sebagai
penyebab utama kematian di dunia dan diperkirakan pada tahun 2030 akan
terdapat 80 juta orang menderita PPOK derajat sedang-berat. Lebih dari 3 juta
meninggal karena PPOK pada tahun 2005, sekitar 5% dari jumlah semua
Prevalensi bronkitis kronik dan PPOK berdasarkan SKRT tahun 1995 adalah 13
per 1000 penduduk, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3
infeksi, dan parasit. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal
PPM & PL di 5 Rumah Sakit Propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan
1
Salah satu karakteristik PPOK adalah kecenderungannya untuk eksaserbasi.
Definisi eksaserbasi PPOK adalah kondisi perburukan yang bersifat akut dari
kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi harian normal dan
PPOK. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi
konsistensi sputum dan bertambahnya gejala sesak napas. Eksaserbasi pada pasien
PPOK harus dapat dicegah dan ditangani secara maksimal karena dapat
(2008) juga mendapatkan hasil bahwa eksaserbasi pada pasien PPOK akan
Walaupun pasien PPOK banyak yang berobat jalan dan masih dapat
ulangan. Hal ini tergantung dari derajat penyakit dan faktor-faktor risiko
2
sehingga menyebabkan pasien PPOK dirawat inap kembali dalam jangka waktu 1
tahun. Prediktor terbaik yang ditemukan adalah kombinasi kualitas hidup yang
PPOK dirawat inap pada tahun lalu dan adanya hiperkapnea pada saat pasien
pulang dari rumah sakit. Cao dkk. (2006) mendapatkan faktor yang menyebabkan
eksaserbasi akut dirawat inap kembali, yaitu peningkatan PaCO2, riwayat dirawat
panjang, Indeks Massa Tubuh (IMT) yang rendah, aktivitas fisik kurang, dan usia
Angka mortalitas yang tinggi pada PPOK merupakan masalah yang sedang
Groenewegen dkk. (2003) menjelaskan bahwa pasien yang dirawat inap karena
oral jangka panjang, PaCO2 yang tinggi, dan usia pasien yang tua.(1)
3
penting untuk diketahui dalam hal pertimbangan diagnosis, pengobatan,
Ibnu Sina Yayasan Wakaf UMI Makassar Periode Januari – Desember 2011?”
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
4
1.4. Manfaat Penelitian
2. Bagi Masyarakat
3. Bagi Peneliti
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan
dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika
proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel
toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh
lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu
yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung,
sedang partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia
dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju faring. Dari sini partikel halus
akan tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan mukus memberikan air untuk
sedemikian rupa sehingga udara yang mencapai faring hampir bebas debu,
6
6
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri
dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan otot-otot dan mengandung
pita suara. Ruang berbentuk segitiga diantara pita suara (yaitu glotis) bermuara ke
dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernapasan atas dan bawah.
Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah.
sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring
ke atas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu dari epiglotis yang berbentuk
daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan
masuk ke dalam esofagus. Jika benda asing masih mampu masuk melampaui
epiglotis, fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda
yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm (5 inci). Struktur trakea dan bronkus
dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon
karena cincin tulang rawan di daerah itu tidak sempurna, dan letaknya tepat di
depan esofagus. Akibatnya jika suatu pipa endotrakea (ET) bulat yang kaku
trakeoesofageal. Erosi bagian anterior menembus cincin tulang rawan dapat juga
timbul tetapi tidak sering. Pembengkakan dan kerusakan pita suara juga
merupakan komplikasi dari pemakaian pipa ET. Tempat trakea bercabang menjadi
7
bronkus utama kiri dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak
saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang.(2)
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih
pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan
kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus utama
kiri lebih panjang dan lebih sempit dibandingkan dengan bronkus utama kanan
dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Bentuk
anatomi yang khusus ini mempunyai keterlibatan klinis yang penting. Satu pipa
ET yang telah dipasang untuk menjamin patensi jalan udara akan mudah meluncur
ke bawah, ke bronkus utama kanan, jika pipa tidak tertahan dengan baik pada
mulut atau hidung. Jika terjadi demikian, udara tidak dapat memasuki paru kiri
dan akan menyebabkan kolaps paru (atelektasis). Namun demikian, arah bronkus
melakukan pengisapan yang dalam. Selain itu, benda asing yang terhirup lebih
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli
(kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm.
Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot
polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai
8
tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara ke tempat
fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari :(2)
kira-kira 0,5-1,0 cm. Terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai dari trakea
di dekatnya oleh dinding tipis disebut septum. Lubang kecil pada dinding ini
udara antar sakus alveolaris terminalis. Alveolus hanya memiliki satu lapis sel
yang diameternya lebih kecil dibandingkan dengan diameter sel darah merah.
Dalam setiap paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan
Terdapat dua tipe lapisan sel alveolar: pneumosit tipe I, merupakan lapisan
tipis yang menyebar dan menutupi lebih dari 90% daerah permukaan, dan
pneumosit tipe II, yang bertanggung jawab terhadap sekresi surfaktan. Alveolus
pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan
9
kapiler sehingga batas antara cairan dan gas membentuk tegangan permukaan
pada waktu ekspirasi. Tetapi, untunglah alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein
alveolus pada waktu ekspirasi. Pembentukan dan pengeluaran surfaktan oleh sel
lapisan alveolus (tipe II) bergantung beberapa faktor, yaitu kematangan sel-sel
normal, ventilasi yang memadai, dan aliran darah ke dinding alveolus. Surfaktan
relatif lambat terbentuk pada kehidupan fetal; sehingga bayi yang lahir dengan
berkembang menjadi sindrom gawat napas pada bayi. Surfaktan disintesis secara
cepat dari asam lemak yang diekstraksi dari darah, dengan kecepatan
pergantiannya yang cepat. Sehingga bila aliran darah ke daerah paru terganggu
(misalnya karena emboli paru), maka jumlah surfaktan pada daerah tersebut akan
berkurang. Produksi surfaktan dirangsang oleh ventilasi aktif, volume tidal yang
memadai, dan hiperventilasi periodik (cepat dan dalam) yang dicegah oleh
konsentrasi tinggi dalam waktu yang lama atau kegagalan untuk bernapas cepat
dan dalam pada seorang pasien yang menggunakan ventilasi mekanik akan
10
Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis ( PPOK )
yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.
Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam
disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas
dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi
ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversible atau irreversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan
berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
2.1.2. Etiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda
dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika
kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang
konstribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah
11
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering
Asap Rokok
respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada
orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK bergantung pada dosis
merokoknya, seperti umur orang tersebut memulai merokok, jumlah rokok yang
12
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang,
kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk
memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Sehingga polusi
polusi di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. Polusi di dalam
Asma
2.1.3. Patogenesis
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari PPOK
perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel penghasil silia ini
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus
13
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat
udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps
(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi
recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps.(5)
yakni: peningkatan jumlah neutrofil (di dalam lumen saluran napas), makrofag
(dinding saluran napas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan
2.1.4. Klasifikasi
14
1. Derajat I: PPOK ringan
aliran udara ringan (VEP1/ KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada
parunya abnormal.
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1/ KVP < 70%; 50% <
Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena
memburuk (VEP1/ KVP < 70%; 30%; VEP1 < 50% prediksi). Terjadi
Keterbatasan/ hambatan aliran udara yang berat (VEP1/ KVP < 70%; VEP1
< 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal
15
2.1.5. Manifestasi Klinis
perlahan, tetapi progresif. Dada berbentuk tong, dengan ekspirasi yang jelas
berupaya memeras udara keluar dari paru setiap kali ekspirasi. Dispnea dan
pertukaran gas masih adekuat dan nilai gas darah relatif normal. Karena dispnea
2.1.6. Diagnosis
a. Anamnesis(8)
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
16
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/ anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara.
b. Pemeriksaan fisis(8)
Inspeksi
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis I leher dan
edema tungkai
Palpasi
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
17
Auskultasi
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
- Ekspirasi memanjang
Keterangan:(8)
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
18
c. Pemeriksaan penunjang(8)
Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
- Spirometri
- Uji bronkodilator
2. Darah rutin
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pemeriksaan Khusus(8)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasitas Residu Fungsional (KRF), Kapasitas Paru Total
- Sgaw meningkat
19
2. Uji latihan kardiopulmoner
- Jentera (treadmill)
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
VEP1 pascabronkodilator > 20% dan minimal 250 ml. Pada umumnya PPOK
Terutama untuk menilai, gagal napas kronik stabil dan gagal napas akut pada
6. Radiologi
- Mendeteksi empisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
20
- Scan ventilasi perfusi, mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan
8. Ekokardiografi
9. Bakteriologi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
2.1.7. Penatalaksanaan
- Mengurangi gejala
21
- Mencegah dan mengobati komplikasi
a. Terapi Farmakologis
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau
- Golongan antikolinergik
22
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat
jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
berat.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
- Golongan xantin
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
aminofilin darah.
Kortikosteroid
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.(8)
Antibiotika
Lini I: amoksisilin
23
Makrolid
Antioksidan
Mukolitik
Antitusif
b. Terapi non-farmakologis
Terapi oksigen
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
24
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
Indikasi:(8)
Pao2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan
Pulmonal, Ht > 55% dan tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit
paru lain.
Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat
berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di
ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat digunakan dengan cara: (8)
Digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan
selama di rumah.
25
Nutrisi
- Antropometri
Rehabilitasi
- Latihan fisik
- Rehabilitasi psikososial
2.1.8. Prognosa
komorbid lain.(10)
26
2.2. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran
napas yang tidak sepenuhnya reversible. Gangguan yang bersifat progresif ini
disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat perjalanan partikel atau gas
beracun yang terjadi, seperti asap rokok, asap polusi dari sisa pembakaran dan
mengetahui karakteristik pasien PPOK yang dirawat di rumah sakit Ibnu Sina
Makassar.
Asap Rokok
Polusi Udara
Status Sosial-Ekonomi
Asma
Usia
27
2.3. Kerangka Konsep
- Usia
- Jenis kelamin
PPOK - Pekerjaan
.
- Gejala Klinis
- Jenis Pengobatan
Keterangan:
= Variabel independen
= Variabel dependen
1. Usia
Definisi: lamanya penderita hidup sejak lahir sampai penderita menjalani proses
rekam medis.
2. 50-60 tahun
3. >60 tahun
28
2. Jenis kelamin
Definisi: yang dimiliki oleh penderita sesuai dengan yang tercatat dalam rekam
medis.
2. Perempuan
3. Pekerjaan
Definisi: aktivitas utama yang dilakukan oleh pasien sesuai yang tercatat pada
rekam medis
4. PNS
5. Pensiunan PNS
7. Pekerja Lepas
8. Tidak Bekerja
6. Gejala Klinis
Definisi: gejala yang dikeluhkan pasien PPOK selama di rawat di rumah sakit
2. Demam
3. Nyeri Dada
7. Jenis Pengobatan
Definisi: tindakan pengobatan yang diberikan pada pasien PPOK selama dirawat
29
Kriteria objektif: 1. Bronkodilator+O2 3. Mukolitik
2. Kortikosteroid
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
karakteristik pasien ppok. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini
rekam medis.
Penelitian ini akan dilakukan di rumah sakit Ibnu Sina Yayasan Wakaf
UMI Makassar.
2012.
3.3.1. Populasi
Seluruh penderita ppok yang dirawat inap di rumah sakit Ibnu Sina yang
tercatat dalam rekam medik rumah sakit Ibnu Sina Yayasan Wakaf UMI Makassar
31
3.3.2. Sampel
Semua penderita PPOK yang dirawat inap selama kurun waktu ≤ 8 hari di
rumah sakit Ibnu Sina yang tercatat dalam rekam medik rumah sakit Ibnu Sina
Makassar Periode Januari – Desember 2011 dan termasuk dalam kriteria inklusi.
1 Januari 4 3
2 Februari 1 1
3 Maret 2 2
4 April 3 2
5 Mei 2 2
6 Juni 1 1
7 Juli 4 2
8 Agustus 3 3
9 September 2 1
10 Oktober 6 4
11 November -
12 Desember 4 3
Jumlah 32 24
Tabel daftar populasi jumlah pasien yang dirawat inap dengan diagnosis ppok
di RS Ibnu Sina Makassar Periode Januari – Desember 2011.
accidental sampling yaitu pengambilan data rekam medik secara kebetulan sesuai
32
dengan sumber data yang diinginkan dan semua yang memenuhi kriteria inklusi
dijadikan sampel.
n= N
1 + N (d2)
Keterangan :
N : Besar Populasi
n : Besar Sampel
n= 24
1 + 24 (0,12)
3.3.3. Kriteria
1. Kriteria inklusi:
a. Data rekam medik pasien dengan diagnosa PPOK yang dirawat inap dalam
kurun waktu ≤ 8 hari di RS Ibnu Sina yang tercatat dalam rekam medik RS
usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, status perkawinan, gejala klinis dan
33
2. Kriteria eksklusi:
a. Data rekam medik pasien dengan diagnosa saat keluar rumah sakit bukan
PPOK
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder diperoleh dari data rekam
medik yang tercatat di rumah sakit Ibnu Sina Yayasan Wakaf UMI Makassar
metode statistik yang akan digunakan adalah distribusi frekuensi dan hasilnya
34
BAB IV
4.1. Sejarah
RS. Ibnu Sina UMI merupakan Rumah Sakit Umum Swasta yang
merupakan eks RS. 45, yang didirikan pada tahun 1988 berdasarkan keputusan
1/SK/TV.1/X/88, tanggal 05 Oktober 1988. Dan pada hari Senin tanggal 16 Juni
2003 telah dilakukan penyerahan kepemilikan dari Yayasan Andi Sose yaitu Dr.
H. Andi Sose dan ketua Yayasan Wakaf UMI Bapak Almarhum Prof. Dr. H.
ini, maka nama RS. 45 oleh Yayasan Wakaf UMI diubah menjadi RS. Ibnu Sina
UMI.
RS. Ibnu Sina YW. UMI dibangun di atas tanah 18.008 m2 dengan luas
No. 264 Makassar. Berdasarkan surat permohonan dari Yayasan Wakaf UMI,
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan, memberikan surat ijin uji
coba penyelenggaraan operasional RS. Ibnu Sina YW. UMI pada tanggal 23
tanggal 17 Mei 2004, RS. Ibnu Sina YW. UMI diresmikan oleh Gubernur
Sulawesi Selatan, Bapak H. M. Amin Syam, serta RS. Ibnu Sina memperoleh
35
Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
Visi dari RS. Ibnu Sina yaitu “Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dengan
(Misi Finansial)
dan kebersamaan).
36
Yang menjadi motto rumah sakit ini adalah “Melayani anda merupakan
Direktur
Wakil Direktur
a. Tenaga
Jumlah tenaga yang tersedia di RS. Ibnu Sina sekarang ini sebesar 348
37
7. Perawat lantai IV : 15 orang
38
7. Pelayanan Sub Spesialistik Kulit Kelamin
c. Sarana Penunjang
Sarana RS. Ibnu Sina saat ini, terdiri dari kantor, rawat jalan, rawat
darurat, rawat inap (lantai I-lantai V), laboratorium, farmasi, instalasi gizi,
rahabilitasi medik, apotek, laundry, kamar jenazah, selasar, taman, halaman, jalan
39
BAB V
kelamin
Distribusi Frekuensi Pasien PPOK yang dirawat di RS. Ibnu Sina Yayasan
Wakaf UMI Makassar berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel
5.1 tersebut.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Pasien PPOK Berdasarkan Usia dan Jenis
Kelamin di RS. Ibnu Sina Yayasan Wakaf UMI Makassar Periode Januari –
Desember 2011
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi usia pasien
adalah usia diatas 60 tahun, yaitu 60%. Frekuensi terendah usia pasien adalah usia
40
dibawah 50 tahun yaitu 10% sedangkan frekuensi berdasarkan jenis kelamin
Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi PPOK Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Desember 2011
100 60
Persen (%)
40
50
Persentase (%)
0
Laki-laki Perempuan
Jenis Kelamin
100
80 60
Persen (%)
60
30
40
10
20
Persentase (%)
0
< 50 50-60 >60 tahun
tahun tahun
Umur
41
5.1.2. Distribusi Frekuensi Pasien PPOK berdasarkan pekerjaan
Distribusi Frekuensi Pasien PPOK yang dirawat di RS. Ibnu Sina Yayasan
Wakaf UMI Makassar berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 5.2 tersebut.
Ibnu Sina Yayasan Wakaf UMI Makassar Periode Januari – Desember 2011
berdasarkan pekerjaan adalah tidak bekerja (45%) dan frekuensi terendah adalah
petani, pegawai negeri dan pekerja lepas dengan frekuensi masing-masing 5%.
42
Grafik 5.2 Distribusi Frekuensi PPOK Berdasarkan Pekerjaan di RS. Ibnu
100
80
Persen (%)
60 45
30
40
5 5 10 5
20
0
Petani Pegawai Pensiunan Ibu Rumah Pekerja Tidak
negeri Tangga Lepas bekerja
pekerjaan
Sina Yayasan Wakaf UMI Makassar dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut.
RS. Ibnu Sina Yayasan Wakaf UMI Makassar Periode Januari – Desember
2011
Jumlah
No. Gejala Klinis
f (n=20) %
1. Sesak Napas+Batuk Berdahak 12 60
2. Nyeri Dada 4 20
3. Demam 4 20
Jumlah 20 100%
Sumber: rekam medik di RS. Ibnu Sina Yayasan Wakaf UMI Makassar
43
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa gejala yang paling banyak
Ibnu Sina Yayasan Wakaf UMI Makassar Periode Januari – Desember 2011
100 60
Persen (%)
50 20 20
0
Sesak Nyeri Dada Deman
Nafas+Batuk
Berdahak
Gejala Klinis
Ibnu Sina Yayasan Wakaf UMI Makassar dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut.
Tabel 5.4 Pasien PPOK Berdasarkan Jenis Pengobatan di RS. Ibnu Sina
Jumlah
No. Jenis Pengobatan
f (n=20) %
1. Bronkodilator+O2 16 80
2. Kortikosteroid 2 10
3. Mukolitik 2 10
Jumlah 20 100
Sumber: rekam medik di RS. Ibnu Sina Yayasan Wakaf UMI Makassar
44
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa frekuensi jenis pengobatan
Ibnu Sina Yayasan Wakaf UMI Makassar Periode Januari – Desember 2011
100
90 80
80
70
60
Persen (%)
50
40
30
20 10 10
10
0
Bronkodilator+O2 Kortikosteroid Mukolitik
Jenis Pengobatan
5.2. Pembahasan
gejala klinis, jenis pengobatan kejadian ppok di RS Ibnu Sina Yayasan Wakaf
45
UMI Makassar Periode Januari - Desember 2011 ditemukan f (n=20) penderita
ppok.
Untuk lebih jelasnya maka secara terperinci hasil penelitian ini akan
Pasien PPOK paling banyak berusia diatas 60 tahun, yaitu sebesar 60%
dengan proporsi laki-laki 60% dan perempuan 40%. Sex ratio adalah 60:40 ~ 6:4.
Ini sesuai dengan angka prevalensi PPOK di Indonesia, hal ini dikarenakan lebih
Rahmatika (2009) di RSUD Aceh Tamiang dari bulan Januari sampai Mei 2009
mendapatkan proporsi tertinggi usia pasien PPOK adalah pada kelompok usia 60
Hasil penelitian Shinta (2007) di RSU Dr. Soetomo Surabaya pada pasien
PPOK yang menjalani rawat inap dari tanggal 1 Januari 2006 – 30 Juni 2006,
(15,2%). Distribusi proporsi usia pasien yaitu usia 31-40 tahun (2,2%), 41-50
tahun (2,2%), 51-60 tahun (10,8%), dan proporsi terbesar berasal dari kelompok
Rata-rata usia pasien 63 tahun. Usia paling muda adalah 41 tahun dan usia
paling tua adalah 84 tahun. Hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat
inap RS. Persahabatan Jakarta mendapatkan rerata usia pasien PPOK adalah 65,9
46
tahun (SD 9,35). Usia paling muda adalah 40 tahun dan usia paling tua adalah 81
tahun.(11)
adalah tidak bekerja (45%). Hal ini dapat dikaitkan dengan fungsi rumah sakit
yang melayani askes dan jamkesmas. Selain itu, faktor pekerjaan berhubungan
erat dengan alergi dan hiperaktifitas bronkus, dimana pekerja yang bekerja di
bahwa dari 139 pasien proporsi tertinggi pasien PPOK adalah pada tingkat
artinya dari 100 pasien PPOK terdapat 60 pasien yang mengalami keluhan sesak
napas+batuk berdahak.
yaitu sebesar 80%. Hal ini dapat dikaitkan dengan gejala utama yang biasanya
47
Hasil penelitian Shinta (2007) di RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun
2006 mendapatkan bahwa terapi yang diberikan pada pasien PPOK meliputi
penekan batuk.(11)
48
BAB VI
6.1. Kesimpulan
tertinggi yaitu pada usia diatas 60 tahun dengan proporsi laki-laki 60%
napas+batuk berdahak.
bronkodilator+O2.
6.2. Saran
1. Kepada pihak RS. Ibnu Sina YW UMI agar menjaga kelengkapan data
rekam medis.
pengetahuan dan anjuran bagi pasien tentang kebiasaan buruk yang dapat
mencetus ppok.
49
DAFTAR PUSTAKA
http:/www. repository.usu.ac.id/.../5/Chapter%20I.pdf
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?|1=2&12=1&intld=989
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2003. GOLD. Global Strategy for the
Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008.
Didapat dari :
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?|1=2&12=1&intld=1116
50
8. PEDOMAN DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA.
http:/www. repository.usu.ac.id/.../3/Chapter%20III-V.pdf
51
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Agama : Islam
Pendidikan :
2004
2007
52
Data Hasil Penelitian Karakteristik Pasien PPOK yang dirawat di RS. Ibnu Sina YW UMI Makassar
O2. IVFD,
Sesak napas, batuk,
12 003994 01/07/2011 Jawaria Perempuan 62 Thn IRT Islam dexametason,
pusing, palpitasi
aminofilin
Sesak napas, batuk
13 034836 25/07/2011 Tarring Perempuan 60 Thn IRT Islam IVFD
berlendir
Sesak napas, mual-
O2, IVFD,
14 017032 29/07/2011 Hasna Perempuan 70 Thn IRT Islam muntah, batuk
dexametason
berlendir
Sesak napas, nyeri
15 031986 15/08/2011 Salama Laki-laki 57 Thn Tdk ada Islam dada+ulu hati, batuk Ventolin, IVFD
berlendir
16 044504 06/09/2011 Kebo, ST Laki-laki 70 Thn Pensiunan Islam Sesak napas, IVFD,
O2, Combivent,
Sesak napas, batuk flumycil, medixon,
17 051595 19/09/2011 Amboenlieng Laki-laki 84 Thn Tdk ada Protestan
berlendir zitromax
O2, IVFD,
Sesak napas, mual, metilprednisolon,
18 023253 07/10/2011 A. Darwis Laki-laki 63 Thn Tdk ada Islam
pusing, nyeri dada aminofilin,
combivent
Sesak napas, batuk
19 051706 07/10/2011 Madjo Yahya Laki-laki 70 Thn Tdk ada Islam O2, IVFD, ventolin
berlendir
Sesak napas, batuk
berlendir, demam,
20 053798 06/12/2011 Yusuf Laki-laki 67 Thn Tdk ada Islam IVFD
nyeri pinggang
bawah
54
55