Anda di halaman 1dari 103

FORMULASI DAN OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN

FLAVOR ANALOG AYAM DARI KACANG HIJAU (Phaseolus


radiatus L.) HASIL FERMENTASI

YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/ 1431 H
FORMULASI DAN OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN
FLAVOR ANALOG AYAM DARI KACANG HIJAU (Phaseolus
radiatus L.) HASIL FERMENTASI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains


Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH


105096003182

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/ 1431 H
FORMULASI DAN OPTIMASI PROSES PEMBENTUKAN
FLAVOR ANALOG AYAM DARI KACANG HIJAU (Phaseolus
radiatus L.) HASIL FERMENTASI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains


Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH


105096003182

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Agustine Susilowati, M.M Sri Yadial Chalid, M.Si


NIP : 195 808 141 984 022 001 NIP : 19680313 200312 2 001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia

Sri Yadial Chalid, M.Si


NIP : 19680313 200312 2 001
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Esa lagi Maha Perkasa yang

mengatur hidup dan kehidupan manusia dan para makhluk-Nya yang lain. Atas

berkat rahmat dan karunia serta ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi

“Formulasi dan Optimasi Proses Pembentukan Flavor Analog Ayam dari

Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Hasil Fermentasi”. Shalawat serta salam

semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW,

kepada para keluarga dan para sahabatnya serta termasuk kita pula selaku

ummatnya. Amin.

Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh

ujian Sarjana Sains pada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis sebagai Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sri Yadial Chalid, M.Si sebagai Ketua Program Studi Kimia sekaligus Dosen

Pembimbing II, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis serta memberikan

semangat dan motivasi maupun masukan dalam menyelesaikan penelitian dan

skripsi.

iv
3. Dr. L. Broto S. Kardono sebagai Kepala Pusat Penelitian Kimia-LIPI Serpong.

4. Dr. Muhammad Hanafi, M.Si sebagai Kepala Bidang BAPF Pusat Penelitian

Kimia-LIPI

5. Ir. Agustine Susilowati, M.M sebagai Pembimbing I yang telah memberikan

izin untuk melakukan penelitian di Laboratorium Kimia Pangan di Pusat

Penelitian Kimia-LIPI Serpong serta memberi nasihat dan bimbingan kepada

penulis dalam penyusunan skripsi.

6. Ayahanda (Yusep Hermansyah), Ibunda (Lia Amaliya) dan adikku tercinta

(Badai Sefta Mafarin) yang tiada henti memberi semangat serta dukungan

moril maupun materil yang begitu luar biasa selama pelaksanaan tugas akhir.

7. Yati Maryati, S.T dan Pak Aspiyanto yang telah banyak membantu

memberikan arahan selama penelitian dilaksanakan.

8. Seluruh Dosen, karyawan dan laboran Program Studi Kimia, terima kasih atas

ilmunya yang bermanfaat bagi penulis.

9. Seluruh staf Pusat Penelitian Kimia-LIPI Serpong yang telah membantu

penulis dalam pelaksanaan penelitian.

10. Sahabatku di setiap waktu, Devi, Diah, Rani, Ambar dan Chiko, terima kasih

atas keceriaan dan kesedihan yang selalu kita bagi bersama, betapa bahagianya

aku yang tumbuh besar bersama kalian. Sahabatku yang terpisah jarak namun

selalu ada untukku, Anindita, Fajrin, Dindi, Miratna, Intan dan Alhadi, terima

kasih atas perhatian, motivasi, semangat dan do’anya.

11. Elly, Susti dan Wardah, teman seperjuanganku yang selalu setia dalam suka

dan duka selama menempuh penelitian dan penyusunan skripsi.

vii
12. Teman-teman baikku Fiqi, Nunu, Ade, Ria, Suci, Tika, Ani, Icha, Ummu,

Dede, Ika, Ardy, Zeki, Ilham, Fajri, Afit, Aji, Subhan, Adum, Arif, Rizky,

Dedi, Hasbi, Ocim, Rauf, Hendro, Salman, Abdul Rohman, Ami dan Wulan

Embunsari, terima kasih atas semua ketulusan dan semangat serta perhatian

yang kalian berikan selama ini. Kalian takkan pernah terganti.

13. Kakak-kakak kelas Kimia angkatan 2002, 2003 dan 2004 khususnya Kak

Amin, Kak Adi dan Kak Ijul, kalian inspirasiku. Adik-adik kelas Kimia

angkatan 2006, 2007, 2008 dan 2009, terima kasih untuk selalu berbagi

semangat dan keceriaan.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan

bagi pembaca umumnya. Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari

bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang

membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Juni 2010

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................ vi

DAFTAR ISI................................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv

ABSTRAK ................................................................................................... xvi

ABSTRACT ................................................................................................. xvii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 2

1.3. Hipotesis............................................................................................... 2

1.4. Rancangan Percobaan .......................................................................... 3

1.5. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

1.6. Manfaat Penelitian .............................................................................. 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6

2.1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Terfermentasi.......................... 6

2.2. Autolisis Kaldu Nabati......................................................................... 8

2.3. Flavor (Cita Rasa) ................................................................................ 10

2.3.1. Savory Flavor (Rasa Gurih)…………………………………... 12

2.4. Flavor Ayam......................................................................................... 13

2.4.1. Flavor Analog Ayam (Chicken Analogue Flavour)................. 16

2.4.2. Prekursor Flavor....................................................................... 16

ix
2.5. Reaksi Flavor (Flavouring Reaction) .................................................. 21

2.6. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)............................... 24

2.6.1. Prinsip Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)....... 24

2.6.2. Bagian Instrumentasi Kromatografi Gas-Spektrometer Massa 26

BAB III.METODE PENELITIAN ........................................................... 28

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 28

3.2. Alat dan Bahan .................................................................................... 28

3.2.1. Alat .......................................................................................... 28

3.2.2. Bahan ..................................................................................... 28

3.3. Prosedur Kerja ..................................................................................... 29

3.3.1. Autolisis Kacang Hijau Terfermentasi Rhizopus-C1................ 29

3.3.2. Reaksi Flavoring....................................................................... 29

3.3.2.1. Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik………………… 29

3.3.2.2. Penentuan Kondisi Optimum Reaksi Flavoring (pH dan


Waktu)................................................................................ 30

3.3.3. Identifikasi Senyawa Volatil dengan GC-MS……………….. 31

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 33

4.1. Karakteristik Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati....................... 33

4.2. Reaksi Flavoring……………………………………………………… 35

4.2.1. Hasil Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik…………….… 35

4.2.2. Hasil Analisa Variasi pH dan Waktu Kondisi Optimum


Reaksi Untuk Formula A4 dan B4............................................. 36

4.2.2.1. Analisa Komposisi Kimia…………………..………….…. 36

4.2.2.1.1. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses


terhadap Kadar Padatan Kering…………………...... 36

4.2.2.1.2. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses

x x
terhadap Kadar N-Amino…………………………… 37

4.2.2.1.3. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses


terhadap Kadar Gula Pereduksi……………….…….. 39

4.2.2.1.4. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses


terhadap Kadar Protein Terlarut……………………… 42

4.2.2.1.5. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses


terhadap Kadar Total Protein………………………… 44

4.2.2.1.6. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses


terhadap Kadar Lemak………………………………. 45

4.2.2.1.7. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses


terhadap Kadar Garam………………………………. 46

4.2.2.2. Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS………………… 48

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 56

5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 56

5.2. Saran ...................................................................................................... 56

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 57

LAMPIRAN ................................................................................................ 60

xi xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur Kimia Sistein................................................................................. 17

2. Struktur Kimia Taurin................................................................................. 18

3. Struktur Kimia Tiamin-HCl………………………………………….…... 19

4. Struktur Kimia Asam Askorbat (Vitamin C)…………………………….. 20

5. Struktur Kimia D-Glukosa…………………………………………….…. 21

6. Skema Reaksi Strecker pada Proses Flavoring……………………….….. 24

7. Diagram Alir GC-MS………………………………………………….… 27

8. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS


Formula A4…............................................................................................. 49

9. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS


Formula B4………………………………………………...................….. 52

xii
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Matriks Model Pola Faktorial Reaksi Flavoring dengan


Variasi pH.................................................................................................. 3

2. Komposisi Kimia Kacang Hijau Tiap 100 g…………………………….. 7

3. Jenis-jenis Asam Amino yang Terdapat pada Kacang Hijau……………. 8

4. Komposisi Kimia yang Terkandung Dalam Ektrak Daging Ayam……… 14

5. Senyawa-senyawa yang Berperan sebagai Penyumbang Aroma pada


Daging Ayam yang Dimasak…………………………………………….. 15

6. Prekursor-prekursor Dasar yang Digunakan dalam Pengembangan


Reaksi Flavor…………………………………………………………….. 16

7. Aldehid yang Dihasilkan dari Asam Amino melalui Degradasi


Strecker…………………………………………………………………… 22

8. Komposisi Formulasi Prekursor Flavor Analog Ayam…………………... 30

9. Komposisi Kimia Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati…………….. 33

10. Uji Sensori dan Karakteristik Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam
Hasil Reaksi Flavoring Selama 3 Jam pada Suhu 100°C............................ 35

11. Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam.......................... 37

12. Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam.................................... 37

13. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Gula


Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam…………………………….. 40

14. Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam.......................... 41

15. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Protein


Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam………………………………. 42

16. Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam......................... 43

17. Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam............................. 44

18. Kadar Lemak Autolisat Berflavor Analog Ayam........................................ 46

xiii
19. Kadar Garam Autolisat Berflavor Analog Ayam....................................... 47

20. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor Analog
Ayam Formula A4...................................... ……………………………... 50

21. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor


Analog Ayam Formula B4.........................................……………………. 54

xiv xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur Analisa Komposisi Kimia............................................................ 60

2. Hasil Analisa Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik.............................. 67

3. Uji Sensori Autolisat Flavor Analog Ayam................................................ 72

4. Kadar Padatan Kering.................................................................................. 73

5. Kadar Nitrogen Amino................................................................................ 74

6. Kadar Gula Pereduksi ................................................................................. 75

7. Kadar Protein Terlarut................................................................................. 77

8. Kadar Total Protein……………………………….………………………. 79

9. Kadar Lemak................................................................................................ 80

10. Kadar Garam……………………………………………….……………... 81

11. Analisa Sensori dan Lembar Scoresheet Uji Penilaian (Skoring) Aroma
Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam…………………………………… 82

12. Perhitungan Formulasi Bahan Prekursor Flavor Analog Ayam………….. 84

13. Kurva Kalibrasi Gula Reduksi dan Protein Terlarut……………………... 86

14. Diagram Alir Pembuatan Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam dari
Autolisat dengan Skala Laboratorium…………………………………… 87

15. Peralatan Penelitian………………………....................………………… 88

xv
ABSTRAK

YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH. Formulasi dan Optimasi Proses


Pembentukan Flavor Analog Ayam dari Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.)
Hasil Fermentasi. Di bawah bimbingan Ir. Agustine Susilowati, M.M dan Sri
Yadial Chalid, M.Si.

Telah dilakukan penelitian tentang penentuan formulasi dan optimasi proses


pembentukan flavor analog ayam dari kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) hasil
fermentasi. Variasi konsentrasi dilakukan pada L-Sistein, Tiamin-HCl, Taurin,
Glukosa dan Vitamin C sebagai prekursor flavor dengan variasi pH 4, 4,5 dan 5
yang masing-masing dilakukan pada 100°C selama 0, 1, 2 dan 3 jam. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memperoleh kaldu nabati berflavor analog ayam
terbaik berdasarkan komposisi formulasi terbaik dan kondisi optimum reaksi
melalui analisa sensori, analisa komposisi kimia serta mengetahui jenis-jenis
senyawa volatil dengan GC-MS (Kromatografi Gas-Spektrometer Massa). Hasil
penelitian menunjukkan 2 jenis formula terbaik yaitu FAT (Flavor Analog Ayam
menggunakan Taurin) dengan komposisi Sistein:Taurin (0,75 %:0,25 %), Tiamin
(1 %), Glukosa (0,5 %) pH 4 waktu proses 3 jam dan FAC (Flavor Analog Ayam
menggunakan Vitamin C) dengan komposisi Sistein:Vitamin C (0,75 %:0,25 %),
Tiamin (1 %), Glukosa (0,5 %) pH 4,5 waktu proses 3 jam. Sebanyak 46 senyawa
flavor teridentifikasi pada kaldu nabati FAT yang terdiri atas 7 kelompok
senyawa yaitu senyawa sulfur (4 senyawa), asam-asam organik dan ester (18
senyawa), nitrogen (8 senyawa), aldehid dan keton (7 senyawa), alkohol (7
senyawa), piran (1 senyawa) dan furan (1 senyawa), serta 49 senyawa flavor
teridentifikasi pada kaldu nabati FAC yang terdiri atas 7 kelompok senyawa yaitu
senyawa sulfur (7 senyawa), asam-asam organik dan ester (15 senyawa), nitrogen
(10 senyawa), aldehid dan keton (8 senyawa), alkohol (4 senyawa), piran (2
senyawa) dan furan (3 senyawa).

Kata kunci : Kaldu nabati, flavor analog ayam, taurin, vitamin c, reaksi flavoring

xvi
ABSTRACT

YULVIANA REZKA RIZKIANSYAH. Formulation and Optimation


Flavouring Process of Chicken Analogue Flavour from Fermented Mung Bean
(Phaseolus radiatus L.). Under direction of Ir. Agustine Susilowati, M.M and
Sri Yadial Chalid, M.Si.

Formulation and optimation flavouring process of chicken analogue flavour


reaction from fermented mung bean (Phaseolus radiatus L.) has been conducted.
Concentration of L-Cystein, Thiamine-HCl, Taurine, Glucose and Vitamin C as a
flavour precursor has been varieted with pH variety 4, 4,5 and 5 at 100°C for 0, 1,
2 and 3 hours, respectively. The main purpose of research are to find a best
vegetable broth with chicken analogue flavour based on best formulation and
optimal condition reaction through sensory analysis, chemical composition
analysis and to know several volatile compounds with GC-MS (Gas
Chromatograph-Mass Spectrometry). The result of experiment showed the best
two kinds formula, is that TAF (Chicken Analogue Flavour with Taurine) with
composition Cystein:Taurine (0,75 %:0,25 %), Thiamine (1 %), Glucose (0,5 %)
pH 4 at 3 hours dan CAF (Chicken Analogue Flavour with Vitamin C) with
composition Cystein:Taurine (0,75 %:0,25 %), Thiamine (1 %), Glucose (0,5 %)
pH 4,5 at 3 hours. It had been identified on 46 flavour compounds of TAF
consisting 7 compound groups, named sulphuric compound (4 compounds),
organic acids and esther (18 compounds), nitrogen (8 compounds), aldehyd and
ketone (7 compounds), alcohol (7 compounds), pyran (1 compounds) and furan (1
compounds), and 49 flavour compounds of CAF consisting 7 compound groups,
named sulphuric compound (7 compounds), organic acids and esther (15
compounds), nitrogen (10 compounds), aldehyd and ketone (8 compounds),
alcohol (4 compounds), pyran (2 compounds) and furan (3 compounds).

Keywords : Vegetable broth, chicken analogue flavour, taurine, vitamin C,


flavoring reaction

xvii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cita rasa merupakan bagian penting pada kualitas suatu makanan selain

penampilan dan teksturnya. Selain rasa manis, asam, asin dan pahit yang terdapat

pada makanan, masyarakat juga mengenal adanya cita rasa gurih atau “umami”.

Pemberi rasa gurih berasal monosodium glutamat maupun dari kaldu ayam atau

daging. Tetapi kaldu yang diekstrak dari daging ayam atau daging sapi tidak

selamanya dijadikan sebagai pemberi rasa gurih karena biaya produksi yang

tinggi, begitu juga flavor ayam sintetik tidak memuaskan karena hanya

memberikan cita rasa ayam dan terlalu asin (Nagodawithana, 1994).

Untuk mendapatkan makanan dengan rasa gurih yang rendah lemak dan

rendah kolesterol, maka dimanfaatkanlah kacang hijau sebagai flavor enchancer

yang banyak mengandung protein terutama asam glutamat serta mudah diperoleh.

Kandungan asam amino yang tinggi hasil perombakan protein dapat dicapai

melalui proses fermentasi pada kacang hijau oleh kapang diantaranya Rhizopus.

Kacang hijau terfermentasi ini dikenal sebagai kaldu nabati yang diharapkan

menjadi alternatif baru flavor enchancer secara alami (Susilowati, 2007). Kaldu

nabati memiliki rasa yang gurih, tetapi tidak dapat menimbulkan suatu citarasa

dan aroma analog ayam atau daging tanpa adanya penambahan bahan lain yang

disebut prekursor flavor. Prekursor flavor adalah senyawa pembentuk cita rasa.

Pada penelitian sebelumnya telah digunakan prekursor flavor sistein,

taurin, vitamin C dan xylosa dengan kondisi proses pada pH netral hingga basa.

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dengan penggunaan xylosa

1 1
sebagai salah satu komponen prekursor membuat aroma flavor analog ayam pada

autolisat setelah proses flavoring timbul dengan cepat dan intensitas aroma kuat

namun aromanya tidak bertahan lama (Susilowati, 2009). Penggunaan xylosa juga

tidak dapat dijadikan acuan tetap dikarenakan harganya yang cukup mahal serta

sulit diperoleh. Dengan mengganti jenis prekursor dengan sistein, taurin, tiamin,

vitamin C dan glukosa maka diharapkan aroma yang dihasilkan dapat lebih tahan

lama serta memperkecil biaya produksi. Selain mengubah kondisi proses,

diperlukan juga variasi konsentrasi prekursor untuk menentukan perbandingan

terbaik komposisi prekursor sehingga menghasilkan aroma analog ayam yang

diinginkan. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian lanjutan

untuk mencari perbandingan terbaik komposisi prekursor agar diperoleh aroma

flavor analog ayam yang kuat melalui variasi kondisi proses flavoring.

1.2. Perumusan Masalah

Apakah konsentrasi formula (campuran sistein:taurin, tiamin, glukosa dan

campuran sistein:vitamin C, tiamin, glukosa) dan kondisi reaksi yang meliputi pH

dan waktu pemanasan berpengaruh pada pembentukan flavor (flavouring

reaction) pada autolisat kaldu nabati kacang hijau terfermentasi?

1.3. Hipotesis

H0 : Jenis formula, pH dan lama proses flavoring berpengaruh terhadap

komposisi kimia hasil proses flavoring.

H1 : Jenis formula, pH dan lama proses flavoring tidak berpengaruh terhadap

komposisi kimia hasil proses flavoring.

2
H0 : Jenis formula, pH dan lama proses flavoring berpengaruh terhadap

intensitas aroma hasil proses flavoring.

H1 : Jenis formula, pH dan lama proses flavoring tidak berpengaruh terhadap

intensitas aroma hasil proses flavoring.

1.4. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan analisis ragam

Rancangan Petak-Petak Terbagi (RPPT) dalam Rancangan Acak Kelompok

(RAK) (Gazpersz, 1995). Matriks model pola faktorial penelitian ditunjukkan oleh

Tabel 1.

Tabel 1. Matriks Model Pola Faktorial Reaksi Flavoring dengan Variasi pH**
Lama Formula (X)*
Proses Taurin (X1) Vitamin C (X2)
(jam) pH (Y)
(Z) 4 (Y1) 4,5 (Y2) 5 (Y3) 4 (Y1) 4,5 (Y2) 5 (Y3)
0 (Z1) X1Y1Z1 X1Y2Z1 X1Y3Z1 X2Y1Z1 X2Y2Z1 X2Y3Z1
1 (Z2) X1Y1Z2 X1Y2Z2 X1Y3Z2 X2Y1Z2 X2Y2Z2 X2Y3Z2
2 (Z3) X1Y1Z3 X1Y2Z3 X1Y3Z3 X2Y1Z3 X2Y2Z3 X2Y3Z3
3 (Z4) X1Y2Z4 X1Y2Z4 X1Y3Z4 X2Y1Z4 X2Y2Z4 X2Y3Z4
Keterangan : * Jenis Formula FAT dan FAC Terbaik dari Penelitian Pendahuluan
** Rancangan Penelitian RAK (Rancangan Acak Lengkap)
Jumlah perlakuan pada percobaan ini adalah 2x3x4=24 dengan dua kali ulangan,

dimana X1 = Jenis Formula A (FAT) terbaik

X2 = Jenis Formula B (FAC) terbaik

Y1 = pH 4

Y2 = pH 4,5

Y3 = pH 5

Z1 = waktu reaksi flavoring 0 jam

Z2 = waktu reaksi flavoring 1 jam

Z3 = waktu reaksi flavoring 2 jam

3
Z4 = waktu reaksi flavoring 3 jam

Model rancangan percobaan dari rancangan diatas adalah sebagai berikut :

Y(ijl) = µ + Kl + Xi + Yj + Zk + (XY)ij + (XZ)ik + (YZ)jk + (XYZ)ijk + εijl

Y(ijl) = nilai pengamatan dari kelompok ke-l yang memperoleh taraf ke-i

dari faktor X

µ = nilai rata-rata yang sebenarnya

Kl = pengaruh dari kelompok ke-l

Xi = pengaruh jenis formula pada taraf ke-i (i = 1, 2)

Yj = pengaruh pH pada taraf ke-j (j = 1, 2, 3)

Zk = pengaruh waktu reaksi flavoring pada taraf ke-k (k = 1, 2, 3, 4)

(XYZ)ijk = pengaruh interaksi taraf ke-i dari jenis formula, taraf ke-j dari pH

dan taraf ke-k dari waktu proses

εijkl = pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-l yang memperoleh

taraf ke-i dari faktor X, taraf ke-j dari faktor Y dan taraf ke-k dari

faktor Z dengan ulangan l (l = 2)

1.5. Tujuan Penelitian

Mencari kondisi optimum proses flavoring melalui variasi formulasi

prekursor, pH dan waktu reaksi untuk memperoleh kaldu nabati berflavor analog

ayam.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi

tentang komposisi prekursor dan kondisi optimum reaksi. Kondisi tersebut

mempengaruhi intensitas aroma flavor analog ayam yang dihasilkan sehingga

4
tidak atau sedikit mengalami penurunan intensitas aroma jika dilakukan proses

pembuatan kaldu nabati berflavor analog ayam dalam bentuk pasta maupun

bubuk.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Terfermentasi

Fermentasi adalah sebuah proses yang melibatkan mikroorganisme untuk

mendapatkan produk, mikroorganisme tersebut mengurai substrat kompleks

menjadi molekul sederhana. Fermentasi karbohidrat, protein dan lemak dengan

adanya oksigen atau tanpa oksigen menghasilkan energi. Fermentasi bertujuan

untuk memperpanjang masa simpan, meningkatkan daya cerna, mengubah

penampakan serta memperbaiki sifat dari bahan pangan. Bahan pangan umumnya

merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Fermentasi

juga merupakan perubahan kimia pada bahan pangan oleh enzim yang dihasilkan

oleh mikroorganisme maupun telah ada pada bahan pangan tersebut. Proses

fermentasi terjadi karena kontak antara mikroba dengan substrat yang sesuai bagi

pertumbuhan mikroba tersebut. Fermentasi juga menghasilkan metabolit primer

dan metabolit sekunder dalam suatu lingkungan yang dikendalikan (Winarno dan

Fardiaz, 1984).

Kacang hijau yang difermentasi oleh kapang Rhizopus-C1 melalui

fermentasi garam (moromi) selama kurang lebih 18 minggu menghasilkan produk

yang disebut kaldu nabati. Kaldu nabati ini yang berpotensi sebagai bahan

penyedap rasa (seasoning). Potensi kaldu nabati sebagai bahan penyedap

(seasoning) disebabkan proses fermentasi yang menyertainya dimana aktifitas

enzim protease dari kapang Rhizopus menghidrolisis protein kacang menjadi

asam-asam amino dengan berat molekul rendah terutama asam glutamat. Kacang

hijau digunakan pada pembuatan kaldu nabati karena kaya karbohidrat, protein,

6 6
vitamin, mineral serta mengandung sedikit lemak. Kandungan gizi yang terdapat

pada kacang hijau secara umum adalah seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Kacang Hijau Tiap 100 g


Komposisi Kimia Jumlah
Air 10,1 g
Protein 24,5 g
Lemak 1,2 g
Karbohidrat 59,9 g
Serat 0,8 g
Energi 348 kkal
Mineral 3,5 g
Karoten 49 mg
Kalsium 75,0 mg
Fosfor 40,5 mg
Besi 8,5 mg
Sumber : Muchtadi, 2006

Kacang hijau memiliki kandungan karbohidrat paling tinggi (lebih dari

55%), terdiri dari pati, gula dan serat sehingga dimanfaatkan sebagai sumber serat

pangan (dietary fiber). Pati kacang hijau terdiri dari amilosa (28,8%) dan

amilopektin (71,2%). Pati kacang hijau sangat baik untuk dijadikan bahan

makanan karena memiliki daya cerna yang tinggi (99,8%). Protein merupakan

penyusun utama kedua (20-25%). Daya cerna protein pada kacang hijau mentah

sekitar 77%, hal ini disebabkan oleh adanya zat antigizi seperti antitripsin dan

tanin. Untuk meningkatkan daya cerna protein maka kacang hijau harus diolah

terlebih dahulu (Muchtadi, 2006). Pada Tabel 3 dapat dilihat beberapa jenis asam

amino yang terdapat pada kacang hijau.

7
Tabel 3. Jenis-jenis Asam Amino yang Terdapat pada
Kacang Hijau
Jenis Asam Amino Kadar (mg/100 g)
Aspartat 196
Glutamat 279
Serin 89
Treonin 95
Alanin 68
Valin 94
Leusin 79
Isoleusin 100
Arginin 64
Histidin 75
Fenilalanin 49
Triptofan 96
Lisin 197
Prolin 64
Metionin 69
Tirosin 75
Sumber : Muchtadi, 2006

Kandungan asam glutamat kacang hijau yang sangat tinggi menjadi alasan

utama digunakannya kacang hijau sebagai flavor enhancer (pembangkit cita rasa)

alami yang memiliki kandungan gizi tinggi. Kadar lemak yang rendah pada

kacang hijau menjaga bahan makanan dan minuman yang terbuat dari kacang

hijau tidak mudah tengik. Lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam lemak tak

jenuh seperti oleat (20,8%), linoleat (16,3%) dan linolenat (37,5%) serta 27%

asam lemak jenuh (Muchtadi, 2006).

2.2. Autolisis Kaldu Nabati

Autolisis merupakan suatu proses mencerna sendiri (self-digestion atau

autodigesti) pada khamir atau kapang yang memerlukan enzim endogenus

pendegradasi. Proses autodigesti dapat dilakukan dengan suhu dan pH, hal ini

menyebabkan kematian sel tetapi tidak menginaktifkan enzim-enzim

pendegradasinya. Tujuan proses autolisis ini adalah untuk memperoleh autolisat

8
ekstrak khamir yaitu hasil proses autolisis dengan kandungan peptida terlarut

sebagai savory flavor non volatil penghasil rasa gurih. Autolisat digunakan secara

luas pada produk-produk pangan (khususnya daging sapi dan ayam) yang

diformulasikan karena kapasitas pengikatan airnya yang tinggi serta

kemampuannya untuk meningkatkan rasa gurih (Nagodawithana, 1994).

Menurut Susilowati (2007), autolisis kaldu nabati kacang hijau yang

terfermentasi garam oleh kapang Rhizopus C1 juga bertujuan untuk meningkatkan

kandungan fraksi gurih berupa peptida terlarut sebagai sumber flavor gurih.

Proses autolisis dilakukan pada kacang hijau terfermentasi melalui pemanasan

pada suhu, waktu dan pH tertentu disertai pengadukan. Kfondisi ini menyebabkan

lisis pada sel kapang tanpa merusak enzim-enzim yang dihasilkan. Saat sel

mengalami lisis terjadi suasana ketidakberaturan sistem sel dan menyebabkan

membran internal terdisintegrasi dan melepaskan enzim-enzim degeneratif

terutama protease dan glukanase ke matriks sel. Selanjutnya enzim tersebut

bekerja terhadap substrat makromolekul yang akhirnya menyebabkan pelarutan

kandungan sel. Komponen sel terlarut akan masuk dalam sistem substrat yang

ditandai dengan kenaikan kandungan fraksi gurih sebagai asam-asam amino,

peptida terlarut dan perubahan komposisi keseluruhan substrat.

Perbedaan utama antara autolisis kaldu nabati dari kacang hijau dengan

ekstrak khamir yaitu substratnya berupa padatan campuran kacang-kacangan

(kacang hijau, garam dan inokulum dari kapang Rhizopus C1) berbentuk semi

solid sebagai kaldu kasar (crude kaldu) yaitu kacang terfermentasi garam selama

waktu tertentu, sedangkan autolisis sel khamir adalah substrat berupa bubur

ekstrak sel khamir yang ditumbuhkan pada media tertentu dengan tujuan untuk

9
memperoleh ekstrak khamir sebagai savory flavor (Susilowati, 2008). Untuk

menciptakan kaldu nabati dengan flavor analog ayam atau daging, maka

dibutuhkan suatu prekursor flavor.

2.3. Flavor (Cita Rasa)

Menurut Winarno (1997) dan Sinki (2002), flavor atau cita rasa

merupakan sensasi yang dihasilkan oleh bahan makanan ketika diletakkan di

dalam mulut terutama yang ditimbulkan oleh rasa dan bau. Ada 3 komponen yang

berperan yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Komposisi makanan dan senyawa

pemberi rasa dan bau berinteraksi dengan reseptor organ perasa dan penciuman

menghasilkan sinyal yang dibawa menuju susunan syaraf pusat untuk memberi

pengaruh dari flavor atau cita rasa.

Secara umum flavor terdiri dari 4 rasa utama yaitu manis, asam, asin dan

pahit. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Senyawa kimia

a. Rasa asam disebabkan oleh donor proton, intensitas rasa asam tergantung

pada ion H+ yang dihasilkan dari hidrolisis asam.

b. Rasa asin dihasilkan oleh garam-garam anorganik yang umumnya adalah

NaCl murni.

c. Rasa manis ditimbulkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung

gugus OH seperti alkohol, beberapa asam amino, aldehid dan gliserol.

Sumber rasa manis yang terutama adalah gula atau sukrosa dan

monosakarida atau disakarida.

10
d. Rasa pahit disebabkan oleh alkaloid-alkaloid, misalnya kafein, teobromin,

kuinon, glikosida, senyawa fenol seperti naringin, garam-garam Mg, NH4

dan Ca.

2. Suhu

Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap

rangsangan rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh manusia

di bawah 20°C atau di atas 30°C.

3. Konsentrasi

Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar

masih bisa dirasakan. Batas ini disebut Threshold. Batas ini tidak sama pada

tiap-tiap orang dan Threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak

sama.

4. Interaksi dengan komponen rasa lain.

Komponen rasa lain akan berinteraksi dengan komponen rasa primer. Akibat

yang ditimbulkan adalah peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas

rasa. Flavor dapat diperoleh secara alami maupun buatan. Flavor alami

terkandung dalam bahan makanan itu sendiri, sedangkan flavor buatan

diperoleh dari reaksi senyawa kimia yang menghasilkan senyawa aromatik

(biasanya berupa ester-ester).

Flavor makanan dapat dihasilkan dari berbagai proses yang terjadi pada

bahan pangan seperti :

1. Pemanasan atau pemasakan menimbulkan senyawa baru atau yang disebut

reaksi pencoklatan (browning).

11
2. Melalui pembentukan prekursor kimia non-volatil selama fermentasi

mikrobial dan diubah menjadi komponen flavor melalui pemanasan.

3. Metabolit sekunder dari fermentasi mikrobial, reaksi enzim endogen, serta

penambahan enzim selama proses dan produk akhir metabolisme tanaman.

2.3.1.Savory Flavor (Rasa Gurih)

Seiring berkembangnya industri pangan maka dikenal istilah rasa gurih

(umami) atau savory flavor yang bukan campuran dari keempat rasa utama.

Savory flavor merupakan salah satu jenis flavor yang banyak digunakan secara

luas pada industri pangan dan tergolong flavor enchancer atau flavor potentiator

(pembangkit cita rasa) yang bekerja dengan cara meningkatkan rasa enak atau

menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan padahal bahan itu

sendiri tidak atau sedikit memiliki cita rasa (Sugita, 2002).

Dua jenis bahan pembangkit cita rasa (flavor) yang umum adalah asam

amino L atau garamnya, misalnya monosodium glutamat (MSG) dan jenis 5’-

nukleotida seperti inosin 5’-monophosphat (5’-IMP), guanidin 5’-monophosphat

(5’-GMP) (Winarno, 1997). Senyawa nukleotida ini mulai dari yang paling efektif

adalah guanosin-5’-monophosphat (GMP), inosin-5’-monophosphat (IMP) dan

xantosin-5’-monophosphat (XMP), sedangkan adenosin-5’-monophosphat (AMP)

tidak memiliki aktivitas sebagai bahan pembangkit flavor. Produksi purin

nukleotida dapat dilakukan melalui beberapa cara diantaranya degradasi asam

nukleat secara enzimatik atau kimia dan proses fermentasi langsung (Mottram,

1991).

Flavor ini memiliki peranan penting terhadap produk-produk pangan

seperti makanan ringan, bumbu instan, mi instan, dan kecap. Untuk aplikasinya,

12
savory flavor digunakan tidak sendiri. Pada satu formulasinya bisa terdapat

berbagai macam komposisi, diantaranya ekstrak daging, rempah-rempah, savory

flavor sintetik atau alami dan asam amino.

Savory flavor tersedia dalam bentuk bubuk (garam, gula, pati dan MSG),

pasta (terdiri dari campuran fraksi padatan dan cair, yang dapat terdiri dari minyak

dan pati) dan cair (minyak pada mie instan), dimana penggunaannya tergantung

dari jenis produk. Seiring dengan semakin pentingnya peranan savory flavor

dalam cita rasa makanan, maka dibuatlah kaldu nabati sebagai alternatif sumber

alami rasa gurih.

2.4. Flavor Ayam

Flavor pada daging sapi maupun unggas akan timbul setelah mengalami

pemanasan atau pemasakan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk

mempelajari flavor yang terbentuk pada daging unggas khususnya ayam (Gallus

domesticus), yaitu dengan menganalisa senyawa-senyawa larut air dari ekstrak

daging ayam yang telah matang dan merekombinasikan beberapa asam amino,

metabolit adenosin trifosfat dan ion-ion anorganik untuk mengimbangi sifat

sensori pada ekstrak ayam. Hasil yang diperoleh hanya inosin monofosat, asam

glutamat dan ion kalium yang memiliki efek terhadap rasa. Asam glutamat dan

inosin 5’-monofosfat memberi rasa “umami” dan asin. Ion kalium memberi rasa

manis, asin dan pahit (Farmer, 1999). Komposisi kimia yang terkandung dalam

ekstrak daging ayam ditunjukkan pada Tabel 4.

13
Tabel 4. Komposisi Kimia yang Terkandung Dalam
Ektrak Daging Ayam
Senyawa Konsentrasi
Asam amino (µg/gr)
Lisin 58
Asam glutamat* 53
Glisin 42
Treonin 40
Alanin 36
Prolin 34
Serin 33
Metionin 29
Arginin 24
Tirosin 20
Asam aspartat 14
Leusin 13
Fenilalanin 10
Valin 7
Histidin 5
Metabolit ATP (mg/gr)
IMP* 3,3
Inosin 0,15
AMP 0,10
ADP 0,033
Hipoksantin 0,014
ATP 0,012
Ion anorganik (mg/gr)
K+ * 2,8
PO43- 2,0
Cl- 0,28
Na+ 0,27
2+
Mg 0,045
Ca2+ 0,0003
* (berpengaruh terhadap cita rasa)
Sumber : Farmer, 1999.

Menurut Farmer (1999), perubahan gula, asam amino dan nukleotida yang

terukur selama pemasakan akan berimbas tidak hanya pada rasa daging ayam

tetapi juga aroma dan cita rasa secara keseluruhan, karena sebagaian besar

substansi ini merupakan prekursor bagi reaksi kimia yang bertanggung jawab atas

pembentukan senyawa aroma. Flavor dan aroma ayam yang dimasak bergantung

pada cara pemasakan. Ayam yang direbus, dipanggang atau digoreng memiliki

14
kandungan senyawa volatil yang berbeda-beda. Senyawa volatil yang timbul

berasal dari reaksi Maillard, oksidasi lemak maupun degradasi tiamin yang terjadi

selama pemasakan. Tabel 5 menunjukkan gambaran umum senyawa yang

terkandung di dalam daging ayam yang dimasak.

Tabel 5. Senyawa-senyawa yang Berperan sebagai Penyumbang Aroma


pada Daging Ayam yang Dimasak.
Senyawa Deskripsi Aroma
Mengandung Sulfur
Hidrogen sulfida Sulfur, telur
Dimetilsulfida Seperti logam
3-merkapto-2-pentanon Sulfur
Metional Kentang yang dimasak
Furantiol dan disulfida
2-metil-3-furantiol Daging, manis
2,5-dimetil-3-furantiol Daging
2-furanmetantiol Ayam panggang
2-metil-3-(metiltio)furan Daging, manis
2-metil-3-(etiltio)furan Daging
2-metil-3-metilditiofuran Daging, manis
bis (2-metil-3furil) disulfida Daging panggang
Senyawa heterosiklik lainnya
2-formil-5-metil tiofen Sulfur
Trimetiltiazol Seperti tanah
2-asetil-2-tiazolin Daging panggang
2,5(6)-dimetil-pirazin Seperti kopi, daging panggang
2,3-dimetil-pirazin Daging panggang
2-etil-3,5-dimetil-pirazin Roti panggang
3,5(2)-dietil-2(6)-metil-pirazin Manis, daging panggang
2-asetil-pirolin Popcorn
Aldehid, keton dan lakton
1-okten-3-on Jamur
Trans-1-nonenal Lemak
Nonanal Lemak
Trans, trans-2,4-dekadienal Lemak
2-dekenal Lemak, manis
γ -dekalakton Seperti-peach
γ -dodekalakton Lemak, seperti buah
Senyawa Lain
2,3-butanadion Karamel
14-metil-pentadekanal Lemak atau minyak
14-metil-heksadekanal Lemak, seperti jeruk
4-metilfenol Fenolik
Sumber : Farmer,1999.

15
2.4.1.Flavor Analog Ayam (Chicken Analogue Flavour)

Menurut Heinze (1978), analog ayam dapat diartikan sebagai produk

nutrisi yang ekivalen dengan padanannya (kaldu ayam) tetapi sama sekali tidak

mengandung ekstrak ayam maupun produk-produk dari ayam lainnya. Flavor

analog ayam (chicken analogue flavour) dapat diperoleh melalui pemanasan

sistein, tiamin, taurin dan HVP (Hydrolyzed Vegetable Protein) dengan bahan lain

seperti β-alanin, taurin, glisin dan asam askorbat maupun gula reduksi yang

disebut prekursor flavor, kemudian campuran tersebut dipanaskan pada suhu

100°C dengan pH berkisar antara 4-5,5.

2.4.2.Prekursor Flavor

Prekursor flavor adalah senyawa pembentuk cita rasa. Senyawa-senyawa

ini akan saling berinteraksi pada kondisi yang sesuai untuk membentuk flavor

yang khas dari suatu bahan pangan seperti kaldu nabati. Beberapa jenis prekursor

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Prekursor-prekursor Dasar yang Digunakan dalam Pengembangan Reaksi


Flavor
Jenis Prekursor Contoh
Asam Amino Sistein, asam glutamat, valin, glisin,
ekstrak yeast, hidrolisat protein nabati
(HVP), hidrolisat protein hewani
Gula Pereduksi Glukosa, xylosa, ribosa, ribosa-5-
fosfat
Vitamin Tiamin
Senyawa-senyawa yang mengandung Furanon, sulfida, tiol (sistein, tiamin)
sulfur
Nukleotida Inosin 5’-monofosfat, guanosin 5’-
monofosfat
Asam Asam laktat, asam karboksilat alifatik,
asam asetat
Sumber : Nagodawithana, 1994

Prekursor yang dibutuhkan untuk membuat kaldu nabati dengan flavor

analog ayam antara lain sistein, taurin, tiamin atau vitamin C, serta glukosa.

16
1. Sistein

Sistein tergolong asam amino non esensial (asam amino yang dapat

diganti) yang memiliki gugus R polar tidak bermuatan. Gugus R dari asam amino

polar lebih larut di dalam air atau lebih hidrofilik, dibandingkan dengan asam

amino non polar, karena golongan ini mengandung gugus fungsional yang

membentuk ikatan hidrogen dengan air. Polaritas sistein dalam air disebabkan

oleh gugus sulfihidril atau gugus tiol. Sistein mempunyai gugus R yang cenderung

melepas ion H+, tetapi gugus tiol dari sistein hanya sedikit terionisasi pada pH 7,0.

Senyawa ini dapat berada dalam dua bentuk pada protein, yaitu sebagai sistein

atau sistin, yang dihasilkan bila dua molekul sistein diikat secara kovalen oleh

jembatan disulfida yang dibentuk oleh oksidasi gugus tiol (Lehninger, 1982).

Struktur kimia sistein ditunjukkan oleh Gambar 1.

OH

H2N (R)

SH

Gambar 1. Struktur Kimia Sistein

2. Taurin

Taurin merupakan suatu asam organik turunan asam amino yang

mengandung gugus sulfihidril yaitu sistein serta memiliki struktur molekul yang

sederhana. Berbagai cara untuk mensintesis taurin sebagian besar terdiri dari

reaksi dua tahap. Etilen klorida (CH2 = CH – Cl) direaksikan dengan natrium

sulfit untuk menghasilkan asam 2-kloroetilsulfonat (Cl – CH2 – CH2 – SO3H)

setelah direfluks selama 72 jam lalu kemudian direaksikan dengan ammonia untuk

menghasilkan taurin sebanyak 75 %. Reaksi antara etanolamin dan tionilklorida

17
menghasilkan 2-kloroetilamin (80 %) kemudian natrium bisulfit ditambahkan

untuk menghasilkan taurin sebanyak 40 %. Taurin juga dapat disintesis dengan

mereaksikan etanolamin dan dietil karbonat untuk menghasilkan 2-oksazolidon,

lalu ditambahkan natrium hidrogen sulfit untuk menghasilkan taurin sebanyak 85

%. Dari ketiga prosedur yang telah disebutkan diatas, prosedur yang kedua

menghasilkan rendemen yang rendah sedangkan prosedur yang pertama dan

ketiga menggunakan bahan pemula yang sulit diperoleh dan lebih karsinogenik,

reaksinya membutuhkan waktu yang lama pada temperatur tinggi dan berada

dalam fase gas. Jika etilen klorida dan natrium klorida digunakan dalam reaksi

maka pengaturan agar diperoleh asam 2-kloroetil sulfonat (Cl – CH2 – CH2 –

SO3H) serta pemurniannya sulit. Jika tionil klorida yang digunakan, bahan ini

sulit diperoleh dan bersifat karsinogenik (Widiyarti, 2003). Struktur kimia taurin

ditunjukkan oleh Gambar 2.

O
OH
S
H2 N
O
Gambar 2. Struktur Kimia Taurin

3. Tiamin

Tiamin dikenal juga sebagai vitamin B1, bentuk murninya adalah tiamin

hidroklorida (Tiamin-HCl) dan tergolong vitamin yang larut dalam air. Dalam

makanan, tiamin dapat ditemukan dalam bentuk bebas atau dalam bentuk

kompleks dengan protein atau kompleks protein-fosfat. Bentuk yang terikat akan

segera terpisah setelah terserap di duodenum atau jejunum. Tiamin tidak dapat

disimpan banyak oleh tubuh, tetapi dalam jumlah terbatas dapat disimpan dalam

hati, ginjal, jantung, otak dan otot. Bila tiamin terlalu banyak dikonsumsi,

18
kelebihannya akan dibuang melalui air kemih. Tiamin aktif dalam bentuk

kokarboksilase dikenal juga sebagai tiamin pirofosfatase (TPP). Pada prinsipnya

tiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang menghasilkan energi

dari karbohidrat dan memindahkan energi membentuk senyawa kaya energi yang

disebut ATP (adenosin trifosfat). Tiamin dapat diperoleh dari biji-bijian, daging,

unggas, ikan dan telur (Winarno, 1997). Struktur kimia tiamin ditunjukkan oleh

Gambar 3.

N+ N

HO S
H2N HCl N

Gambar 3. Struktur Kimia Tiamin-HCl

4. Vitamin C

Dari semua vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang paling

mudah rusak. Di samping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan

proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh

katalis tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C berada pada

suasana asam atau pada suhu rendah. Vitamin ini dapat berbentuk sebagai asam L-

askorbat dan asam L-dehidroaskorbat. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi

secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat

secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi

asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno,

1997).

Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari buah-buahan terutama buah-

buahan segar dan juga sayuran. Buah yang masih mentah lebih banyak kandungan

19
vitamin C-nya, semakin tua buah semakin berkurang kandungan vitamin C-nya.

Bayam, brokoli, cabe hijau dan kubis juga merupakan sumber vitamin C yang

baik bahkan setelah dimasak. Sebaliknya beberapa jenis bahan pangan hewani

seperti susu, telur, daging, ikan dan unggas sedikit sekali kandungan vitamin C-

nya. Air susu ibu yang sehat mengandung enam kali lebih banyak vitamin C

dibanding susu sapi. Struktur kimia asam askorbat (vitamin C) ditunjukkan oleh

Gambar 4.

OH HO
HO (Z)

(R) (S)

O OH
O

Gambar 4. Struktur Kimia Asam Askorbat (Vitamin C)

5. Glukosa

Glukosa merupakan monosakarida tidak berwarna, kristal padat yang

bebas larut di dalam air, tetapi tidak larut di dalam pelarut nonpolar. Kebanyakan

mempunyai rasa manis. Kerangka monosakarida adalah rantai karbon berikatan

tunggal yang tidak bercabang. Satu diantara atom karbon berikatan ganda

terhadap suatu atom oksigen, membentuk gugus kabonil masing-masing atom

karbon lainnya berikatan dengan gugus hidroksil. Jika gugus karbonil berada pada

ujung rantai karbon, monosakarida tersebut adalah suatu aldehid dan disebut

aldosa, jika gugus karbonil berada pada posisi lain, monosakarida tersebut adalah

suatu keton dan disebut suatu ketosa. Glukosa tergolong monosakarida dengan 6

atom C (heksosa) dan berperan penting saat reaksi Maillard (Lehninger, 1982).

Struktur kimia D-glukosa ditunjukkan oleh Gambar 5.

20
HO OH HO

(R) (S)
(R) (R)
O

HO OH

Gambar 5. Struktur Kimia D-Glukosa

2.5. Reaksi Flavor (Flavouring Reaction)

Pada beberapa kondisi, kandungan gula pereduksi pada bahan pangan

menghasilkan warna coklat yang diharapkan dan penting bagi makanan. Warna

coklat ini terbentuk melalui proses pemanasan atau penyimpanan dalam waktu

yang lama. Umumnya pencoklatan pada makanan yang dipanaskan atau yang

disimpan akan mengalami reaksi antara gula pereduksi (misalnya D-glukosa)

dengan asam amino bebas atau gugus amino bebas dari asam amino yang

merupakan bagian dari rantai protein. Reaksi pencoklatan non-enzimatik ini

disebut dengan reaksi Maillard, reaksi ini sangat berperan dalam pembentukan

warna, aroma dan flavor (BeMiller, 1996).

Ada 3 jalur utama yang terlibat pada pembentukan flavor. Semua jalur ini

dimulai dari reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino membentuk imina.

Produk-produk penataan ulang Amadori (dari aldosa) atau Heyns (dari ketosa)

merupakan intermediet yang penting dari fase awal reaksi Maillard (Kerler, 2002).

Ketiga jalur utama yaitu :

1. Diawali pembentukan 1- dan 3-deoksioson yang mengalami siklisasi, reduksi,

dehidrasi dan atau reaksi dengan hidrogen sulfida yang menghasilkan

senyawa-senyawa aromatik heterosiklik.

2. Karakterisasi melalui fragmentasi rantai gula yang mengalami retro-aldolisasi

atau pemutusan α-/β-. Dengan kondensasi aldol dari dua fragmen gula atau

21
fragmen gula dengan fragmen asam amino, senyawa-senyawa aromatik

heterosiklik terbentuk melalui reaksi siklisasi, dehidrasi dan atau oksidasi.

Kemungkinan lainnya, fragmen-fragmen tersebut dapat bereaksi dengan

hidrogen sulfida membentuk substansi flavor alisiklik yang sangat kuat.

3. Degradasi Strecker asam-asam amino yang dikatalisis oleh senyawa-senyawa

dikarbonil atau hidroksikarbonil. Reaksinya disebut “dekarboksilasi

transaminasi” dan menghasilkan Strecker aldehid yang merupakan senyawa-

senyawa flavor yang kuat. Strecker aldehid juga dapat dibentuk secara

langsung dari produk-produk penataan ulang Amadori atau Heyns.

Degradasi Strecker pada asam amino merupakan reaksi kunci dari

pembentukan senyawa-senyawa aroma yang kuat selama proses pengolahan

pangan yang bertipe Maillard. Asam-asam amino tertentu (seperti leusin, valin,

metionin atau fenilalanin) diketahui menghasilkan senyawa yang disebut Strecker

aldehid dengan aroma yang kuat seperti 3-metilbutanal, metilpropanal, metional

atau fenilasetaldehid. Senyawa-senyawa aldehid ini telah diyakini sebagai

kontributor utama terhadap berbagai makanan yang diproses secara termal. Pada

Tabel 7 dapat dilihat jenis Strecker aldehid yang dihasilkan dari beberapa asam

amino.

Tabel 7. Aldehid yang Dihasilkan dari Asam Amino melalui


Degradasi Strecker.
Asam Amino Aldehid
Alanin Asetaldehid
Valin Isobutanal
Leusin 3-metilbutanal
Isoleusin 2-metilbutanal
Fenilalanin Fenilasetaldehid
Metionin Metional
Sistein 2-merkaptoasetaldehid
Sumber : Ziegler, 1998.

22
Selain pembentukan aldehid, degradasi Strecker juga berkontribusi

terhadap pembentukan flavor selama reaksi Maillard dengan mereduksi dikarbonil

dan hidroksikarbonil atau dengan menghasilkan senyawa-senyawa α-

aminokarbonil yang merupakan prekursor pirazin.

Jumlah prekursor hanya salah satu faktor yang akan mempengaruhi tingkat

aroma dan reaksi pembentukan flavor. Faktor fisik dan kimia lainnya yang juga

akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas flavor akhir yaitu pH, suhu dan

waktu proses.

1. pH

Kisaran pH saat reaksi flavoring sangat mempengaruhi senyawa-senyawa

yang terkandung pada ayam. Beberapa senyawa furantiol, di-, trisulfida berperan

sebagai aroma “daging” terbentuk pada pH rendah. Pirazin dan tiazol jumlahnya

meningkat seiring penurunan pH. Senyawa-senyawa sulfur pada ayam terbentuk

pada kisaran pH 2-10. Oksidasi lemak juga dipengaruhi oleh pH. Pembentukan

aldehid tak jenuh terjadi pada kisaran pH 4-5,5.

2. Suhu

Peningkatan suhu dari 60°-80° C menyebabkan reaksi Maillard dan

oksidasi lipid pada daging ayam meningkat pula. Suhu yang lebih tinggi tidak

hanya meningkatkan reaksi kimia tapi juga melepaskan asam-asam amino bebas

dan prekursor lainnya pada daging.

3. Waktu Proses

Lamanya proses pemanasan daging ayam yang berlangsung akan

berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas serta variasi senyawa-senyawa volatil

23
yang terdeteksi. Identifikasi senyawa-senyawa volatil dilakukan dengan

Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS).

Reaksi Strecker yang terjadi pada pembentukan flavor ditunjukkan pada

Gambar 6.

SH NH2 O O H HO R3

CH2 – CH – COOH R2 – C – C – R3 HS – CH2 – C = O + R2 – C = C – NH2


(sistein) (α-dikarbonil) (2-merkapto asetaldehid) (enaminol)

O R

H2S + H3C – CH = O + R – C – C = NH
(hidrogen sulfida) (asetaldehid)

Gambar 6. Skema Reaksi Strecker pada Proses Flavoring (Acree, 1993)

2.6. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)

Kromatografi gas adalah metode analisa, dimana sampel terpisahkan

secara fisik menjadi molekul-molekul lebih kecil. Sedangkan spektrometri massa

adalah metode analisis, dimana sampel yang dianalisis akan diubah menjadi ion-

ion gasnya dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi

berupa spektrum massa.

Sampel-sampel yang dianalisis dengan GC-MS harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut (Mulja, 1995) :

1. Dapat diuapkan hingga suhu kurang lebih 400°C.

2. Secara termal stabil (tidak terdekomposisi pada suhu 400°C).

3. Sampel-sampel lainnya dapat dianalisa setelah melalui tahap preparasi yang

khusus.

2.6.1.Prinsip Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (GC-MS)

Transfer massa antara fase gerak dan fase diam (cairan dengan titik didih

tinggi) terjadi bila molekul-molekul campuran terserap di dalam pori-pori partikel,

24
laju perpindahan suatu molekul zat terlarut tertentu di dalam kolom berhubungan

dengan bagian molekul-molekul tersebut diantara fase gerak dan fase diam. Jika

ada perbedaan penahanan secara selektif, maka masing-masing komponen akan

bergerak sepanjang kolom dengan laju yang bergantung pada karakteristik

masing-masing penyerapan. Jika pemisahan terjadi, masing-masing komponen

keluar dari kolom pada interval waktu yang berbeda (Khopkar, 1990).

Di dalam detektor, sampel dalam keadaan gas dibombardir dengan

elektron yang berenergi cukup tinggi untuk mengalahkan potensial ionisasi

pertama senyawa tertentu. Tabrakan antara sebuah molekul organik dan salah satu

elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul itu

dan terbentuknya suatu ion organik. Ion organik yang dihasilkan oleh

pembombardir elektron berenergi tinggi ini tidak stabil dan pecah menjadi

fragmen kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain (Fessenden,

1986).

Ionisasi dari molekul berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan

terbentuk ion molekul bermuatan positif dan proses lain, molekul tersebut

menangkap elektron, membentuk ion radikal bermuatan negatif.

e− + e+ -
M ⎯⎯→ M M ⎯⎯→ M

Energi bekas elektron yang diperlukan untuk melepaskan satu elektron adalah 10-

15 eV. Oleh karena itu, jika energi kurang dari 10 eV tidak akan membentuk

fragmen ion-ion, tetapi energi lebih besar dari 15 eV dapat memutuskan satu

ikatan atau lebih pada ion molekul (Sudjadi, 1985).

25
2.6.2.Bagian Instrumentasi Kromatografi Gas-Spektrometer Massa

Bagian instrumentasi kromatografi gas-spektrometer massa sebagai

berikut :

a. Pengatur aliran gas (Gas Flow Controller). Tekanan diatur sekitar 1-4 atm

sedangkan aliran diatur 1-1000 L gas per menit. Fase gerak adalah gas

pembawa, yang paling lazim digunakan adalah He, N2, H2, Ar, tetapi untuk

detektor konduktivitas termal, He lebih disukai karena konduktivitasnya yang

tinggi, gas pembawa dialirkan lebih dahulu pada suatu silinder berisi

molekuler sieve untuk menyaring adanya kontaminasi pengotor.

b. Tempat injeksi sampel (Injector). Sampel diinjeksikan dengan suatu mikro

syringe melalui suatu septum karet silikon ke dalam kotak logam yang panas.

Banyaknya sampel berkisar 0,5-10 µL.

c. Kolom kromatografi. Tempat berlangsungnya proses kromatografi, kolom

memiliki variasi dalam ukuran dan bahan pengisi, ukuran yang umum

sepanjang 6 kaki dan berdiameter dalam 1


4 inci, terbuat dari tabung tembaga

atau baja tahan karat, berbentuk spiral. Tabung diisi dengan suatu bahan padat

halus dengan luas permukaan besar yang relatif inert. Cairan ini harus stabil

dan nonvolatil pada temperatur ruang dan harus sesuai untuk pemisahan

tertentu.

d. Interface. Berfungsi untuk mengirimkan sampel dari GC ke MS dengan

meminimalkan kehilangan sampel saat pengiriman.

e. Sumber ion (Ion Source), tempat terjadinya proses ionisasi dari molekul yang

berupa uap, molekul tersebut akan kehilangan satu elektron dan terbentuk ion

26
molekul bermuatan positif. Proses lain, molekul menangkap satu elektron

bermuatan negatif.

f. Pompa vakum (Vacuum Pump). Pompa vakum tinggi untuk mengurangi dan

mempertahankan tekanan pada MS saat analisis dan pompa vakum rendah

untuk mengurangi tekanan udara luar MS.

g. Penganalisis massa (Mass Analyzer). Susunan alat untuk memisahkan ion-ion

dengan perbandingan massa terhadap muatan yang berbeda. Penganalisis

massa harus dapat membedakan selisih massa yang kecil serta dapat

menghasilkan arus ion yang tinggi.

h. Detektor. Peka terhadap komponen-komponen yang terpisahkan di dalam

kolom serta mengubah kepekaannya menjadi sinyal listrik. Kuat lemahnya

sinyal bergantung pada laju aliran massa sampel dan bukan pada konsentrasi

sampel gas penunjang.

Diagram alir kromatografi gas-cair dan spektrometri massa ditunjukkan

pada Gambar 7.

Pengatur Injektor Kolom Interface


Tekanan

Mass Analyzer Sumber Ion Sistem Inlet

Tabung Gas

Detektor Amplifier Recorder

Gambar 7. Diagram Alir GC-MS

27
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan antara bulan Mei 2009 hingga November 2009 di

Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1.Alat

Peralatan yang digunakan pada proses autolisis dan flavoring antara lain

Waterbath (Memmert), homogenizer (Ultra Turrax), spatula kayu, wadah plastik

besar, neraca analitik, blender, erlenmeyer, botol kaca, aluminium foil, sumbat

gabus, hot plate, kondensor, selang plastik, pH-meter dan termometer raksa.

Sedangkan peralatan yang digunakan pada analisa komposisi kimia antara lain

peralatan gelas, vortex shaker, kertas saring, buret, mikropipet dan tip, cawan,

desikator, Salinometer PCE-028, penjepit cawan, penjepit crucible, tabung

Kjeldahl, alat destilasi SIBATA SI-315, crucible, alat soxhlet Soxtec system HT 2

1045, GC-MS Shimadzu QP-2010, kolom C18 dan spektrofotometer UV-Visible

Hitachi U 2000.

3.2.2.Bahan

Bahan yang digunakan pada proses autolisis dan flavoring antara lain

kaldu nabati dari kacang hijau terfermentasi Rhizopus-C1 dari Pusat Penelitian

Kimia LIPI Serpong, Taurin dari Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong, L-Sistein

dari Biogen, Tiamin-HCl dari Brataco, Asam Askorbat (Vitamin C) dari Brataco,

D-Glukosa (p.a) dari Merck, NaOH dari Merck, HCl dari Merck, aquadest.

28 28
Sedangkan bahan yang digunakan pada analisa komposisi kimia antara lain H2SO4

dari Merck, CuSO4 dari Merck, K2SO4 dari Merck , NaOH dari Merck, Na2SO4

dari Merck, methyl blue, methyl red, n-heksan dari Merck, HCl dari Merck, Na-

tiosulfat dari Merck , Folin ciocalteau dari Merck, asam asetat dari Merck, CuCl2

dari Merck, buffer borat, trisodium fosfat, asam borat, timolftalein, KI, aquadest,

NaK-tartrat dari Merck, amilum dan etanol dari Merck .

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Autolisis Kacang Hijau Terfermentasi Rhizopus-C1

Autolisat kaldu nabati diperoleh dengan cara melumatkan 6 kg kacang

hijau terfermentasi (kaldu kasar) lalu ditambahkan 4 L air kemudian dihaluskan

dengan blender hingga membentuk suspensi kaldu, setelah itu pH diatur 5,5

dengan penambahan HCl atau NaOH. Suspensi ini selanjutnya diautolisis dalam

water bath beragitator mekanik dengan kecepatan 4000 rpm pada suhu 50°C

selama 8 jam, kemudian dilakukan inaktivasi kapang pada suhu 70°C selama 5

menit. Suspensi kaldu yang telah mengalami autolisis disebut autolisat. Analisa

proksimat dilakukan terhadap autolisat yang meliputi kadar padatan kering, N-

amino, gula pereduksi, protein terlarut, protein total, lemak dan kadar garam.

Prosedur analisa ditunjukkan pada Lampiran 1.

3.3.2. Reaksi Flavoring

3.3.2.1.Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik

Sebanyak 150 gram autolisat dengan pH 5 masing-masing dimasukkan ke

dalam 20 buah erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan prekursor flavor yaitu formula

FAT (Flavor Analog dengan Taurin terdiri dari sistein : taurin, tiamin dan

glukosa) atau FAC (Flavor Analog dengan Vitamin C terdiri dari sistein : Vitamin

29
C, tiamin dan glukosa) dengan komposisi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8.

Masing-masing campuran dihomogenisasi selama 15 menit lalu dipanaskan pada

suhu 100° C selama 3 jam, didiamkan hingga suhu kamar dan dilakukan analisa

sensori serta analisa komposisi kimia (cara kerja ditunjukkan pada Lampiran 1)

untuk mendapatkan komposisi prekursor terbaik.

Tabel 8. Komposisi Formulasi Prekursor Flavor Analog Ayam


Jenis
Formulasi
Formula
Tiamin-HCl D-Glukosa
L-sistein : Taurin
A (% bk N-amino (% bk N-amino
(% bk N-amino autolisat)
autolisat) autolisat)
A1 1:0 1 0,5
FAT
A2 0,25 : 0,75 1 0,5
A3 0,5 : 0,5 1 0,5
A4 0,75 : 0,25 1 0,5
A5 0:1 1 0,5
Tiamin-HCl D-Glukosa
L-sistein : Vitamin C
B (% bk N-amino (% bk N-amino
(% bk N-amino autolisat)
autolisat) autolisat)
B1 1:0 1 0,5
FAC
B2 0,25 : 0,75 1 0,5
B3 0,5 : 0,5 1 0,5
B4 0,75 : 0,25 1 0,5
B5 0:1 1 0,5

3.3.2.2.Penentuan Kondisi Optimum Reaksi Flavoring (pH dan Waktu).

Variasi pH adalah 4, 4,5 dan 5, dilakukan dengan cara menimbang

sebanyak 150 gram autolisat dengan pH 4 masing-masing dimasukkan ke dalam

16 buah erlenmeyer 250 mL, pH 4 diperoleh melalui penambahan HCl 0,1 N atau

NaOH 0,1 N. Ditambahkan prekursor flavor yaitu formula FAT atau FAC dengan

komposisi terbaik dari tahap penentuan komposisi prekursor (ditunjukkan pada

Tabel 8). Masing-masing campuran dihomogenisasi selama 15 menit lalu

dipanaskan pada suhu 100° C. Dilakukan sampling pada 0, 1, 2 dan 3 jam.

Sampling 0 jam dilakukan saat suhu pemanasan tepat 100° C. Perlakuan yang

sama dilakukan pada autolisat dengan pH 4,5 dan autolisat pH 5. Autolisat pH 4,5

30
dan 5 diperoleh dengan cara penambahan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. Untuk

perlakuan dibuat rancangan penelitian secara RAK (Rancangan Acak Lengkap)

(Gazpersz, 1995).

Setelah sampel didiamkan pada suhu kamar, dilakukan analisa sensori dan

analisa komposisi kimia terhadap sampel yang disampling serta analisa senyawa

flavor dengan GC-MS. Analisa sensori dilakukan untuk mengetahui intensitas

aroma daging ayam pada kaldu nabati (prosedur analisa ditunjukkan pada

Lampiran 9), sedangkan analisa komposisi kimia yang dilakukan meliputi analisa

kadar air, padatan kering, N-amino, gula pereduksi, protein terlarut, protein total,

lemak dan kadar garam (NaCl) (prosedur analisa ditunjukkan pada Lampiran 1).

3.3.3. Identifikasi Senyawa Volatil dengan GC-MS

Analisa senyawa volatil yang terdapat pada autolisat kaldu nabati

berflavor analog ayam dilakukan dengan GC-MS terhadap sample terbaik (pH dan

waktu optimum). Ektraksi dilakukan dengan menambahkan 2 mL etanol p.a. ke

dalam 2 gram sampel terbaik kemudian divortex selama 20 menit. Campuran ini

didiamkan semalam kemudian disaring untuk memisahkan endapan dengan filtrat.

Filtrat yang diperoleh selanjutnya diinjeksikan sebanyak 0,2 µL ke dalam GC-MS.

Berikut adalah kondisi GC-MS saat analisa sampel :

Gas pembawa : Helium (He)

Kolom : nonpolar (C18 ) dimetil polisiloksan dari Rtx-1MS (panjang

kolom 30 m, diameter 0,25 mm dan ketebalan kolom 0,25

µm df).

Suhu kolom : 40° C

Suhu injeksi : 280° C

31
Mode injeksi : Split

Tekanan : 86,9 kPa

Total aliran : 82,4 mL/menit

Kecepatan aliran : 1,56 mL/menit

Suhu sumber ion : 250° C

Suhu interface : 260° C

Dari kromatogram yang dihasilkan dapat ditentukan nilai % mk, yaitu

perbandingan yang % area peak kromatogram dengan % total area peak

kromatogram. Untuk memperoleh nilai % mk dari kromatogram yaitu :

%mk = (area (%) / total area (%)) x 100 %

32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati

Hasil analisa proksimat crude kaldu dan autolisat kaldu nabati ditunjukkan

pada Tabel 9.

Tabel 9. Komposisi Kimia Crude Kaldu dan Autolisat Kaldu Nabati


Jenis Komponen Crude Kaldu Autolisat
Padatan Kering (%) 51,16 20,24
N-Amino (mg/mL, Berat Kering) 5,98 19,85
Gula Pereduksi (mg/mL) 18,12 48,12
Protein Terlarut (mg/mL) 0,30 1,80
Total Protein (% Protein Kering ) 19,13 19,73
Lemak (%) 0,44 0,13
Garam (NaCl) (%) 3,7634 5,96

Penurunan kadar padatan kering dipengaruhi oleh perlakuan fisik yaitu

penghalusan crude menjadi autolisat menggunakan blender yang menyebabkan

partikel autolisat menjadi kecil. Peningkatan kadar garam (NaCl) dipengaruhi oleh

pecahnya sel karena penghalusan yang menyebabkan komponen ion-ion di dalam

sel keluar, diantaranya ion Na+ dan Cl- (Winarno dan Fardiaz, 1984).

Selama proses autolisis terjadi peningkatan pada kadar N-amino, protein

terlarut dan protein total. Peningkatan ini disebabkan oleh pelepasan enzim

endogenus milik kapang Rhizopus-C1 yaitu enzim protease yang memecah protein

menjadi polipeptida dan peptida kemudian menjadi asam amino. Proses autolisis

adalah proses enzimatis oleh enzim endogenus kapang dimana enzim pada

umumnya berada dalam kompartemen matriks sel hidup, sehingga pada saat

terjadinya proses pemanasan disertai pengadukan sel kapang mengalami lisis.

Kematian sel berpeluang untuk menghambat aktivitas enzim endogenus kapang

33
33
yang bersifat intraseluler dan terdapat dalam vakuola, sedangkan inhibitornya

terdapat dalam sitoplasma diluar vakuola. Proses inaktivasi pada suhu 70°C

selama 5 menit dengan pH 5,5 akan membentuk kompleks enzim inhibitor yang

menyebabkan terjadinya inaktivasi inhibitor dan selanjutnya terjadi hidrolisis

protein kapang (Reed, 1991). Adanya hidrolisis protein kapang juga ikut

mempengaruhi hasil pengukuran saat analisa kadar N-amino, protein terlarut dan

protein total dimana hasil yang terukur pada autolisat menjadi lebih tinggi.

Peningkatan kadar gula pereduksi disebabkan oleh pelepasan enzim

sukrase yang memecah karbohidrat menjadi monomer-monomernya. Sedangkan

penurunan kadar lemak pada autolisat disebabkan oleh pelepasan enzim lipase

endogenus yang menghidrolisis asam lemak menjadi gliserol (Winarno dan

Fardiaz, 1984). Hasil penelitian ditunjukkan pada Lampiran 2.

34
4.2. Reaksi Flavoring

4.2.1. Hasil Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik

Hasil uji sensori dan analisa proksimat kaldu nabati berflavor analog ayam

setelah reaksi flavoring ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji Sensori dan Karakteristik Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam Hasil
Reaksi Flavoring Selama 3 Jam pada Suhu 100°C.
Jenis Formula
Jenis
Komponen FAT* FAC*
A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5
Padatan
Kering 22,44 19,88 21,89 19,19 21,45 20,27 21,45 21,29 17,18 22,14
(%)
N-Amino
(mg/mL,
2,40 6,32 3,08 4,30 2,59 2,98 7,74 3,17 5,29 2,75
Berat
Kering)
Gula
Pereduksi 33,75 31,25 44,37 30,62 33,75 40,00 47,50 39,37 35,00 35,62
(mg/mL)
Protein
Terlarut 20,50 18,50 21,50 21,25 19,50 21,00 20,75 21,00 18,75 22,25
(mg/mL)
Protein
Total
19,09 29,64 13,41 25,64 24,66 23,29 23,88 22,80 28,18 20,63
(% Protein
Kering )
Lemak
0,14 0,24 0,19 0,23 0,18 0,14 0,25 0,18 0,24 0,16
(%)
Garam
4,34 3,18 4,71 2,91 3,58 4,31 3,04 4,35 2,38 4,37
(%)
Deskripsi
Aroma
- 1 2 3 - - 1 2 3 -
Analog
Ayam**
* FAT : Flavor Analog dengan formula mengandung Taurin; FAC : Flavor Analog
dengan formula mengandung Vitamin C
** 1 = Agak Kuat, 2 = Kuat, 3 = Sangat Kuat , 4 = Tajam

Berdasarkan hasil analisa sensori dan komposisi kimia diperoleh 2 jenis

komposisi formulasi terbaik yaitu FAT formula A4 ( campuran sistein:taurin (0,75

% : 0,25 %), tiamin (1 %), glukosa (0,5 %)) dan FAC formula B4 (campuran

sistein:vitamin C (0,75 % : 0,25 %), tiamin (1 %), glukosa (0,5 %)). Formula

35
terbaik diperoleh karena intensitas aroma analog daging ayam yang kuat serta

kandungan N-amino, protein dan gula reduksi yang tinggi.

4.2.2. Hasil Analisa Variasi pH dan Waktu Kondisi Optimum Reaksi Untuk
Formula A4 dan B4.

Analisa yang dilakukan pada setiap sampel autolisat formula A4 dan B4

hasil sampling meliputi analisa sensori, komposisi kimia dan analisa GC-MS.

Hasil analisa sensori ditunjukkan pada Lampiran 3.

4.2.2.1 Analisa Komposisi kimia

4.2.2.1.1. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar


Padatan Kering.

Kadar padatan kering berhubungan erat dengan kadar air bahan. Padatan

kering dihitung berdasarkan pengurangan berat sampel setelah dipanaskan dengan

kadar air. Semakin besar jumlah padatan kering maka kadar air menjadi lebih

kecil sehingga dapat menambah keawetan produk pangan.

Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 %, maka Ho

diterima (ditunjukkan pada Tabel 32 Lampiran 4). Hal ini menunjukkan tidak ada

perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu

reaksi (BC) terhadap kadar padatan kering autolisat berflavor analog ayam.

Kadar padatan kering autolisat Flavor Analog Ayam (FAA) secara umum

mengalami penurunan. Tabel 11 menunjukkan bahwa formula A4 mengalami

penurunan kadar padatan total secara umum pada kondisi pH 4 dan 5, sedangkan

pada kondisi pH 4,5 kadar padatan total meningkat pada waktu proses 1 jam

kemudian mulai menurun pada waktu proses 2 dan 3 jam. Sedangkan kadar

padatan kering formula B4 mengalami penurunan pada semua kondisi pH mulai

dari 0, 1, 2 dan 3 jam. Penurunan ini juga diduga karena adanya penambahan

36
padatan yang berasal dari prekursor flavor yaitu sekitar 4 gram sehingga

menyebabkan kadar air menjadi berkurang.

Tabel 11. Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam.


Kadar Padatan Kering (%)
Jenis
pH Waktu Proses (jam)
Form.ula
0 1 2 3
4 22,45 21,99 21,17 20,81
FAT
4,5 21,43 22,71 22,66 20,22
(A4)
5 21,74 21,65 20,11 19,19
4 21,43 21,63 21,11 21,24
FAC
4,5 22,18 22,49 21,63 20,82
(B4)
5 22,61 21,10 18,88 17,18

Jumlah rata-rata kadar padatan kering FAT formula A4 saat 3 jam reaksi

flavoring lebih tinggi dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini diduga

karena adanya perbedaan komposisi masing-masing formula, dimana pada

formula A4 pengaruh penambahan taurin sebagai pendukung sistein

meningkatkan massa padatan karena adanya protein yang terdenaturasi atau

mengendap akibat proses pemanasan.

4.2.2.1.2. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar


N-Amino

Kandungan Nitrogen amino dalam autolisat Flavor Analog Ayam (FAA)

merupakan hasil hidrolisis protein menjadi asam amino, sehingga berperan juga

sebagai pemberi cita rasa terhadap autolisat FAA.

Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 %, maka Ho

diterima (ditunjukkan pada Tabel 33 Lampiran 5). Hal ini menunjukkan tidak ada

perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu

reaksi (BC) terhadap kadar N-amino autolisat berflavor analog ayam.

Kadar N-Amino pada autolisat berflavor analog ayam bersifat fluktuatif.

Tabel 12 menunjukkan kadar N-amino autolisat FAA formula A4 pada pH 4

37
mengalami peningkatan pada waktu reaksi 1 jam dan 2 jam kemudian mengalami

penurunan saat 3 jam. Pada pH 4,5 kadar N-amino mengalami penurunan pada

jam ke-1, tetapi kadarnya semakin meningkat pada jam ke-2 dan ke-3. Pada pH 5

kadar N-amino menurun saat waktu reaksi 1 jam lalu meningkat pada saat 2 jam

dan terjadi penurunan kembali saat 3 jam. Fluktuasi ini dapat disebabkan oleh

lamanya pemanasan dan suhu proses flavoring. Peningkatan suhu dari 60-80°C

menyebabkan reaksi Maillard meningkat, dan pemanasan pada suhu yang lebih

tinggi serta waktu pemanasan yang semakin lama tidak hanya meningkatkan

reaksi kimia tapi juga melepaskan asam-asam amino bebas. Pemecahan protein

menjadi asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor pada terjadi pada jam ke-

1 dan ke-2, kemudian terjadi penurunan pada jam ke-3 karena asam-asam amino

dan senyawa-senyawa flavor telah habis bereaksi (Schieberle, 1992).

Tabel 12. Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam.


Kadar N-Amino (mg/mL, Berat Kering)
Jenis
pH Waktu Proses (jam)
Formula
0 1 2 3
4 3,65 3,84 4,10 3,29
FAT
4,5 4,29 3,24 3,67 3,81
(A4)
5 10,33 7,06 8,73 4,30
4 3,29 4,35 3,94 3,96
FAC
4,5 3,52 3,08 4,02 4,18
(B4)
5 4,95 3,53 7,48 5,29

Tabel 12 menunjukkan kadar N-amino autolisat FAA formula B4 pada pH

4 mengalami peningkatan pada waktu proses 1 jam kemudian mengalami

penurunan saat 2 jam. Pada pH 4,5 kadar N-amino autolisat mengalami penurunan

pada jam ke-1, tetapi kadarnya semakin meningkat pada jam ke-2 dan ke-3. Pada

pH 5 terjadi penurunan kadar N-amino saat 1 jam lalu terjadi peningkatan drastis

pada saat 2 jam dan terjadi penurunan kembali saat 3 jam. Fluktuasi ini juga dapat

38
disebabkan oleh lamanya pemanasan dan suhu proses flavoring. Peningkatan suhu

dari 60-80°C menyebabkan reaksi Maillard meningkat, dan pemanasan pada suhu

yang lebih tinggi serta waktu pemanasan yang semakin lama tidak hanya

meningkatkan reaksi kimia tapi juga melepaskan asam-asam amino bebas.

Pemecahan protein menjadi asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor pada

terjadi pada jam ke-1 dan ke-2, kemudian terjadi penurunan pada jam ke-3 karena

asam-asam amino dan senyawa-senyawa flavor telah habis bereaksi (Schieberle,

1992).

Jumlah rata-rata kadar nitrogen amino FAT formula A4 saat 3 jam reaksi

flavoring lebih rendah dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini terjadi

karena kandungan protein pada formula A4 telah habis bereaksi sebelum

mencapai waktu 3 jam, sehingga kadar nitrogen amino yang terukur saat 3 jam

lebih rendah (Schieberle, 1992).

4.2.2.1.3. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar


Gula Pereduksi

Gula pereduksi merupakan hasil kerja enzim amilase yang mereduksi

karbohidrat. Gula pereduksi merupakan molekul gula yang memiliki gugus

karboksil bebas yang reaktif seperti glukosa dan fruktosa (Winarno, 1989).

Dari uji statistik diperoleh Fhitung B > Ftabel B pada taraf nyata 5 %, maka

Ho ditolak (ditunjukkan pada Tabel 34 Lampiran 6). Hal ini memperlihatkan

adanya perbedaan nyata dari variasi pH terhadap kadar gula pereduksi autolisat

FAA. Setelah itu dilakukan uji Duncan untuk mengetahui pengaruh variasi pH (B)

yang ditunjukkan pada Tabel 35 Lampiran 6. Keseluruhan rata-rata pengaruh

waktu dan pH reaksi flavoring terhadap kadar gula pereduksi autolisat FAA

ditunjukkan pada Tabel 13.

39
Tabel 13. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Gula Pereduksi Autolisat
Berflavor Analog Ayam
Nilai Rata-rata Perlakuan
pH Waktu Proses (jam)
0 1 2 3
4 31,25 a 38,125 a
45 a 35,625 a

4,5 51,25 ab 85,625 f 66,875 d


54,375 b

5 75 e 76,25 e
65 c 65,625 c

Keterangan : Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf
5% Uji LSR.

Perlakuan pH 4 tidak memberikan perbedaan nyata pada kadar gula

pereduksi autolisat FAA selama 0, 1, 2 dan 3 jam reaksi tetapi pH 4,5

memberikan perbedaan nyata pada kadar gula pereduksi selama waktu reaksi

flavoring 0, 1, 2 dan 3 jam, sedangkan pada perlakuan pH 5 perbedaan nyata

ditunjukkan pada waktu proses 0-1 jam serta 2-3 jam. Perbedaan ini dapat

disebabkan oleh jenis formula yang ditambahkan ke dalam autolisat. Semakin

rendah pH dan semakin lama pemanasan menyebabkan senyawa-senyawa

karbonil yang dihasilkan semakin banyak karena molekul glukosa semakin terurai

(Acree, 1993).

Tabel 14 menunjukkan kadar gula pereduksi autolisat FAA formula A4

mengalami fluktuasi. Kadar gula pereduksi pada pH 4 terus mengalami

peningkatan saat reaksi flavoring hingga 2 jam, kemudian mengalami penurunan

setelah 3 jam. Sedangkan kadar gula pereduksi pada pH 4,5 mengalami

peningkatan saat 1 jam pemanasan, lalu semakin menurun hingga jam ke-3. Pada

pH 5 terus mengalami penurunan sejak awal proses jam ke-1 hingga jam ke-3.

Menurunnya kadar gula pereduksi saat 3 jam proses secara umum disebabkan oleh

telah habisnya gula yang terpakai dalam reaksi Maillard (Acree, 1993).

40
Tabel 14. Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam.
Kadar Gula Pereduksi (mg/mL)
Jenis
pH Waktu Proses (jam)
Formula
0 1 2 3
4 14,37 16,25 17,50 11,87
FAT
4,5 30,00 36,87 24,37 20,62
(A4)
5 36,87 35,62 30,00 30,62
4 16,87 21,87 27,50 23,75
FAC
4,5 21,25 48,75 42,50 33,75
(B4)
5 38,12 40,62 35,00 35,00

Tabel 14 menunjukkan adanya peningkatan kadar gula pereduksi autolisat

FAA formula B4 pada pH 4 mengalami peningkatan 2 jam reaksi flavoring,

kemudian mengalami penurunan setelah 3 jam reaksi. Pada pH 4,5 kadar gula

pereduksi mengalami peningkatan saat 1 jam pemanasan, lalu mengalami

penurunan sampai jam ke-3. Pada pH 5 kadar gula pereduksi mengalami

peningkatan saat 1 jam reaksi, kemudian stabil pada saat 2 jam dan 3 jam reaksi.

Menurunnya kadar gula pereduksi saat 3 jam proses secara umum disebabkan oleh

telah habisnya gula yang terpakai dalam reaksi Maillard (Acree, 1993).

Jumlah rata-rata kadar gula pereduksi FAT formula A4 saat 3 jam reaksi

flavoring lebih rendah dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini diduga

karena adanya vitamin C pada formula B4 yang bekerja sebagai agen pereduksi

sama seperti glukosa, sehingga kadar gula pereduksi yang terukur setelah reaksi

menjadi lebih besar dibandingkan kadar gula pereduksi pada formula A4 yang

tidak ditambahkan vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara

reversibel menjadi asam L-dehidroaskorbat. Seperti halnya gula pereduksi yang

memiliki gugus karbonil, maka semakin lama waktu pemanasan akan

menyebabkan gugus-gugus karbonil hasil pemecahan dari glukosa dan vitamin C

semakin banyak (Fessenden, 1982).

41
4.2.2.1.4. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar
Protein Terlarut

Kadar protein terlarut pada autolisat Flavor Analog Ayam (FAA)

ditentukan dengan menggunakan metode Lowry. Protein terlarut merupakan

seluruh peptida yang terlarut dalam air dan menjadi indikasi terjadinya hidrolisis

dimana pada proses pemanasan yang semakin lama memungkinkan terjadinya

denaturasi (Reed, 1991).

Dari uji statistik diperoleh Fhitung B > Ftabel B pada taraf nyata 5 %, maka

Ho ditolak (ditunjukkan pada Tabel 36 Lampiran 7). Hal ini memperlihatkan

adanya perbedaan nyata dari variasi pH terhadap kadar protein terlarut autolisat

FAA. Setelah itu dilakukan uji Duncan untuk mengetahui pengaruh variasi pH (B)

yang ditunjukkan pada Tabel 37 Lampiran 7. Keseluruhan rata-rata pengaruh

waktu dan pH reaksi flavoring terhadap kadar protein terlarut autolisat FAA

ditunjukkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Pengaruh Waktu dan pH Proses terhadap Kadar Protein Terlarut Autolisat
Berflavor Analog Ayam
Nilai Rata-rata Perlakuan
pH Waktu Proses (jam)
0 1 2 3
a a
4 35,75 34,75 36 a 36,75 a
a
4,5 34,10 34,25 a 36,25 a 36,75 a
a
5 39,50 45 b 41,25 ab 40 b
Keterangan : Setiap huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf
5% Uji LSR.

Perlakuan pH 4 dan 4,5 serta 5 dengan waktu reaksi flavoring 0 jam tidak

memberikan perbedaan nyata pada kadar protein terlarut, tetapi pada pH 5 dengan

waktu reaksi 1, 2 dan 3 jam memberikan perbedaan nyata pada kadar protein

terlarut. Adanya kemungkinan bahwa kandungan protein pada pH 5 yang belum

sepenuhnya terurai menjadi senyawa-senyawa flavor menyebabkan jumlah

42
kandungan protein terlarut yang terukur saat analisa memberikan perbedaan yang

signifikan.

Tabel 16 menunjukkan terjadinya penurunan kadar protein terlarut pada

waktu reaksi flavoring 2 jam kemudian meningkat pada waktu proses 3 jam untuk

formula A4 pada kondisi pH 4. Peningkatan kadar protein terlarut terus menerus

selama proses terjadi pada formula A4 dengan kondisi pH 4,5. Sedangkan

penurunan kadar protein terlarut hanya terjadi pada waktu proses 2 jam untuk

formula A4 dengan kondisi pH 5. Autolisat FAA formula B4 mengalami kenaikan

kadar protein terlarut hanya terjadi pada waktu reaksi 2 jam dengan kondisi pH 4

dan 4,5. Sementara pada pH 5 hanya terjadi peningkatan kadar protein terlarut

pada waktu reaksi 1 jam. Perubahan ini dapat terjadi karena semakin lamanya

waktu pemanasan dan semakin tingginya suhu pemanasan yang meningkatkan

jumlah asam amino, sehingga asam amino yang dapat larut didalam air akan

mengalami reaksi lanjutan dengan gula pereduksi untuk membentuk senyawa

flavor (Reed, 1991).

Tabel 16. Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam.


Kadar Protein Terlarut (mg/mL)
Jenis
pH Waktu Proses (jam)
Formula
0 1 2 3
4 18,25 17,75 17,50 18,25
FAT
4,5 15,60 16,75 17,75 19,50
(A4)
5 19,25 21,75 19,25 21,25
4 17,50 17,00 18,50 18,50
FAC
4,5 18,50 17,50 18,50 17,25
(B4)
5 20,25 23,25 22,00 18,75

Jumlah rata-rata kadar protein terlarut FAT formula A4 saat 3 jam reaksi

flavoring lebih tinggi dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini disebabkan

karena adanya kontribusi taurin pada formula A4 sehingga kadar protein terlarut

43
yang terukur setelah reaksi menjadi lebih besar dibandingkan kadar protein

terlarut pada formula B4 yang tidak ditambahkan taurin.

4.2.2.1.5. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar


Total Protein.

Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 %, maka Ho

diterima (ditunjukkan pada Tabel 38 Lampiran 8). Hal ini menunjukkan tidak ada

perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu

reaksi (BC) terhadap kadar total protein autolisat berflavor analog ayam.

Tabel 17 menunjukkan kadar total protein autolisat FAA formula A4

mengalami peningkatan pada pH 4 dari waktu reaksi 1 jam hingga 3 jam. Pada pH

4,5 hanya terjadi penurunan kadar total protein pada waktu proses 2 jam,

sedangkan pada kondisi pH 5 terjadi penurunan kadar total protein hanya pada

waktu proses 3 jam. Peningkatan kadar total protein pada 1 jam proses disebabkan

karena terjadi pemecahan seluruh protein menjadi asam amino maupun senyawa-

senyawa prekursor flavor akibat semakin lamanya pemanasan yang menyebabkan

protein terhidrolisis sehingga saat proses 3 jam kadar protein terlarut semakin

lama semakin menurun karena telah habis bereaksi membentuk senyawa flavor

(Reed, 1991).

Tabel 17. Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam.


Kadar Total Protein (% Protein Kering)
Jenis
pH Waktu Proses (jam)
Formula
0 1 2 3
4 25,04 26,23 26,41 27,63
FAT
4,5 24,50 27,82 25,78 28,09
(A4)
5 17,85 26,69 27,96 25,64
4 23,18 27,18 26,81 27,35
FAC
4,5 25,92 26,12 24,43 23,43
(B4)
5 24,22 26,36 24,95 28,18

44
Tabel 17 menunjukkan kadar total protein autolisat FAA formula B4 terus

mengalami penurunan selama reaksi flavoring pada kondisi pH 4,5, sedangkan

pada kondisi pH 4 dan 5 penurunan kadar total protein hanya pada waktu proses 2

jam. Fluktuasi ini juga dapat disebabkan oleh pemecahan seluruh protein menjadi

asam amino maupun senyawa-senyawa prekursor flavor akibat semakin lamanya

pemanasan yang menyebabkan protein terhidrolisis sehingga kadar protein terlarut

semakin lama semakin menurun karena telah habis bereaksi membentuk senyawa

flavor (Reed, 1991).

Jumlah rata-rata kadar total protein FAT formula A4 saat 3 jam reaksi

flavoring lebih tinggi dibandingkan dengan FAC formula B4. Hal ini diduga

karena adanya kontribusi taurin pada formula A4 sehingga kadar total protein

yang terukur setelah reaksi menjadi lebih besar dibandingkan kadar total protein

pada formula B4 yang tidak ditambahkan taurin.

4.2.2.1.6. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar


Lemak.

Lemak atau lipid merupakan suatu zat yang kaya akan energi, berfungsi

sebagai sumber energi yang utama untuk proses metabolisme tubuh. Fungsi lemak

adalah sebagai sumber energi, pelindung organ tubuh, pembentukan sel, sumber

asal lemak esensial, alat angkut vitamin larut lemak, pemberi rasa lezat (terutama

gurih) dan memelihara suhu tubuh (Lehninger, 1982).

Salah satu metode penentuan kadar lemak adalah ekstraksi Soxhlet. Cara

ini sering digunakan untuk menganalisa kadar lemak dari suatu sampel karena

cukup efisien dimana pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali.

Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 % maka Ho

diterima (ditunjukkan pada Tabel 39 Lampiran 9). Hal ini menunjukkan tidak ada

45
perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan waktu

reaksi (BC) terhadap kadar lemak autolisat berflavor analog ayam.

Tabel 18 menunjukkan kadar lemak autolisat berflavor analog ayam

bervariasi. Kadar lemak autolisat FAA formula A4 dengan pH 4 tidak mengalami

perubahan yang signifikan selama reaksi flavoring , sedangkan pada kondisi pH

4,5 dan 5 kadar lemak cenderung menurun pada waktu proses 1 atau 2 jam.

Tabel 18. Kadar Lemak Autolisat Berflavor Analog Ayam.


Kadar Lemak (%)
Jenis
pH Waktu Proses (jam)
Formula
0 1 2 3
4 0,06 0,07 0,07 0,08
FAT
4,5 0,06 0,06 0,08 0,09
(A4)
5 0,24 0,22 0,16 0,23
4 0,06 0,06 0,02 0,02
FAC
4,5 0,12 0,11 0,21 0,17
(B4)
5 0,26 0,26 0,25 0,24

Tabel 18 menunjukkan bahwa autolisat FAA formula B4 dengan kondisi

pH 4 dan 5 kadar lemaknya cenderung terus menurun, sedangkan peningkatan

terjadi pada pH 4,5 saat reaksi flavoring 2 jam. Penurunan kadar lemak yang

terjadi pada FAA formula A4 dan B4 dapat disebabkan oleh teroksidasinya lemak

menjadi asam lemak maupun ester asam lemak yang berperan sebagai flavor gurih

pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Sugita, 2002).

Jumlah rata-rata kadar lemak FAT formula A4 saat 3 jam reaksi flavoring

tidak jauh berbeda dengan FAC formula B4, karena pada umumnya kadar lemak

tidak dipengaruhi oleh penambahan komponen-komponen prekursor.

4.2.2.1.7. Pengaruh Jenis Formula, pH dan Waktu Proses terhadap Kadar


Garam.

Kadar garam yang terdapat pada autolisat berflavor analog ayam (FAA)

berasal dari proses fermentasi garam (moromi). Garam yang digunakan selain

46
berfungsi sebagai pemberi rasa gurih tetapi juga berfungsi untuk meminimalkan

jumlah mikroba tidak tahan garam maupun mikroba patogen yang dapat

mengkontaminasi kaldu kasar selama proses fermentasi berlangsung.

Dari uji statistik diperoleh Fhitung < Ftabel pada taraf nyata 5 % maka Ho

diterima (ditunjukkan pada Tabel 40 Lampiran 10). Hal ini menunjukkan tidak

ada perbedaan nyata dari pH (B), waktu reaksi (C) serta interaksi antara pH dan

waktu reaksi (BC) terhadap kadar garam autolisat berflavor analog ayam.

Kadar garam cenderung sangat bervariasi untuk kedua jenis formula

dengan berbagai kondisi pH serta di setiap waktu sampling seperti yang

ditunjukkan olah Tabel 19. Kadar garam autolisat FAA formula A4 mengalami

penurunan saat reaksi flavoring 2 jam pada pH 4 dan pH 5, sedangkan kadar

garam mengalami peningkatan saat reaksi flavoring 2 jam pada pH 4,5.

Tabel 19. Kadar Garam Autolisat Berflavor Analog Ayam.


Kadar Garam (NaCl) (%)
Jenis
pH Waktu Proses (jam)
Formula
0 1 2 3
4 3,05 3,31 3,18 3,31
FAT
4,5 3,18 3,05 3,44 3,31
(A4)
5 3,05 3,18 2,78 2,91
4 2,65 3,18 3,44 3,44
FAC
4,5 2,91 2,65 2,78 2,65
(B4)
5 2,55 3,44 2,65 2,38

Tabel 19 menunjukkan kadar garam autolisat FAA formula B4 mengalami

peningkatan saat 2 jam reaksi flavoring pada pH 4 dan 4,5, sedangkan kadar

garam mengalami penurunan saat 2 jam reaksi flavoring pada pH 5. Fluktuasi

yang terjadi pada kedua jenis formula diduga karena pengaruh kadar air autolisat

yang juga dapat mempengaruhi rasa kaldu berflavor analog ayam. Selain itu

diduga berasal dari penambahan NaOH saat pengaturan pH dan penggunaan

47
tiamin-HCl, sehingga terjadi reaksi asam-basa antara Na+ dan Cl- menghasilkan

garam NaCl (Heinze, 1978).

Na+OH- + H+Cl- → NaCl + H2O

4.2.2.2. Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS

Analisa ekstrak metanol dari autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam

menggunakan GC-MS dilakukan untuk mengetahui senyawa volatil apa saja yang

terkandung di dalam autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam. Pemilihan

sampel yang akan diinjeksikan ke dalam GC-MS didasarkan atas analisa

deskriptif, kadar N-amino dan gula reduksi. Sampel yang dipilih adalah yang

memiliki intensitas flavor analog ayam sangat kuat, hal ini bertujuan untuk

meminimalkan kemungkinan berkurang ataupun hilangnya flavor jika autolisat

kaldu nabati berflavor analog ayam mengalami proses lanjutan seperti

pengeringan maupun pembuatan pasta. Sedangkan pemilihan sampel yang

didasarkan atas kadar N-amino dan gula pereduksi dilakukan untuk

mengindikasikan senyawa-senyawa flavor apa saja yang dihasilkan akibat reaksi

Maillard antara asam amino dengan gula pereduksi selama proses flavoring

berlangsung. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, kemudian ditetapkan dua

sampel yang diinjeksikan ke dalam GC-MS yaitu formula A4 (sistein 0,75% :

taurin 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4 serta waktu proses 3

jam dan formula B4 (sistein 0,75% : vitamin C 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%)

dengan kondisi pH 4,5 serta waktu proses 3 jam.

Konsentrasi maupun jenis prekursor sangat berpengaruh terhadap

intensitas dan kualitas flavor yang terbentuk, namun ada pula faktor fisik dan

kimia lainnya yang berpengaruh terhadap intensitas dan kualitas flavor akhir yaitu

48
pH dan temperatur. pH proses flavoring yang semakin rendah akan meningkatkan

jumlah senyawa karbonil, selain itu akan meningkatkan jumlah senyawa yang

mengandung sulfur dan nitrogen. Peningkatan temperatur bukan hanya

mempengaruhi intensitas flavor tetapi juga keseimbangan senyawa flavor. Selain

meningkatkan laju reaksi tetapi juga menguraikan asam amino bebas dan

prekursor lainnya. Efek antioksidatif produk reaksi Maillard mulai menghambat

reaksi oksidasi lemak pada suhu diatas 77° C (Farmer, 1999).

Dari hasil analisa formula A4 (sistein 0,75% : taurin 0,25%, tiamin 1%,

glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4 pada waktu proses 3 jam dengan GC-MS,

diperoleh 46 senyawa yang ditunjukkan oleh 46 puncak pada kromatogram GC-

MS. Kromatogram formula A4 ditunjukkan oleh Gambar 8.

Gambar 8. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS Formula A4


(sistein 0,75% : taurin 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4
dan waktu proses 3 jam.

Senyawa volatil yang terdapat pada autolisat formula A4 (sistein 0,75% :

taurin 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%), pH 4 dan waktu proses 3 jam terdiri dari

beberapa jenis senyawa diantaranya senyawa yang mengandung sulfur (4

senyawa) (Tabel 20). Senyawa flavor yang mengandung sulfur dihasilkan dari

49
reaksi termal antara sistein, tiamin dan taurin dengan senyawa-senyawa dikarbonil

hasil reaksi Maillard. Senyawa ini berperan sebagai penyumbang aroma “daging”

pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999).

Senyawa yang termasuk asam-asam organik dan ester (18 senyawa) (Tabel

20), senyawa-senyawa ini dihasilkan dari oksidasi lipid dan gula pereduksi.

Senyawa yang mengandung nitrogen (7 senyawa) (Tabel 20). Senyawa-senyawa

ini dihasilkan dari reaksi termal antara sistein, tiamin dan taurin dengan senyawa-

senyawa dikarbonil hasil reaksi Maillard. Selain senyawa yang mengandung

sulfur, senyawa-senyawa ini juga berperan sebagai penyumbang aroma “daging”

pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999).

Senyawa aldehid dan keton (7 senyawa) (Tabel 20). Senyawa ini terutama

dihasilkan dari oksidasi lipid. Produk oksidasi lipid dipengaruhi pH dalam

pembentukan aldehid tak jenuh, selain itu juga berperan sebagai penyumbang

aroma “gurih” pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999).

Senyawa alkohol (7 senyawa) (Tabel 20) yang berasal dari oksidasi lipid

dimana terjadi pemecahan triasilgliserol menjadi gliserol maupun berasal dari gula

pereduksi (Lehninger, 1982). Selain itu diduga berasal dari masa fermentasi

kacang hijau yang terlalu lama. Senyawa piran (1 senyawa) dan senyawa furan (1

senyawa) (Tabel 21) yang dihasilkan dari reaksi termal gula pereduksi, vitamin C

maupun asam amino (Schieberle, 1992).

Tabel 20. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor Analog Ayam
Formula A4, pH 4 pemanasan 3 jam.
Jenis
Nomor Waktu Rumus (%
Senyawa/ Nama Senyawa BM
Puncak Retensi Molekul m.k)
Jumlah
Senyawa 12 12,878 - 5-(2-kloroetil)-4-metil C6H8ClNS 161 0,12
Sulfur/ tiazol
31,99 % 13 13,450 - 4-metil-5-(2-hidroksietil C6H9NOS 143 31,64
tiazol)
17 14,875 - 5-metil-4-tiazol etanol C8H11NO2S 185 0,11

50
asetat
39 23,052 - 2-hidroksimetil-5- C8H14OS 158 0,12
tionorbornan
Asam- 6 8,418 - Asam 2-oksopentandioat C5H6O5 146 0,25
asam 15 14,457 - 3-alliloksi-1,1-dimetilbutil C11H20O3 200 0,11
Organik ester
dan Ester/ 16 14,700 - Asam dekanoat C10H20O2 172 0,10
11,72 % 23 17,194 - Asam laurat C12H24O2 200 0,67
26 18,567 - Lauril asetat C14H28O2 228 0,19
28 19,217 - Asam 8-feniloktanoat C14H20O2 220 0,10
29 19,446 - Asam miristat C14H28O2 228 0,36
34 21,184 - Metil pentadekanoat C16H32O2 256 0,21
35 21,502 - Asam palmitat C16H32O2 256 2,18
36 21,851 - Etil palmitat C18H36O2 284 0,16
37 22,824 - 9-dodesinil dikloroasetat C14H22Cl2O2 292 0,06
38 22,915 - Metil-trans9-oktadekenoat C19H36O2 296 0,12
40 23,224 - Asam 9,12- C19H34O2 294 2,22
oktadekadienoat
41 23,311 - Asam oleat C16H30O2 254 1,52
42 23,611 - Asam oktadekanoat C18H36O2 284 3,17
43 23,696 - Asam E-11-heksadekenoat C18H34O2 282 0,12
44 24,058 - Etil stearat C20H40O2 312 0,06
46 27,295 - Dioktil ptalat C24H38O4 390 0,12
Senyawa 8 10,806 - Asam siano-asetat (4- C18H17N3O3 323 0,14
Nitrogen/ benziloksi-3-metoksi-
4,8 % benziliden)-hidrazid
18 15,203 - 2-(3-metilbutil)-3, 5- C11H18N2 178 1,40
dimetilpirazin
20 15,883 - 2-(furfurildehidrazino)2- C8H8N2O4 223 0,05
okso-n-propilasetamid
22 16,222 - 1,3,5-triaza adamantan C7H13N3 139 2,00
30 19,567 - Pirolo[1,2-a]pirazin-1,4- C11H18N2O2 210 0,05
dion, heksahidro-3-(2-
metilpropil)-
32 20,585 - 3-isobutilheksahidropirolo C11H18N2O2 210 0,20
[1,2-a] pirazin
33 20,818 - 5,10-dietoksy-2,3,7,8- C14H22N2O2 250 0,10
tetrahidro-1H, 6H-dipirolo
[1,2-a;1’,2’-d] pirazin
45 24,669 - 1-etil-3-metil-4- C7H13N3 139 0,86
pirazilmetanamina
Aldehid 2 2,176 - Dietil asetal C6H14O2 118 1,99
dan 4 7,170 - 2-metilsiklopentanon C5H6O2 98 0,20
Keton/ 5 7,548 - 4-sec-butoksi-2-butanon C8H16O2S 14 0,48
3,13 % 11 12,063 - 4-(1-hidroksi-etil) gamma C6H10O3 130 0,15
butanolakton
24 18,200 - 4-metil sikloheksanon, C8H15N3O 169 0,05
semi karbazon
25 18,345 - Heptanal C12H24 114 0,17
31 19,616 - 4- C11H14O2 178 0,09
vinilbisiklo[3,3,1]nonane-
2, 7-dion
Alkohol/ 1 2,068 - 2-hidroksimetil-3-metil C4H8O2 88 0,54
47,13 % oksiran
3 4,185 - 2,3-butanediol C4H10O2 90 0,44
7 10,391 - Gliserol C3H8O3 92 43,42
14 13,982 - 1,2,3,4-butanetetrol C4H10O4 122 2,32
19 15,389 - 4-hidroksi-benzen etanol C8H10O2 138 0,16

51
21 15,959 - 2-metil-2-[(2-metil-2- C8H16O2 147 0,05
propenil)oksi]-1-propanol
27 18,975 - 2-O-nonil- L-treitol, C13H28O4 248 0,20
Piran/ 9 11,309 - 2,3-dihidro-3,5-dihidroksi- C6H8O4 144 1,20
1,20 % 6-metil-4H-piran-4-on
Furan/ 10 12,025 - 2,4-dihidroksi-2,5-dimetil- C6H8O4 144 0,03
0,03 % 3(2H)-furanon

Dari hasil analisa formula B4 (sistein 0,75% : vitamin C 0,25%, tiamin

1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH 4,5 pada waktu proses 3 jam dengan GC-

MS, diperoleh 49 senyawa yang ditunjukkan oleh 49 puncak pada kromatogram

GC-MS. Kromatogram formula B4 ditunjukkan oleh Gambar 9.

Gambar 9. Kromatogram Hasil Analisa Senyawa Volatil dengan GC-MS Formula B4


(sistein 0,75% : taurin 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%) dengan kondisi pH
4,5 dan waktu proses 3 jam.

Kandungan senyawa volatil yang terdapat pada autolisat formula B4

(sistein 0,75% : vitamin C 0,25%, tiamin 1%, glukosa 0,5%), pH 4,5 dan waktu

proses 3 jam terdiri dari beberapa jenis senyawa diantaranya senyawa yang

mengandung sulfur (6 senyawa) (Tabel 21). Senyawa flavor yang mengandung

sulfur dihasilkan dari reaksi termal antara sistein, tiamin dan taurin dengan

senyawa-senyawa dikarbonil hasil reaksi Maillard. Senyawa ini berperan sebagai

52
penyumbang aroma “daging” pada autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam

(Farmer, 1999).

Senyawa yang termasuk asam-asam organik dan ester (15 senyawa) (Tabel

21) yang dihasilkan dari oksidasi lipid dan gula pereduksi. Senyawa yang

mengandung nitrogen (10 senyawa) (Tabel 21) yang dihasilkan dari reaksi termal

antara sistein, tiamin dan taurin dengan senyawa-senyawa dikarbonil hasil reaksi

Maillard. Selain senyawa yang mengandung sulfur, senyawa-senyawa ini juga

berperan sebagai penyumbang aroma “daging” pada autolisat kaldu nabati

berflavor analog ayam (Farmer, 1999).

Senyawa aldehid dan keton (8 senyawa) (Tabel 21) yang dihasilkan dari

oksidasi lipid. Produk oksidasi lipid dipengaruhi pH dalam pembentukan aldehid

tak jenuh, selain itu juga berperan sebagai penyumbang aroma “gurih” pada

autolisat kaldu nabati berflavor analog ayam (Farmer, 1999).

Senyawa alkohol (4 senyawa) (Tabel 21) yang timbul dari hasil

pemecahan makromolekul menjadi mikromolekul selama proses fermentasi

kacang hijau oleh kapang Rhizopus-C1, selain itu juga merupakan hasil oksidasi

lipid dimana terjadi pemecahan triasilgliserol menjadi gliserol maupun berasal

dari gula pereduksi maupun gula pereduksi saat reaksi flavoring (Lehninger,

1982). Senyawa piran (2 senyawa) dan senyawa furan (3 senyawa) (Tabel 21).

Senyawa piran dan furan terutama dihasilkan dari reaksi termal gula pereduksi,

vitamin C maupun asam amino (Schieberle, 1992).

53
Tabel 21. Komponen Senyawa Volatil pada Autolisat Kaldu Nabati Flavor Analog Ayam
Formula B4, pH 4,5 pemanasan 3 jam.
Jenis
Nomor Waktu Rumus (%
Senyawa/ Nama Senyawa BM
Puncak Retensi Molekul m.k)
Jumlah
Senyawa 6 7,538 - 3-merkaptoheksil asetat C8H16O2S 176 0,57
Sulfur/ 18 12,889 - 5-(2-kloroetil)-4-metil- C6H8ClNS 161 0,24
63,94 % thiazol
19 13,493 - 4-metil-5-hidroksietil C6H9NOS 143 61,85
tiazol
20 13,788 - 4-metil-5-viniltiazol C6H7NS 125 0,47
24 14,878 - 5-metil-4-tiazol etanol C8H11NO2S 185 0,62
asetat
32 17,592 - 2-(5-metil-1,3-tiazol-4- C8H11NO2S 185 0,10
il) etil asetat
44 23,060 - 2-hidroksimetil-5- C8H14OS 158 0,09
tionorbornan
Asam- 7 7,892 - Asam 2- C5H6O5 146 0,69
asam 14 11,925 oksopentandioat C7H14O2 130 0,10
Organik 22 14,449 - Asam heptanoat C9H20O 144 0,16
dan Ester/ 23 14,703 - 2-heksil asetat C10H20O2 172 0,21
16,22 % 28 16,372 - Asam decanoat C8H14O3 158 0,08
- Etil 2-hidroksi
29 16,568 siklopentan karboksilat C9H16O3 172 0,11
- Etil 2-formil-4-metil
31 17,204 pentanoat C12H24O2 200 2,53
33 17,725 - Asam Laurat C10H20O2 172 0,21
37 19,448 - Etil kaprilat C14H28O2 228 0,91
41 21,505 - Asam miristat C16H32O2 256 3,52
43 22,476 - Asam palmitat C17H34O2 270 0,13
45 23,216 - Asam heptadekanoat C18H32O2 280 0,55
46 23,305 - Asam linoleat C16H30O2 254 0,48
47 23,359 - Asam 9-heksadekenoat C22H42O2 338 1,15
48 23,615 - Asam oleat C18H36O2 284 5,39
- Asam stearat
Senyawa 10 10,517 - 5-amino-6-nitroso- C4H4N4O3 156 0,39
Nitrogen/ 2,4(1H,3H)-
6,48 % pirimidindion
25 15,244 - 2,3,5-trimetil pirazin C7H10N2 122 1,27
27 16,226 - Piperidin-4-on, 1,2,5- C9H18N4S 214 2,48
trimetil-tiosemikarbazon
30 17,067 - 2-allil-3,5-dimetilpirazin C9H12N2 148 0,31
34 18,208 - Metil 2-sikloheksanon C8H15N3O 169 0,17
semikarbazon
38 19,620 - 4-amino-5, 6- C8H9N3S 179 0,24
dimetiltiofeno [2,3-d]
pirimidin
39 20,586 - Heksahidro-3-(2- C11H18N2O2 210 0,38
metilpropil)-pirolo [1,2-
a] pirazin-1, 4-dion
40 20,818 - 5,10-dietoksi-2,3,7,8- C14H22N2O2 250 0,10
tetrahidro-1H, 6H-
dipirolo [1,2-A;1’,2’-D]
pirazin
42 21,697 - 5-dimetilaminopirimidin C6H9N3 123 0,17
49 24,675 - 1-etil-3-metil-4-
pirazolilmetanamina C7H13N3 139 0,97

54
Aldehid 1 2,181 - Dietil asetal C6H14O2 118 0,20
dan 2 2,287 - 3-hidroksi-2-butanon C4H8O2 88 0,11
Keton/ 5 7,252 - 2-metilsiklopentanon C5H6O2 98 0,28
2,06 % 16 12,078 - 4-(1-hidroksi-etil) C6H10O3 130 0,24
gamma butanolakton
17 12,408 - 5-hidroksimetilfurfural C6H6O3 126 0,20
26 15,958 - 1,3-dioksolan-4-on, 2- C10H18O3 186 0,35
(1,1-dimetiletil)-5-(1-
metiletil)-, (2s-cis)-
35 18,357 - Heptanal C7H14O 114 0,30
36 18,546 - 2-(2-bromo-4, 4- C10H15BrCl2O 300 0,38
diklorobutil)
sikloheksanon
Alkohol/ 3 4,395 - 2,3-butanediol C4H10O2 90 0,95
8,74 % 8 8,457 - 2,4-dimetil-1, 3-dioksan C6H12O2 116 0,47
11 10,610 - Gliserol C3H8O3 92 5,73
21 14,050 - 1,2,3,4-butanetetrol C4H10O4 122 1,59
Piran/ 9 8,610 - 2H-piran-2, 6(3H)-dion C5H4O3 112 0,13
1,89 % 13 11,234 - 2,3-dihidro-3,5- C6H8O4 144 1,76
dihidroksi-6-metil-4H-
piran-4-on
Furan/ 4 5,950 - 2-furanmetanol C5H6O2 98 0,43
0,68 % 12 11,234 - Tetrahidro-3, 4-furandiol C4H8O3 104 0,19
15 12,033 - 4-aminodihidro-2(3H)- C7H12O2 128 0,06
furanon

Dari kedua hasil analisa dengan GC-MS, ada 3 kelompok senyawa utama

penyumbang aroma analog ayam pada autolisat FAA yaitu senyawa yang

mengandung sulfur, nitrogen, serta aldehid dan keton. Hal ini ditunjukkan melalui

kromatogram melalui besarnya persentase senyawa-senyawa tersebut dalam

sampel autolisat yang diinjeksikan ke dalam GC-MS. Jika dibandingkan antara

FAA formula A4 dengan B4, variasi dan jumlah senyawa lebih banyak ditemukan

pada FAA formula B4. Hal ini disebabkan adanya vitamin C yang digunakan

berperan sebagai gula pereduksi dalam reaksi Strecker dan Maillard sehingga

senyawa flavor yang dihasilkan semakin banyak dan bervariasi (Schieberle,

1992). Tingginya kandungan senyawa-senyawa flavor ini dapat menjadi

pertimbangan digunakannya jenis prekursor sistein, tiamin, taurin, vitamin C dan

glukosa dalam proses lanjutan seperti pembuatan pasta maupun bubuk kaldu

nabati berflavor analog ayam.

55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Deskripsi aroma paling kuat serta kandungan gizi terbaik pada proses

penentuan komposisi prekursor terbaik untuk dijadikan variasi tetap dalam

penelitian selanjutnya yaitu FAT formula A4 dan FAC formula B4 dengan

kondisi reaksi yaitu suhu 100° C dan pH 5.

Dari variasi pH yang dilakukan yaitu pH 4, 4,5 dan 5 pada kondisi reaksi

bersuhu 100° C, diperoleh autolisat berflavor analog ayam terbaik untuk

diinjeksikan ke dalam GC-MS berdasarkan deskripsi aroma paling kuat serta

adanya perbedaan nyata dari hasil uji statistik pada kadar protein terlarut dan gula

pereduksi yaitu autolisat FAT dengan kondisi pH 4 pada waktu proses 3 jam dan

autolisat FAC dengan kondisi pH 4,5 pada waktu proses 3 jam.

Berdasarkan kromatogram GC-MS dapat dilihat bahwa ada 46 senyawa

flavor yang terkandung dalam autolisat FAT dengan kondisi pH 4 pada waktu

proses 3 jam dan ada 49 senyawa flavor yang terkandung dalam autolisat FAC

dengan kondisi pH 4,5 pada waktu proses 3 jam.

5.2. Saran

Mempergunakan jenis prekursor lainnya agar dapat mengetahui variasi

kandungan senyawa flavor pada autolisat berflavor analog ayam serta

mengganti kacang hijau dengan jenis kacang lainnya seperti kacang tanah,

kacang merah, kacang kedelai dan lain-lain.

56 56
DAFTAR PUSTAKA

Acree, Terry E. & Roy Teranishi.1993. Flavour Science, Sensible Principles


and Techniques. USA : ACS Professional Reference Book

Apriyantono, Anton. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor

BeMiller dan Whistler. 1996. Carbohydrates, didalam Owen R. Fennema, Food


Chemistry. New York : Marcel Dekker, Inc

Farmer, L.J. 1999. Poultry Meat Flavour, didalam R.I. Richardson & G.C.
Mead., Poultry Meat Science. United Kingdom : CABI Publishing

Fessenden, Ralph J. dan Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik jilid 2. Jakarta
: Erlangga

Gazpersz, Vincent. 1995. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan.


Bandung : Tarsito

Heinze, R.F. 1978. Flavoring Vegetable Protein Meats Analog, didalam George
Charalambous & G.E Inglet., Flavor of Foods and Beverages. USA :
Academic Press, Inc

Kerler, Josef dan Chris Winkel. 2002. The Basic Chemistry and Process
Conditions Underpinning Reaction Flavour Production, didalam
Andrew J. Taylor, Food Flavour Technology. United Kingdom : CRC
Press

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press

Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta : Erlangga

Mottram, Donald S. 1991. Meat, didalam Henk Maarse, Volatile Compounds in


Food and Beverages. New York : Marcel Dekker, Inc

Muchtadi, Tien R. 2006. Pengetahuan Bahan Pangan Nabati. Jakarta :


Universitas Terbuka

Mulja, Muhammad dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya:


Airlangga University Press

Nagodawithana, Tilak W. 1994. Savory Flavours, didalam Alan Gabelman,


Bioprocess Production of Flavor, Fragrance, and Color Ingredients.
Kanada : John Wiley & Sons, Inc

57 57
Pope, C.G dan M.F. Stevens. 1986. The Determination on Amino-Nitrogen
Using A Copper Method. Biochemical Journal, 33, p 1071-1076

Reed, G dan Nagodawithana, T.W. 1991. Yeast Technology. New York : Van
Nostrad-Reinhold

Schieberle, Peter. 1992. Formation of Furaneol in Heat-Processed Foods,


didalam Roy Teranishi, Gary R. Takeoka, dan Matthias Güntert, Flavor
Precursors, Thermal and Enzymatic Conversions. USA : American
Chemical Society

Sinki, Gabriel S. dan Robert J. Gordon. 2002. Flavoring Agents, didalam A.


Larry Branen, Food Additive, second edition. New York : Marcel Dekker,
Inc

Soekarto, T. Soewarno dan Musa Hubeis. 1992. Metodelogi Penelitian


Organoleptik. Bogor : Program Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian
Bogor

Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta : Ghalia


Indonesia

Sugita, Yoshi-hisa. 2002. Flavour Enchancers, didalam A. Larry Branen, Food


Additive, second edition. New York : Marcel Dekker, Inc

Susilowati, Agustine, Aspiyanto, Yati Maryati. 2007. Peningkatan Fraksi Gurih


Melalui Proses Autolisis Kaldu Nabati dari Kacang Hijau (Phaseolus
radiatus L) Menggunakan Inokulum Rhizopus-C1 dan Aspergillus sp-
K3. Puspiptek, Serpong

Susilowati, Agustine, Aspiyanto, Hakiki M. 2008. Pembentukan Ester dan


Asam-asam Organik Sebagai Komponen Flavor Savory Melalui
Fermentasi Garam pada Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L) oleh
Inokulum Rhizopus sp-PL7. Puspiptek, Serpong

Susilowati, Agustine, Aspiyanto, Yati Maryati. 2009. Flavoring Reaction on


Autolysate of Fermented Mung Bean (Phaseolus radiatus L.) by
Rhizopus-C1 as Vegetable Broth with Meat Analogue Flavor. Puspiptek,
Serpong

Widiyarti, Galuh, dkk. 2003. Study on Pre-Production Process of Taurine.


Pusat Penelitian Kimia LIPI Puspiptek, Serpong

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama

58
Winarno, F.G. dan S. Fardiaz. 1984. Biofermentasi dan Biosintesis Protein,
cetakan ke-3. Bandung : Penerbit Aksara

Ziegler, Erich and Herta Ziegler. 1998. Flavouring : Production,


Composition,Applications, Regulations. Netherlands : WILEY

59
LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Analisa Komposisi Kimia

1. Penentuan Kadar Padatan Kering Metode Gravimetri (AOAC, 1980)

Cawan dipanaskan dalam oven dengan temperatur 110° C selama 1 jam.

Didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga konstan. Sampel autolisat

sebanyak ± 1 gram dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya.

Sampel dipanaskan dalam oven bersuhu 110° C selama 3 jam. Didinginkan dalam

desikator lalu ditimbang. Dipanaskan kembali dalam oven selama 30 menit,

didinginkan dalam desikator lalu timbang hingga diperoleh bobot konstan.

Pengurangan bobot merupakan banyaknya air dalam sampel.

ws − ( wa − wc )
Kadar air (%) = x 100 %
ws
Kadar Padatan Total (%) = 100 % - (% Kadar Air Sampel)

Keterangan : Ws = berat sampel


Wa = berat akhir setelah pemanasan (cawan + sampel)
Wc = berat cawan kosong

2. Penentuan Kadar N-amino Metode Cu (Pope, 1986)

Prinsip analisa dengan metode Cu adalah NH2 dari asam amino dalam

bahan makanan apabila direaksikan dengan Cu2+ dalam suasana basa akan

berubah menjadi Cu kompleks. Kompleks yang terbentuk dapat dianalisa secara

iodometri.

1 mL autolisat terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu

diencerkan dengan penambahan air sebanyak 9 mL, divortex lalu diamkan hingga

terpisah bagian bening dan endapannya. Bagian bening digunakan sebagai sampel

60 60
dalam analisa. Sampel dipipet sebanyak 2,5 mL lalu dimasukkan kedalam labu

ukur 25 mL, ditambahkan 3 tetes indikator timolftalein dan beberapa tetes NaOH

1 N sampai berwarna biru. Tambahkan 15 mL suspensi Copper (dibuat dari

campuran larutan CuCl2 0,16 M, larutan trisodium fosfat dan ditambahkan buffer

borat dengan perbandingan volume masing-masing 1 : 2 : 2), dikocok lalu ditera

dengan aquadest hingga tanda batas. Dihomogenkan lalu disaring. Diambil 10 mL

filtrat dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 0,5 mL CH3COOH

pekat dan 1 gram KI lalu dititrasi dengan Na-tiosulfat 0,01 N yang telah

distandarisasi. Saat hampir mencapai titik akhir titrasi ditambahkan 4 tetes larutan

pati 1 %, lanjutkan titrasi hingga warna biru tepat hilang. Catat mL titran (Na-

tiosulfat) yang dibutuhkan.

N Na −tiosulfat s tan darisasi


(ml )titran sampel x x0,28 xfp
0,01N
Kadar N-amino (mg/gr) =
( gr ) sampel

Keterangan : konsentrasi Na-tiosulfat standarisasi = 0,0132 N

3. Penentuan Kadar Gula Pereduksi Metode Somogy-Nelson (AOAC,1990)

Pembuatan larutan standar : dibuat larutan glukosa 1 %, 1 mL larutan ini

dipipet dan masukkan dalam labu takar 100 mL, tanda bataskan dengan aquadest.

Larutan standar H2O

0,1 mL + 0,9 mL
0,2 mL + 0,8 mL
0,3 mL + 0,7 mL
0,5 mL + 0,5 mL
0,7 mL + 0,3 mL

1 mL autolisat terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu diencerkan

dengan penambahan air sebanyak 9 mL, divortex lalu diamkan hingga terpisah

61
bagian bening dan endapannya. Bagian bening digunakan sebagai sampel dalam

analisa. Dipipet 1 mL sampel ke dalam labu ukur 25 mL ditambahkan aquadest

sampai tepat tanda batas. Dari hasil pengenceran diambil 0,1 mL dan ditambahkan

aquadest 0,9 mL ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 1 mL larutan Nelson

campuran (Nelson A + Nelson B), tutup tabung reaksi dengan sumbat kapas,

dipanaskan 20 menit, lalu dinginkan. Ditambahkan 1 mL arseno molibdat, kocok,

ditambahkan aquadest sampai volumenya 10 mL, dihomogenkan. Baca

absorbansinya pada λ 520 nm, warna kompleks yang terbentuk hijau.

Kadar gula pereduksi = konsentrasi x fp

Keterangan : Konsentrasi = konsentrasi gula pereduksi sampel yang tertera


pada spektrofotometer
fp = faktor pengenceran

4. Penentuan Kadar Protein Terlarut Metode Lowry (AOAC, 1990)

Prinsip penentuan kadar protein terlarut metode Lowry yaitu reagen Folin-

Ciocalteau dapat mendeteksi residu tirosin yang mengandung gugus fenolik

melalui reaksi reduksi oksidasi dimana gugus fenolik tirosin akan mereduksi

fosfotungstat dan fosfomolibdat yang terdapat pada reagen tersebut menjadi

tungsten dan molibden yang berwarna biru.

Pereaksi : Larutan I = Na2CO3 2 % dalam NaOH 0,1 N

Larutan II = CuSO4 0,5 % dalam NaK-tartrat 1 %

Larutan III = 50 mL larutan I + 1 mL larutan II

Larutan IV = Folin Ciocalteu + aquadest (1:1)

Larutan V = Standar protein BSA 0,25 mg/mL

Pembuatan kurva standar :

62
Larutan BSA (bovine serum albumin) dimasukkan masing-masing ke

dalam tabung reaksi : 0 mL (blanko); 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mL protein

standard kemudian ditambah aquadest sampai volume 4 mL. Larutan III

ditambahkan ke dalam tabung sebanyak 5,5 mL lalu dikocok dan dibiarkan

selama 15 menit. Ditambahkan larutan IV ke dalam tabung sebanyak 0,5 mL,

kemudian dikocok dan dibiarkan selama 30 menit sampai terbentuk warna biru.

Kemudian diukur absorbansinya pada 650 nm.

Penetapan sampel:

1 mL autolisat terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu

diencerkan dengan penambahan air sebanyak 9 mL, divortex lalu diamkan hingga

terpisah bagian bening dan endapannya. Bagian bening digunakan sebagai sampel

dalam analisa. Dipipet sampel sebanyak 0,1 mL, dimasukkan ke dalam tabung

reaksi kemudian ditambahkan air 0,9 mL. Tambahkan 5,5 mL larutan III dan

biarkan selama 10-15 menit pada suhu kamar. Tambahkan 0,5 mL larutan IV ke

dalam masing-masing tabung reaksi, vortex segera setelah penambahan lalu

diamkan 30 menit pada suhu kamar sampai warna biru terbentuk. Ukur

absorbansinya pada 650 nm.

Kadar Protein Terlarut (mg/mL) = konsentrasi x fp

Keterangan : Konsentrasi = konsentrasi protein terlarut sampel yang tertera


pada spektrofotometer
fp = faktor pengenceran

5. Penentuan Kadar Protein Total Metode Kjeldahl (AOAC, 1990)

Penetapan kadar protein total dengan metode ini didasarkan pada oksidasi

bahan mengandung karbon dan konversi nitrogen menjadi ammonia. Selanjutnya

ammonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk ammonium sulfat. Larutan

63
dibuat menjadi basa dan ammonia diuapkan untuk kemudian diserap dalam

larutan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan dapat ditentukan

jumlahnya dengan titrasi menggunakan HCl.

Sebanyak 1 gram autolisat ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu

Kjeldahl (labu destruksi), kemudian tambahkan 0,5 gram garam Kjeldahl (dibuat

dari campuran Na2SO4 dan CuSO4.5H2O dengan perbandingan 2:1 sebagai

katalisator). Ditambahkan 5 mL H2SO4 pekat lalu sampel didestruksi selama ± 2

jam sampai diperoleh larutan berwarna hijau bening dan asapnya hilang semua.

Hasil destruksi diencerkan dengan aquadest 50 mL. Dilakukan destilasi dengan

penambahan NaOH 30 % ke dalam labu destruksi ± 25-40 mL selama 5 menit

sampai diperoleh cairan destilat sebanyak 100 mL. Cairan destilat ditampung

dalam erlenmeyer berisi H3BO3 3 % sebanyak 15 mL yang telah diberi 4 tetes

indikator MM dan MB. Kelebihan H3BO3 pada destilat dititrasi dengan larutan

HCl 0,1 N.

(VHCLsampel − VHCLblanko ) xN HCLs tan dar x14.007


Kadar N total (%) = x 100 %
Wsampel (mg )

Kadar protein (%) = % N x faktor konversi


100%
Kadar protein total (% berat kering) = x % kadar protein
100% − % A
Keterangan : V HClblanko = 0,05 mL
N HCls tan dar = 0,1397
Faktor konversi kacang = 6,25
% A = kadar air yang telah diukur

6. Penentuan Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC,1990)

Crucible dipanaskan dalam oven selama 15 menit kemudian ditimbang,

hal ini dilakukan berulang-ulang sampai tercapai berat konstan. Ditimbang sampel

64
dalam kertas saring sebanyak 1 gram lalu masukkan ke dalam timbel. Dinyalakan

alat (Soxtec System HT 2 1045) tekan tombol power, atur suhu sampai 120°C

tunggu hingga ready. Timbel yang telah diisi sampel dipasang adapter dan

masukkan ke dalam kondensor dan dicelupkan ke dalam crucible yang telah berisi

n-heksan sebanyak 50 ml di dalam alat ekstraksi. Extraction dalam posisi boiling

(posisi pendidihan) dengan mengatur waktu selama 40 menit dimana posisi kran

terbuka, setelah itu pindahkan ke posisi rinsing dan waktu di atur selama 20

menit. Setelah selesai rinsing, kran ditutup dan nyalakan blower selama 15 menit

dan tombol udara dibuka. Setelah selesai crucible diangkat dan masukkan ke

dalam oven untuk menguapkan sisa n-heksan dan air yang masih terdapat pada

crucible selama 1 jam pada suhu 100-110°C. Kemudian timbang hingga konstan.

W3 − W2
Kadar lemak (%) = x 100%
W1
Keterangan : W1 = berat sampel
W2 = berat crucible kosong dan kering
W3 = berat crucible setelah ekstraksi lemak dan
pendinginan dalam eksikator

7. Penentuan Kadar Garam dengan Refraktometer

1 mL autolisat terlebih dahulu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu

diencerkan dengan penambahan air sebanyak 9 mL, divortex lalu diamkan hingga

terpisah bagian bening dan endapannya. Bagian bening digunakan sebagai sampel

dalam analisa.

Sebelum dilakukan pengukuran kadar garam, buka penutup lensa

refraktometer terlebih dahulu lalu dibersihkan dengan beberapa tetes aquadest dan

dikeringkan. Teteskan sampel diatas lensa refraktometer, rapatkan penutup lensa

kemudian baca skala yang tertera di dalam refraktometer. Kadar garam (%)

65
sampel diperoleh dari skala yang terbaca pada salinometer dikalikan faktor

pengenceran sampel lalu dikonversikan sesuai faktor konversi kadar garam pada

skala tertentu.

Skala salinometer = Skala terbaca x fp

Tabel 22. Nilai Konversi Kadar Garam pada


Salinometer.
Salt in Solution Salinometer
(%) Reading Degree
0,265 1
0,53 2
0,795 3
1,06 4
1,325 5
1,59 6
1,855 7
2,12 8
2,385 9
2,65 10
2,915 11
3,18 12
3,445 13
3,71 14
3,975 15
4,24 16
4,505 17
4,77 18
5,035 19
5,3 20
5,565 21
5,83 22
6,095 23
6,36 24
6,625 25
6,89 26
7,155 27
7,42 28
7,91 30
8,48 32

66
Lampiran 2. Hasil Analisa Penentuan Komposisi Prekursor Terbaik

1. Uji Sensori

Tabel 23. Pengamatan Sensori Autolisat FAT dan FAC Autolisat Berflavor Analog Ayam
pada pH 5, suhu 100° C selama 3 jam reaksi flavoring.
Deskripsi
Jenis Formula
Aroma***
(L-sistein 1 % : Taurin 0 %, Tiamin-HCl 1 %, D-Glukosa
A1 -
0,5 %)**
(L-sistein 0,25 % : Taurin 0,75 %, Tiamin-HCl 1 %, D-
A2 1
Glukosa 0,5 %)**
(L-sistein 0,5 % : Taurin 0,5 %, Tiamin-HCl 1 %, D-
FAT* A3 2
Glukosa 0,5 %)**
(L-sistein 0,75 % : Taurin 0,25 %, Tiamin-HCl 1 %, D-
A4 3
Glukosa 0,5 %)**
(L-sistein 0 % : Taurin 1 %, Tiamin-HCl 1 %, D-Glukosa
A5 -
0,5 %)**
(L-sistein 1 % : Vitamin C 0 %, Tiamin-HCl 1 %, D-
B1 -
Glukosa 0,5 %)**
(L-sistein 0,25 % : Vitamin C 0,75 %, Tiamin-HCl 1 %,
B2 1
D-Glukosa 0,5 %)**
(L-sistein 0,5 % : Vitamin C 0,5 %, Tiamin-HCl 1 %, D-
FAC* B3 2
Glukosa 0,5 %)**
(L-sistein 0,75 % : Vitamin C 0,25 %, Tiamin-HCl 1 %,
B4 3
D-Glukosa 0,5 %)**
(L-sistein 0 % : Vitamin C 1 %, Tiamin-HCl 1 %, D-
B5 -
Glukosa 0,5 %)**
* FAT : Flavor Analog dengan formula mengandung Taurin; FAC : Flavor Analog
dengan formula mengandung Vitamin C
** % berat kering N-amino autolisat
*** 1 = Agak Kuat, 2 = Kuat, 3 = Sangat Kuat , 4 = Tajam

67
2. Kadar Padatan Kering

Tabel 24. Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100°
C selama 3 jam reaksi flavoring.
Padatan Kering (%)
Jenis Formula Waktu Proses (jam)
0 1 2 3
A1 22,38 25,11 21,46 22,43
A2 22,39 21,20 21,12 19,88
FAT A3 22,32 23,20 22,81 21,88
A4 21,74 21,65 20,11 20,98
A5 22,59 23,54 23,41 21,45
B1 24,30 23,71 22,02 20,26
B2 20,56 21,50 19,93 21,45
FAC B3 22,99 22,80 21,34 21,29
B4 22,61 21,10 18,88 17,18
B5 22,07 22,00 21,84 22,13

3. Kadar Nitrogen Amino

Tabel 25. Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C
selama 3 jam reaksi flavoring.
N-Amino (mg/mL, Berat Kering)
Jenis Formula Waktu Proses (jam)
0 1 2 3
A1 4,01 2,58 2,22 2,40
A2 3,05 7,53 9,95 6,32
FAT A3 2,80 3,19 2,85 3,08
A4 10,33 7,06 8,73 4,30
A5 2,24 2,15 2,22 2,59
B1 3,27 3,12 3,70 2,98
B2 6,08 9,15 7,00 7,74
FAC B3 5,68 2,77 2,53 3,17
B4 4,95 3,53 7,48 5,29
B5 2,68 2,93 2,66 2,75

68
4. Kadar Gula Pereduksi

Tabel 26. Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100°
C selama 3 jam reaksi flavoring.
Gula Pereduksi (mg/mL)
Jenis Formula Waktu Proses (jam)
0 1 2 3
A1 30,00 43,75 33,75 33,75
A2 31,87 34,37 30,62 31,25
FAT A3 39,37 48,12 38,75 44,37
A4 36,87 35,62 30,00 30,62
A5 39,37 29,37 35,00 33,75
B1 42,50 43,12 35,00 40,00
B2 44,37 46,87 50,62 47,50
FAC B3 51,25 45,62 40,62 39,37
B4 38,12 40,62 35,00 35,00
B5 43,12 64,37 34,37 35,62

5. Kadar Protein Terlarut

Tabel 27. Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100°
C selama 3 jam reaksi flavoring.
Protein Terlarut (mg/mL)
Jenis Formula Waktu Proses (jam)
0 1 2 3
A1 19,25 24,00 23,00 20,50
A2 18,25 19,25 18,50 18,50
FAT A3 19,75 20,75 19,25 21,50
A4 19,25 21,75 19,25 21,25
A5 17,25 16,25 22,75 19,50
B1 24,75 22,25 22,25 21,00
B2 19,50 19,75 18,50 20,75
FAC B3 22,25 23,25 21,50 21,00
B4 20,25 23,25 22,00 18,75
B5 22,25 24,75 20,50 22,25

69
6. Kadar Total Protein

Tabel 28. Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C
selama 3 jam reaksi flavoring.
Total Protein (% Protein Kering)
Jenis Formula Waktu Proses (jam)
0 1 2 3
A1 18,51 22,24 26,75 19,09
A2 27,06 24,72 26,40 29,64
FAT A3 25,73 20,63 24,89 13,41
A4 17,85 26,69 27,96 25,64
A5 27,12 25,03 23,84 24,66
B1 20,28 22,87 25,53 23,29
B2 25,83 23,83 24,78 23,88
FAC B3 17,00 12,82 22,24 22,80
B4 24,32 26,36 24,95 28,18
B5 15,00 20,74 21,73 20,63

7. Kadar Lemak

Tabel 29. Kadar Lemak Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C
selama 3 jam reaksi flavoring.
Lemak (%)
Jenis Formula Waktu Proses (jam)
0 1 2 3
A1 0,10 0,10 0,09 0,08
A2 0,30 0,29 0,23 0,24
FAT A3 0,17 0,15 0,18 0,19
A4 0,24 0,22 0,16 0,23
A5 0,20 0,23 0,23 0,18
B1 0,14 0,17 0,16 0,15
B2 0,22 0,26 0,23 0,25
FAC B3 0,19 0,22 0,18 0,18
B4 0,26 0,26 0,25 0,24
B5 0,16 0,16 0,20 0,17

70
8. Kadar Garam

Tabel 30. Kadar Garam Autolisat Berflavor Analog Ayam pada pH 5, suhu 100° C
selama 3 jam reaksi flavoring.
Garam (NaCl) (%)
Jenis Formula Waktu Proses (jam)
0 1 2 3
A1 4,14 4,90 4,46 4,35
A2 2,78 2,78 2,91 3,18
FAT A3 3,66 4,59 4,53 4,72
A4 3,05 3,18 2,78 2,91
A5 4,38 3,92 3,05 3,58
B1 3,30 4,11 4,77 4,32
B2 2,91 3,18 2,91 3,05
FAC B3 4,25 4,25 4,14 4,35
B4 2,91 3,44 2,65 2,38
B5 4,38 4,22 3,82 4,37

71
Lampiran 3. Uji Sensori Autolisat Flavor Analog Ayam

Tabel 31. Hasil Uji Sensori Autolisat FAA setelah 3 Jam Reaksi
Flavoring pada Suhu 100° C dengan Variasi pH 4, 4,5
dan 5.
Jenis Waktu Proses
pH Deskripsi Aroma**
Formula* (jam)
0 -
1 1
4
2 2
3 3
0 -
1 1
FAT 4,5
2 2
3 2
0 -
1 1
5
2 1
3 2
0 -
1 1
4
2 2
3 2
0 -
1 1
FAC 4,5
2 2
3 3
0 -
1 1
5
2 1
3 2
* FAT : Flavor Analog dengan formula mengandung Taurin;
FAC : Flavor Analog dengan formula mengandung Vitamin C
** 1 = Agak Kuat, 2 = Kuat, 3 = Sangat Kuat , 4 = Tajam

72
Lampiran 4. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Padatan Kering

Tabel 32. ANOVA Kadar Padatan Kering Autolisat Berflavor Analog Ayam
F tabel
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
5%
Petak utama :
Kelompok 1 0,496133333 0,49613333 33,7505669
Jenis Formula (A) 1 1,222408333 1,22240833 83,1570295 tn 161,4
Galat (a) 1 0,0147 0,0147
Anak Petak :
pH (B) 2 19,15882917 9,57941458 16,3153956 tn 19,25
Interaksi (AB) 2 1,174279167 0,58713958 1,13432722 tn 19,25
Galat (b) 4 2,070441667 0,51761042
Anak-anak Petak :
Waktu Proses (C) 3 34,437225 11,479075 0,00020405 tn 8,676
Interaksi (AC) 3 1,436225 0,47874167 8,51E-06 tn 8,676
Interaksi (BC) 6 16,9296375 2,82160625 5,0156E-05 tn 3,98
Interaksi (ABC) 6 6,1577875 1,02629792 1,8243E-05 tn 3,98
Galat (c) 18 1012618,383 56256,5768
Total 47 1012701,48
Keterangan :
*) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel
tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel
Kesimpulan :
Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap
faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar
padatan kering sehingga tidak dilakukan uji Duncan.

73
Lampiran 5. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Nitrogen Amino

Tabel 33. ANOVA Kadar N-Amino Autolisat Berflavor Analog Ayam


F tabel
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
5%
Petak utama :
Kelompok 1 29,84630208 29,8463021 3,3792403
Jenis Formula (A) 1 6,343802083 6,34380208 0,7182542 tn 161,4
Galat (a) 1 8,832252083 8,83225208
Anak Petak :
pH (B) 2 77,51877917 38,7593896 5,2302354 tn 19,25
Interaksi (AB) 2 14,82127917 7,41063958 0,27759 tn 19,25
Galat (b) 4 106,7854083 26,6963521
Anak-anak Petak :
Waktu Proses (C) 3 12,67067292 4,22355764 0,0015589 tn 8,676
Interaksi (AC) 3 12,93065625 4,31021875 0,0015908 tn 8,676
Interaksi (BC) 6 23,00822083 3,83470347 0,0014153 tn 3,98
Interaksi (ABC) 6 11,5917875 1,93196458 0,0007131 tn 3,98
Galat (c) 18 48769,30739 2709,40597
Total 47 49073,65655
Keterangan :
*) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel
tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel
Kesimpulan :
Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap
faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar N-
amino sehingga tidak dilakukan uji Duncan.

74
Lampiran 6. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Gula Pereduksi

Tabel 34. ANOVA Kadar Gula Pereduksi Autolisat Berflavor Analog Ayam
F tabel
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
5%
Petak utama :
Kelompok 1 15,75520833 15,75520833 2,469387755
Jenis Formula (A) 1 533,3333333 533,3333333 83,59183673 tn 161,4
Galat (a) 1 6,380208333 6,380208333
Anak Petak :
pH (B) 2 2470,507813 1235,253906 51,34912043 * 19,25
Interaksi (AB) 2 48,11197917 24,05598958 0,85433526 tn 19,25
Galat (b) 4 112,6302083 28,15755208
Anak-anak Petak :
Waktu Proses (C) 3 428,3854167 142,7951389 0,001381803 tn 8,676
Interaksi (AC) 3 297,1354167 99,04513889 0,000958442 tn 8,676
Interaksi (BC) 6 508,1380208 84,68967014 0,000819527 tn 3,98
Interaksi (ABC) 6 189,3880208 31,56467014 0,000305446 tn 3,98
Galat (c) 18 1860115,234 103339,7352
Total 47 1864725
Keterangan :
*) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel
tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel
Kesimpulan :
Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung > FTabel , maka hasil ANOVA terhadap
faktor B terdapat perbedaan nyata sehingga dilakukan uji Duncan.

SE = 3,752169511
LSR = SE x SSR

75
76
Lampiran 7. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Protein Terlarut

Tabel 36. ANOVA Kadar Protein Terlarut Autolisat Berflavor Analog Ayam
F tabel
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
5%
Petak utama :
Kelompok 1 17,88520833 17,88520833 2,003524003
Jenis Formula (A) 1 1,801875 1,801875 0,201848351 tn 161,4
Galat (a) 1 8,926875 8,926875
Anak Petak :
pH (B) 2 92,10166667 46,05083333 73,09656085 * 19,25
Interaksi (AB) 2 1,26 0,63 0,112441437 tn 19,25
Galat (b) 4 22,41166667 5,602916667
Anak-anak Petak :
Waktu Proses (C) 3 4,713958333 1,571319444 3,56148E-05 tn 8,676
Interaksi (AC) 3 15,755625 5,251875 0,000119036 tn 8,676
Interaksi (BC) 6 21,42166667 3,570277778 8,09222E-05 tn 3,98
Interaksi (ABC) 6 15,03 2,505 5,67771E-05 tn 3,98
Galat (c) 18 794157,9213 44119,88451
Total 47 794359,2298
Keterangan :
*) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel
tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel
Kesimpulan :
Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung > FTabel , maka hasil ANOVA terhadap
faktor B terdapat perbedaan nyata sehingga dilakukan uji Duncan.

SE = 1,673755757
LSR = SE x SSR

77
78
Lampiran 8. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Total Protein

Tabel 38. ANOVA Kadar Total Protein Autolisat Berflavor Analog Ayam
F tabel
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
5%
Petak utama :
Kelompok 1 4,851408333 4,851408333 0,147304602
Jenis Formula (A) 1 0,190008333 0,190008333 0,005769274 tn 161,4
Galat (a) 1 32,93453333 32,93453333
Anak Petak :
pH (B) 2 7,950116667 3,975058333 0,451370936 tn 19,25
Interaksi (AB) 2 17,61326667 8,806633333 0,496741415 tn 19,25
Galat (b) 4 70,91523333 17,72880833
Anak-anak Petak :
Waktu Proses (C) 3 87,39341667 29,13113889 0,000350799 tn 8,676
Interaksi (AC) 3 19,06324167 6,354413889 7,65203E-05 tn 8,676
Interaksi (BC) 6 41,56858333 6,928097222 8,34286E-05 tn 3,98
Interaksi (ABC) 6 52,36373333 8,727288889 0,000105095 tn 3,98
Galat (c) 18 1494759,697 83042,20537
Total 47 1495094,54
Keterangan :
*) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel
tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel
Kesimpulan :
Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap
faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar protein
total sehingga tidak dilakukan uji Duncan.

79
Lampiran 9. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Lemak

Tabel 39. ANOVA Kadar Lemak Autolisat Berflavor Analog Ayam


F tabel
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
5%
Petak utama :
Kelompok 1 0,00020213 0,00020213 0,01866906
Jenis Formula (A) 1 0,009500627 0,009500627 0,87749257 tn 161,4
Galat (a) 1 0,010827017 0,010827017
Anak Petak :
pH (B) 2 0,255517546 0,127758773 10,1417096 tn 19,25
Interaksi (AB) 2 0,025194721 0,012597361 2,28437621 tn 19,25
Galat (b) 4 0,022058294 0,005514574
Anak-anak Petak :
Waktu Proses (C) 3 0,000673459 0,000224486 9,9048E-05 tn 8,676
Interaksi (AC) 3 0,002487391 0,00082913 0,00036583 tn 8,676
Interaksi (BC) 6 0,014811795 0,002468633 0,00108922 tn 3,98
Interaksi (ABC) 6 0,005271234 0,000878539 0,00038763 tn 3,98
Galat (c) 18 40,7957091 2,266428284
Total 47 41,14225332
Keterangan :
*) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel
tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel
Kesimpulan :
Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap
faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar lemak
sehingga tidak dilakukan uji Duncan.

80
Lampiran 10. Hasil Analisa Statistik (ANOVA) Kadar Garam

Tabel 40. ANOVA Kadar Garam Autolisat Berflavor Analog Ayam


F tabel
Sumber Keragaman DB JK KT F hitung
5%
Petak utama :
Kelompok 1 0,110208333 0,110208333 9,92681554
Jenis Formula (A) 1 0,75751875 0,75751875 68,2321261 tn 161,4
Galat (a) 1 0,011102083 0,011102083
Anak Petak :
pH (B) 2 0,875688542 0,437844271 2,01462571 tn 19,25
Interaksi (AB) 2 0,434665625 0,217332812 0,49308139 tn 19,25
Galat (b) 4 1,763058333 0,440764583
Anak-anak Petak :
Waktu Proses (C) 3 0,349654167 0,116551389 0,00010194 tn 8,676
Interaksi (AC) 3 0,18066875 0,060222917 5,2672E-05 tn 8,676
Interaksi (BC) 6 1,569336458 0,261556076 0,00022876 tn 3,98
Interaksi (ABC) 6 0,606959375 0,101159896 8,8477E-05 tn 3,98
Galat (c) 18 20580,32031 1143,351128
Total 47 20586,97917
Keterangan :
*) Berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung > Ftabel
tn) Tidak berbeda nyata pada taraf 5 % bila Fhitung < Ftabel
Kesimpulan :
Karena pada hasil ANOVA nilai Fhitung < Ftabel , maka hasil ANOVA terhadap
faktor A, B, C dan interaksi tidak terdapat perbedaan nyata terhadap kadar garam
sehingga tidak dilakukan uji Duncan.

81
Lampiran 11. Analisa Sensori dan Lembar Scoresheet Uji Penilaian (Skoring)
Aroma Kaldu Nabati Berflavor Analog Ayam

Pada analisa sensori dibutuhkan 6 orang panelis terlatih yang telah peka

terhadap aroma daging ayam. Sebelumnya panelis telah dikenalkan dengan

beberapa jenis aroma seperti aroma kacang hijau rebus, kacang hijau

terfermentasi, dan aroma daging ayam rebus. Selanjutnya panelis disuguhkan

sampel (kaldu nabati berflavor analog ayam) (Soekarto, 1992). Panelis diminta

mengisi lembar scoresheet untuk memberikan skor pada kaldu nabati berflavor

analog ayam seperti yang ditunjukkan berikut ini.

82
UJI PENILAIAN (SKORING)

Nama Panelis : ………………………………………..

Tanggal Pengujian : ………………………………………..

Jenis Sampel : Kaldu nabati berflavour analog daging instan

Instruksi:

Dihadapan saudara terdapat tujuh sampel berkode. Nilailah intensitas

aroma daging ayam pada sampel tersebut dengan nilai sebagai berikut:

Intensitas aroma Kode Sampel


daging 727 825 531 678 580 629 776
1= Kuat
2= Agak kuat
3= Sangat kuat
4= Tajam

Komentar:

………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Tanda tangan panelis

83
Lampiran 12. Perhitungan Formulasi Bahan Prekursor Flavor Analog Ayam

* Konsentrasi N-amino autolisat dari 10 L autolisat.


Kadar Air = 80,5 %
Berat basah N-amino = 3,87 mg/mL
100
Berat kering N-amino = x 3,87 mg/mL
100 − 80,5
= 19,85 mg/gr
= 0,01985 gr/gr

* Referensi
3,15 gram L-Sistein = 9,0175 mg/gr N-amino
2,5 gram Tiamin-HCl = 9,0175 mg/gr N-amino
0,5 gram Glukosa = 9,0175 mg/gr N-amino

* Untuk feed 150 gram autolisat dengan 19,85 mg/gr N-amino memerlukan :
9,0175
- L-Sistein = x 3,15 gram = 1,43 gram
19,85
9,0175
- Tiamin-HCl = x 2,5 gram = 1,136 gram
19,85
9,0175
- Glukosa = x 0,5 gram = 0,23 gram
19,85

* Persentase Formulasi
1,43
- L-Sistein = x 100 = 0,95 % (b.k. N-amino) ≈ 1 %
150
1,136
- Tiamin-HCl = x 100 = 0,76 % (b.k. N-amino) ≈ 1 %
150
0,23
- Glukosa = x 100 = 0,5 % (b.k. N-amino) ≈ 0,5 %
150

84
Tabel 41. Formulasi Prekursor Flavor Analog Ayam
Jenis
Formulasi
Formula
Tiamin-HCl Glukosa
L-sistein : Taurin
A (% bk N-amino (% bk N-amino
(% bk N-amino autolisat)
autolisat) autolisat)
A1 1:0 1 0,5
FAT
A2 0,25 : 0,75 1 0,5
A3 0,5 : 0,5 1 0,5
A4 0,75 : 0,25 1 0,5
A5 0:1 1 0,5
Tiamin-HCl Glukosa
L-sistein : Vitamin C
B (% bk N-amino (% bk N-amino
(% bk N-amino autolisat)
autolisat) autolisat)
B1 1:0 1 0,5
FAC
B2 0,25 : 0,75 1 0,5
B3 0,5 : 0,5 1 0,5
B4 0,75 : 0,25 1 0,5
B5 0:1 1 0,5

* Perhitungan Neraca Bahan Untuk 150 gram Autolisat :


1
1). L-Sistein = 1 % (b.k. N-amino) = x 150 gram = 1,5 gram
100
1
2). Taurin = 1 % (b.k. N-amino) = x 150 gram = 1,5 gram
100
1
3). Vitamin C = 1 % (b.k. N-amino) = x 150 gram = 1,5 gram
100
1
4). Tiamin-HCl = 1 % (b.k. N-amino) = x 150 gram = 1,5 gram
100
0,5
5). Glukosa = 0,5 % (b.k. N-amino) = x 150 gram = 0,75 gram
100

Tabel 42. Neraca Bahan Prekursor Flavor Analog Ayam pada Autolisat dengan Basis 150
gram Autolisat per Perlakuan.
Jenis
Formulasi
Formula
L-sistein : Taurin Tiamin-HCl Glukosa
A
(gr/ 150 gr autolisat) (gr/ 150 gr autolisat) (gr/ 150 gr autolisat)
A1 1,5 : 0,0 1,5 0,75
FAT A2 0,375 : 1,125 1,5 0,75
A3 0,75 : 0,75 1,5 0,75
A4 1,125 : 0,375 1,5 0,75
A5 0,0 : 1,5 1,5 0,75
L-sistein : Vitamin C Tiamin-HCl Glukosa
B
(gr/ 150 gr autolisat) (gr/ 150 gr autolisat) (gr/ 150 gr autolisat)
B1 1,5 : 0,0 1,5 0,75
FAC B2 0,375 : 1,125 1,5 0,75
B3 0,75 : 0,75 1,5 0,75
B4 1,125 : 0,375 1,5 0,75
B5 0,0 : 1,5 1,5 0,75

85
Lampiran 13. Kurva Kalibrasi Gula Reduksi dan Protein Terlarut

a). Kurva Standar Gula Reduksi


ID Standar Absorbansi Konsentrasi
1. 0,000 0,000
2. 0,035 0,020
3. 0,143 0,040
4. 0,329 0,080
5. 0,509 0,120
6. 0,653 0,160
7. 0,805 0,200
K1 = 0,238
K0 = 0,004
Abs = K0 + K1(konsentrasi)

b). Kurva Standar Protein Terlarut


ID Standar Absorbansi Konsentrasi
1. 0,000 0,000
2. 0,064 0,001
3. 0,097 0,005
4. 0,162 0,010
5. 0,214 0,015
6. 0,279 0,020
7. 0,315 0,025
K1 = 0,080
K0 = -0,001
Abs = K0 + K1(konsentrasi)

86
Lampiran 14. Diagram Alir Pembuatan Kaldu Nabati Berflavor Analog
Ayam dari Autolisat dengan Skala Laboratorium

Kaldu nabati kasar dari kacang hijau


terfermentasi Rhizopus-C1 + air (2 :3)

Dilumatkan dan pH diatur 5,5 (+NaOH/HCl)


Dipanaskan pada 50°C, diaduk pada 4000 rpm
selama 8 jam
Inaktivasi pada suhu 70°C selama 5 menit
Analisa komposisi kimia

Autolisat kaldu nabati

pH diatur menjadi 5 (+NaOH/HCl)


150 g autolisat + formula FAT dan FAC
Dipanaskan pada 100°C, 3 jam

Kaldu nabati dengan FAA (Flavor Analog Ayam)

Seleksi formula terbaik melalui uji


sensori dan analisa komposisi kimia

Kaldu nabati dengan formula FAA terbaik formula terbaik

Autolisat + komposisi formula terbaik dari A&B


pH diatur 4, 4,5 dan 5 (+NaOH/HCl),
diaduk 15 menit
Dipanaskan pada 100°C,
sampling pada 0, 1, 2 dan 3 jam

Kaldu nabati dengan FAA

Uji sensori, analisa komposisi kimia


dan analisa senyawa volatil dengan GC-MS

Kaldu nabati FAA dengan jenis formula dan kondisi reaksi optimum (jenis
senyawa dan kadar komposisi kimia diketahui)

87
Lampiran 15. Peralatan Penelitian

Soxhlet (Soxtec System Destilator SIBATA SI-315 GC-MS Shimadzu QP-2010


HT 2 1045)

Destruktor Spektrofotometer UV-Visible Neraca Analitik


Hitachi U 2000

Salinometer PCE-028 Autolisis Kaldu Nabati Proses Flavoring Skala


Laboratorium

Kacang Hijau Terfermentasi Autolisat Kaldu Nabati Autolisat Kaldu Nabati FAA
Rhizopus-C1

88

Anda mungkin juga menyukai