Anda di halaman 1dari 12

SOP TB

Standar Pelayanan Penderita

1.Tujuan :

a.Mempermudah dan memperlancar pelayanan pada penderita TBC Paru.


b.Memutuskan rantai penularan TBC Paru.
c.Menurunkan angka kesakitan dan kematian TBC Paru.

2.Kebijakan :

a. Pengelola P2 TBC
b. Ruang Pengelola
c. Meja, kursi dan kipas angin
d. ATK dan buku register
e. Buku penderita TB.01, TB.02, TB.05 dan TB.06
f. OAT
g. Pot dahak
h. Slide dan Ose serta Lampu spritus.

3.Prosedur :

a. Pasien mendaftar diloket kartu


b. Petugas kartu menanyakan dan mencatat identitas pasien : nama, tanggal
lahir,jenis kelamin, alamat lengkap, dan pekerjaan pasien kemudian mencari dan
mengisi buku famili folder penderita.
c. Buku famili folder pasien dibawa ke ruang Polik dokter berdasarkan nomor urut
pendaftaran.
d. Pasien disilahkan duduk sambil menunggu namanya di panggil.
e. Penderita masuk di ruang DOTS atau Poli.
f. Dokter melakukan anamese penderita mengenai keluhan ada batuk/tidak, berapa lama
batuk dan bila tersangka TBC, dokter merujuk untuk pemeriksaan dahak ke
Pengelola TBC/Laboratorium.
g. Penderita ke ruang pengelola TBC/Laboratorium.
h. Penderita dipersilahkan masuk dan duduk.
i. Pengelola melalukan anamese ulang dan mencatat mengenai berapa lama batuk,
berdahak/tidak, dahak bercampur darah/tidak, sesak nafas/tidak, nyeri dada
/tidak, kurang nafsu makan/tidak, berat badan menurun/tidak, riwayat kontak
dengan penderita TBC dan apakah pernah minum obat paru-paru selama kurang dari 1
bulan atau lebih dari 1 bulan.
j. Mengisi buku daftar suspek form. TB.06
k. Pengelola memberi penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan dahak dan cara
batuk yang benar untuk mendapatkan dahak yang kental dan purulen.
l. Memberikan pot dahak sewaktu kunjungan pertama dan pengambilan dilakukan
di tempat yang sudah disediakan.
m. Memeriksa kekentalan, warna dan volume dahak. Dahak yang baik untuk pemeriksaan
adalah berwarna kuning kehijau-hijauan (mukopurulen), kental, dengan volume 3-5
ml. Bila volumennya kurang, pengelola harus meminta agar penderita batuk lagi
sampai volumenya mencukupi.
n. Jika tidak ada dahak keluar, pot dahak dianggap sudah terpakai dan harus
dimusnahkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi kuman TBC.
o. Memberikan label pada dinding pot yang memuat nomor identitas sediaan dahak sesuai
dengn TB.06
p. Memberikan pot dahak pagi yang sudah diberi label untuk diisi di rumah penderita
dan disuruh datang besok pagi membawa dahak paginya dan kemudian petugas
mengambil dahak sewaktu kunjungan kedua.
q. Membuat apusan dahak penderita pada slide yang sudah diberi label dengan
menggukanan ose.
r. Mengisi form. TB.05, sediaan yang sudah di fiksasi segera disimpan kedalam kotak
sediaan untuk menghindari risiko pecah atau dimakan serangga.
s. Mengirim sediaan ke PRM dilakukan paling lambat 1 minggu sekali disertai
formulir laboratorium TBC untuk pemeriksaan dahak (TB.05).

Standar Penyuluhan Penyakit TB

1. Pengertian :

Menyampaikan informasi berupa pesan atau pemikiran dari pihak pemberi pesan/sumber
informasi kepada pihak lain/penerima pesan dengan cara tertentu.

2. Tujuan :

a. Menambah wawasan/pengetahuan tentang penyakit TBC


b. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan
TBC.

3. Prosedur :

a. Menyusun Satuan Acara Penyuluhan ( SAP ) sesuai dengan kemampuan dan sumber daya
yang ada, meliputi :
1). Mentujuan tujuan penyuluhan
2). Menentukan sasaran penyuluhan ( Toma, Masyarakat umum, Kader Posyandu, Penderita,
Keluarga penderita atau PMO ).
3). Menentukan tempat penyuluhan ( di Unit Pelayanan Kesehatan atau di Luar Unit
Pelayanan Kesehatan ).
4). Menentukan waktu penyuluhan yang disesuaikan dengan situasi tempat, sasaran dan
pelaksanaan penyuluhan.
5). Menentukan metode penyuluhan (ceramah, tanya jawab atau diskusi) sesuai dengan jenis
penyuluhan, apakah penyuluhan langsung perorangan, kelompok atau mayarakat/massa.
6). Alat bantu/media yang digunakan ( media cetak seperti poster, lembar balik atau media
elektronik seperti pemutaran film ).
7). Menentukan biaya yang digunakan
8). Materi penyuluhan sesuai dengan tujuan penyuluhan dan sasaran.

b. Pelaksanaan penyuluhan :
1). Penyuluhan TBC diaksanakan di dalam gedung UPK dengan cara :
a) Penyuluhan langsung perorangan sasarannya : penderita TBC, keluarga penderita atau
PMO.
b) Penyuluhan langsung kelompok sasarannya : kelompok penderita bersama keluarganya
dan PMO
c) Penyuluhan tidak langsungseperti menempelkan poster dan brosur TB.

2). Penyuluhan TBC diaksanakan di luar gedung UPK dengan cara :


a) Penyuluhan perongan dirumah penderita.
b) Penyuluhan kelompok di posyandu.
c. Mengevaluasi penyuluhan :
1). Terpaicanya tujuan yang diharapkan
2). Adanya perubahan prilaku penderita
3). Bertambahnya wawasan/pengetahun tentang penyakit TBC.

Alur Diagnosa TB

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu – pagi –
sewaktu (SPS).

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA).
Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan
dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.


Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis.

Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

Diagnosis TB ekstra paru.

Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-
lainnya.

Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan
dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks dan lain-lain.
Alur Diagnosis TB Paru Dewasa

Sistem Scoring ( Pembobotan ) Gejala dan penunjang Diagnosis TB Anak

Alur penatalaksanaan pasien Tuberkulosis di rumah sakit


- Suspek tuberculosis atau pasien tuberculosis dapat dating ke poli umum/UGD atau
langsung ke poli spesialis.
- Suspek tuberculosis dikirim untuk dilakukan pemeriksaan penunjang (Laboratorium
mikrobiologi, PK, PA, dan Radiologi)
- Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke dokter yang bersangkutan. Diagnosis dan
klasifikasi dilakukan oleh dokter poliklinik masing-masing atau Unit DOTS.
- Setelah diagnosis tuberculosis ditegakkan pasien dikirim ke unit DOTS untuk
registrasi (bila pasien meneruskan pengobatan di rumah sakit tersebut), penentuan
PMO (pengawas minum obat), penyuluhan dan pengambilan obat, pengisian Kartu
Pengobatan tuberculosis (kartu TB.01). bila pasien tidak menggunakan obat paket,
pencatatan dan pelaporan dilaporkan ke Unit TB DOTS.
- Bila ada pasien Tuberkulosis yang dirawat di bangsal, petugas bangsal menghubungi
Unit DOTS untuk registrasi pasien. Paket OAT dapat diambil di unit DOTS/Farmasi.
- Pasien tuberculosis yang dirawat inap, saat akan keluar dari Rumah sakit harus
melalui Unit DOTS untuk konseling dan penanganan lebih lanjut dalam
pengobatannya.
- Rujukan (pindah) dari/ke UPK lain, berkoordinasi dengan unit DOTS.

Mekanisme rujukan dan pindah

Mekanisme rujukan dan pindah ke UPK lain(dalam satu kota/kabupaten)

- Apabila pasien sudah mendapatkan pengobatan di rumah sakit, maka harus dibuatkan
kartu pengobatan TB(TB01) di rumah sakit.
- Untuk pasien yang dirujuk dari rumah sakit, surat pengantar atu formulir TB09
dengan menyerahkan TB01 dan OAT (bila telah dimulai pengobatan)
- Formulir TB09 diberikan kepada pasien beserta sisa OAT untuk diserahkan kepada
UPK yang dituju.
- Rumah sakit memberikan informasi langsung (telepon atau sms) ke coordinator HDL
tentang pasien yang ditunjuk.
- UPK yang telah menerima pasien rujukan segera mengisi dan mengirimkan kembali
TB09 lembar bagian bawah ke UPK asal.
- Coordinator HDL memastikan semua pasien yang dirujuk melanjutkan pengobatan di
UPK yang dituju (dilakukan konfirmasi melalui telepon atau sms)
- Bila pasien tidak ditemukan di UPK yang dituju, petugas tuberculosis UPK yang
dituju melacak sesuai dengan alamat pasien.
- Coordinator HDL memberikan umpan balik kepada UPK asal dan wasor tentang
pasien yang dirujuk.
Mekanisme merujuk pasien dari Rumah sakit ke UPK kab/Kota lan

- Mekanisme rujukan sama dengan diatas, dengan tambahan:


o Informasi rujukan diteruskan ke coordinator HDL provinsi yang akan
menginformasikan kepada coordinator Kab/Kota yang menerima rujukan,
secara telepon langsung atau dengan SMS.
o Coordinator HDL provinsi memastian bahwa pasien yang dirujuk telah
melanjutkan pengobatan ke tempat rujukam yang dituju.
o Bila pasien tidak ditemukan, maka coordinator HDL provinsi harus
menginformasikan kepada Wasor atau coordinator HDL kab/Kota untuk
melakukan pelacakan.

Prinsip Pengobatan TB

1. TUJUAN

 Menyembuhkan penderita
 Mencegah kematian
 Mencegah kekambuhan
 Menurunkan tingkat penularan

2. JENIS DAN DOSIS OAT


a) Isoniasid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam
beberapa hari pertama
pengobatan. Obat ini sanat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu
kuman yang sedang
berkembang,Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kk BB,sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan dosis 10 mg/kg BB.

b) Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi –dormant ( persister ) yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniasid dosis 10
mg/kg BB diberikan sama untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kal seminggu.

c) Pirasinamid ( Z )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
Dosis harian yang dianjurkan 25
mg/kg BB ,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis
35 mg/kg BB.

d) Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu
digunakan dosis yang sama penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari
sedangkan unuk berumur 60 tahun
atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.

e) Etambulol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali
seminggu digunakan dosis 30 mg/kg/BB.

3. PRINSIP PENGOBATAN

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat selama 6-8 bulan,
supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh.Dosis tahap intensif dan
dosis tahap lanjutan ditelan
sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong.
Aapabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu
pengobatan), kuman TBC akan
berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). uNtuk menjamin kepatuhan penderita
menelan obot , pengobatan perlu
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang
pengawas Menelan Obat (PMO )
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap Intensif

Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk
mencegah terjadinya
kekebalan terhadap semua OATterutama rifampisin . Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalamkurun waktu 2 minggu sebagian
besar penderita TBC BTA positif
menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan intensif.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum dalam jangka waktu
yang lebih lama

PADUAN OAT DI INDONESIA


WHO dan IUATLD ( Internatioal Union Against Tuberculosis and lung Disease ) me-
rekomendasikan paduan OAT Standar
Yaitu :
Kategori 1 :

 2HRZE / 4 H3R3
 2HRZE / 4 HR
 2HrZE / 6 HE

Kategori 2:

 2HRZES / HRZE /5H3R3E3


 2HRZES / HRZE / 5HRE

Kategori 3:

 2HRZ / 4H3R3
 2 HRZ / 4 HR
 2HRZ / 6 HE

Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT


Kategori 1 : 2 HRZE / 4H3R3
Kategori 2 : 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3
Kategori 3 : 2 HRZ / 4H3R3

Disamping ketiga kategori ini disediakan paduan obat sisipan ( HRZE )


Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan untuk
memudahkam pemberian obat dan
menjamin kelangsungan ( kontinuitas ) pengobatan sampai selesai satu (1) paket untuk satu (
1) penderita dalam satu (1)
masa pengobatan.
a) Kategori -1 ( 2HRZE / 4H3R3 )
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid ( H), Rifampisin ( R ), Pirasinamid ( Z) dan Etambutol (
E ) Obat-obat tersebut diberikan
setiap hari selama 2 bulan ( 2HRZE ). Klemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang
terdiri dari isoniasid ( H) dan
Rifampisin ( R ) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan ( 4 H 3R3 ).
Obat ini diberikan untuk :

 Penderita baru TBC Paru BTA Positif


 Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang “ sakit berat “ dan
 Penderita TBC Ekstra Paru berat.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)


Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)
INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Pengobatan TBC pada orang dewasa

 Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
 Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
 Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:

1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH


+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TBC)
INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

ISTC (International Standards for Tuberculosis Care) merupakan standar yang


melengkapi pedoman program penanggulangan TB Nasional yang di rekomendasikan oleh
WHO. ISTC telah di dukung oleh berbagai organisasi kesehatan baik internasional maupun
nasional, antara lain KNCV, ATS, IUATLD, US CDC dan di Indonesia telah didukung oleh
IDI, PDPI, PAPDI, IDAI, POGI, PAMKI.
Tujuannya memberikan penjelasan standar penanganan TB yang dapat diterima luas di setiap
tingkat pelayanan oleh semua praktisi, baik instansi pemerintah maupun swasta dalam
menangani pasien yang diduga atau menderita TB, memberikan pelayanan bermutu tinggi
kepada pasien TB meliputi semua usia, BTA positif ataupun negatif, ekstraparu, MDR
(multiple Drugs Resistance), HIV dengan TB.

ISTC terdiri dari 17 standar :


· 6 standar diagnosis
· 9 standar terapi
· 2 standar tanggungjawab kesehatan masyarakat.

Standar 1 : Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih, yang tidak
jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis (TB).
Mengapa 2-3 minggu ?
Hasil penelitian di India (2005), mengatakan bahwa kasus TB yang terdeteksi meningkat
46% pada pemeriksaan setelah batuk 2 minggu dibanding batuk 3 minggu.

Standar 2 : Semua pasien (dewasa, remaja dan anak yang dapat mengeluarkan dahak) yang
diduga menderita TB paru harus menjalani pemeriksaan dahak mikroskopis minimal 2 dan
sebaiknya 3 kali. Minimal satu spesimen harus berasal dari dahak pagi hari.
Pemeriksaannya mudah, dapat dilakukan di hampir semua pusat pelayanan kesehatan. Data
terakhir menunjukkan :
· Pemeriksaan Sputum 1 : positif 83-87%
· Pemeriksaan Sputum 2 : positif bertambah 10-12%
· Pemeriksaan Sputum 3 : positif bertambah 3-5%

Standar 3 : Pada semua pasien (dewasa, remaja dan anak) yang diduga menderita
tuberkulosis ekstraparu, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil untuk
pemeriksaan mikroskopis dan jika tersedia fasilitas dan sumber daya, dilakukan pemeriksaan
biakan dan histopatologi.
Hal ini dikarenakan sedikitnya Mycobacterium Tb . yang ditemukan pada ekstra paru. Pada
pleuritis TB BTA positif hanya 5-10%, pada meningitis TB lebih rendah lagi.
Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada tidaknya TB paru
dan TB millier.
Standar 4 : Semua orang dengan gambaran foto toraks diduga tuberkulosis seharusnya
menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.
Hasil penelitian dari 2229 pasien yang dilakukan pemeriksaan foto toraks, 227 pasien
dianggap TB, 36 % ternyata BTA negatif, sisa nya (2002 pasien) yang dianggap tidak TB,
ternyata pada 31 pasien kultur BTA nya positif.
Standar 5 : Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus didasarkan pada
kriteria berikut :
· Minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3 kali negatif (termasuk minimal 1 kali dahak
pagi hari)
· Gambaran foto toraks sesuai tuberkulosis
· Tidak ada respon terhadap antibiotika spektrum luas (Catatan : fluorokuinolon harus
dihindari karena aktif terhadapM.Tuberculosis complex sehingga dapat menyebabkan
perbaikan sesaat pada penderita tuberkulosis).
Untuk pasien ini, jika tersedia fasilitas, biakan dahak seharusnya dilakukan. Pada pasien yang
diduga terinfeksi HIVevaluasi diagnostik harus disegerakan.

Standar 6 : Diagnosis tuberkulosis intratoraks (yakni, paru, pleura dan kelenjar getah bening
hilus atau mediastinum) pada anak dengan gejala namun sediaan apus dahak negatif
seharusnya didasarkan atas kelainan radiografi toraks sesuai tuberkulosis dan terdapat riwayat
kontak atau uji kulit tuberkulin atau interferron gamma release assay positif.
Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasilitas, harus dilakukan pemeriksan biakan dari bahan
yang berasal dari batuk, bilas lambung atau induksi dahak.

Dengan berdasarkan 6 standar diagnosis di atas, diharapkan setiap dokter baik dari
instansi pemerintah maupun swasta dapat mendiagnosis penderita TBC dengan tepat
sehingga menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB , resiko penularan TB,
mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB sehingga TB tidak menjadi masalah lagi
bagi Indonesia.

Gejala Penyakit TBC


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum

 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus

 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang
disertai sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan –
5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif,
dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Penegakan Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah:

o Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.


o Pemeriksaan fisik.
o Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
o Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
o Rontgen dada (thorax photo).
o Uji tuberkulin.

Anda mungkin juga menyukai