Mild Cognitive Impairmentt
Mild Cognitive Impairmentt
Ranjan Duara, David A. Lowenstein, Clinton Wright, Elizabeth Crocco, Daniel Varon
Pendahuluan
Sebagian besar penyakit melalui sebuah stadium transisional (misalnya “pre-diabetes” dan
“pre-hipertensi) sebelum berkembang gejala klinis yang dibutuhkan untuk memenuhi kriteria
pasti diagnosis yang dibuat dengan ketentuan yang beralasan. Menjadi semakin penting untuk
memulai terapi penyakit progresif lambat pada stadium lebih awal, sehingga terapi mungkin
memiliki pengaruh lebih besar dan mencegah atau memperlambat transisi ke stadium yang lebih
berat dari penyakit. Saat ini, terapi yang memodifikasi penyakit tidak tersedia untuk penyakit
degeneratif otak, yang merupakan faktor etiologi utama mild cognitive impairment (MCI) dan
dementia. Terapi efektif yang saat ini tersedia adalah untuk mencegah kerusakan serebrovaskuler
dan intervensi untuk faktor risiko modifiabel yang dapat mengubah perjalanan penyakit, dengan
mencegah lesi vaskuler baru berkembang. Oleh karena itu, prevensi sekunder tetap pilihan utama
untuk memberikan pengaruh terapetik terukur untuk penyakit yang mendasari, dengan deteksi
lebih awal pada stadium MCI (atau bahkan stadium lebih awal). Tujuan bab ini adalah untuk
memungkinkan klinisi untuk: (a) mengenali dan mendiagnosis MCI dan subtipe kognitifnya, (b)
mendiagnosis etiologi yang mungkin dari sindrom MCI, (c) memahami faktor risiko dan cara
perkembangannya, dan (d) diinformasikan tentang metode optimal yang tersedia untuk treatment
dan prevensi progresi sindrom MCI.
Definisi
Istilah mild cognitive impairment (MCI) pertama kali dideskripsikan oleh Reisgerg pada
1982 sebagai kondisi yang berkaitan dengan peningkatan risiko progresi dementia. Meskipun
demikian, Kriteria Mayo untuk MCI dipublikasikan oleh Petersan dkk, yang menghasilkan
penggunaan meluas istilah ini. Semula didesain untuk diagnosis kondisi penyakit pre-Alzeimer,
istilah MCI sekarang secara luas digunakan untuk menggambarkan fase predementia dari
banyak penyakit yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi dementia.
KRITERIA PETERSEN UNTUK
MILD COGNITIVE IMPAIRMENT
Grandman dkk, mengajukan adaptasi dari kriteria Petersen, untuk meningkatkan reliabilitas jika
kriteria ini digunakan untuk penelitian klinis, sebagai berikut:
1) Keluhan memori, dikuatkan oleh seorang informan.
2) Fungsi memori abnormal pada subtes Logical Memory II dari Wechsler Memory Scale.
3) Fungsi kognitif umum yang normal berdasarkan penilaian klinis dan skor MMSE 24/30 atau
lebih.
4) Tidak ada atau minimal gangguan fungsi (skor Clinical Dementia Rating global 0,5).
Kriteria yang diadaptasi dapat dioperasionalkan untuk penggunaan klinis umum, seperti
ditunjukkan tabel 6.1.
Patofisiologi
Sebuah transisi antara stadium predementia, kognitif normal dan tegak dementia,
tampaknya ada untuk sebagian besar penyakit dementia yang dapat dikenal. Penggunaan kriteria
yang berbeda untuk mendiagnosis MCI mengakibatkan tingkat prevalensi MCI 1-3 % pada
populasi di atas 65 tahun. Meskipun demikian, terlepas dari kriteria yang digunakan, pasien yang
didiagnosis MCI, ditemukan memiliki kemungkinan tinggi progresi menjadi dementia dan sering
menjadi penyakit Alzheimer’s.
Entitas patologik paling banyak diteliti yang menyebabkan sindrom MCI adalah AD.
Perubahan patologis yang dihubungkan dengan penyakit ini dapat muncul satu dekade atau lebih
sebelum onset tanda dan gejala klinis, termasuk deposisi protein beta amiloid pada neokorteks.
Walaupun deposisi amiloid itu sendiri dapat mengakibatkan defisit kognitif ringan, ini
merupakan fase neurodegenerative dari AD yang menghasilkan defisit pada delayed memori
yang khas pada penyakit ini. Defisit pada delayed recall test disebabkan oleh keterlibatan
neurodegeneratif struktur medial temporal seperti korteks entorhinal (entorhinal cortec/ERC)
dan sektor CA1 dan subiculum dari hipokampus (HP). Plastisitas otak dan efek cadangan
kognitif memungkinkan pasien dengan stadium patologis lanjut dari penyakit (misal stadium
Braak V atau VI) untuk sembuh dari gejala kognitif dan defisit fungsional. Faktanya, pada satu
penelitian, kira-kira 30% individu yang memenuhi kriteria neuropatologis untuk AD pada
autopsi tidak mengalami dementia sepanjang hidupnya. Pada penelitian longitudinal lain, hampir
semua pasien yang diklasifikasikan sebagai MCI selama hidup ditemukan memiliki patologi
neurodegeneratif pada autopsi. Pada kira-kira 30% kasus, tampak patologi lain selain AD, seperti
Lewy bodies, penyakit argyrophilic grain, sklerosis hippocampal, dan/atau penyakit
cerebrovaskuler.
Konsep vascular cognitive impairment (VCI) telah berkembang selama beberapa dekade
dengan kemajuan pada computed tomography (CT) kepala dan khususnya magnetic resonance
imaging (MRI) yang memungkinkan deteksi lebih besar dari kerusakan vaskuler. Karena
penyakit vaskuler lazim terjadi pada orang tua, lesi vaskuler sering bercampur dengan patologi
Alzheimer. Konsep VaMCI berkembang karena kerusakan vaskuler subklinis, seperti lesi
substansia alba, infark, dan mikrohemoragik ditemukan berhubungan dengan konsekuensi
kognitif, bahkan dengan tiadanya kejadian klinis seperti stroke. Bukti dari penelitian berbasis
populasi luas menunjukkan bahwa kerusakan vaskuler subklinis dengan spektrum gangguan
kognitif mulai dari perubahan ringan menjadi MCI (manifestasi seringkali disfungsi eksekutif
dibanding kelainan amnestik) menjadi dementia.
Gangguan vaskuler adalah penyebab penting dari dan kontributor terhadap perkembangan
VaMCI, walaupun volume dan lokasi jaringan yang keduanya perlu dan cukup untuk
menyebabkan gangguan belum ditetapkan. Sebagai contoh, infark kecil “strategik” pada
thalamus anterior dan area lain dapat mengakibatkan gangguan amnestik dengan berat bervariasi,
dan infark kecil pada lokasi lain dapat mengakibatkan defisit yang berhubungan dengan fungsi
yang dikaitkan dengan daerah tersebut. Namun, baik volume maupun jumlah infark diketahui
dihubungkan dengan risiko dementia. Demikian juga volume lesi substansia alba yang cukup
untuk menyebabkan VaMCI atau VaD tidak diketahui. Namun data berbasis komunitas
menunjukkan bahwa baik patologi Alzheimer dan vaskuler lazim dan masing-masing
berkontribusi terhadap tampilan kognitif pada pasien dengan MCI yang mencapai autopsi.
Keberadaan, beratnya dan tipe gangguan kognitif pada individu bergantung tidak hanya pada
lokasi, beratnya dan tipe patologik yang muncul di otak, tetapi juga ketahanan individu untuk
menahan efek patologi tersebut. Ketahanan ini diketahui secara luas sebagai cadangan kognitif
dan dihubungkan dengan beberapa faktor yang dapat dibagi menjadi cadangan kognitif “murni”
dan “cadangan otak”. Di antara faktor-faktor yang berhubungan dengan cadangan kognitif
murni adalah tingkat pendidikan individu, intelegensi keseluruhan, pencapaian pekerjaan, dan
paparan terhadap informasi seperti halnya paparan terhadap berbagai stimuli dan aktivitas.
Faktor-faktor yang dihubungkan dengan dengan cadangan otak termasuk ukuran otak, umur,
kondisi premorbid dan perkembangan, seperti gangguan disleksia dan defisit atensi, trauma otak,
penyakit serebrovaskuler, dan penyakit sistemik. Penting untuk mempertimbangkan cadangan
kognitif sebagai faktor penting yang menentukan kapan dan dengan berat seperti apa seorang
individu dengan patologi otak spesifik seperti penyakit Alzheimer, akan mengakibatkan gejala
kognitif dan bukti objektif kerusakan.
Gejala mirip dementia awal dan hasil yang terganggu pada tes kognitif mungkin
dihubungkan dengan berbagai kondisi medis, efek pengobatan, faktor psikososial dan kondisi
psikiatri seperti ansietas, depresi dan gangguan kepribadian. Lebih jauh, pada fase awal MCI
mungkin sulit untuk membedakan (a) gangguan fungsional yang berhubungan dengan penuaan
normal, khususnya dengan adanya kondisi terkait umur, seperti arthritis, gangguan visual dan
pendengaran dan (b) defisit kognitif dari penurunan kognitif terkait umur yang normal,
khususnya pada individu dengan cadangan kognitif tinggi atau rendah, komorbid psikiatrik, dan
individu dengan gangguan visual dan pendengaran.
Pemeriksaan Neuropsikologis
Evaluasi neuropsikologis dianggap merupakan sebuah alat penting untuk mengkonfirmasi
diagnosis MCI dan jika tersedia dan terjangkau secara mudah, pemeriksaan neuropsikologis
adalah metode diagnosis yang lebih dipilih. Banyak klinisi yang melakukan evaluasi dementia
dan kognitif menggunakan kombinasi tes kognitif yang mudah dan singkat untuk membuat
diagnosis MCI. Sementara tes skrining kognitif sederhana, seperti Folstein Mini-Mental State
Examination, berguna untuk membedakan dementia dari kondisi kognitif normal, pemeriksaan
ini masih insensitif untuk mendeteksi MCI. Tes skrining kognitif yang mungkin lebih baik untuk
membedakan MCI dari kondisi normal termasuk Montreal Cognitive Assesment (MoCA) dan
Multiple Delayed Recall Test.
Tes neuropsikologis yang secara umum digunakan untuk menentukan kemampuan pada
domain yang diperlukan untuk menilai MCI termasuk pengukuran fluensi verbal, seperti
Controlled Oral Word Association Test (COWAT). Beberapa skor cut-off yang digunakan untuk
tes ini, meskipun 1.5 SD di bawah umur dan pendidikan, untuk pengukuran tunggal, tampaknya
paling efektif untuk mendeteksi MCI. Juga penting untuk mempertimbangkan latar belakang
etnis dan budaya dari pasien untuk menentukan skor cut-off yang cukup. Penggunaan
pengukuran multipel untuk mengidentifikasi gangguan memori disarankan untuk memingkatkan
reliabilitas. Skor cut-off sekurang-kurangnya 1.0 SD di bawah rata-rata nilai normal pada
sekurang-kurangnya dua tes kognitif pada domain kognitif yang sama direkomendasikan untuk
menurunkan laju positif palsu pada klasifikasi.
Tampaknya terdapat kondisi yang dipertimbangkan tumpang tindih antara MCI amnestik
dan non-amnestik, bergantung pada kriteria dan skor cut-off yang digunakan untuk
mengklasifikasikan kelainan. Tingkat prevalensi untuk subtipe MCI bergantung pada
penggunaan skor cut-off yang berbeda, pilihan tes individu biasanya mengidentifikasi gangguan
dan grup kontrol biasanya untuk memperoleh cut-off. Pengurangan ambang untuk
mengklasifikasikan gangguan pada tes memori antara 1.5 sampai 1.0 SD akan memiliki efek
peningkatan frekuensi relatif aMCI terhadap naMCI. Individu dengan pencapaian pendidikan
atau cadangan kognitif premorbid tinggi, mungkin dapat mengkompensasi defisitnya karena
dasar pengetahuan mereka yang besar dan terbiasanya dengan proses mengerjakan tes dan
dengan penggunaan berbagai strategi yang memungkinkan mereka untuk melakukan dengan baik
pengukuran kognitif, menggantikan defisit mereka. Mereka dengan tingkat pendidikan rendah
mungkin melakukan lebih buruk dari yang diperkirakan, tidak hanya karena dasar pengetahuan
yang lebih rendah tetapi juga karena kurang terbiasa dengan pengerjaan tes dan masalah ansietas
dan atensi yang berhubungan.
Penilaian kognitif dari MCI membutuhkan penilaian memori, bahasa, keterampilan
visuospasial, dan fungsi eksekutif. Penilaian yang disarankan untuk masing-masing domain
ditampilkan pada Box 6.1.
Fuld Object Memory Letter Fluency Trail Making Visual Digit Symbol
Test Test (FAS) Test (Part B) Reproduction Subtest (WAIS-
(Copy Condition) IV)
Rey Auditory Category Similarities Hooper Visual
Learning Test Fluency Test Subtest (WAIS- Organization Test
IV)
Memory for Passages
(Wechsler Memory
Scale)
Visual Reproduction
(Wechsler Memory
Scale)
Biomarker Pada Mild Cognitive Impairment
Biomarker merupakan cermin dari patologi yang mendasari dan tidak seperti penilaian
klinis dan neuropsikologikal, tidak dipengaruhi oleh berbagai faktor demografik, psikososial,
medis, dan psikiatrik, atau oleh defisit pendengaran dan visual. Seorang individu mungkin positif
biomarker tanpa harus menunjukkan gejala atau defisit kognitif. Biomarker dapat bermanfaat
untuk diagnosis dengan mengidentifikasi adanya patologi yang mendasari, bahkan pada stadium
preklinis dari penyakit seperti AD dan FTLD. Akumulasi amyloid (Abeta1-42) pada otak
mengesankan fase awal patologi AD, sedangkan atrofi otak regional mengesankan adanya
neuropatologi pada otak. Di samping berguna secara diagnostik, biomarker dapat juga
memprediksi laju progresi sindrom klinis, karena beratnya patologi yang mendasari, seperti yang
diukur dengan biomarker, sering berkorelasi dengan laju progresi klinis.
Neuroimaging
Perubahan struktur otak dapat dideteksi dan dihitung dengan beberapa teknik pencitraan
struktural, seperti computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI),
khususnya pada lobus temporal medial di mana patologi degeneratif yang berhubungan dengan
AD dan FTLD tampaknya paling menonjol awal pada proses penyakit. Perubahan fungsional
pada otak dapat dinilai dengan positron emission tomography (PET) dan single photon emission
computed tomography (SPECT), maupun functional MRI (fMRI). Deposisi amyloid pada otak
dapat dideteksi menggunakan PET scan investigasional dengan baik ligan berlabel C-11 atau F-
18 yang berikatan dengan protein beta amyloid fibrillar. Walaupun approval FDA dari pencitraan
PET amyloid tampaknya segera terjadi, guideline praktik belum ditetapkan untuk penggunaan
scan ini untuk diagnosis atau prognosis pasien MCI. Marker genetik, seperti genotip APOE,
dapat mengidentifikasi subgroup individu yang mengalami peningkatan risiko untuk
kemunduran kognitif dan perkembangan patologi AD tetapi nilai genotip APOE untuk prognosis
pada individu dengan MCI (pada praktik klinis) masih belum ditetapkan.
Amyloid PET
Deposisi amyloid di neokorteks otak mungkin abnormalitas biomarker yang terdeteksi
paling awal pada penyakit Alzheimer. Dihipotesiskan bahwa pada perkembangan patologi AD,
deposisi amyloid adalah kejadian paling awal, berlanjut menjadi kejadian kemunduran, termasuk
neurodegenerasi dan gangguan kognitif. Pada penelitian ADNI ditemukan bahwa beban amyloid
meningkat sangat awal, tetapi cenderung stabil lebih awal daripada laju kehilangan volume otak,
pada apa yang diduga menjadi stadium preklinik dan klinik sangat awal dari AD. Prevalensi
positif amyloid scan, menggunakan C-PIB sebagai PET ligand, pada relawan yang secara
kognitif tampak sehat, meningkat secara umur dengan usia, dari 6% di 50-59 tahun sampai 50%
pada usia > 80 tahun. Peningkatan beban amiloid pada subjek lanjut usia yang tidak dementia
berhubungan dengan gangguan ringan pada kemampuan memori, dan risiko yang lebih besar
untuk progresi MCI dan dementia.
Amyloid PET belum diterima untuk aplikasi klinis oleh badan pengatur, seperti pada
tulisan ini. Jika dan kapan pun itu, aplikasi klinis kemungkinan besar akan menentukan bukti
deposisi amyloid dan risiko untuk kemunduran kognitif di antara individu simptomatik dengan
gangguan kognitif sangat ringan atau di antara mereka dengan risiko kuat untuk penyakit
dementia seperti riwayat keluarga individu multipel dengan dementia. Amyloid PET juga
berguna untuk membedakan FTLD (amyloid negatif) dari AD (amyloid positif) pada MCI atau
stadium dementia. Saat ini, amyloid negatif PET scan tampaknya memiliki manfaat klinis lebih
daripada positif scan. Pada pertimbangan ini, di antara pertanyaan yang perlu ditujukan adalah:
(1) apakah ambang (sesuai umur) untuk benar-benar negatif dan benar-benar positif amyloid
PET scan? dan (2) seberapa baik MRI scan yang baik positif maupun negatif untuk penyakit
neurodegeneratif dibandingkan dengan PET scan yang amyloid positif atau negatif ?
Marker Genetik
Di antara kurang dari 1% kasus dementia familial dengan transmisi dominan autosomal
nyata, skrining untuk mutasi pada gen presenilin 1 (kromosom 14; onset 25-60 tahun), gen
protein precursor amyloid (kromosom 21; onset usia 40-70 tahun) atau gen presenilin 2
(kromosom 1; onset 45-84 tahun) mungkin cukup untuk diagnosis. Faktor risiko genetik paling
besar untuk onset lanjut AD, allele APOE 4, dihubungkan dengan prevalensi lebih besar dan
umur lebih awal dari AD pada sebagian besar kelompok rasial/etnik. Allele 4 epsilon untuk gen
apolipoprotein E (APOE) pada kromosom 19 adalah faktor risiko yang menjelaskan kira-kira
20% dari kasus onset lanjut. Heterozigous ini untuk allele 4 meningkatkan risiko 2-3 kali lipat
untuk AD di man homozigositas untuk allele 4 memberi peningkatan risiko 10-15 kali lipat.
Adanya genotip APOE 4 ditambah dengan gejala klinis digunakan untuk meningkatkan akurasi
prediktif diagnosis AD, khususnya pada fase prementia.
MCI-AD
Subgrup penting dari pasien MCI yang menjadi dementia berkembang menjadi AD.
Sementara pasien-pasien ini biasanya muncul dengan defisit memori, tampilan lain tidak sering,
termasuk yang berkembang defisit pada bahasa (primary progressing aphasia), fungsi eksekutif
atau visuo-spatial dan yang muncul dengan sindrom lobus frontal, seperti apati atau disinhibisi.
Meskipun demikian, telah ditunjukkan bahwa riwayat klinis tertentu tersendiri, menyediakan
bukti kemunduran kognitif dan fungsional relatif untuk kemampuan yang dicapai sebelumnya,
dapat mengidentifikasi subjek non-dementia yang berkembang dan ditemukan memiliki
histopatologi AD pada autopsi. Item pada riwayat penyakit yang paling baik memprediksi
perkembangan masa depan AD dirangkum pada pertanyaan singkat, dikenal sebagai AD8.
Biomarker kognitif terbaik AD, pada stadium predementianya, tampak terganggu dari memori
episodik bahkan diantara yang asimptomatik.
PERTANYAAN AD8
1. Masalah dalam judgment (misalnya masalah
pengambilan keputusan, keputusan financial
yang buruk, masalah dengan berpikir)
2. Kurang minat terhadap hobi/aktivitas
3. Mengulang hal yang sama berulang-ulang
(pertanyaan, cerita, atau pernyataan)
4. Masalah belajar bagaimana menggunakan
alat, aplikasi, atau gadget (misal VCR,
computer, microwave, remote control)
5. Lupa bulan atau tahun yang benar
6. Masalah mengatasi urusan financial yang
rumit (misal menyeimbangkan buku cek,
pajak penghasilan, pembayaran tagihan)
7. Masalah mengingat janji
8. Masalah dengan berpikir dan atau memori
Berdasarkan banyak informasi yang disebutkan dan guideline untuk diagnosis AD pada
stadium predementia, dua proposal telah diajukan untuk diagnosis dementia pada stadium MCI.
Kriteria Dubois untuk “prodromalAD” yang dipublikasikan pada 2007 membutuhkan pasien
memiliki MCI amnestik, bersamaan dengan biomarker positif untuk AD (misal atrofi temporal
pada MRI, defisit parietotemporal dari PET atau SPECT scan, atau analisis LCS abnormal dari
beta amyloid atau protein tau). Klasifikasi “preclinical AD” dan MCI akibat AD telah diusulkan
oleh pertemuan kelompok kerja National Institute on Aging and the Alzheimer’s association
(kriteria NIA-AA). Mereka mengusulkan rekomendasi kriteria diagnostik baru untuk penyakit
Alzheimer’s berdasarkan stadium klinikopatologis yang diajukan dari AD predemntia. Dua
stadium pertama dari diagnosis ini menetapkan kriteria untuk preclinical AD dan tidak termasuk
pasien dengan MCI. Stadium ketiga dari kriteria NIA-AA termasuk bukti amyloidosis serebral
(melalui uji LCS atau PET), bukti neurodegenerasi (perubahan struktur MRI) dan perubahan
kognitif ringan yang tidak memenuhi kriteria MCI. Stadium 4 kriteria NIA-AA sama dengan
stadium 3, ditambah bukti MCI. Kriteria NIA-AA berbeda dari kriteria Dubois dalam urutan
peringkat pentingnya biomarker, dengan bukti LCS atau PET scan dari deposisi amyolid serebral
dipertimbangkan sebagai biomarker paling definitif untuk AD pada banyak stadium penyakit.
KRITERIA MCI-AD
1. Perhatian tentang perubahan kognisi dari tingkat
sebelumnya, diidentifikasi oleh informan atau klinisi
yang terampil.
2. Gangguan pada satau atau lebih domain kognitif.
Kemampuan dipertimbangkan di bwah yang
diperkirakan, mempertimbangkan usia dan
pendidikan pasien (gangguan secara khas 1-1.5 SD
di abwah rata-rata individu, disesuaikan dengan usia
dan pendidikan). Gangguan mungkin muncul pada
lebih dari satu domain dan mungkin amnestik atau
non-amnestik.
3. Terpeliharanya independensi pada kemampuan
fungsional. Kriteria ini memungkinkan masalah
ringan dengan tugas kompleks muncul, selama
fungsi independens seperti membayar tagihan,
mempersiapkan makanan atau belanja terpelihara
walaupun dengan bantuan minimal
4. Tidak dementia. Perubahan kognitif sebaiknya
cukup ringan sehingga tidak terbukti gangguan
fungsi social atau pekerjaan
Va-MCI
Secara historis, peran kerusakan vaskuler pada kelainan kognitif dikenal dengan baik oleh
klinisi abad 19. Namun, kriteria untuk MCI dan dementia yang berhubungan dengan penyakit
vaskuler telah dipengaruhi oleh konsep yang digunakan untuk memenuhi kriteria penyakit
Alzheimer. Sebagai hasilnya, gangguan memori dibutuhkan di samping defisit kognitif lain
untuk mendiagnosis dementia vaskuler. Di samping itu, stroke diduga menjadi penyebab utama
apa yang sekarang disebut sebagai vascular dementia (VaD) tetapi dahulu dikenal sebagai
dementia multiinfark. Pentingnya lokasi dari lesi vaskuler mengakibatkan konsep infark
“strategic” tunggal sebagai penyebab gangguan kognitif. Tipe lain dari lesi vaskuler, termasuk
hiperintensitas substansia alba pada MRI scan, penemuannya sebagai kontributor terhadap
gangguan kognitif progresif. Pengakuan bahwa defisit kognitif disebabkan tersendiri oleh lesi
vaskuler jarang menyebabkan dementia menghasilkan konsep vascular MCI (VaMCI).
Kriteria baru untuk VaMCI termasuk empat tipe: amnestik, amnestik plus domain lain,
non-amnestic single domain, dan non-amnestic multiple domains. Untuk menurunkan
kemungkinan misklasifikasi dari VaMCI, setidaknya empat domain kognitif harus diperiksa,
termasuk memori, fungsi visuospasial, fungsi eksekutif/atensi, dan bahasa. Kriteria untuk
probable dan possible VaMCI mirip untuk VaD yang disebutkan di atas, kecuali bahwa derajat
gangguan pada aktivitas instrumental dari kehidupan sehari-hari tidak lebih dari gangguan ringan
(American Heart Association/American Stroke Association). Kategori dari VaMCI tidak stabil
ditunda untuk pasien yang gejalanya berkurang dan kembali normal. Possible VaD (atau
VaMCI) mirip dengan Probable VaD/VaMCI, tetapi mungkin tidak pasti pada kondisi berikut:
hubungan waktu antara kejadian vaskuler dan disfungsi kognitif, data imaging yang tidak cukup
atau bukti penyebab neurodegeneratif yang terjadi bersamaan. Penyebab reversibel dari MCI dan
VaMCI membutuhkan kewaspadaan pada sebagian klinisi. Hipotiroidisme, defisiensi cobalamin
(vitamin B12) dan gangguan metabolisme yang berhubungan dengan kondisi medis kronis atau
akut seperti insufisiensi renal, gagal liver dan anemia sebaiknya dieksklusi dengan melakukan
pemeriksaan darah yang sesuai. Sejumlah kondisi vaskuler dapat menyebabkan penyebab
gangguan kognitif yang berpotensi reversibel. Gagal jantung kongestif menyebbakan
pengurangan perfusi otak, khususnya jika ejection fraction turun di bawah 20% dan terapi medis
seperti transplantasi jantung dapat menyebabkan perbaikan kondisi. Demikian pula oklusi
pembuluh darah besar dapat menyebabkan gangguan kognitif yang berpotensi reversibel.
Sebagai contoh, beberapa pasien dengan oklusi karotis bilateral yang menjalani bypass
ekstrakranial ke intracranial mengalami perbaikan kognitif yang dramatik. Namun, juga penting
untuk ditekankan bahwa pasien dengan patologi AD lanjut sedang tidak memperoleh manfaat
dari endarterectomy karotis, sehingga pasien sebaiknya berhati-hati dalam memilih dasar kasus
demi kasus untuk tipe prosedur ini.
Pencegahan Mild Cognitive Impairment Di Antara Orang Lanjut Usia Normal Yang
Berisiko Secara Kognitif
Pelajaran paling penting yang didapatkan untuk pencegahan penyakit arteri koroner juga
dapat diterapkan untuk pencegahan gangguan kognitif. Pengukuran ini termasuk yang
berhubungan dengan perubahan gaya hidup dan managemen cermat semua faktor risiko medis
untuk penyakit vaskuler. Di samping itu, penting untuk mencegah penggunaan kronis
pengobatan, yang biasanya digunakan pada usia lanjut, yaitu antikolinergik dan sedative (seperti
benzodiazepine) dan juga penting untuk mencegah konsumsi berlebihan dari alkohol. Pada
akhirnya, suplemen dan peresepan pengobatan tertentu memiliki potensi untuk mengurangi
risiko kemunduran kognitif pada akhir kehidupan.