Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN An. M DENGAN CF MIDDLE THIRD L TIBIA FIBULA

Disusun untuk memenuhi tugas laporan individu praktek Profesi Ners


Departemen Keperawatan Medikal Bedah di Ruang 17
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun Oleh :

ROBBY MAYKA SURYA PUTRA


1704.14901.142

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN An. M DENGAN CF MIDDLE THIRD L TIBIA FIBULA

Disetujui Pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Ari Damayanti W., S.Kep., Ners., M.kep Indro Trio Widodo, Amd.Kep
NDP. 2011.27 NIP. 19710525 199312 1 000

Kepala Ruangan

Helmi Herawati, S.Kep., Ners


NIP. 19730524 199703 2004
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Definisi yang paling sederhana menurut Tucker, et. al (1999: 434)
fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang. Sedangkan menurut
Syamsuhidajat dan Jong (1997: 1138) fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa. Senada dengan definisi yang dinyatakan oleh
para ahli diatas Doenges, et. al (2000: 761) juga mendefinisikan fraktur
sebagai pemisahan atau patahnya tulang. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya di sebabkan
oleh ruda paksa ( Arif Mansjoer, 2010 ). Fraktur adalah kerusakan pada
kontinuitas tulang ( Sandra M, 2011 )

B. Klasifikasi
1. Berdasarkan komplit atau tidak komplitnya fraktur
a. Komplit adalah bila garis patah melalui seluruh penempang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
b. Tidak komplit adalah bila garis patah tidak melalui penampang tulang
seperti :
 Buckle Fraktur : Bila terjadi lipatan dari satu kortek dengan
kompresi tulang sapongiosa di bawahnya.
 Greenstick Fraktur : Fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada
anak – anak ,korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga
periosteum.
2. Berdasarkan garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
a. Fraktur Transversal : Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang.
b. Fraktur Obliq : Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang.
c. Fraktur Kompresi : Terjadi bila dua tulang menumbuk tulang ketiga
yang berada di antaranya.
d. Fraktur Elevasi : Memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat
insersi tendon ataupun ligament
3. Berdasarkan jumlah garis patah
a. Fraktur Kominutif : Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental : Garis patah lebih dari satu tapi tidk berhubungan.
c. Fraktur Multiple : Garis patah lebih dari satu tapi pada tulang berlainan
tempat.
4. Berdasarkan pergeseran tulang
a. Fraktur Undisplaced ( tidak bergeser ) : Tulang patah posisi normal.
b. Fraktur Displaced ( bergeser ) : Ujung tulang yangpatah berjauhan dari
tempat patah.
5. Berdasarkan hubungan fragmen tulang dengan dunia luar
a. Fraktur Tertutup ( Closed / Simple Fraktur ) : Bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur Terbuka ( Open / Compound Fraktur ) : Bila terdapat hubungan
antara frgamen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di
kulit.
Menurut R. Gustillo, fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu :
Derajat I
 Luka kurang dari 1 cm.
 Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk.
 Fraktur sederhana transversal, oblik / kominutif ringan
 Kontaminasi minimal.
Derajat II
 Laserasi lebih dari 1 cm
 Kerusakan jaringan lunak, tidak luas.
 Kontaminasi sedang kerusakan luas di kulit, otot, neurovaskuler.
Derajat III
 Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adequate meskipun ada
laserasi
 Kehilangan bjaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar.
 Luka pada pembuluh arteri.

C. Etiologi
Penyebab dari fraktur adalah sebagai berikut :
1. Benturan dan cidera / trauma ( jatuh pada kecelakaan ).
2. Kelemahan tulang akibat osteoporosis ( pada orang tua ) penderita kanker
atau infeksi yang di sebut fraktur patologis.
3. Fraktur stress atau fatigue fraktur akibat peningkatan drastic latihan pada
seorang atlit atau pada permulaan aktivitas fisik baru sehingga kakuatan
otot meningkat secara lebih cepat di bandingkan kekuatan tulang.

D. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala fraktur adalah :.
a. Rasa sakit atau nyeri.
b. Nyeri akan bertambah dengan gerakan dan penekanan di atas fraktur.
c. Pembengkakan di sekitar fraktur
d. Deformitas ( kelainan bentuk)
e. Gangguan fungsi, ekstremitas tak dapat di gunakan.
f. Dapat tejadi gangguan sensasi atau rasa kesemutan yang mengisyaratkan
kerusakan syaraf.
g. Krepitasi ( suara gemeretak ) dapat terdengar sewaktu tulang di gerakkan
h. Laserasi kulit.
i. Jika terdapat luka terbuka, maka terdapat perdarahan.
j. Shock karena nyeri hebat, kehilangan darah.

E. Patofisiologi
Fraktur terjadi bila ada interupsi dari kontinuitas tulang. Biasanya,
fraktur di sertai cidera jaringan di sekitar yaitu ligament, otot, tendon,
pembuluh darah dan persarafan.Fraktur bisa juga di sebabkan karena trauma
ataupun karena suatu penyakit, missal osteoporosis. Trauma yang terjadi
pada tulang dapat menyebabkan fraktur dan akan mengakibatkan seseorang
memiliki keterbatasan gerak, ketidakseimbangan dan nyeri pergerakan
jaringan lunak yang terdapat di sekitar fraktur, missal pembuluh darah, saraf,
dan otot serta organ lainnya yang berdekatan dapat di rusak. Pada waktu
trauma ataupun karena mencuatnya tulang yang patah, apabila kulit sampai
robek akan mengakibatkan luka terbuka dan akan mengakibatkan seseorang
beresiko terkena infeksi.
Tulang memiliki banyak pembuluh darah ked lam jaringan lunak atau
luka yang terbuka. Luka dan keluarnya darah dapat mempercepat
pertumbuhan bakteri. Pada osteoporosis secara tidak langsung mengalami
penurunan kadar kalsium dalam tulang. Dengan berkurangnya kadar kalsium
dalam tulang lama – kelamaan tulang menjadi rapuh sehingga hanya trauma
minimal saja atau tanpa trauma sedikitpun akan mengakibatkan terputusnya
kontinuitas tulang yang di sebut fraktur.
Tingkatan pertumbuhan tulang :
1. Hematoma Formation ( Pembentukan Hematoma )
Karena pembulih darah cedera maka terjadi pada daerah fraktur dan
kedalam jaringan di sekitar tulang tersebut. Reaksi peradangan hebat timbul
setelah fraktur. Sel – sel darah putih dan sel most terakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ke tempat tersebut
2. Fibrin Mesk Work ( Pembentukan Fibrin )
Hematom menjadi terorganisasi karena fibrablast masuk lokasi cidera,
membentuk mesk work (gumpalan fibrin) dan berfungsi sebagai jala untuk
melekatkan sel-sel baru.
3. Invasi Osteoblast
Osteoblast masuk ke daerah fibrosis untuk mempertahnkan
penyambungan tulang dan merangsang pembentukan tulang baru imatur (
callus ).
4. Callus Formation ( Pembentukan Callus )
a. Osteoblast terus membuat jalan untuk membangun tulang.
b. Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensintesa tulang
baru.
c. Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit kalsium.
5. Remodelling
Bekuan fibrin di reabsorpsi dan sel – sel tulang baru secara perlahan
mengalami tulang sejati. Tulang sejati menggantikan callus dan secara
perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlikan waktu beberapa
minggu sampai beberapa bulan. Penyembuhan dapat terganggu atau
terlambat apabila hematom fraktur atau callua rusak sebelum tulng sejati
terbentuk atau apabila sel – sel tulang baru rusak selam proses kalsifikasi
dan pengerasan.
F. Clinical Pathway

G. Komplikasi
1. Sindrom Kompartemen
Komplikasi inin terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruangan
tertutup di otot yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat sehingga
menyebabkan keusakan otot.
2. Trombo Embolic Complication
Terjadi pada individu yang mobil dalam waktu yang lama.
3. Infeksi
Paling sering menyertai fraktur terbuka dan dapat di sebabakan melalui
logam bidai.
4. Mal Union
Suatu keadaan di mana tulang yang patah telah embuh dalam posisi yang
tidak seharusnya.
5. Osteomyelitis
Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum atau korteks tulang
dapat terbuka, luka tembus atau selama operasi.
6. Cedera Vaskuler atau Saraf
Kedua organ ini dapat cedera akibat ujung patahan tulang yang tajam.
7. Delayed Union – Non Union
Sambungan tulang yang terlambat dan tulang patah yang tidak
menyambung kembali.

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hb, Hct sedikit rendah, di sebabkan perdarahan.
b. LED meningkat bila kerusakan jaringan emak sangat luas.
c. Peningkatan jumlah leukosit adalah respon stress norma; setelah
trauma.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X untuk melihat gambaan fraktur deformitas
b. CT – Scan untuk mmperlihatkan fraktur atau mendeteksi struktur
fraktur
c. Venogram untuk menggambarkan arus vaskularisasi
d. Radiograf, untuk menentukan integritas tulang
e. Antroskopi, untuk mendeteksi keterlibatan sendi
f. Angiografi, bila dikaitkan dengan cedera pembuluh darah
g. Konduksi saraf dan elektromiogram, untuk mendeteksi cedera saraf

I. Penatalaksanaan
Fraktur biasanya menyertai trauma, untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas ( airway ), proses pernapasan (
breathing ) dan sirkulasi apakah terjadi syok atau tidak.
a. Intervensi Terapeutik
Penatalaksanaan kadaruratan meliputi :
 Pembebatan fraktur di atas dan di bawah sisi cenderung sebelum
memindahkan pasien. Pembebatan / pembidaian mencegah luka dan
nyeri yang lebih jauh dan mengurangi komplikasi.
 Memberikan kompres dingin, untuk menekan perdarahan, edema dan
nyeri.
 Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema dan nyeri.
 Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk
mencegah syok.
 Fiksasi eksternal untuk menstabilkan fraktur komplek dan terbuka.
 Pemasangan traksi untuk tulang panjang.
 Traksi kulit : Kekuatan di berikan pada kulit dengan busa karet
 Traksi skelet : Kekuatan yang di berikan pada tulang skelet secara
langsung dengan menggunakan kawat pen.
b. Intervensi Farmakologis.
Anestesi local, analgetik narkotik, relaksan otot, atau di
berikanuntuk membantu pasien selama prosedur reduksi tertutup.
Imobilisasi di lakukan dengan jangka waktu yang berbeda – beda.
Fisioterapi untuk mempertahankan otot yang luka bila tidak dipakai dapat
mengecil secara cepat. Setelah fraktur sembuh,mobilisasi sendi dapat
dimulai sampai ekstremitas betul – betul telah kembali normal. Fungsi
penyangga badan ( weight bearing) diperbolehkan setelah terbentuk
cukup callus.

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
1) kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
2) Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
3) Tachikardi
4) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
5) Cailary refil melambat
6) Pucat pada bagian yang terkena
7) Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas, krepitasi, pemendekan
3) kelemahan
d. Kenyamanan
1) nyeri tiba-tiba saat cidera
2) spasme/ kram otot
e. Keamanan
1) laserasi kulit
2) perdarahan
3) perubahan warna
4) pembengkakan local

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


a. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur,
kerusakan rangka neuromuskuler
Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan
tindakan keperaawatan
Kriteria hasil:
 Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
 Mempertahankan posisi fungsinal
 Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit
 Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas
Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
2. Tinggikan ekstrimutas yang sakit
3. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada
ekstrimitas yang sakit dan tak sakit
4. Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah
fraktur ketika bergerak
5. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
6. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup
keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan
daraaah, nadi dengan melakukan aktivitas
7. Ubah psisi secara periodic
8. Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi

b. Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang


Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil:
 Klien menyatajkan nyei berkurang
 Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat
dengan tepat
 Tekanan darah normal
 Tidak ada peningkatan nadi dan RR
Intervensi:
1. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri
2. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
3. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk
melakukan aktivitas hiburan
4. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
5. Jelaskanprosedu sebelum memulai
6. Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif
7. Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh :
relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan
8. Observasi tanda-tanda vital
9. Kolaborasi : pemberian analgetik

c. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan


Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan
perawatan
Kriteria hasil:
 Penyembuhan luka sesuai waktu
 Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
Intervensi:
1. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau
drainae
2. Monitor suhu tubuh
3. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang
menonjol
4. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
5. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
6. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
7. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
8. Kolaborasi pemberian antibiotik.

Anda mungkin juga menyukai