Hesty Heryani
Agung Nugroho
PENERBIT DEEPUBLISH
(Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 –Yogyakarta 55581
Telp/Faks: (0274) 4533427
Website: www.deepublish.co.id
www.penerbitdeepublish.com
E-mail: deepublish@ymail.com
HERYANI, Hesty
CCP dan CP Pada Proses Pengolahan CPO dan CPKO/oleh Hesty Heryani dan
Agung Nugroho.--Ed.1, Cet. 1--Yogyakarta: Deepublish, April 2017.
xii, 111 hlm.; Uk:17.5x25 cm
ISBN 978-602-401-888-7
ii
Control Point (CP) dan Critcal Control Point (CCP) pada PT tersebut sesuai
dengan aliran produksi, yang secara khusus memproduksi CPO dalam
jumlah/volume yang besar dan waktu produksi yang cukup lama, maka dari itu
segala fasilitas-fasilitas produksi pabrik tersebut diatur sedemikian rupa. Proses
produksi lebih diperhatikan agar efisiensi dalam mendapatkan hasil produk lebih
baik dengan kualitas yang lebih unggul.
Pada pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Palm Kernel Oil
(CPKO), QC berperan mulai dari tahapan grading/sortasi sampai dengan produk
CPO dan CPKO siap untuk dikirim ke konsumen. Berdasarkan sistem jaminan
mutu ISO 9000 pada pabrik kelapa sawit, toleransi kehilangan minyak dalam air
rebusan adalah maksimum 0,7 % dari kapasitas oleh tandan buah segar per
harinya. Faktor kerusakan peralatan-peralatan juga termasuk dalam penyimpangan
seperti rusaknya pintu rebusan sehingga kebocoran uap terjadi dan dapat
memperpanjang masa perebusan yang mengakibatkan buah terendam lama dalam
lori dan minyak yang terikut di dalam air kondensat semakin banyak. Upaya
pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu
pemasukan lori buah mentah dan pengeluaran buah masak harus diperhitungkan
dengan cermat, perlu diadakan penyuluhan kepada operator dan karyawan pabrik
berupa pengolahan sebelum pelaksanaan kerja terutama dalam penanggulangan
kecelakaan kerja dan diusahakan agar tekanan uap di boiler tetap yaitu 19 – 20
kg/cm2.
Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan
pengurangan limbah yaitu (1) eleminasi (pencegahan) yang dilakukan dari tahap
awal kemungkinan munculnya limbah produksi yaitu pada saat baik pemanenan
maupun pengangkutan tandan buah segar (TBS) dari kebun menuju pabrik. (2)
Reduce (Pengurangan) dengan melakukan perbaikan serta perawatan peralatan
secara berkala, hal ini di lakukan karena pada dasarnya peralatan yang di gunakan
pada proses produksi akan mengalami penurunan efektifitas kerja karena adanya
aus pada komponen alat maupun kerusakan pada mesin sehingga tidak bekerja
secara optimal. (3) Reuse (Penggunaan ulang) pada penanganan limbah padatnya
dimana limbah padat tidak dibuang percuma tetapi digunakan kembali untuk
proses lainnya dalam kebutuhan industry seperti tandan kosong sawit (TKS),
iii
Sludge, Cangkang dan Serat. (4) Recycle (Daur Ulang) dilakukan pada limbah cair
sawit yang terakumulasi pada kolam-kolam pembuangan yang terbagi menjadi
dua bagian adalah limbah cair dari proses sterilisasi dan limbah cair proses dari
stasiun klarifikasi. (5) Recovery /reclaim untuk mengambil bahan-bahan yang
masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikemballkan
ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuakn fisika, kimia dan biologi.
(6) Treatment and Disposal dengan melakukan treatment pengurangan jumlah
Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total
Suspended Solids (TSS), minyak dan lemak, amoniak total (NH3-N), pH dan
lainnya guna memenuhi baku mutu syarat pelepasan limbah ke lingkungan agar
tidak mencemari lingkungan.
Kondisi lingkungan kerja yang nyaman akan mempengaruhi pegawai
bekerja lebih giat dan konsentrasi menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai jadwal.
Tanpa lingkungan kerja yang baik maka motivasi, keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja tidak akan menjadi baik apalagi meningkat. Agar dapat menjaga
kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja, UU No.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1
menyatakan bahwa syarat-syarat keselamatan kerja termasuk pengawasan
terhadap lingkungan kerja harus dilaksanakan.
Sumber potensi bahaya dan potensi bahaya yang dapat menurunkan
produktivitas pekerja yaitu faktor teknis (tehnical equipment) berasal atau terdapat
pada pekerjaan dan alat kerja, faktor lingkungan kerja yang bersumber dari proses
produksi, bahan baku, bahan pembantu dan limbah, faktor manusia berasal dari
manusia (tenaga kerja) terutama bila melakukan kerja tidak dalam kondisi fisik
dan psikis yang baik.
Pada kesempatan ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu baik langsung
maupun tidak langsung sehingga terselesaikannya penyusunan buku ini. Penulis
berharap Buku Critical Control Point dan Control Point Pada Proses Produksi
CPO dan CPKO, ini dapat menjadi sumber bacaan baik bagi Akademisi,
mahasiswa maupun Pelaku usaha serta masyarakat pada umumnya sehingga
memiliki pengetahuan mengenai hal-hal penting yang perlu dikaji beserta teknik-
iv
teknik sederhana yang dapat diterapkan untuk mengidentifikasi, mengkaji dan
menganalisis aplikasi pengolahan CPO dan CPKO di Industri.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
Kernel-pressing .................................................................................45
Niagara Filter ...................................................................................45
Tangki Timbun .................................................................................46
KAJIAN ANALISIS DAN SINTESIS ................................................................. 47
Tata Letak Aliran Proses Produksi dan Penanganan Bahan Baku ............ 47
Tata Letak Aliran Proses Produksi Crude Palm Oil
(CPO) dan Kernel .............................................................................47
Aliran Rute Bahan Baku ...................................................................52
Peralatan Pemindahan Bahan............................................................52
Penanganan Bahan Baku Selama Proses Produksi
Crude Palm Oil (CPO) .....................................................................56
Critical Control Point dan Control Point Pada Proses Produksi CPO ..... 60
CPO Storage Tank ............................................................................60
Kernel Silo Operation .......................................................................61
Sterilizer Operation ..........................................................................62
Digestor Operation ...........................................................................64
CF Skimmer Height ...........................................................................65
Vacuum Dryer Operation .................................................................66
Dilution Water ..................................................................................67
Quality Control Dalam Proses dan Manajemen Produksi ........................ 69
Pengawasan Penganngkutan Tandan Buah Segar
(TBS) ke Pabrik ................................................................................69
Sistem Manajemen Produksi ............................................................70
Quality Control (QC) Selama Proses Produksi Crude
Palm Oil (CPO) dan PK (Palm Kernel)............................................72
Parameter Uji Produksi Mutu Minyak Kelapa Sawit .......................74
Implementasi Produksi Bersih .................................................................. 80
Konsep Produksi Bersih....................................................................80
Penerapan Produksi Bersih di PT. C .................................................82
Produksi Bersih Dalam Keterkaitan Dengan Prinsip
RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) ..................................90
Sistem Manajemen Lingkungan Menurut Standar ISO
Seri 14000 .........................................................................................93
Sinergi Sistem Dalam Implementasi.................................................95
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja ........................... 80
vii
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja di PT. D ...................................................................................80
Struktur Organisasi Sistem Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3)..................................................................82
Kaitan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
dengan Produktivitas Pekerja............................................................83
Rambu-Rambu Keselamatan Kerja ..................................................93
Faktor-Faktor Kesehatan Kerja .........................................................94
Sarana Proteksi Kebakaran ...............................................................95
DISKUSI ............................................................................................................... 98
KESIMPULAN ................................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 103
GLOSARIUM ..................................................................................................... 106
INDEKS .............................................................................................................. 108
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Nilai sifat fisika-kimia minyak sawit dan minyak inti sawit ................... 7
Tabel 2. Komposisi asam lemak pada minyak sawit dan minyak inti sawit .......... 8
Tabel 3. Tingkat Fraksi Tandan Buah Segar (TBS) ............................................... 8
Tabel 4. Implementasi Tata Kelola Perkebunan Kelapa Sawit pada Level
Perusahaan ............................................................................................ 14
Tabel 5. Minyak Sawit Sertifikasi Berkelanjutan (CSPO) dalam Minyak
Nabati Global Tahun 2013 ....................................................................15
Tabel 6. Peralatan Pemindahan Bahan di PT. A .................................................. 52
Tabel 7. Letak Pendukung Proses Pengolahan. PT. A ......................................... 54
Tabel 8. Standar Mutu kehilangan minyak (Oil Losses) ...................................... 72
Tabel 9. Standar Mutu kehilangan kernel (Kernel Losses) .................................. 72
Tabel 10. Baku mutu limbah cair Industri minyak kelapa sawit........................... 88
Tabel 11. Hasil uji limbah cair pada industri minyak kelapa sawit di PT. C ........ 89
Tabel 12. Keterkaitan 5 standar ISO 14000 dengan check list Roundtable on
Sustainable Palm Oil (RSPO) di PT. C .................................................79
Tabel 13. Sistem manajemen yang telah dilakukan .............................................. 81
Tabel 14. Alat Pelindung Diri (APD) wajib pakai per stasiun .............................. 91
ix
DAFTAR GAMBAR
x
Gambar 36. Nut polishing drum ........................................................................... 38
Gambar 37. Nut silo ............................................................................................. 39
Gambar 38. Ripple mill ........................................................................................ 40
Gambar 39. LTDS (Light Tenera Dust Separation) ............................................ 40
Gambar 40. Claybath ........................................................................................... 41
Gambar 41. Kernel silo dryer .............................................................................. 42
Gambar 42. Kernel silo bin .................................................................................. 43
Gambar 43. Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) ...................................... 44
Gambar 44. Proses pengolahan minyak inti sawit (CrudePalm Kernel Oil,
CPKO) ............................................................................................. 46
Gambar 45. Aliran Proses Produksi Pengolahan Tandan Buah Sawit ................. 48
Gambar 46. Aliran Proses Produksi CPO di Stasiun Pemurnian CPO (A) .......... 49
Gambar 47. Aliran Proses Produksi Kernel di Stasiun Kernel (B) ...................... 50
Gambar 48. Bagan alir proses kelapa sawit di PKS ............................................. 51
Gambar 49. CPO Storage Tank............................................................................ 60
Gambar 50. Kernel drying.................................................................................... 62
Gambar 51. Sterilizer ........................................................................................... 63
Gambar 52. Digester ............................................................................................ 64
Gambar 53. Skimmer height ................................................................................. 65
Gambar 54. Vacuum dryer ................................................................................... 66
Gambar 55. Dilution water .................................................................................. 67
Gambar 56. Hasil Analisa FFA ............................................................................ 75
Gambar 57. Reaksi dari hidrolisis minyak ........................................................... 75
Gambar 58. Hasil analisa bilangan peroksida ...................................................... 76
Gambar 59. Proses dan hasil analisa bilangan iodin ............................................ 77
Gambar 60. Reaksi penetapan bilangan iodin ...................................................... 78
Gambar 61. Alat Tintometer ................................................................................ 78
Gambar 62. Proses analisa moisture dan impurities ............................................ 79
Gambar 63. Perawatan salah satu mesin .............................................................. 83
Gambar 64. Threser ............................................................................................. 84
Gambar 65. Penampungan TKS sementara ......................................................... 85
Gambar 66. Sludge (lumpur) ................................................................................ 85
Gambar 67. Fat Fit Tank ...................................................................................... 87
Gambar 68. Fat Fit Recovery Pond ..................................................................... 88
Gambar 69. Guide RSPO ..................................................................................... 92
Gambar 70. Hasil check list dari Roundtable on Sustainable Palm Oil
(RSPO) di PT. C ...............................................................................76
Gambar 71. Struktur Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
PT. D .................................................................................................83
Gambar 72. Alat pelindung muka ........................................................................ 84
Gambar 73. Kegiatan operator pada saat melepas engsel lori ............................. 85
Gambar 74. Letak panel operator Tippler ............................................................ 86
xi
Gambar 75. Letak panel operator Tippler pada bagian depan ............................. 86
Gambar 76. Ear plug ............................................................................................ 88
Gambar 77. Rambu keselamatan bahan korosif ................................................... 88
Gambar 78. Masker kimia .................................................................................... 89
Gambar 79. Tag Out ............................................................................................. 93
Gambar 80. APAR powder .................................................................................. 95
Gambar 81. APAR pasir ...................................................................................... 95
Gambar 82. APAR hydran ................................................................................... 96
xii
PENDAHULUAN
1
Besarnya batang berdiameter 20-75 cm, dan diperkebunan umumnya 45-60
cm, bahkan pangkal batang bisa lebih besar lagi pada tanaman tua. Biasanya
batang adalah tunggal (tidak bercabang) kecuali yang abnormal. Tinggi batang
bisa mencapai 20 m lebih, umumnya diperkebunan 15-18 m (Sianturi, 1991).
Daun kelapa sawit menyirip dan pinggiran tangkai daun berduri. Setiap
tahunnya daun kelapa sawit keluar sebanyak 20-24 helai. Banyaknya sirip dari
Daun-daun normal antara 80 sampai 120 lembar. Daun-daun tanaman kelapa
sawit melengkung ke bawah dan jika tidak dipangkas merupakan penghalang bagi
proses penyerbukan sehingga pembentukan buah kurang sempurna (Ismail, 1987).
Bunga kelapa sawit berumah satu. Pada satu batang terdapat bunga jantan
dan bunga betina yang letaknya terpisah pada tandan bunga yang berbeda. Sering
kali terdapat pula tandan bunga betina yang mendukung bunga jantan
(hermaprodit) (Setyamidjaja, 1998).
Buah sawit berukuran kecil antar 12-18 gr/butir yang duduk pada bulir.
Setiap bulir terdiri dari 10-18 butir bergantung pada kesempurnaan penyerbukan.
Beberapa bulir bersatu membentuk tandan. Buah sawit yang dipanen dalam
bentuk tandan disebut dengan tandan buah sawit (Naibaho, 1998).
Lama proses pembentukan buah, dari saat terjadinya penyerbukan sampai
matang, dipengaruhi oleh keadaan iklim. Selama buah kelapa sawit masih muda,
yaitu umur 3 – 4 bulan, buah kelapa sawit tersebut masih berwarna ungu. Setelah
itu, warna kulit buah dari ungu secara berangsur-angsur menjadi merah kekuning-
kuningan. Pada saat ini terjadi pembentukan minyak pada daging buah. Cangkang
dan inti merupakan biji kelapa sawit. Di dalam biji terdapat embrio yang
panjangnya 3 mm dan berdiameter 1,2 mm berbentuk silindris. inti merupakan
cadangan makanan bagi pertumbuhan embrio yang dapat dilihat pada Gambar 1
(Nurhidayati, 2010).
2
Berbeda dengan jenis tanaman penghasil minyak lainnya, kelapa sawit
menghasilkan dua (2) jenis minyak; yang kedua-duanya bisa diproses dan diolah
menjadi aneka jenis produk turunannya. Buah kelapa sawit merupakan buah yang
kaya dengan minyak. Dalam tandan buah sawit yang dipanen, terdiri dari kulit dan
tandan (29%), biji atau inti sawit (11%), dan daging buah (60%) (Nurhidayati,
2010). Proses pengepresan (i) daging buah sawit akan menghasilkan minyak sawit
kasar (crude palm oil,CPO) dan (ii) inti sawit akan menghasilkan minyak inti
sawit kasar (crude palm kernel oil, CPKO) yang dapat dilihat pada Gambar 2.
(i) (ii)
Gambar 2. Produk minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit
3
2. Pisifera
Ciri-ciri: - ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada
- daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura
- daging biji sangat tipis
- tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain
dan dipakai sebagai pohon induk jantan.
3. Tenera
Ciri-ciri: - hasil dari persilangan Dura dan Pisifera
- tempurung tipis (0,5 - 4 mm)
- terdapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung
- daging buah sangat tebal (60 - 96% dari buah)
- tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil).
4. Macro carya
Ciri-ciri: - tempurung tebal sekitar 5 mm
- daging buah sangat tipis.
Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan jumlah
rendemen minyak kelapa sawit yang dikandungnya. Rendemen minyak paling
tinggi terdapat pada varietas tenera yaitu mencapai 22 - 24%, sedangkan pada
varietas dura hanya 16 – 18% (Fauzi, 2008).
4
b) Varietas berdasarkan warna kulit buah
Berdasarkan warna kulit buah, beberapa varietas kelapa sawit diantaranya
varietas Nigrescens, Virescens dan Albescens yang deskripsinya sebagai
berikut :
1. Nigrescens
Warna buah muda : ungu kehitam-hitaman
Warna buah masak : jingga kehitam-hitaman
2. Virescens
Warna buah muda : hijau
Warna buah masak : Jingga kemerahan, tetapi ujung buah tetap hijau
3. Albescens
Warna buah muda : hijau
Warna buah masak : Kekuning-kuningan dan ujungnya ungu kehitaman
4. Varietas Unggul
Varietas unggul kelapa sawit dihasilkan melalui prinsip reproduksi sebenarnya
dari hibrida terbaik dengan melakukan persilangan antara tetua-tetua yang
diketahui mempunyai daya gabung berdasarkan hasil pengujian progeni dengan
mengikuti prosedur seleksi Reciprocal Reccurent Selection (RSS). Tetua yang
digunakan dalam proses persilangan adalah Dura dan Pisifera. Varietas Dura
sebagai induk betina dan Pisifera sebagai induk jantan (Yan Fauzi et al., 2002).
Berdasarkan tipe buah yang abnormal, dikenal juga jenis kelapa sawit
poissoni dan diwakkawakka yang mempunyai dua lapisan daging buah yang
menyelimuti buah utama. Lapisan daging buah ini merupakan perkembangan dari
androecium bunga betina dan didalamnya kadang-kadang dijumpai struktur yang
sifatnya mirip dengan cangkang dan kernel (Pahan, 2006).
Buah kelapa sawit tenera memiliki sebuah inti atau kernel yang
mengandung minyak inti sawit yang dikelilingi oleh perikarp. Perikarp tersusun
oleh tiga lapisan yaitu endokarp yang keras (cangkang), mesokarp yang berserat
dan mengandung minyak sawit (CPO) dan eksokarp (lapisan luar yang berlapis
lilin) (Adiputra, 2003).
Buah kelapa sawit termasuk buah batu yang memiliki bagian-bagian sebagai
berikut:
5
1. Eksokarp
Eksokarp atau kulit luar yang keras dan licin. Ketika buah masih muda,
warnanya hitam atau ungu tua atau hijau. Semakin tua, warnanya berubah
menjadi oranye merah atau kuning oranye.
2. Mesokarp
Mesokarp atau sabut. Diantara jaringan-jaringannya ada sel pengisi seperti
spons atau karet busa yang sangat banyak mengandung minyak (CPO), jika
buah sudah masak.
3. Endokarp
Endokarp atau tempurung. Ketika buah masih muda, endokarp memiliki
tekstur lunak dan berwarna putih. Ketika buah sudah tua, endokarp berubah
menjadi keras dan berwarna hitam. Ketebalan endokarp tergantung pada
varietasnya. Contohnya, varietas dura memiliki endokarp sangat tebal,
sedangkan varietas pisifera sangat tipis, bahkan tanpa endokarp.
4. Kernel
Kernel atau biji atau inti. Inti dapat disamakan dengan daging buah dalam
kelapa sayur, tetapi bentuknya lebih padat dan tidak berisi air buah. Kernel
mengandung minyak (CPKO) sebesar 3% dari berat tandan, berwarna jernih,
dan bermutu sangat tinggi (Sastrosayono, 2003).
Biji kelapa sawit (kernel) terdiri dari 3 bagian:
a) Kulit biji (Spermodermis) disebut cangkang (sheel).
b) Tali pusat (Funiculus).
c) Inti biji (Nucleus seminis).
Didalam inti inilah terdapat lembaga atau embrio yang merupakan calon
tanaman baru (Risza, 1994).
6
dari beberapa sifat fisika-kimia dari minyak sawit dan minyak inti sawit yang
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai sifat fisika-kimia minyak sawit dan minyak inti sawit
Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit
Bobot jenis 0,900 0,900 – 0,903
Indeks bias pada 40°C 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415
Bilangan Iod 46 – 48 14 – 20
Bilangan penyabunan 196 – 206 224 – 254
Sumber :Kataren, 2005.
7
Tabel 2. Komposisi asam lemak pada minyak sawit dan minyak inti sawit
Minyak Kelapa Sawit
Asam Lemak Minyak Inti Sawit (%)
(%)
Asam kaprilat - 3–4
Asam laurat - 46 – 52
Asam miristat 1,1 – 2,5 14 – 17
Asam palmitat 40 – 46 6,9 – 9
Asam stearat 3,6 – 4,7 1 – 2,5
Asam oleat 39 – 45 13 – 19
Asam linoleat 7 – 11 0,5 – 2
Sumber :Kataren, 2005.
8
Pada saat ini, kriteria umum yang banyak dipakai adalah berdasarkan
jumlah brondolan. Tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan
kurang lebih 10 butir. Tanaman dengan umur lebih dari 10 tahun, jumlah
brondolan sekitar 15-20 butir. Namun, secara praktis digunakan kriteria umum
yaitu pada setiap 1 Kg tandan buah segar (TBS) terdapat dua brondolan.
9
untuk menghindarkan terlalu banyak inti yang berubah (Nurhidayati, 2010).
10
8. Sifat intercgeable-nya cukup menonjol dibanding dengan minyak nabati lainnya
karena memiliki keluesan dan keluasan dalam ragam kegunaan baik di bidang
pangan maupun nonpangan.
9. Sekitar 80% dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang masih
berpeluang meningkatkan konsumsi perkapita untuk minyak dan lemak terutama
minyak yang harganya murah (minyak sawit).
10. Terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan minyak bumi ke
bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang berbahan
baku CPO, terutama di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang,
dan Eropa Barat.
Minyak sawit juga memiliki keunggulan dalam hal susunan dan nilai gizi yang
terkandung di dalamnya. Kadar sterol dalam minyak sawit relatif lebih rendah
dibandingkan minyak nabati lainnya yang terdiri dari sitosterol, campesterol,
sigmasterol, dan kolesterol. Dalam CPO, kadar sterol berkisar 360-620 ppm dengan
kadar kolesterol hanya sekitar 10 ppm atau sebesar 0,001% dalam CPO. Bahkan, dari
hasil penelitian dinyatakan bahwa kandungan kolesterol dalam satu butir telur setara
dengan kandungan kolesterol dalam 29 liter minyak sawit. Minyak sawit dapat
dikatakan sebagai minyak goreng nonkolesterol (kadar kolesterolnya rendah).Selain
kandungan kolesterol minyak kelapa sawit yang memang rendah (bahkan
digolongkan bebas kolesterol), juga mengandung asam lemak tak jenuh yang dapat
membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Minyak kelapa sawit juga
mengandung karoten (sumber vitamin A) yang berfungsi sebagai bahan obat
antikangker dan karoten daterofenol untuk bahan pengawet yang meningkatkan
kemantapan minyak terhadap oksidasi (mencegah bau tengik). Kandungan lainnya
adalah tokoferol sebagai sumber vitamin E yang dapat melindungi kulit dari oksidasi
dan oleokemikal seperti asam lemak, metil ester, lemak alkohol, asam amino, dan
gliserol yang dapat digunakan sebagai bahan baku minyak makan (margarin, minyak
goreng, butter, dan minyak untuk pembuatan kue-kue) (Susanti, 2015).
11
1. Minyak sawit untuk industri pangan
Kenyataan menunjukan bahwa banyak pelaku industri dan konsumen
yang cenderung menyukai dan menggunakan minyak sawit. Dari aspek
ekonomis, harganya relatif murah dibandingkan minyak nabati lain. Selain
itu, komponen yang terkandung di dalam minyak sawit lebih banyak dan
beragam sehingga pemanfaatannya juga beragam. Dari aspek kesehatan yaitu
kandungan kolesterolnya rendah. Saat ini telah banyak pabrik pengolah yang
memproduksi minyak goreng dari kelapa sawit dengan kandungan kolesterol
yang rendah. Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan
dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses
fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenesis. Produk CPO Indonesia sebagian besar
difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat.
Fraksi olein tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai
pelengkap minyak goreng dari minyak kelapa.
Sebagai bahan baku untuk pangan, minyak sawit digunakan antara
lain untuk bahan-bahan berikut: minyak goreng, margarin, butter, vanaspati,
shortening dan bahan untuk membuat kue-kue. Keunggulan minyak sawit
sebagai bahan pangan dibandingkan minyak goreng lain antara lain,
mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan
tokoferol sebagai sumber vitamin E. Di samping itu, kandungan asam linoleat
dan linolenatrnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah
sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah
teroksidasi. Oleh karena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng bersifat
lebih awet dan makanan yang digoreng dengan menggunakan minyak sawit
tidak cepat tengik.
Produk turunan minyak sawit untuk industri pangan selain minyak
goreng kelapa sawit, dapat juga dihasilkan margarin, shortening, vanaspati
(vegetable ghee), ice creams, bakery fats, instans noodle, cocoa butter
extender, chocolatedan coatings, specialty fats, sugar cofectionary, biskuit
cream fats dan filled milk. Sementara itu, dari produk turunan minyak inti
sawit dapat dihasilkan cocoa butter subtitute, specialty fats, ice cream, coffee
whitener/cream, sugar confectionary, biscuit cream fats, filled mild, dan
12
imitation cream. Berikut adalah beberapa keunggulan minyak sawit pada
aplikasinya untuk keperluan pangan:
a) Produk pangan yang terbuat dari bahan minyak sawit akan mempunyai
keawetan yang lebih baik karena minyak sawit sangat stabil terhadap
proses ketengikan dan kerusakan oksidatif lainnya.
b) Minyak sawit memiliki kecenderungan untuk mengalami kristalisasi
dalam bentuk kristal kecil sehingga mampu meningkatkan kinerja
creaming jika digunakan pada formulasi cake dan margarin.
c) Kandungan asam palmitat minyak sawit sangat baik untuk proses aerasi
campuran lemak gula, misalnya pada proses baking.
d) Minyak sawit baik digunakan untuk membuat vanaspati, atau vegetable
ghee, yang mengandung 100% lemak nabati; bisa digunakan untuk
subtitusi mentega susu dan mentega coklat.
e) Roti yang diproduksi dengan shortening dari minyak sawit mempunyai
tekstur dan keawetan yang lebih baik.
f) Minyak sawit juga banyak dipakai untuk produksi krim biskuit, terutama
kandungan padatan dan titik lelehnya yang cukup tinggi.
2. Minyak sawit untuk industri nonpangan
Kandungan minor dalam minyak kelapa sawit berjumlah kurang lebih
1%, antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, maupun
fosfolipid. Kandungan minor tersebut menjadikan minyak kelapa sawit dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi. Oleokimia adalah
bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati, termasuk diantaranya
adalah minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit. Produk utama minyak
yang digolongkan dalam oleokimia adalah asam lemak, lemak alkohol, asam
amino, dan gliserin (Fauzi, 2008).
3. Minyak sawit sebagai bahan pengahsil biodiesel
industri pengolahan minyak sawit menghasilkan fraksi olein dan stearin.
Fraksi stearin sebagai sumber yang tepat untuk dijadikan bahan baku
pembuatan biodiesel karena fraksi stearin memiliki bilangan setana lebih
besar. Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut
transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Biodiesel ini
13
dapat langsung digunakan pada mesin diesel tanpamemerlukan modifikasi
mesin, karena biodiesel ini mempunyai sifat fisik dan sifatkimia yang hamper
sama dengan bahan bakar diesel konvensional (Sari, 2005).
Level Perusahaan
Good Agriculture Practices
Good Manufacturing Practices
ISO 9001 (Quality Management System)
ISO 14000 (Environmental Management Standar)
ISO 26000 (Corporate Social Responsibility)
SMK 3 (Sistem Manajemen Kesehatan Kerja)
ISPO/ RSPO (Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan)
Good Corporate Governance
Standar Nasional Indonesia (SNI)
Klasifikasi Perkebunan Kelapa Sawit
Sumber : PASPI, 2016.
14
Tata kelola perkebunan kelapa sawit berkelanjutan Indonesia mulai dari
level kebijakan, industri dan level perkebunan diintegrasikan dan
diimplementasikan dalam satu sistem yang bernama Indonesia Sustainable Palm
Oil (ISPO). ISPO memiliki tujuh prinsip dapat dilihat pada Gambar 5.
15
Kelapa 3.38 0 3.38
Zaitun 1.69 0 1.69
Total 160.55 11.13 171.68
Sumber: PASPI RSPO, 2014.
Dengan demikian, minyak sawit merupakan satu-satunya minyak nabati dunia
yang telah memiliki dan melakukan sertifikasi berkelanjutan, sedangkan minyak
nabati dunia lainnya belum ada yang tersertifikasi (PASPI, 2016).
Pertumbuhan produksi minyak sawit berkelanjutan yang tersertifikasi
(CSPO) menunjukkan perkembangan yang relatif cepat dapat dilihat pada
Gambar 6. Pada tahun 2008 volume produksi CSPO masih sekitar 0.6 juta ton,
tahun 2014 meningkat menjadi sekitar 11 juta ton atau meningkat sekitar 18
kali dalam tempo enam tahun (PASPI, 2016).
16
dari Indonesia. Posisi kedua adalah dari Malaysia, kemudian disusul dari Papua
New Guinea dan Guatemala.
Perlu dicatat bahwa data CSPO dari Indonesia tersebut masih hanya
mencakup data RSPO dan belum data dari ISPO. Selain itu, juga belum
memperhitungkan volume produksi dari perusahaan-perusahaan perkebunan
kelapa sawit yang sedang proses sertifikasi, baik melalui ISPO maupun RSPO.
Jika data-data tersebut diperhitungkan (karena secara realitas sudah memenuhi
sustainable) maka volume produksi CSPO dari Indonesia tersebut pasti lebih
besar lagi (PASPI, 2016).
Kementerian Pertanian sedang melakukan percepatan implementasi ISPO
termasuk untuk perkebunan sawit rakyat Di targetkan tahun 2020 sekitar 80
persen perkebunan kelapa sawit Indonesia sudah memperoleh sertifikasi tata
kelola perkebunan kelapa sawit berkelanjutan ISPO (PASPI, 2016).
17
Sumber : Kementrian Pertanian, 2014.
Gambar 8. Perkembangan luas perkebunan kelapa sawit Indonesia 1980-2015
Pada tahun 1980 produksi CPO meningkat dari sekitar 700 ribu ton menjadi 31
juta ton di tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 9.
18
Sumber : Oil Word, 2015.
Gambar 10. Perubahan pangsa Indonesia dalam produksi minyak sawit dunia
Produksi minyak sawit Indonesia sebagian besar ditujukan untuk ekspor, hanya
sekitar 20-25 persen yang digunakan untuk konsumsi domestik dapat dilihat pada
Gambar 11.
19
Sejak tahun 2011 Indonesia telah mendorong hilirisasi minyak sawit di
dalam negeri melalui tiga jalur hilirisasi yakni jalur hilirisasi industri oleofood,
jalur hilirisasi industri oleokimia dan jalur hilirisasi biofuel. Tujuannya selain
meningkatkan nilai tambah juga mengurangi ketergantungan Indonesia pada pasar
CPO dunia.
Jalur hilirisasi biofuel dikaitkan dengan kebijakan mandatori biodiesel dari
B-S (2010), B-10 (2012), B-15 (2014) dan B-20 (2016). Jalur ini bertujuan selain
untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar minyak fosil
juga mengurangi emisi dari bahan bakar minyak (BBM fosil) dari hasil
wawancara dengan GAPKI. Untuk merealisasi kebijakan mandatori tersebut,
produksi biodiesel berbasis minyak sawit (FAME: fatty acid methyl ester)
ditingkatkan baik untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun untuk ekspor
yang dapat dilihat pada Gambar 13.
20
Sumber : PASPI, 2016.
Gambar 14. Volume ekspor CPO dan olahan Indonesia
21
menjadi USD 21,6 milliar (2011) kemudian karena penurunan CPO dunia, turun
menjadi USD 18,6 miliar (2015) yang dapat dilihat pada Gambar 16.
Besarnya nilai ekspor minyak sawit tersebut merupakan net ekspor yang
terbesar untuk ukuran satu kelompok iti dalam perekonomian Indonesia. Devisa
hasil ekspor minyak sawit tersebut dari sudut pandang pembangunan juga lebih
berkualitas dan berkelanjutan karena (1) dihasilkan dari kebun-kebun sawit pada
190 Kabupaten di Indonesia, (2) sekitar 42 persen disumbang oleh sawit rakyat,
(3) komposisi produk olahan hasil hilirisasi domestik makin besar dan (4)
dihasilkan dengan kreatifitas pelaku perkebunan dan tidak menggunakan subsidi
dari pemerintah dari hasil wawancara dengan GAPKI.
22
Proses Pengolahan CPO (Crude Palm Oil) dari Tandan Buah Sawit
23
sawit, janjang kosong, fiber, dan pupuk untuk afdeling kebun. Jembatan
timbang (Weighting bridge) dapat dilihat pada Gambar 17.
24
Gambar 19. Loding Ramp
25
yang digunakan untuk merebus buah. Rebusan adalah bejana uap bertekanan yang
digunakan untuk merebus TBS dengan uap (steam) (Susanti dan Rahmadani,
2015). Sterilizer dapat dilihat pada Gambar 21.
26
dan biji dapat dilepas satu sama lain di bagian digester dan akan terpisah
sempurna di bagian depericarper.
5) Mempersiapkan biji untuk memperoleh inti biji
Kadar air dalam cangkang akan berkurang dengan adanya proses pemanasan
dan mengakibatkan elastisitas terhadap benturan saat pada pemecahan biji
berkurang.
Siklus perebusan adalah waktu yang diperlukan untuk merebus
TBS,ditambah dengan waktu untuk memasukan lori ke rebusan dan
mengeluarkannya. Proses perebusan dilakukan dengan sistem 3 puncak, dimana
puncak pertama dan kedua bertujuan untuk memberikan tekanan kejut sehingga
buah lepas dari tandan serta membuat udara di rebusan agar pemanasan pada masa
tahap optimum (temperatur tercapai). Puncak ketiga bertujuan untuk mematang
buah dan melunakan daging buah. Waktu yang digunakan untuk perebusan adalah
90 menit, sedangkan waktu untuk satu siklus perebusan 110 – 20 menit. Tahapan-
tahapan yang dilakukan dalam perebusan tripel peak (Susanti dan Rahmadani,
2015) :
1. Persiapan perebusan. Setelah lori-lori dimasukkan kedalam rebusan, pintu
ditutup, kran-kran inlet steam, exhaust dan kondensat ditutup.
2. Deaerasi
Inlet steam dibuka dan kran kondensat dibuka untuk membuang udara-udara
yang ada didalam rebusan selama 3 – 5 menit.
3. Puncak 1
Kran kondensat ditutup, inlet steam dibuka sampai mencapai tekanan 1,5
kg/cm2. Setelah tekanan tercapai, kran inlet steam ditutup dan kran kondensat
dibuka hingga tekanan mencapai 0 kg/cm2.
4. Puncak 2
Kran kondensat ditutup dan kran inlet steam dibuka hingga mencapai tekanan
2,0 kg/cm2. Setelah mencapai tekanan 2,0 kg/cm2 kran inlet steam ditutup dan
kran kondensat dibuka hingga mencapai tekanan 0,5 kg/cm2.
5. Puncak 3
Kran kondensat ditutup dan kran inlet steam dibuka hingga mencapai tekanan
2,8 – 3,0 kg/cm2. Setelah mencapai tekanan tersebut,semua kran ditutup dan
27
ditahan selama 45 menit, kemudian kran exhaust dibuka dan setelah mencapai
tekanan 1,0 kg/cm2, kran kondensat dibuka hingga mencapai tekanan 0
kg/cm2.
6. Pengeluaran lori
Pintu rebusan dibuka dan lori-lori dikeluarkan dengan menggunakan bantuan
capstand . Faktor – faktor yang mempengaruhi proses perebusan :
- Tekanan uap dan lama perebusan
Tekanan dan lamanya waktu perebusan sangat penting karena
mempengaruhi hasil perebusan dan efisiensi pabrik sendiri. Apabila
tekanan dan waktu perebusan tidak cukup dapat menyebabkan beberapa
kerugian, yaitu:
1) Buah kurang masak, sebagian brondolan tidak lepas dari tandan
(unstriped bunch) yang menyebabkan kerugian minyak dalam janjangan
kosong bertambah.
2) Pelumatan pada digester tidak sempurna, yaitu sebagian dagingbuah
tidak lepas dari biji sehingga mengakibatkan proses pengempaan tidak
sempurna dan mengakibatkan kerugian minyak pada fibre.
3) Ampas (fibre) basah yang menyebabkan pembakan dalam ketel uap
tidak sempurna.
sedangkan apabila perebusan terlalu lama dapat menyebabkan :
1) Buah menjadi memar, kerugian minyak dalam air rebusan
(kondensat),dan janjangan kosong bertambah.
2) Merusak mutu minyak dan inti.
28
Stasiun Bantingan (Thressing)
Pembantingan atau Perontokan buah (thressing station) adalah proses
pemisahan brondolan dari janjang buah kelapa sawit setelah dari sterilizer dengan
menggunakan mesin threser. TBS yang telah direbus kemudian di angkat dengan
menggunakan hoisting crane untuk dituang kedalam hopper (bagian dari threser).
Tandan yang telah direbus dimasukkan kedalam threser yang berputar sehingga
tandan buah rebus dibanting. Adanya bantingan maka buah akan terlepas dari
janjangannya. Buah yang keluar dari kisi-kisi jatuh ke dalam conveyor under
kemudian ditransfer ke digester. Janjangan kosong yang tidak lolos pada jeruji
karena ukuranya, akan keluar melalui bagian depan threser yang terbuka dan jatuh
kesuatu conveyor untuk ditransfer menuju cacahan (incenerator). Kapasitas
padathresser ini 25-45 ton, dengan lama proses pemipilan berkisar 1 menit
(Susanti dan Rahmadani, 2015). Alat Thessher dapat dilihat pada Gambar 23.
29
pengempaan (pressing ) (Susanti dan Rahmadani, 2015). Digester dapat dilihat
pada Gambar 24.
30
Akibatnya dengan adanya tekanan lumatan dari digester yang masuk ke
scew press akan terperas dan mengeluarkan minyak yang dikeluarkan melalui oil
gutter dan dialirkan ke sand trap tank, sedangkan nut dan fibre dari screw press
dikirim ke cake breaker conveyor pada Kernel Recovery Station untuk diteruskan
ke sparating colomb untuk di olah menjadi inti sawit. Ekstrak crude oil dari mesin
screw press kemudian ditambahkan dengan kondensat sebagai dilution water.
Campuran crude oil dan dilution water ini dinamakan diluted crude oil (DCO).
Dilution water yang ditambahkan berfungsi untuk mempermudah proses
pemisahan antara crude oil dengan sludge pada Clarification Station (Susanti dan
Rahmadani, 2015).
31
Gambar 26. Sand Trap Tank
3) Vibrating Screen
Fungsi dari vibrating screen adalah untuk menyaring minyak (crude oil) dari
serabut, ampas dan pasir yang dapat mengganggu proses pemisahan minyak.
Vibrating screen yang digunakan bertipe double deck (dua kali penyaringan)
dengan saringan pertama 20 mesh dan saringan terakhir 40 mesh yang
selanjutnnya dialirkan ke COT. Vibrating screen dapat dilihat pada Gambar
27.
32
Gambar 28. Crude Oil Tank
7) Vacuum Dryer
33
Vaucum dryer ini berfungsi untuk mengeringkan minyak pada kondisi
vacuum melalui proses pengkabutan agar kadar airnya lebih rendah, untuk
memudahkan proses pengkabutan temperatur minyak dijaga berkisar antara
90 0C – 95 0C, kevacuuman di dalam vacuum dryer berkisar antara -75
sampai dengan -76 bar, karena apabila kondisi vacuum terlalu tinggi maka
minyak akan terikut dalam uap air sedangkan apabila kondisi kevacuuman
terlalu rendah maka kadar air (moisture) pada minyak akan tinggi.Vaucum
dryer yang dapat dilihat pada Gambar 30.
8) Storage Tank
Minyak dari vacuum dryer, kemudian dipompakan ke storage tank (tangki
timbun). Minyak yang dihasilkan dari daging buah berupa minyak yang
disebut Crude Palm Oil (CPO). Kapasitas masing – masing tangki adalah
2000 ton dengan temperatur 45-55 0C dengan tujuan agar tidak cepat beku.
Storage tank dapat dilihat pada Gambar 31.
34
Gambar 31. Storage Tank
35
Pada sand cyclone, pasir yang terikut pada sludge dari sludge tank dipisahkan
dengan rutin setiap 15 menit. Pasir yang terpisahkan jatuh ke bawah dan
ditampung dengan sand collecting tank. Sludge yang bersih keluar dari
bagian atas dan dialirkan ke Buffer tank untuk didistribusikan ke sludge
centrifuge.
12) Buffer Tank
Sludge yang keluar dari sand cyclone ditampung sementara kedalam balance
tanksebelum didistribusikan ke 6 unit sludge centrifuge. Balance tank
ditempatkan pada posisi tinggi agar memudahkan pengaliran sludge, sehingga
sludge pada centrifuge selalu dalam keadaan penuh.
13) Sludge Centrifuge
Sludge centrifuge berfungsi untuk memisahkan minyak yang masih terdapat
pada sludge. Dengan adanya gaya gerak vertikal sentrifugal maka minyak
akan terkumpul ditengah dan akan mengalir ke reclaimed oil tank yang
kemudian dipompakan ke COT tank untuk didaur ulang, sedangkan sludge
akan keluar melewati nozzle dan keluar dari sludge centrifuge menuju sludge
pit.
14) Sludge Pit
Sludge yang keluar dari centrifuge dialirkan ke sludge pit untuk ditampung
sementara dan sebelum dialirkan kembali ke kolam limbah. Minyak pada
lapisan atas meluap melalui skimmer dan dialirkan ke COT tank untuk didaur
ulang, sedangkan sludge turun melalui under flow menuju bak sludge pit
kedua sebelum dialirkan menuju sediment pond.
Stasiun Kernel (Kernel Plant)
Kernel plant ini berfungsi untuk memproses campuran ampas (fibre) dan
biji (nut) yang ke luar dari screw press diproses untuk menghasilkan Inti sawit
(kernel) sebagai hasil produksi yang siap di pasarkan dan cangkang (shell) serta
fibre sebagai bahan bakar boiler.
1. Pemecahan Ampas Kempa di Cake Breaker Conveyor
Ampas kempa yang keluar dari screw press terdiri dari serat dan biji
yang masih mengandung air yang tinggi dan berbentuk gumpalan. Oleh
karena itu dipecah dengan alat pemecah cake breaker conveyor, kemudian
36
ampas akan di angkut menuju fibre cyclon. Untuk mempermudah pemecahan
gumpalan ampas dan terbentuknya ampas yang memenuhi standar sebagai
bahan bakar pada ketel uap, maka di lakukan pemanasan cake breaker
conveyor yang mempuyi suhu90-95 0C sehingga air pada ampas akan berjalan
dengan sempurna yang menyebabkan kadar air pada ampas akan turun dan
mudah diproses lebih lanjut pada depericarper (Nurhidayati, 2010). Cake
breaker conveyor dapat dilihat pada Gambar 34.
37
Gambar 35. Depericarper
38
pengeringan ini bertujuan untuk memudahkan pemecahan biji dan terlepasnya
inti dari cangkang. Selain itu pemanasan ini juga untuk mengurangi kadar air
inti. Nut silo berbentuk segi empat dan bagian bawahnya berbentuk kerucut
segi empat (Nurhidayati, 2010). Di bagian bawah kerucut segi empat terdapat
nut feeder sebagai umpan masuk ke dalam ripple mill.Nut silo ini dapat
dilihat pada Gambar 37.
39
Gambar 38. Ripple mill
40
Pada pemisahan basah dilakukan dengan claybath. Claybath merupakan
bak lumpur yang berisi CaCO3, air dan abu.Alat ini berfungsi untuk
memisahkan cangkang dan inti yang berasal dari LTDS II. Prinsip yang
digunakan pada claybath ini adalah memisahkan antara cangkang dan nut
dengan campuran dengan bantuan putaran. Penambahan CaCO3 dimana
sebelumnya dipastikan stirrer telah dijalankan. Jalankan motor penggerak
vibrating screen, jalankan pompa sirkulasi larutan untuk mengisi cyclone
tempat pemisahan, pastikan umpan selalu dalam keadaan konstan dan
kapasitas pompa sirkulasi agar disetting secukupnya untuk menghindari
turbelensi pada bak pemisahan. Claybath ini dapat dilihat pada Gambar 40.
41
ke clay bath.
c) Di dalam clay bath akan terjadi pemisahan antara inti dengan cangkang
melalui proses pengapungan dengan menggunakan caulin. Claybath
adalah cairan yang berat jenisnya diantara beratjenis cangkang dan
kernel. Berat jenis kernel lebih rendah dari pada berat jenis cangkang
sehingga kernel akan terapung dan cangkang akan tenggelam. Pada
claybath berat jenis larutan yang digunakan adalah 1,15 – 1,18. Dengan
bantuan conveyor, kernel pecah yang telah terpisah dari cangkang akan
dibawa ke LTDS II, lalu dibawa ke kernel silo.
7. Kernel silo dryer
Kernel silo dryer merupakan alat yang berfungsi dalam pemasakan dengan
menggunakan steam, bertujuan agar nut mudah untuk dipecah, untuk
mendapatkan kadar air kernel sesuai standar yaitu kecil dari 8%. Prinsip yang
digunakan adalah pemberian steam pada silo dryer dengan suhu berkisar
antara 90-95 °C dimana waktu penahanan kernel adalah 14-15 jam
(Nurhidayati, 2010). Kernel silo dryer ini dapat dilihat pada Gambar 41.
42
kernel storage menggunakan screw conveyor dan pneumatic conveyor serta
kernel elevator. Didalam gudang inti kelembaban udara tidak boleh lebih dari
70% (Nurhidayati, 2010). Gambar kernel silo bin dapat dilihat pada Gambar
42.
43
Gambar 43. Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO)
44
Proses Pengolahan Crude Palm Kernel Oil (CPKO) dari Inti Sawit
Jembatan Timbang
Kernel yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit (PKS) pertama-tama
ditimbang di stasiun penimbangan untuk mendapatkan berat gross dan di bongkar
di stasiun pengumpulan kernel. Setelah dibongkar truk ditimbang kembali untuk
mendapatkan berat netto kernel. Saat bahan baku berupa inti sawit (Palm kernel)
diterima kemudian diambil sampel oleh petugas laboratorium untuk diuji kadar
air, kadar minyak dan kadar kotorannya sesuai dengan kesepakatan diawal
kontrak antara pihak perusahaan dengan pihak PKS
Loading Rump
Inti sawit dimasukkan keselokan penampungan sementara yang dilakukan
oleh bagian bongkar muat (Loading Rump). Dari parit penampungan inti sawit
(Palm Kernel) dibawa dengan conveyor menuju bak penampungan sementara. Pada
bak penampungan inti sawit disaring untuk dipisahkan dari bahan material (besi,
batu, paku dan plat besi) yang ikut dalam tumpukan inti sawit.
Silo Inti
Inti sawit (Palm Kernel) diangkut dengan menggunakan elevator menuju ke
silo (tempat penampungan berbentuk kerucut berfungsi sebagai tempat
menyimpaninti sawit). Kemudian, dari silo inti sawit dialirkan ke hopper (tempat
penampungan inti sawit di dalam pabrik sebelum ke mesin pres).
Kernel-pressing
Inti sawit (Palm Kernel) lalu masuk ke mesin fipress (mesin yang berfungsi
untuk mengepres inti sawit menjadi bungkil kelapa sawit). Minyak inti sawit hasil
dari fipress dan secondpress masuk ke dalam selokan penampungan dialirkan masuk
ke bak penampungan lalu di saring di niagara filter.
Niagara Filter
Pada Niagara filter dilakukan pemisahan minyak kasar dengan ampas
sehingga diperoleh minyak bersih siap ke tangki timbun. Dari niagara
filter minyak inti sawit masuk ke tangki penampungan sementara, setelah proses
45
produksi berjalan selama 24 jam, minyak kelapa sawit di dalam tangki diukur
(setiap jam 8 pagi) lalu dialirkan ke tangki penampungan yang lebih besar untuk
dijadikan stok. Bungkil kelapa sawit hasil dari fipress dialirkan ke mesin
secondpress (untuk mengambil sisa minyak yang masih ada). Bungkil kelapa
sawit hasil dari pengepresan secondpress dialirkan ke selokan penampungan,
denganmenggunakan ulir, bungkil kelapa sawit tersebut dimasukkan ke gudang
bungkil yang berada di sebelah pabrik produksi. Agar bungkil kelapa sawit tidak
terlalu panas sebelum masuk ke gudang, bungkil tersebut di semprot dengan air.
Tangki Timbun
Crude Palm Kernel Oil (CPKO) yang telah dimurnikan kemudian langsung
disalurkan ke storage tank. Untuk penimbunan sementara CPKO sebelum dikirim
ke pabrik pengolahan selanjutnya atau di eksport ke luar negeri. Untuk lebih jelas,
proses pembuatan CPKO dapat dilihat pada Gambar 44.
Gambar 44. Proses pengolahan minyak inti sawit (CrudePalm Kernel Oil, CPKO)
46
KAJIAN ANALISIS DAN SINTESIS
Tata Letak Aliran Proses Produksi Crude Palm Oil (CPO) dan Kernel
Pada dunia industri manufaktur, tata letak secara nyata mempunyai peran
penting dalam meningkatkan kapasitas produksi terutama menyangkut efisiensi
waktu, tempat, dan biaya. Perancangan tata letak meliputi pengaturan tata letak
fasilitas-fasilitas operasi dengan memanfaatkan area yang tersedia untuk
penempatan mesin-mesin, bahan-bahan perlengkapan untuk operasi, dan semua
peralatan yang digunakan dalam proses operasi (Apple, 1990).
Pabrik kelapa sawit memiliki mesin dan peralatan yang digunakan untuk
kelancaran produksi. Sebagian besar peralatan dan mesin yang digunakan untuk
proses produksi yaitu jenis mesin otomatis. Mesin dan peralatan dioperasikan oleh
operator disetiap masing-masing panel control. Studi kasus pada PT. A
merupakan salah satu pabrik kelapa sawit yang menerapkan tata letak dalam
pengolahan Crude Palm Oil (CPO) berdasarkan aliran produksi (production line
product atau product lay out). Tipe tata letak pada mesin dan fasilitas produksi
PT. A diatur menurut prinsip “Machine after machine”, yaitu bahan baku
dipindahkan dari satu operasi ke operasi berikutnya secara langsung.
Menurut Gaspersz (2004) aliran produksi secara kontinu, menggunakan
mesin yang melakukan proses produksi secara otomatis dengan bagian-bagian
mesin yang berkerja secara langsung. Operator mesin hanya perlu melakukan
pengontrolan dan pengecekan secara berkala. Tujuan utama dari tipe tata letak
yang diterapkan oleh PT. A adalah mengurangi proses pemindahan bahan yang
jauh (yang juga akhirnya berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan) dan
memudahkan para pekerja PT. A dalam melakukan pengawasan di dalam aktifitas
produksinya.
PT. A mengolah tandan buah segar untuk diambil minyak dan intinya.
Minyak mentah atau crude palm oil (CPO) dan inti (kernel) yang dihasilkan dari
pabrik merupakan produk setengah jadi. PT. A memiliki kapasitas terpasang 45
ton/jam dengan rata-rata jam produksi adalah 24 jam/hari. Aliran proses produksi
47
CPO dan kernel yang ada di PT. A terdiri 3 aliran yaitu dapat dilihat pada Gambar
45, 46 dan 47 berikut.
TBS
Jembatan Timbangan
Grading
Loading Ramp
FFB Hooper
FFB Crusher
Continous Strelizier(CP1)
Thresher
Empty Bunch Press
pH Coocker
Digester(CP2)
Screw Press
A B
B
B Sawit
Gambar 45. Aliran Proses Produksi Pengolahan Tandan Buah
B
48
A
Stasiun Pemurnian
CPO
Vibrating Screen
Distributing
Continous Clarifier
Sludge Tank Tank Wet Oil Tank
Sand Cyclone Re
cyc Oil Purifier
le
Dilution
Buffer Tank Water (CP5) Vacum Dryer (CP4)
Heavy
Phase
Solid
Sludge PIT
Gambar 46. Aliran Proses Produksi CPO di Stasiun Pemurnian CPO (A)
49
B
Stasiun Kernel
Cake Brake
Conveyor(CBC)
Destoner Fibre
Nut Silo
Boiler
Ripple Mill
Hydrocyclone Cangkang
Kernel Silo
Kernel Bunker
50
Daya saing minyak sawit di pasaran internasional sangat dipengaruhi oleh
produktivitas dan kualitas dari segi efisiensi teknologi pengolahan sehingga
pengoperasian pabrik kelapa sawit memiliki standar pabrik yang dapat dilihat
pada Gambar 48.
TBS
Jembatan Timbang
JJK ke lapangan
Loading Ramp
Uap
Sterilizier(CP1) Condensate
Hooper Thesser
Loose fruits
Incinerator Digester(CP2)
Uap
Nut Silo Clarifier Tank
51
Sumber : Pahan, 2008
Gambar 48. Bagan alir proses kelapa sawit di PKS
Aliran Rute Bahan Baku
Kelapa sawit yang diambil berasal dari kebun sendiri, buah yang setelah
dipanen oleh bagian kebun akan dibawa menggunakan geladak dorong dan
ditaruh di tepi jalan. Buah yang berada di tepi jalan akan langsung di naikkan ke
truk pengangkut. Bagian pemanenan yang ada di kebun mengkoordinasikan
kepada bagian pengangkut mengenai waktu dan pada afdeling yang melakukan
pemanenan. Truk pengangkut akan datang dan membawa kelapa sawit lalu di
masukkan ke dalam pabrik.
Peralatan Pemindahan Bahan
Penentuan peralatan yang tepat dalam melakukan proses pemindahan bahan
dapat turut menjaga dan mempertahankan kualitas bahan yang dipindahkan. Jenis
peralatan pemindahan ada bermacam-macam jenisnya dari yang sifatnya
permanen seperti conveyor dan ada yang fleksibel. Peralatan pemindahan di PT. A
pada masing-masing bagian produksi bisa dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Peralatan Pemindahan Bahan di PT. A
No. Dari Ke Alat pemindah Bahan
1. Kebun Timbangan Truk TBS
2. Truk Grading Manual TBS
TBS (Sesuai
3. Grading Loading Ramp Manual
Kriteria)
TBS (Sesuai
Distributing
4. Loading Ramp FFB Hooper Kriteria))
Conveyor
52
No. Dari Ke Alat pemindah Bahan
Sand Trap
12. Press Pompa/Pipa Minyak kasar
Tank
Sand Trap Vibrating
13. Pompa/Pipa Minyak kasar
Tank Screen
Vibrating
14. Crude oil tank Pompa/Pipa Minyak kasar
screen
Pompa/Pipa dan
Continous Minyak kasar
15. Crude oil tank distributing
Clafier Tank hasil penyaringan
pembagi minyak
Minyak kasar
Continous
16. Wet Oil tank Gravitasi hasil
Clafier Tank
pengendapan
Continous
17. Sludge tank Gravitasi Sludge
Clafier Tank
18. Sludge tank Sand Cyclone Pompa/Pipa Sludge & minyak
19. Sand Cyclone Buffer Tank Pompa/Pipa Sludge & minyak
20. Buffer Tank Decanter Gravitasi Sludge & minyak
Crude Oil
21. Decanter Pompa/Pipa Minyak
Tank
Oil purifier
22. Wet Oil tank Pompa/Pipa CPO
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa pemindahan bahan pada PT. Subur
Agro Makmur sebagian besar menggunakan peralatan mesin, hal ini dikarenakan
efisiensi waktu dan energi serta peralatan untuk mempercepat perpindahan dalam
jumlah banyak, agar produksi dapat berjalan lebih maksimal.
Selain stasiun utama sebagai inti proses pengolahan, sebuah PKS
memerlukan dukungan stasiun penunjang dalam mendukung kelancaran
operasional. Letak pendukung stasiun pada proses pengolahan PT. A disajikan
pada Tabel 7.
53
Tabel 7. Letak Pendukung Proses Pengolahan. PT. A
No. Nama Gambar Letak
54
No. Nama Gambar Letak
55
No. Nama Gambar Letak
Penanganan Bahan Baku Selama Proses Produksi Crude Palm Oil (CPO)
Penanganan tandan buah segar dari kebun, yaitu diambil dari kebun dan
dibawa menggunakan truk. Sesampainya di pabrik TBS akan ditimbang lalu di
grading untuk menentukan TBS yang masuk kriteria produksi dan tidak. TBS
yang masuk kriteria kemudian akan dialirkan ke FFB Crusher seteleah itu
dilairkan dengan feeder conveyor kesetasiun perebusan continous sterilizer.
Perebusan dilakukan dengan pemanasan TBS hingga temperatur 100-110 0C,
tekanan 1 atm dan waktu 90 menit dengan steam yang berasal dari stasion bioler.
56
Buah kelapa sawit yang telah direbus dibawa ke bagian Theresher dengan
menggunakan Sfb conveyor sebagai alat bantu. Pada stasiun ini buah kelapa sawit
beserta janjangannya yang sudah mengalami proses perebusan tadi akan
mengalami pemipilan (pembantingan) untuk melepaskan brondolan dari
janjangannya. Proses pemipilan (pembantingan) ini terjadi akibat tromol berputar
pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting-
banting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari janjangannya,
pembantingan janjangan ini didasarkan kepada berat janjangan itu sendiri. Pada
bagian dalam thresher dipasang besi-besi perantara sehingga membentuk kisi-kisi
yang memungkinkan brondolan keluar dari thresher.
Brondolan yang keluar dari bagian bawah thresher dialirkan menggunakan
MPD 1 untuk menuju pH coocker. pH cooker ini berfungsi untuk pemasakan
ulang mempermudah pada saat di digester dengan suhu 80-90oC. Setelah dari pH
coocker akan masuk kedalam digester melalui MPD 2. Sementara janjang kosong
yang keluar dari belakang thresher dialirkan oleh empty bunch conveyor menuju
bunch press yang bertujuan mengolah tandan kosong menjadi pupuk untuk kebun.
Brondolan yang telah lepas dari janjang pada bagian thresher kemudian
diangkut kebagian pencacahan dan pengadukan (digester). Digester merupakan
sebuah alat yang sering juga disebut sebagai ketel aduk yang terdiri dari bejana
vertikal yang dilengkapi dengan lengan pencacah (pisau-pisau pengaduk)
dikendalikan oleh motor listrik untuk mempersiapkan bahan agar lebih mudah
dikempa oleh press dengan kerugian minyak yang sekecil-kecilnya.
Setelah mengalami pencacahan dan pengadukan, brondolan dikeluarkan dari
bagian bawah digester menggunakan gravitasi untuk masuk ke press yang berada
dibawah digester untuk dikempa. Tujuan pengempaan adalah mengekstraksi CPO
dari rondolan yang telah cacah dengan oil losses dan nut pecah minimum pada
ampas press (press cake).
Penambahan air panas selama proses pengempaan sangat penting, hal ini
dilakukan untuk pengenceran (dilution), sehingga fiber hasil dari mesin kempa
tidak terlalu rapat. Karena jika massa fiber terlalu rapat maka akan dihasilkan
cairan dengan viskositas tinggi yang akan menyulitkan proses pemisahan
sehingga mempertinggi kehilangan minyak. Jumlah penambahan air berkisar 10-
57
15% dari berat tandan buah segar yang diolah dengan temperatur 90 0C. Dari
hasil pengepressan menghasilkan Crude oil dan Press Cake yang berupa fiber dan
nut.Crude oil yang dihasilkan akan ditampung di Sand Trap Tank dengan
penambahan hot water,agar pemisahan pasir dan serat-serat yang terdapat dalam
crude oil dapat berjalan dengan baik. Pada Station Pressing cairan yang keluar
dari alat kempa terdiri dari campuran minyak, air dan padatan bukan minyak
(NOS = non oil solid). Untuk memisahkan minyak dari fase lainnya perlu
dilakukan dengan proses pemurnian yang disebut dengan klarifikasi. Minyak
tersebut perlu segera dimurnikan dengan maksud agar tidak terjadi penurunan
mutu akibat adanya reaksi hidrolisis dan oksidasi. Minyak yang telah keluar dari
Press berupa oil, sludge, air dan pasir kemudian dialirkan ke Sand Trap Tank.
Sand Trap Tank berfungsi untuk mengurangi jumlah pasir dalam minyak yang
akan dialirkan keayakan, dengan maksud agar ayakan terhindar dari gesekan pasir
kasar. Alat ini bekerja berdasarkan gravitasi yaitu mengendapkan padatan, di
mana yang mempunyai berat jenis yang lebih berat yaitu pasir akan turun ke
bawah dan terendapkan.
Cairan yang keluar dari alat kempa terdiri dari campuran minyak, air, dan
sludge. Stasiun pemurnian bertujuan untuk memurnikan CPO dari kotoran-
kotoran tersebut.
Minyak kasar diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari
kotoran, baik yang berupa padatan, sludge, maupun air tujuan dari pembersihan
atau pemurnian minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik
mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak.
Minyak yang dihasilkan dari pengempaan dialirkan menuju vibrating screen
untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan menuju crude
oil tank (COT). Minyak kasar yang tertampung di crude oil tank dipanaskan
hingga mencapai temperatur 90-95 0C untuk memperbesar berat jenis antara
minyak, air dan sludge sehingga dapat membantu proses pengendapan, minyak
dari COT kemudian dikirimkan ke tangki pengendap (continuous clarifier
tank/CCT) yang dibantu alat distributing untuk membagi minyak ke continuous
clarifier tank.
58
Di dalam continuous clarifier tank, minyak kasar terpisah menjadi minyak
dan sludge karena adanya proses pengendapan. Dari continuous clarifier tank ,
minyak selanjutnya dikirim ke wet oil tank, sedangkan lumpur dikirim ke sludge
tank. Sludge merupakan fase campuran yang masih mengandung minyak. Pada
PKS, sludge diolah lagi untuk dikutib kembali minyak yang masih terkandung
didalamnya. Sludge dari sludge tank dialirkan ke sand cyclone untuk memisahkan
pasir sama sludge dan minyak. Setelah itu Sludge akan dimasukkan ke buffer tank
untuk penampungan sementara sebelum masuk ke decanter. Setelah sludge masuk
ke decanter untuk pemisahan sludge sama minyak yang kemudian dimasukkan
kembali ke COT. CPO selanjutnya akan dipindahkan kembali ke Oil purifier
untuk menghilangkan kotoran yang masih ada pada minyak, lalu dialirkan ke
vacum drayer untuk mengurangi kadar air pada minyak. Setelah itu di CPO
ditampung pada storage tank.
59
Critical Control Point dan Control Point Pada Proses Produksi CPO
Critical Control Point (CCP) adalah suatu titik, tahap atau prosedur dimana
pengendalian dapat diterapkan dan bahaya (Hazard) dapat dicegah, dihilangkan
atau dikurangi sampai batas yang diterima. Critical Control Point (CCP)
tergantung dari Lay-out unit pengolahan, alur proses, peralatan, bahan tambahan,
formula, dan program sanitasi. Control Point (CP) adalah suatu titik, tahap atau
prosedur dimana faktor-faktor biologis, kimiawi maupun fisik dapat dikendalikan.
Faktor Biologis yaitu pengendalian suhu/waktu, pemanasan dan pemasakan,
pendinginan dan pembekuan, pengendalian pH, penambahan garam/pengawet,
pengeringan, pengemasan, pengendalian sumber pembersihan dan sanitasi.
Kimiawi yaitu pengendalian sumber, pengendalian produksi, dan pengendalian
pelabelan. Fisik yaitu pengendalian sumber, pengendalian produksi dan
pengendalian lingkungan.
Pada proses pengolahan tandan buah sawit menjadi CPO (Crude Palm Oil)
diidentifikasi sebagai titik kendal kritis (CCP) adalah CPO storage tank dan
kernel silo operation, sedangkan pada batas kritis (CP) yaitu sterilizer operation,
digestor operation, CF skimmer height, vacuum dryer operation, dan dilution
water.
60
terjadi penyimpangan pada saat proses berlangsung akan menimbulkan bahaya
terjadinya kontaminasi zat besi dari tangki penyimpanan apabila bagian dalam
tangki tidak dilapisi dengan lapisan pelindung yang cocok (Poku, 2002).
Tangki penyimpanan minyak dipakai sebagai penampungan atau
penimbunan minyak produksi dengan dilakukan pengukuran minyak produksi
harian. Tangki penyimpanan berbentuk silinder di permukaan tanah yang
didalamnya dilengkapi dengan pipa pemanas berbentuk spiral, dan pada bagian
atas terdapat lubang untuk pengukuran dan lubang penguapan air. Tangki
penimbunan minyak sawit memiliki kapasitas antara 500-3000 ton. Pemantauan
yang dapat dilakukan adalah pemantauan persyaratan tangki penyimpanan sebagai
penimbunan CPO yang baik (Mangoensoekarjo, 2003) adalah :
1. Kebersihan tangki dijaga, khususnya terhadap kotoran dan air
2. Jangan mencampur minyak berkadar ALB (Asama Lemak Bebas) tinggi atau
minyak kotor dengan minyak berkadar ALB rendah atau bersih
3. Membersihkan tangki dan memeriksa pipa-pipa uap pemanas, tutup tangki,
dan alat-alat pengukur.
4. Memelihara suhu sekitar 50 °C (40 – 60 °C)
5. Pipa pemasukan minyak harus terbenam ujungnya dibawah permukaan
minyak.
6. Melapisi dinding tangki dengan damar epoksi (hanya untuk minyak sawit
bermutu tinggi).
Tindakan koreksi yang dapat dilakukan apabila bahaya sudah tidak dapat
dikendalikan adalah dengan cara mempertahankan temperatur penyimpanan
minyak CPO dalam tangki sekitar 50 °C (40 – 60 °C) untuk mencegah pemadatan
dan fraksinasi (Poku, 2002).
61
yang menggunakan sebaliknya yaitu atas 50 °C, tengah 60 °C, dan bawah 70 °C.
Penurunan kadar air ini bertujuan untuk menonaktifkan kegiatan mikroorganisme
sehingga proses pembentukan jamur atau proses kenaikan asam laurat (lauric
acid) dapat dibatasi pada saat kernel disimpan (Pahan, 2008). Kernel silo dapat
dilhat pada Gambar 50.
Sterilizer Operation
Sterilizer memiliki bentuk panjang 26 m dan diameter pintu 2,1 m. Dalam
sterilizer dilapisi wearing plat setebal 10 mm yang berfungsi untuk menahan
steam, dibawah sterilizer terdapat lubang yang gunanya untuk pembuangan air
kondesat agar pemanasan didalam sterilizer tetap seimbang. Dalam proses
perebusan minyak yang terbuang ± 0,7%. Dalam melakukanproses perebusan
diperlukan uap untuk memanaskan sterilizer yang disalurkan dari boiler. Uap
62
yang masuk ke sterilizer 2,8 – 3 kg/cm2, 140°C dan direbus selama 90 menit.
Sterilizer dapat dilihat pada Gambar 51.
63
Digestor Operation
Digestor merupakan bejana yang dilengkapi dengan alat perajang dan
pemanas untuk mempersiapkan bahan agar lebih mudah dikempa dalam screw
press. Bejana dilengkapi dengan beberapa pasang lengan atau pisau pengaduk
sehingga buah yang diaduk di dalamnya menjadi hancur karena diremas akibat
gesekan yang timbul antara sesama buah dan diantara massa remasan dengan
pengaduk serta dinding ketel. Tujuan peremasan adalah meremas buah sehingga
daging buah lepas dari biji dan menghancurkan sel-sel yang mengandung minyak,
agar minyak dapat diperas sebanyak-banyaknya pada pengempaan berikutnya.
Digestor dapat dilihat pada Gambar 52.
64
minyak dalam ampas akan tinggi. Pengisian yang tidak sempurna sering terjadi
pada saat awal pengoperasian pabrik, hal ini dipaksakan akibat kekurangan
persediaan bahan bakar. Selanjutnya, untuk menghindari kerusakan minyak dapat
dilakukan pemantauan dengan pengaturan suhu panas yang dimasukkan dalam
digester. Suhu yang dikehendaki adalah 90 °C dengan alasan bahwa pada suhu
tersebut minyak sudah mencair dan mudah keluar dari kantong – kantong minyak,
sedangkan yang masih berbentuk emulsi akan pecah menjadi minyak dan cairan
lainnya. Semakin tinggi suhu digester maka perajangan akan semakin baik,
memperingan kerja screw press dan mengurangi biji yang pecah.
CF Skimmer Height
Fungsi Skimmer dalam Continous Settling Tank (CST) adalah untuk
membantu mempercepat pemisahan minyak dengan cara mengaduk (stirring) dan
memecahkan padatan serta mendorong lapisan minyak yang mengandung lumpur
(Sludge). Temperatur yang cukup (95 °C) akan memudahkan proses pemisahan
ini. Prinsip bejana bertekanan diterapkan dalam mekanisme kerja di Continous
Settling Tank (CST) sesuai alur proses produksi pabrik kelapa sawit. Skimmer
height dapat dilihat pada Gambar 53.
Skimmer height merupakan salah satu tahapan yang termasuk Control Point
(CP), karena apabila terjadi penyimpangan pada saat proses berlangsung akan
menimbulkan bahaya banyaknya minyak yang terikut ke sludge karena
pengaturan CST yang terlalu dalam, sedangkan pengaturan yang terlalu dangkal
akan memperlambat pengutipan minyak dan dapat mengakibatkan CST menjadi
penuh (mengurangi kapasitas kerja pemisahaan minyak). Pemantauan yang dapat
65
dilakukan adalah pengaturan skimmer yang disesuaikan dengan ketinggian
minyak di Continous Settling Tank (CST) (max 60 cm dari ketinggian minyak)
dan mempertahankan suhu tetap 95 °C membantu mempercepat pemisahan
minyak.
66
pompa vacuum, juga dipengaruhi fluktuas debit minyak masuk. (3) Pengaturan
kapasitas alat, dimana semakin tinggi kapasitas alat yang sama maka penguapan
air semakin lambat dan menghasilkan minyak yang bermutu jelek (Naibaho,
1996).
Dilution Water
Dilution water adalah air pengencer yang berasal dari hot water tank.
Penambahan dilutionwater dilakukan setelah minyak diekstraksi dengan
perbandingan antara air dan minyak kasar (1:1). Menurut Naibaho (1996) bahwa
jumlah air pengencer yang dianjurkan adalah sebanding dengan jumlah minyak
yang terdapat dalam cairan (crude oil), yaitu harus sesuai dengan norma yang
ditetapkan oleh setiap Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Dilution water dapat dilihat
pada Gambar 55.
67
press-an dari atas bagian tengah atau di chute screw press dan jumlah air
pengencer yang diberikan tergantung pada suhu air pengencer.
Tindakan koreksi yang dapat dilakukan apabila bahaya sudah tidak dapat
dikendalikan adalah dengan melakukan pengawasan terhadap pemanasan air
dalam hot water tank dan mengatur jumlah air pengencer yang digunakan akan
berpengaruh terhadap waktu retensi (retention time) dalam Continous Settling
Tank (CST) yang sangat penting artinya dalam efisiensi pemisahan minyak dan
kualitas minyak.
68
Quality Control Dalam Proses dan Manajemen Produksi
Pada saat ini, kualitas bukan hanya dimaksudkan pada produk akhir saja,
tetapi teliputi semua aspek teknis dan manajemen sejak awal suatu produk
diproses hingga barang tersebut habis dan tidak terpakai lagi oleh konsumen.
Kualitas adalah hal untuk mendapat sesuatu yang diinginkan dalam kesempatan
pertama setiap waktu. Setiap proses harus menghasilkan sesuatu yang sesuai
dengan yang diinginkan. Sehingga diperlukan sistem yang dapat mengontrol
setiap tahap proses tersebut.
Penanganan produk yang baik akan membantu usaha mempertahankan mutu
produk yang baik. Pengetahuan tentang komposisi dan sifat produk serta faktor-
faktor yang mempengaruhi kerusakan minyak kelapa sawit akan sangat
bermanfaat untuk menanganai produk secara tepat. Untuk menghindari kerusakan
minyak maka perlu dilakukan pengendalian pada setiap kegiatan yang
mempengaruhi kerusakan minyak. Kualitas produk yang dihasilkan ditentukan
dari beberapa kegiatan pokok yang harus diperhatikan, diantaranya adalah
mengawasi sistem panen dan transportasi.
69
Sistem Manajemen Produksi
Perubahan kualitas minyak selama proses dipengaruhi oleh sistem
pengolahan dan peralatan yang digunakan. Sistem pengolahan yang tidak dikelola
dengan baik akan menghasilkan produk yang berkualitas rendah dan daya saing
yang rendah.
Faktor yang perlu diperhatikan untuk proses produksi agar tidak
mempengaruhi kerusakan minyak diantaranya adalah menghindari pemakaian uap
kering pada perebusan buah, menghindari pemakaian uap langsung pada stasiun
pemurnian, menghindarkan pemanasan yang berlebihan di unit pengolahan dan
mengendalikan penimbunan.
Uap kering mempunyai temperatur lebih tinggi dibandingkan uap jenuh
pada tekanan yang sama. Pemakaian uap kering pada perebusan buah akan
menyebabkan proses oksidasi pada asam lemak tidak jenuh atau senyawa yang
terkandung dalam minyak dan membentuk polimer yang sulit diserap pada proses
pemucatan.
Produksi uap yang rendah sering menimbulkan pemanasan dalam proses
pengolahan. Oleh karenanya, produksi uap yang rendah mendorong operator
untuk memanaskan cairan minyak dengan uap panas kering secara terbuka.
Pemanasan dengan cara ini akan menyebabkan minyak kembali teremulsi yang
mempersulit pengutipan minyak. Pemanasan uap langsung sering dilakukan pada
COT dan sludge tank, walaupun tidak diperkenankan. Perlu diperhatikan bahwa
oksidasi sangat mudah terjadi pada stasiun pemurnian karena didalam cairan
tersedia logam pro-oksidan.
Usaha peningkatan efisiensi ekstraksi dapat dilakukan dengan pemberian
panas pada alat pengolahan seperti pada screw press. Hal ini bertujuan untuk
membantu dalam pengeluaran minyak dari daging buah serta memanaskan air
pengencernya. Keadaan ini sebenarnya menyebabkan terjadinya oksidasi pada
minyak. Demikian juga halnya pada digester yang dipanasi pada temperature
100-110 °C dapat menyebabkan penggosongan minyak, mengingat kehadiran
oksigen pada saat itu. Kegagalan penurunan kadar air pada minyakdengan alat
vacuum dryer sering diatasi dengan menaikkan temperature pada oil tank yang
70
dapat menyebabkan penurunan kualitas minyak yang dihasilkan. Hal ini perlu
dihindari agar kualitas minyak dapat dipertahankan.
Standarisasi pada tangki angkut perlu dilakukan karena dalam
pengangkutan, banyak truk tangki yang terlibat dan sulit melakukan pengawasan
selama perjalanan. Pada alat angkut, perlu dilengkapi dengan alat pemanas dan
pengontrol temperatur jika jarak pelabuhan jauh dari PKS. Pemanasan minyak
pada tangki timbun PKS yang jaraknya jauh dari pelabuhan biasanya dilakukan
pada temperatur tinggi dengan memperhitungkan bahwa minyak tersebut tiba di
tangki pelabuhan pada temperatur di atas titik cair. Kualitas minyak dalam
penimbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan kondisitangki timbun. Untuk
mencapai hasil yang baik, diperlukan pengaturan penimbunan. Pengaturan
temperatur minyak sawit yang akan dipompakan ke truk tangki berkisar 50-55 °C.
Kualitas minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS)
dipengaruhi oleh sistem panen yang diberlakukan. Kriteria matang panen yang
bervariasi akan menyebabkan perbedaan kualitas MKS dan IKS. Pemanenan yang
sesuai dengan norma-norma panen tidak akan menimbulkan pengaruh negative
terhadap kualitas Penyimpangan akan selalu terjadi sehingga menyebabkan
penurunan kualitas seperti pengutipan brondolan yang kotor serta pemotongan
buah mentah. Dengan demikian, kualitas TBS yang diterima di pabrik tidak akan
mendukung usaha peningkatan kualitas produk akhir yang dihasilkan seperti asam
lemak bebasa yang tinggi.
Manajemen menetapkan kualitas produk yang dapat dihasilkan oleh pabrik
dengan tenaga kerja yang sudah ada dan dapat mengatasi apabila terjadi
penyimpangan produk. Dalam pencapaian kualitas yang dihasilkan, perlu
dipertimbangkan nilai ekonomis yang menyangkut efisiensi pengolahan,
perubahan kapasitas oleh pabrik, dan manajemen pelaksanaannya.
Produk Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK) yang dihasilkan
ditampung sementara dalam tangki penyimpanan yang siap didistribusikan ke
konsumen. Dengan kualitas produk yang biasanya menjadi parameter konsumen
yaitu kadar asam lemak produk, kadar kotoran yang ada dalam produk.
71
Quality Control (QC) Selama Proses Produksi Crude Palm Oil (CPO) dan PK
(Palm Kernel)
Quality Control (QC) berperan untuk menganalisis dan mengontrol tiap
tahapan proses yang terjadi dan membandingkannya dengan standar yang
ditetapkan dalam suatu produk. Hasil analisa yang dilakukan oleh laboran pada
laboratorium QC dilaporkan setiap hari kepada Asisten QC. Laporan tersebut
kemudian dilaporkan kembali kepada manager untuk selanjutnya dikirim ke pusat.
Pada pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Crude Palm Kernel Oil
(CPKO), QC berperan mulai dari tahapan grading/sortasi sampai dengan produk
CPO dan CPKO siap untuk dikirim ke konsumen. Dalam setiap tahapan proses
produksi dilakukan berbagai analisa yang dilakukan oleh QC sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan guna mengetahui sejauh mana keoptimalan
jalannya proses guna mendapatkan produk sesuai standar yang ditetapkan.
Standar mutu yang ditetapkan untuk standar kehilangan minyak (Oil Losses)
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Standar Mutu kehilangan minyak (Oil Losses)
Minyak terhadap TBS Target
TBS diolah Budget
%OER Budget
Brondolan dijanjang kosong 0,05
Janjang kosong 0,30
Fibre 0,58
Nut 0,05
Final effluent 0,42
TOTAL 1,40
Sludge ex centrifuge 0,28
Sumber : PT. B, 2010.
72
Berdasarkan sistem jaminan mutu ISO 9000 pada pabrik kelapa sawit,
toleransi kehilangan minyak dalam air rebusan adalah maksimum 0,7 % dari
kapasitas oleh tandan buah segar per harinya. Dengan kondisi kerja atau proses :
Tekanan = 2,8 – 3 kg/cm2
Masa rebus tiga puncak = 90 – 110 menit
Temperatur = 110 °C – 130 °C
Pada kondisi kerja dengan tekanan 3 kg/cm2, suhu 130 °C dan waktu 90
menit, untuk proses perebusan dengan sistem tiga puncak, kehilangan minyak
telah melewati batas yang normal yaitu sebesar 0,7 %, namun perebusan telah
mencapai hasil yang optimum dan sempurna yaitu berondolan sudah dilepas dari
tandannya. Hal ini dapat dilihat pada proses selanjutnya dimana buah akan mudah
terpipil, pengmpaan pada screw press sempurna sehingga kehilangan minyak pada
stasiun ini semakin kecil. Selain itu minyak dapat mudah dipucatkan dan
menghasilkan minyak yang kandungan asam lemak bebas (ALB) rendah sehingga
dapat menghasilkan meningkatnya rendemen minyak. Pada proses pemisahan
cangkang dan kernel pada conveyor juga semakin mudah. Dengan demikian
keuntungan pada perusahaan semakin besar. Inilah sebabnya pabrik pengolahan
kelapa sawit menggunakan tekanan 2,8 – 3 kg/cm2, waktu 90 – 110 menit pada
suhu antara 110 – 130 °C untuk merebus tandan buah segar.
Faktor kerusakan peralatan-peralatan juga termasuk dalam penyimpangan
seperti rusaknya pintu rebusan sehingga kebocoran uap terjadi dan dapat
memperpanjang masa perebusan yang mengakibatkan buah terendam lama dalam
lori dan minyak yang terikut di dalam air kondensat semakin banyak. Selain itu,
kerusakan roda lori yang disebabkan oleh tersisanya air kondensat di dalam
rebusan membuat buah terisolasi oleh air kondensat,sedangkan faktor teknis yang
menyebabkan penyimpangan ini terjadi adalah konsumsi uap dari BPV (Back
Preassure Level) tidak memenuhi standar yang diinginkan yang diakibatkan oleh
dropnya uap di stasiun loading, kerja sama yang kurang terkoordinir antara stasiun
loading ramp dan sterilizer serta perbaikan dan penggantian peralatan yang rusak
kurang mendapatkan perhatian dari bengkel.
Upaya pemecahan masalah tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu pemasukan lori buah mentah dan pengeluaran buah masak harus
73
diperhitungkan dengan cermat, perlu diadakan penyuluhan kepada operator dan
karyawan pabrik berupa pengolahan sebelum pelaksanaan kerja terutama dalam
penanggulangan kecelakaan kerja dan diusahakan agar tekanan uap di boiler tetap
yaitu 19 – 20 kg/cm2 .
Pada Setiap evaluasi dicantumkan penyimpangan yang terjadi,
penyebabnya, apakah keadaan tersebut sering berulang dan pada kondisi yang
bagaimana agar mempermudah proses pengendalian kualitas. Hal ini dapat
digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan perbaikan peralatan,
proses, bahan baku, bahan pendukung, desain dan pengolahan. Maka dengan
perencanaan yang baik, adanya keterpaduan transpor buah ke pabrik dan
penerimaan buah di pabrik, sumber daya manusia yang berkualitas dan peralatan-
peralatan dalam kondisi baik akan memberikan manfaat dan keuntungan bagi
pabrikyaitu meningkatkan rendemen minyak yang diperoleh.
Parameter Uji Produksi Mutu Minyak Kelapa Sawit
1. Kandungan Asam Lemak Bebas atau Free Fatty Acid (FFA)
Analisis FFA merupakan analisis yang menunjukkan sejumlah
kandungan asam lemak bebas dalam minyak yang rusak karena peristiwa
oksidasi atau hidrolisis. Dalam reaksi hidrolisis menurut Ketaren (1986),
minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.
Semakin banyak asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu minyak maka
akan mengakibatkan ketengikan dalam minyak tersebut yang akhirnya
berpengaruh terhadap rasa dan bau dalam minyak. Parameter ini yang
menentukan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam suatu sampel
minyak yang dapat dilihat pada Gambar 56. Asam lemak bebas merupakan
asam-asam lemak yang tidak berikatan. Pada minyak yang dihasilkan dari
minyak kelapa sawit, asam lemak bebas dihitung sebagai asam palmitat. Asam
palmitat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki jumlah atom C16.
74
Gambar 56. Hasil Analisa FFA
75
2. Bilangan Peroksida atau Peroxide Value (PV)
Analisis PV (Peroxide Value) digunakan untuk menetukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak. Peroksida dapat mempercepat proses
timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan
yang dapat dilhat pada Gambar 58.
76
terbalik dengan nilai iodin value yang dapat dilihat pada Gambar 59. Semakin
rendah %FFA, semakin tinggi nilai IV, sebaliknya semakin tinggi nilai %FFA
semakin rendah nilai IV. Minyak goreng yang baik adalah yang memiliki nilai
IV tinggi, jadi semakin rendah % FFA kualitas minyak goreng semakin baik.
77
Gambar 60. Reaksi penetapan bilangan iodin
4. Warna (Colour)
Analisa warna berguna mengukur warna pada sampel minyak maupun lemak
yang dapat dilihat pada Gambar 61.
78
Warna gelap pada minyak disebabkan oleh proses oksidasi terhadap
tokoferol. Dalam Ketaren (1986) disebutkan bahwa warna cokelat pada minyak
terjadi karena reaksi molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti
aldehid serta gugus amin dari molekul protein yang disebabkan karena aktivitas
enzim-enzim seperti fenol oksidasi, polifenol oksidasi dan sebagainya.
Untuk keperluan industri dan pemakaian secara umum pengukuran warna
pada minyak dilakukan dengan menggunakan alat tintometer. Warna pada
minyak dapat diketahui dengan membandingkan warna contoh dengan warna
standar.
5. Air dan Pengotor (Moisture and Impurities)
Analisis moisture digunakan untuk menentukan nilai kandungan zat
menguap dalam minyak, yaitu jumlah zat/bahan yang menguap pada suhu 130
°C, termasuk didalamnya air serta dinyatakan sebagai berkurangnya berat
apabila sampel dipanaskan pada suhu 130 °C. Terdapat dua metode yang
digunakan yakni metode hot plate dan oven yang dapat dilihat pada Gambar
62.
Penetapan kadar air pada minyak dan lemak dapat ditentukan dengan
berbagai cara yaitu :
1. Cara Hot Plate
Cara hot plate dapat digunakan untuk menentukan kadar air dan bahan lain
yang menguap yang terdapat dalam minyak dan lemak. Cara tersebut dapat
digunakan untuk semua jenis minyak dan lemak termasuk emulsi seperti
mentega serta minyak kelapa dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi.
79
Untuk minyak yang diperoleh melalui ekstraksi dengan pelarut menguap
cara tersebut tidak bisa digunakan.
2. Cara Oven Terbuka
Cara oven terbuka digunakan untuk lemak hewani dan nabati tetapi tidak
dapat digunakan untuk minyak yang mengering (drying oils) atau setengah
mengering (semi drying oils).
3. Cara Oven Hampa Udara
Cara oven hampa udara dapat digunakan untuk semua jenis minyak dan
lemak kecuali minyak kelapa dan minyak yang sejenis yang tidak
mengandung asam lemak bebas lebih dari 1%.
80
6. Meningkatkan image yang baik terhadap perusahaan
Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan
pengurangan limbah yaitu dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse,
Recycle, Recovery/Reclaim) (Purwanto, 2005).
1. Elimination (Pencegahan)
Elimination adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah langsung dari
sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi samapai produk.
2. Reduce (Pengurangan)
Reduce adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi timbulan limbah
pada sumbernya.
3. Reuse (Pakai ulang/penggunaan kembali)
Reuse adalah upaya yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan
kembali tanpa perlakuan fisik, kimia dan biologi.
4. Recycle (Daur ulang)
Recycle adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan limbah
dengan memprosesnya kembali ke proses semula.
5. Recovery/Reclaim (Pungut ulang/ambil ulang)
Recovery/reclaim adalah upaya mengambil bahan-bahan yang masih
mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikembalikan ke
dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisik, kimia dan biologi.
Tingkatan terakhir dalam pengelolaan lingkungan adalah pengelolaan dan
pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak dapat dilakukan :
a) Treatment (Pengolahan)
Treatment dilakukan apabila seluruyh tingkatan produksi bersih telah
dikerjakan, sehinggan limbah yang masih ditimbulkan perlu untuk dilakukan
pengolahan agar buangan memenuhi batu mutu lingkungan.
b) Disposal (Pembuangan)
Disposal limbah bagi limbah yang telah diolah. Beberapa limbah yang
termasuk dalam kategori berbahaya dan beracun perlu dilakukan penanganan
khusus.
Tingkatan pengolahan limbah dapat dilakukan berdasarkan konsep produksi
bersih dan pengelolaan limbah sampai dengan pembuangan (Weston dan Stuckey,
81
1994). Penekanan dilakukan pada pencegahan atau minimalisasi timbulan limbah
dan penolahan maupun penimbunan merupakan upaya terakhir yang dilakukan
bila uapaya dengan pendekatan produksi bersih tidak mungkin untruk diterapkan
(Purwanto, 2005).
82
Krani angkut (Truk Pengangkut) di wajibkan untuk memakai jaring
penahan pada atap truk guna mencegah jatuhnya buah pada saat distribusi dari
kebun ke pabrik, walaupun dengan cara tersebut tidak mencegah sepenuhnya
terjadi ceceran/jatuhnya buah akan tetapi cara tersebut mencerminkan
perhatian perusahaan dalam meminimalkan limbah.
2. Reduce (Pengurangan)
Salah satu upaya produksi bersih dalam meningkatkan efisiensi produk
adalah dengan melakukan perbaikan serta perawatan peralatan secara berkala,
hal ini di lakukan karena pada dasarnya peralatan yang di gunakan pada proses
produksi akan mengalami penurunan efektifitas kerja karena adanya aus pada
komponen alat maupun kerusakan pada mesin sehingga tidak bekerja secara
optimal. Pentingnya dilakukan perawatan dan perbaikan secara berkala ini
dapat mencegah turunnya efektifitas kerja mesin sehingga mampu selalu
bekerja pada kondisi optimumnya yang dapat dilihat pada Gambar 63.
83
misalnya saja produktivitas, faktor cuaca, maupun teknis sehingga buah yang
dihasilkan oleh kebun jumlahnya bervariasi.
3. Reuse (Penggunaan ulang)
Pendekatan konsep reuse pada industri ini terlihat pada penanganan
limbah padatnya dimana limbah padat tidak dibuang percuma tetapi digunakan
kembali untuk proses lainnya dalam kebutuhan industri. Penanganan limbah
padat di PT. C meliputi beberapa hal antara lain adalah :
a. Tandan Kosong Sawit (TKS)
Tandan Kosong Sawit (TKS) adalah hasil samping dari proses
thresing dimana tandan buah segar (TBS) yang masuk alat threser akan di
lepaskan buahnya (berondolan) dari tandanya sehingga berondolan di kirim
ke stasiun press dan TKS di buang sebagai hasil samping. Therser dapat
dilihat pada Gambar 64.
84
ke kebun dan ditimbun untuk digunakan sebagai pupuk. Penampungan TKS
sementara dapat dilihat pada Gambar 65.
b. Sludge
Sludge adalah hasil samping industri lumpur yang di hasilkan
dariproses pengolahan CPO ini masih mengandung mineral-mineral seperti
N,Ca, Mg, Fe dan S yang berguna untuk kesuburan tanah sehingga tidak
dibuang begitu saja tetapi di manfaatkan kembali ke lahan untuk di
jadikanpupuk atau bahkan di jual kepada masyarakat setempat yang
berminat. Sludge yang dihasilkan oleh PT. C yang dapat dilihat pada
Gambar 66.
85
baku penunjang karena cangkang dan serat di gunakan sebagai bahan bakar
boiler.
Serat dan cangkang yang terbentuk dari proses dialirkan
melaluikonveyor untuk mengisi bahan bakar pada boiler sebagai bahan
bakarpembangkitnya (waste to product). Untuk fiber 75% dan
cangkanghanya 25%. Fiber dan cangkang tersebut langsung dialirkan ke
boiler setelah lepas dari kernel station maka formulasi perbandingan
tersebut tidak dapat sesuai dengan yang diinginkan oleh karenanya pada PT.
C ini ada satu pekerja yang ditugaskan khusus membuka lubang conveyor
tempat aliran cangkangke boiler agar persentasi antara fiber dan cangkang
yang masuk ke boiler sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini tidak efektif
yang seharusnya dapat dilakukan oleh sebuah mesin otomatis.
4. Recycle (Daur Ulang)
Proses daur ulang dilakukan pada limbah cair sawit yang terakumulasi pada
kolam-kolam pembuangan. Limbah cair yang di hasilkan di industri ini terbagi
menjadi dua bagian, yaitu :
a. Limbah cair dari proses sterilisasi
Limbah cair dari sterilisasi ini ditimbulkan dari proses
pengerukan/pengeluaran TBS dari sterilizer yang dimana mengandung
minyak bercampur air yang merembes keluar dari buah sebelum dilakukan
pressing. Limbah tersebut di alirkan melalui selokan yang berujung kepada
fatfit tank (tanki penampungan minyak) yang berfungsi untuk menampung
minyak rembesan sebelum dialirkan ke stasiun klarifikasi untuk di
murnikan.
b. Limbah Cair Proses
Limbah ini dihasilkan dari stasiun klarifikasi yang bertugas
memurnikan minyak dari sludge dan air. Pada limbah cair proses, meskipun
telah melewati stasiun klarifikasi tapi tidak sepenuhnya limbah yang di
hasilkan merupakan limbah 100%, tetapi masih terdapat minyak yang
terkandung di dalamnya. Limbah dari stasiun klarifikasi di alirkan langsung
ke kolam limbah untuk diolah lebih lanjut. Limbah pada kolam pertama
(mixing pond) merupakan kolam limbah cair yang relatif pekat dibanding
86
kolam lainnya karena masih mengandung banyak minyak yangterakumulasi
dari proses klarifikasi sebelumnya sehingga dalam waktutertentu minyak
tersebut di tank kembali dengan menggunakan pompa keFat Fit Tank untuk
kembali dimurnikan di stasiun klarifikasi dan di ambil minyaknya (recycle)
sehingga dengan ini di maksudkan minyak yang terbuang menjadi
seminimal mungkin. Fat Fit Tank dapat dilihat pada Gambar 67.
5. Recovery /reclaim
Recovery/reclaim adalah upaya mengambil bahan-bahan yang masih
mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikemballkan ke
dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuakn fisika, kimia dan biologi.
Pada proses klariflkasi yakni untuk melakukan proses penjernihan yang
dihasilkan dari proses press.
Selanjutnya Crude Oil dipompakan ke Continus Sentling Tank (CST)
guna memisahkan antara minyak, sludge dan pasir halus dengan menggunakan
prinsip perbedaan berat jenis. Sludge yang dihasilkan dari Continus Sentling
Tank (CST) yang masih mengandung minyak maksimum 12% kemudian
menuju Sludge tank, Buffer Tank dan kemudian separator akan masuk kepipa
yang menuju ke Fat Fit Recovery Pond. Fat Fit Recovery Pond dapat dilihat
pada Gambar 68.
87
Gambar 68. Fat Fit Recovery Pond
Parameter utama dalam standar mutu limbah cair industri minyak kelapa
sawit disajikan pada Tabel 10 didasarakan pada teknologi terbaik yang tersedia
di Indonesia. Baku mutu ini harus digunakan untuk seluruh industri minyak
kelapa sawit. Berikut adalah hasil uji limbah cair pada industri minyak kelapa
sawit di PT. C yang disajikan pada Tabel 11.
88
Tabel 11. Hasil uji limbah cair pada industri minyak kelapa sawit di PT. C
Parameter Satuan Hasil pengujian Sfesifikasi metode
Jumlah zat padat mg/L
250 APHA, 2540 – D
tersuspensi
Kebutuhan oksigen mg/L
500 APHA, 5220 – C
kimiawai
Minyak dan lemak mg/L 300 SNI 06-6989.10-2004
Amoniak total (NH3- mg/L
25 SNI 06-6989.30-2005
N)
BOD mg/L 45 SNI 06-2503-1991
pH mg/L 20 SNI 06-1140-1989
Sumber : PT. C, 2011
89
6. Aerobic pond : 50 x 30 x 4 = 6.000 m3
7. Aeration pond : 30 x 20 x 4 = 2.400 m3
8. Sedimentation : 30 x 20 x 4 = 2.400 m3
Jumlah : 46.200 m3
Volume air limbah PMKS di PT. C :
Kap. Pabrik 45 ton/jam
Volume air limbah per jam : 55% x 45 ton = 24,75 m3/jam
Volume air limbah per jam (16 jam mengolah) : 16 x 24,75 m3 = 396 m3
Volume air limbah per 100 hari : 100 x 396 m3 = 39.000 m3
Volume kolam limbah PMKS PT. C = 46.200 m3
Untuk kapasitas pabrik 45 ton/jam, Rt = 46.200/396 = 39.600 m3
Bersdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa volume kolam limbah PMKS
PT. C telah memenuhi syarat untuk kapasitas pabrik 45 ton tandan buah segar
(TBS)/jam.
90
1. Komitmen terhadap keterbukaan
Para produsen (growers) kelapa sawit memberikan informasi lengkap kepada
para pengambil keputusan dalam bahasa dan bentuk yang sesuai, dan secara
tepat waktu, agar dapat berperan serta dengan baik dalam pengambilan
keputusan.
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Penggunaan lahan untuk kelapa sawit tidak mengganggu hak-hak hukum atau
adat pengguna lain, tanpa perserujuan sukarela mereka yang diberitahukan
sebelumnya.
3. Perencanaan manajemen untuk mencapai kelayakan ekonomi dan
keuangan jangka panjang
Produktivitas dan kualitas jangka panjang optimal hasil panen dan produk-
produk dicapai melalui praktik-praktik agronomi, pengolahan dan manajemen
dan praktek-praktek produsen dan pabrik pengolah cukup optimal untuk
mempertahankan produksi minyak sawit yang bermutu tinggi.
4. Digunakannya praktik usaha yang baik oleh para produsen dan pabrik
pengolah
Praktik-praktik mempertahankan dan jika memungkinkan meningkatkan,
kesuburan tanah berada pada tingkat yang dapat menjamin hasil yang
banyak dan berkelanjutan. Praktek-praktik ditujukan pada penjagaan
mutu dan ketersediaan air permukaan dan air tanah. Hama, penyakit, gulma,
dan spesies pengganggu lain dapat dikendalikan dengan baik dan penggunaan
bahan kimia dilakukan secara optimal atas dasar teknik Manajemen Hama
Terpadu serta aturan keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan.
5. Tanggung jawab lingkungan hidup dan konservasi sumber daya alam serta
keanekaraeaman hayati
Dilakukan penilaian mengenai dampak lingkungan kelapa sawit yang
ditanam, baik positif maupun negatif, dan hasilnya dimasukkan ke dalam
perencanaan manajemen serta dilaksanakan dalam prosedur operasional.
Limbah dimusnahkan. didaur ulang, dinianfaatkan kembali dan dibuang
dengan cara yang raniah lingkungan dan ramah sosial dan memaksimalkan
efisiensi penggunaan energi dan penggunaan energi yang terbaharukan.
91
6. Pertimbangan yang bertanggung jawab para karyawan dan perorangan serta
masyarakat yang terkena dampak dari produsen dan pabrik pengolah
Menilai dampak sosial. baik positif maupun negatif, dari kelapa sawit yang
ditanam dan diolah, dan memasukkan hasilnya ke dalam perencanaan
manajemen dan dilaksanakan dalam tatacara operasional. Terdapat metode
yang terbuka dan transparan untuk melakukan komunikasi dan konsultasi
antara produsen (growers) dan/atau pabrik pengolah, masyarakat setempatdan
pihak-pihak lain yang terkena dampak atau berkepentingan. Terdapat sistem
yang disepakati bersama dan terdokumentasi untuk menangani keluhan dan
ketidaksetujuan, yang dilaksanakan dan diterima oleh semua pihak.
7. Pengembangan perkebunan baru yang bertanggung jawab
Melakukan penilaian dampak sosial dan lingkungan yang menyeluruh dan
melibatkan semua pihak sebeIum melakukan penanaman atau operasi baiu,
uiau mempenuas perkebunan yang sudah ada, dan hasilnya dimasukkan ke
dalam perencanaan, manajemen dan operasi.
8. Komitmen terhadap peningkatan sinambung di bidang kegiatan utama
Produsen (grower) secara rutin memantau dan mengkaji ulang kegiatan-
kegiatan mereka dan mengembangkan serta melaksanakan program keria
vane memungkinkan peningkatan nyata dan sinambung dalam operasi-
operasi utama. Guide RSPO yang terlihat hampir di setiap ruangan dapat
dilihat pada Gambar 69.
Bergabungnya PT. C sebagai salah satu anggota RSPO maka segala kriteria
industri yang menjadikan syarat sebagai anggota RSPO harus di jalankan
sehingga secara otomatis peningkatan kualitas dalam produksi bersih akan
92
terus meningkat seiring dengan salah saiu prinsip dari RSPO itu sendiri yaitu
melakukan Continous Improvement.
93
4. ISO 14011 (Pedoman Untuk Audit Lingkungan-Prosedur Audit Lingkungan-
Audit Sistem Manajemen Lingkungan).
5. ISO 14012 (Pedoman untuk Audit Lingkungan - Kriteria Persyaratan untuk
menjadi Auditor Lingkungan).
Standar ISO seri 14000 terbagi dalam dua bidang yang terpisah yaitu
evaluasi organisasi dan evaluasi produk. Evaluasi organisasi terbagi dari 3 sub
sistem yaitu sub sistem manajemen lingkungan, audit lingkungan dan evaluasi
kinerja lingkungan. Evaluasi produk terdiri dari sub sistem aspek lingkungan pada
standar produk, label lingkungan dan asesmen daur hidup (Hadiwiardjo, 1997)
dalam (Haryanto, 2009).
Pada dasarnya ISO 14000 adalah standar manajemen lingkungan yang
sifatnya sukarela tetapi konsumen menuntut produsen untuk melaksanakan
program sertifikasi tersebut. Pelaksanaan program sertifikasi ISO 14000 dapat
dikatakan sebagai tindakan proaktif dari produsen yang dapat mengangkat
citraperusahaan dan memperoleh kepercayaan dari konsumen. Dengan demikian
maka pelaksanaan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) berdasarkan Standar
ISO Seri 14000 bukan merupakan beban tetapi justru merupakan kebutuhan bagi
produsen (Kuhre, 1995) dalam (Haryanto, 2009).
Dampak positif terbesar terhadap lingkungan kiranya adalah pengurangan
limbah berbahaya. Sertifikasi ISO mensyaratkan program-program yang akan
menurunkan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya dan limbah berbahaya.
Adapun manfaat utama dari program sertifikasi ISO 14000 antara lain (Kuhre,
1995) dalam (Haryanto, 2009):
1. Dapat mengidentifikasi, memperkirakan daan mengatasi resiko
lingkunganyang mungkin timbul.
2. Dapat menekan biaya produksi dapat mengurangi kecelakaan kerja dapat
memelihara hubungan baik dengan masyarakat, Pemerintah dan pihak-pihak
yang peduli terhadap lingkungan.
3. Memberi jaminan kepada konsumen mengenai komitmen pihak manajemen
puncak terhadap lingkungan.
4. Dapat mengangkat citra perusahaan, meningkatkan kepercayaan konsumen dan
memperbesar pangsa pasar.
94
5. Menunjukkan ketaatan perusahaan terhadap Peraturan Perundang - undangan
yang berkaitan dengan lingkungan.
6. Mempermudah memperoleh izin dan akses kredit bank.
7. Dapat meningkatkan motivasi para pekerja.
Pada PT. C pengakuan/sertifikat tentang sistem manajemen lingkungan menurut
standar ISO 14000 ini belum ada.
Sinergi Sistem Dalam Implementasi
1. Keterkaitan antara 8 prinsip Roundtabk on Sustainable Palm Oil (RSPO)
dengan strategi 1E4R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle,
Recovery/Reclaim).
95
Gambar 70. Hasil check list dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di PT. C
76
Pada Gambar 47dapat dilihat bahwa dari prinsip 1 sampai dengan pnnsip
8 memiliki nilai indikator dan kriteriayang berbeda-beda yang disebabkan oleh
perbedaan pembagian bobot dan tingkat pemenuhan terhadap indikator, kriteria
dan prinsip yang di terapkan di PT. C.
Nilai yang diambil dalam analisis ini adalah berupa persentase tertinggi
yaitu 100%, yang dibagi dengan 8 prinsip, kemudian dibagi lagi menjadi
beberapa kriteria serta beberapa indikator. Dari seluruh indikator dijumlahkan
sesuai dengan kriteria, kemudian masing-masing kriteria dijumlahkan
berdasarkan prinsip dan dikalikan dengan persentase per prinsip sehingga
didapat persentase penerapan per prinsip. Persentase dari semua prinsiptersebut
dijumlahkan sehingga PT. C mendapatkan nilaisebesar 68,71% yang telah
diterapkan, yang artinya ada sekitar 31,29% yang belum diterapkan. Dalam
31,29% yang belum diterapkan tersebut tentunyaberkaitan pula pada konsep
produksi bersih yaitu 1E4R (Elimination, Reduce,Reuse, Recycle,
Recovery/Reclaim) yang belum diterapkan di PT. C. Pada beberapa kriteria
ditemukan beberapa nilai bobot 0%yang terkait dengan sistem Social and
Environmental Impact Assessement (SEIA) dikarenakan di PT. C belum
memenuhi kriteriatersebut.
2. Keterkaitan 5 Standar International Organization for Standardization (ISO)
14000 dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di PT. C
77
dengan hasil dari check list 8 prinsip RSPO di PT. C dapat dilihat pada Tabel
12.
Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa masing-masing lima standar ISO
14000 di check list kembali dengan setiap prinsip RSPO. Setiap standar ISO
yang mempunyai sinergi dengan setiap prinsip dari RSPO diberikan nilai
sesuai dengan hasil check list yang dilakukan sebelumnya pada RSPO di PT.
C.Masing-masing kolom yang bersinergi diberikan tingkatan warna mulai dari
pnnsip 1 sampai 8. Sinergi yang ada pada kolom 1 sampai dengan 8
dijumlahkan pada masing-masing standar ISO 14000 dengan catatar apabila
terdapat sinergi yang terisi pada kolom yang sama, maka nilai bobot tersebut
tidak termasuk dalam penjumlahan baris berikutnya. Kemudian total dari
5 standar ISO 14000 dijumlahkan, sehingga didapatkan nilai sebesar 61,52%.
Untuk mengetahui seberapa besar persentase sinergi yang terjadi antara 5
Standar ISO 14000 dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)
formulasi yang diterapkan adalah total sinergi dari 5 standar ISO 14000 dengan
8 kriteria RSPO dibagi dengan implementasi pencapaian prinsip pada semua
indikator RSPO (%) yaitu sebesar 89% yang berarti bahwa terjadi sinergi
sebesar angka tersebut, yang merupakan kinerja pencapaian sangat baik dari
suatu implementasi perusahaan dalam penerapan produksi bersih (Cleaner
Production).
Hal ini berarti (100-89)% atau sebesar 11% masih perlu diperbaiki.
Kondisi ini akan berdampak sangat signifikan bila mana di follow up sesuai
standar oleh perusahaan.
78
Tabel 12. Keterkaitan 5 standar ISO 14000 dengan check list Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di PT. C
Prinsip RSPO
(8 prinsip)
Prinsip Prinsip Prinsip Prinsip Prinsip Prinsip Prinsip Prinsip
Total
1 2 3 4 5 6 7 8
5 strandar
ISO 14000
1. ISO 14001
(Sistem Manajemen Lingkungan Spesifik 9,93% 9,93%
Dengan Panduan Untuk Penggunaan)
2. ISO 14004
(Sistem Manajemen Lingkungan-Oedoman
7,50% 10,99% 7,21% 3,57% 29,27%
Umum Atas Prinsip-Prinsip, Sistem Dan
Teknik Pendukungnya)
3. ISO 14010
(Pedoman Umum Audit Lingkungan- 9.82% 7,50% 9,82%
Prinsip-Prinsip Umum Audit Lingkungan
4. ISO 14011
(Pedoman Untuk Audit Lingkungan-
9,82% 7,50% 10,99% 12,5% 12,5%
Prosedur Audit Lingkungan-Audit Sistem
Manajemen Lingkungan)
5. ISO 14012
(Pedoman Untuk Audit Lingkungan-Kriteria
0%
Persyaratan Untuk Menjadi Auditor
Lingkungan)
TOTAL 61,52%
Sumber: Data diolah, 2012.
79
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
80
Kondisi lingkungan kerja yang nyaman akan mempengaruhi pegawai
bekerja lebih giat dan konsentrasi menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai jadwal.
Keberhasilan peningkatan kinerja menuntut instansi mengetahui sasaran kinerja.
Jika sasaran kinerja ditumbuhkan dari dalam diri karyawan akan membentuk
suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja turut menunjang maka
pencapaian kinerja akan lebih mudah (Mangkunegara, 2005).Beberapakegiatan
yang telah dilakukan PT. D dalam menerapkan SMK3 didalam perusahaannya
disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Sistem manajemen yang telah dilakukan
No Sistem manajemen Kegiatan yang dilakukan
Penyusunan Instruksi Kerja (IK), merencanakan
1 Perencanaan
untuk menghasilkan produk ramah lingkungan,
lingkungan kerja yang bersih, menerapkan SMK3.
MembuatstrukturorganisasiP2K3,mengkordinasikan
2 Pengorganisasian
kepada seluruh pihak terkait tentang penerapan
SMK3 baik kepada pemerintah maupun pekerja.
Menerapkan IK pada setiap proses produksi,
membuat dan memasang rambu-rambu keselamatan
dan jalur evakuasi di setiap area, melakukan
3 Pelaksanaan
pelatihan dan simulasi bila terjadi kebakaran,
memberikan pengarahan kepada pekerja untuk
menerapkan K3 di area tempat kerja khususnya
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
MeJakukan pelaporan inspeksi lingkungan dan K3
4 Pengukuran
setiap 1 bulan sekali, mendeskripsikan masalah /
temuan yang tidak sesuai dengan kaidah K3.
Melakukan rekomendasi dan perbaikan serta
5 Tindak lanjut
penanganan pada masalah yang ditemukan
dilinpkungan kerja khususnya mengenai K3.
Sumber : PT. D, 2011
Produktifitas dan daya saing yang tinggi dari perusahaan salah satunya
dapat tercapai karena tenaga kerja yang produktif secara stabil. Untuk mencapai
itu maka keselamatan dan kesehatan tenaga kerja merupakan faktor penting bagi
perusahaan. Banyak faktor yang dapat meningkatkan keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja diantaranya adalah lingkungan kerja yang baik. Tanpa lingkungan
kerja yang baik maka motivasi, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja tidak
akan menjadi baik apalagi meningkat. Agar dapat menjaga kesehatan dan
81
keselamatan lingkungan kerja, UU No.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1 menyatakan
bahwa syarat-syarat keselamatan kerja termasuk pengawasan terhadap lingkungan
kerja harus dilaksanakan. Pengawasan lingkungan kerja adalah serangkaian
kegiatan pengawasan dari semua tindakan yang dilakukan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan atas pemenuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan atas
objek pengawasan lingkungan kerja.Untuk mendukung usaha ini maka perlu
sekali mempelajari, memahami dan menerapkan pengetahuan tentang Pengawasan
K3 Lingkungan Kerja.Tanpa ada pengawasan maka tujuan K3 akan sulit tercapai.
Struktur Organisasi Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Organisasi adalah suatu kerja sama sekelompok orang untuk mencapai
tujuan bersama yang diinginkan dan mau terlibat dengan peraturan yang ada.
Salah satu organisasi yang bergerak dibidang SMK3 adalah Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (P2K3) adalah badan pembantu ditempat kerja yang merupakan
wadah kerja sama antar pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerja
sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja. Tugas P2K3 adalah memberikan saran atau pertimbangan baik
diminta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah
keselamatan dan kesehatan kerja. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (P2K3) di PT. D bertugas untuk membina keselamatan pekerjadalam
melakukan proses produksi, membuat instruksi kerja, melakukan inspeksi
kebakaran, dan menjaga lingkungan agar kecelakaan kerja dapat diminimalkan.
Struktur P2K3 PT. D dapat dilihat pada Gambar 71.
82
Ketua
Sekretaris
P2K3
Petugas
P3K
Petugas Anggota Petugas
P3K pemadam peran
kebakaran kebakara
n
Shif 1 Shif 2
Gambar 71. Struktur Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. D
83
Sumber potensi bahaya dan potensi bahaya yang dapat menurunkan
produktivitas pekerja dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Faktor teknis (tehnical equipment)
Faktor teknis yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada
pekerjaan dan alat kerja. Potensi bahaya yang disebabkan faktor teknis dapat
berupa potensi bahaya proses produksi yaitu potensi bahaya yang ditimbulkan
oleh jenis kegiatan, peralatan dan bahan yang dipakai dalam proses produksi
seperti pengelasan, pembubutan dan lain-lain. Cara penanggulangan terhadap
sumber bahaya yang berasal dari faktor teknis, PT. D melakukan perbaikan-
perbaikan apabila terjadi kerusakan alat. Pemeliharaan alat-alat produksi
tersebut dilakukan seminggu sekali yaitu pada hari senin, dengan tujuan agar
mesin tahan lama,mengurangi biaya perbaikan dan mencegah terjadinya
kecelakaan kerja akibat alat-alat yang rusak.
Pengelasan dan pembubutan dilakukan oleh orang-orang yang ahli
dibidangnya, selama melakukan kegiatan pengelasan dan pembubutan
digunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang dapat melindungi diri khususnya
mata dari api hasil pengelasan. Gambar APD untuk pengelasan dapat dilihat
pada Gambar 72.
84
misalnya pada minyak CPO yang tercecer dilantai dapat mengakibatkan lantai
menjadi licin sehingga pekerja yang melewati lantai tersebut dapat terpeleset
dan terluka.Kecelakaan tersebut dapat mengakibatkan produktivitas pekerja
menurun. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di PT. D melakukan penanggulangan
kecelakaan kerja dengan cara menaburkan fiber kering, fiber tersebut
digunakan untuk menyerap bekas-bekas minyak yang tercecer sehingga lantai
tidak licin lagi. Cara pembersihan minyak yang tercecer di stasiun pemurnian
dan pembantingan/perontokan yaitu dengan cara menyiram lantai dengan air
kemudian dibersihkan dengan menggunakan sapu yang berasal dari pelepah
daun kelapa sawit. Setiap karyawan/pekerja diwajibkan membersihkan area
tempat bekerja sebelum dan sesudah melakukan proses produksi agar
lingkungan bersih, dan resiko kecelakaan dapat diminimalkan.
Potensi bahaya ergonomik yaitu potensi bahaya yang terjadi akibat
penerapan aspek ergonomik yang keliru seperti penggunaan alat yang tidak
sesuai dengan bentuk tubuh, pengaturan sikap dan cara kerja yang kurang baik
dan beban kerja yang berlebihan. Penerapan ergonomik yang baik di akan
mampu meningkatkan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja sekaligus
meningkatkan produktivitas kerjanya (Sutjana dan Putu, 2006).
Cara kerja pada tempat panel operator alat Tippler yang digunakan bisa
dibilang kurang ergonomik karena operator banyak melakukan gerakan untuk
mengoprasikan panel operator dan melepaskan engsel lori. Letak Operator
Tippler dapat dilihat pada Gambar 73 dan 74.
85
Gambar 74. Letak panel operator Tippler
86
tidak dapat disesuaikan dengan alat kerja akibat sistem bergilir/rooling
pada setiap stasiun.
Cara kerja yang tidak efisien, efektif serta tidak ergonomik dapat
ditanggulangi dengan cara menggunakan sistem yang dimana semua panel
operator semua alat diletakkan disebuah ruangan kontrol panel yang bisa
digerakkan secara otomatis yang dilengkapi dengan CCTV untuk memantau
keadaan dan proses produksi.
3. Faktor manusia (human error),
Faktor manusia yaitu potensi bahaya yang berasal dari manusia (tenaga
kerja) terutama bila melakukan kerja tidak dalam kondisi fisik dan psikis yang
baik. Potensi bahaya yang disebabkan faktor manusia dapat berupa Potensi
bahaya fisik (physical hazard), potensi bahaya kimia (chemical hazard),
potensi bahaya biologis (biological hazard) dan Potensi BahayaPsiko Sosial.
Potensi bahaya fisik (physical Hazard) yaitu potensi bahaya yang
ditimbulkan oleh kebisingan, radiasi, getaran, dan temperature ekstrim.
Manusia normal mampu mendengar suara berfrekuensi 20 - 20.000 Hz
dansangat sensitif pada frekuensi antara 1000 sampai 4000 Hz. Tingkat
kebisingan yang terus menerus dan dipaksakan, bisa merusak pendengaran
karena dapat mematikan fungsi sel-sel rambut dalam sistem pendengaran.
Tempat kerja yang bising dan penuh getaran bisa mengganggu pendengaran
dan keseimbangan para pekerja. Baku mutu di lingkungan kerja yang
diisyaratkan oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep 51/MEN/1999
tanggal 16 April 1999 yaitu 85 dBA (Sasongkoet al., 2000 dalam Chaeran,
2007).
Ketulian akibat kebisingan terus menerus di tempat kerja dapat
dicegah/dihindari dengan cara mewajibkan setiap pekerja yang memasuki
wilayah produksi untuk memakai penutup telinga/ear plug. Pengukuran tingkat
kebisingan pada setiap perusahaan sangat perlu dilakukan agar mengetahui
frekuensi kebisingan yang ada ditempat kerja tersebut. Tujuan dari pengukuran
yang dilakukan adalah untuk membandingkan frekuensi suara yang dihasilkan
alat-alat produksi dengan frekuensi getaran suara yang dapat direspon oleh
telinga manusia, sehingga perusahaan dapat menetapkan standar alat untuk
87
pelindung telinga.Pekerja/karyawan PT. D selain menggunakan earplug
sebagai penutup telinga juga menggunakan kapas, padahal penggunaan kapas
untuk menyumbat telinga memiliki resiko apabila tidak bisa dikeluarkan dari
telinga. Kejadian tersebut dapat memberikan dampak yang buruk
bagikesehatan misalnya mengakibatkan ketulian, sebaiknya hal tersebut
dicegah daripada menimbulkan hal yang merugikan. Earplug dapat dilihat pada
Gambar 76.
88
Pada Gambar 77 menunjukkan bahwa bahan kimia tersebut bersifat
korosif/tidak bisa bersentuhan dengan kulit. Tanda tersebut memberikan
peringatan kepada karyawan/pekerja untuk berhati-hati dalam inenggunakan
bahan kimia dan tidak menyentuhnya secara langsung. Penggunaan APD yang
baik dan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dapat mengurangi resiko
kecelakaan kerja khususnya dilaboratorium.
Potensi bahaya biologis (biological hazard) adalah potensi bahaya yang
ditimbulkan oleh kuman penyakit yang terdapat diudara (virus, jamur, bakteri)
atau serangga, TBC, hepatitis dan AIDS. Pencegahan terhadap penyakit yang
menyebar diudara dapat dilakukan dengan mewajibkan penggunaan masker
sebagai alat pelindung diri (APD). Udara atau asap yang dihirup berlebihan
dapat mengakibatkan penyakit karena diudara banyak terdapat virus dan jamur
yang tak nampak oleh mata. Sumber potensi bahaya oleh uap di tempat panel
operator Tippler yang digunakan sekarang apabila lama kelamaan menghirup
uap tersebut maka pernapasan pekerja dapat terganggu, karena uap dari TBS
yang telah masak ketika mengenai wajah ketika sedang mengoperasikan
Tippler di panel pengontrol. Cara untuk mencegah terhirupnya uap panas
tersebut maka perlu digunakan masker saa sedang mengopersikan Tippler.
Masker dapat dilihat pada Gambar 78.
89
dapat memberikan peluang tempat kerja atau posisi pekerja tidak sesuai dengan
minat dan bakat pekerja. Keadaan yang demikian dapat membuat pekerja
tidak bergairah untuk melaksanakan pekerjaan sehingga menimbulkan
perasaan malas. Hal tersebut dapat mengakibatkan kurangnya konsentrasi
dalam bekerja sehingga berakhir dengan kecelakaan. Berikut Alat Pelindung
Diri (APD) wajib pakai per stasiun yang disajikan pada Tabel 14.
90
Tabel 14. Alat Pelindung Diri (APD) wajib pakai per stasiun
No Area APD wajib pakai Jumlah Pekerja APD yang digunakan
1 Stasiun Penerimaan buah Helm, savety shoes, baju kerja. 5 orang Helm, savety shoes, baju kerja
2 Stasiun Loading Ramp Helm, savety shoes, baju kerja 4 orang Helm, savety shoes, baju kerja
Helm, sarung tangan, ear plug, Helm, sarung tangan, ear plug, savety shoes,
3 Stasiun Perebusan 2 orang
savety shoes, baju kerja, masker baju kerja
4 Stasiun Pembalik Helm, savety shoes, baju kerja 3 orang Helm, savety shoes, baju kerja
5 Helm, sarung tangan, savety shoes, Helm, sarung tangan, savety shoes, baju
Stasiun Pemipilan 2 orang
baju kerja kerja
StasiunPencacahan& Helm, savety shoes, baju kerja
6 2 orang Helm, savety shoes, baju kerja,
Pengempaan
7 Stasiun Pemumian Helm, savety shoes, baju kerja 2 orang Helm, savety shoes, baju kerja,
8 Stasiun Pengolahan inti Helm, savety shoes, baju kerja
2 orang Helm, savety shoes, baju kerja,
Kelapa Sawit
9 Stasiun Pengolahan Air Helm, savety shoes, baju kerja, 2 orang Helm, savety shoes, baju kerja,
Bersih
10 Helm, sarung tangan kulit, savety Helm, sarung tangan kulit, savety shoes,
Stasiun Ketel Uap 4 orang
shoes, baju kerja, masker, ear plug baju kerja, masker,earplug, kaca mata
11 Stasiun Pembangkit Helm, savety shoes, baju kerja, 2 orang Helm, savety shoes, baju kerja, masker,
TenagaListrik masker, ear plug earplug
12 Stasiun Pengolahan Air Helm, savety shoes, baju 2 orang
Sarung tangan karet, masker
limbah kerja,sarung tangan karet,
13 Stasiun Pengiriman Helm, savety shoes, baju kerja, 2 orang Helm, savety shoes, baju kerja
91
Helm, sarung tangan, savety shoes,
14 Laboratorium baju kerja, masker, kaca mata 4 orang Helm, savety shoes, baju kerja, masker
pelindung
Helm, sarung tangan, savety shoes,
Helm, sarung tangan, savety shoes, baju
15 Bengkel baju kerja, masker, kaca mata 4 orang
kerja, masker, kaca mata pelindung
pelindung
Helm, sarung tangan, savety shoes,
16 Gudang 2 orang Helm, savety shoes, baju kerja
baju kerja, masker
Sumber : PT. D, 2011
92
Rambu-Rambu Keselamatan Kerja
Rambu keselamatan kerja biasa disebut decals, adatah suatu tanda yang
memberikan informasi tentang perintah, larangan. bahaya, dan petunjuk yang
sering digunakan ditempat kerja. Bahan decals harus terbuat dari bahan yang
tahan karat, seperti : aluminium, tembaga, pita pvc dan vinyl. Penempatan rambu-
rambu harus jelas keliatan, supaya pekerja atau orang yang masuk daerah kerja
dengan cepat dan mudah melihat dan membacanya. Di PT. D rambu-rambu
tersebut diletakkan diatas didinding disetiap stasiun proses produksi agar pekerja
dapat melihat dan mentaati rambu-rambu yang telah dipasang. Rambu-rambu
yang dipasang biasanya berupa perintah untuk menggunakan APD di setiap
stasiun atau pun larangan merokok.
Lock Out digunakan apabila kita akan memblokir atau mematikan sumber
listrik utama kemesin/peralatan listrik maka kita harus mengunci panel pengaman
tersebut (pengaman/sakelar dalam keadaan off) tujuannya untuk mencegah orang
yang tidak berwenang menyalakan secara sengaja atau tidak sengaja.
Tag Out merupakan sebuah kartu untuk memberi peringatan kepada pekerja
lain untuk tidak mengoprasikan peralatan, pengaman dan mesin tersebut. Adapun
peringatan tersebut adalah : jangan dihidupkan dalam perbaikan, jangan dibuka
jangan dioperasikan. Kartu tersebut harus berisi peringatan, nama yang bekeria
departemen, nama mesin dan problemnya dan cantumkan kapan mulai d selesai
kerja. Setiap perbaikan alat pada PT. D selalu mencantumkan out agar para
pekerja yang lain tidak mengoprasikan peralatan yang sedangrusak. Peralatan
yang telah diperbaiki atau pun yang telah dibersihkan ditulis pada tag out kapan
diperbaiki atau dibersihkan dan kapan perbaikan dan pembersihan yang akan
datang sehingga perawatan dan pembersihan alat dapat dikontrol dan kecelakaan
kerja dapat ditanggulangi. Salah satu contoh Tag Out dapat terlihat pada Gambar
79.
d. Mental Psikologis
Kondisi ini meliputi hubungan kerja dalam kelompok/teman sekerja,
hubungan kerja antara bawahan dan atasan dan sebaliknya, suasana kerja,
dan lain-lain.
Dari beberapa pengertian kesehatan kerja di atas, secara umum dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan kesehatan kerja adalah kondisi di mana para
karyawan terbebas dari berbagai penyakit fisik dan emosional yang disebabkan
olehpekerjaan yang dilakukannya.
94
Sarana Proteksi Kebakaran
Sarana proteksi kebakaran adalah sarana yang dipergunakan untuk
kebakaran yang terjadi di perusahaan. Pemasangan Sarana proteksi Kebakaran di
PT. D bertujuan sebagai pertolongan pertama apabila terjadi kebakaran di PT. D.
Proteksi kebakaran dipasang disetiap stasiun baik itu yang berada dipabrik
maupun dikantor. Ada 3 jenis proteksi yang digunakan di PT. D diantaranya Alat
Pemadam Api Ringan (APAR) pasir, APAR powder dan APAR hydran. Proteksi
tersebut digunakan sesuai dengan kebakaran yang terjadi apakah kebakaran besar
ataupun kebakaran kecil. Kebakaran yang kecil biasanya yang digunakan adalah
APAR pasir atau APAR powder karena api yang kecil dapatditangani dengan
menggunakan APAR pasir maupun APAR powder. Apabilakebakaran kecil yang
terjadi dipadamkan dengan menggunakan APAR hydran maka hanya akan
membuang-buang biaya saja karena APAR hydran digunakan untuk jenis
kebakaran yang besar. Alat Pemadam APi Ringan (APAR) dapat dilihat pada
Gambar 80, 81, dan 82.
95
Gambar 82. APAR hydran
Setiap seminggu sekali dilakukan pengecekan APAR dengan tujuan untuk
mengetahui kondisi APAR sehingga APAR selalu dalam kondisi baik dan berisi.
Kecelakaan bisa dihindari dengan mengurangi penyebab kecelakaan, pencegahan
kecelakaan dapat dilakukan dengan cara menyakinkan diri bahwa pada saat
bekerja dalam keadaan/kondisi aman, menghindari berkembangnya kondisi-
kondisi yang tidak aman, belajar dan menghormati batas-batas dari berbagai jenis
kerja, jangan mencoba atau mengoperasikan peralatan yang belum tahu cara
menggunakannya, bertanya kepada atasan mengenai instruksi-instruksi dalam
penggunaan setiap peralatan, memperhatikan rambu-rambu peringatan, memakai
pakaian kerja dan perlengkapannya sesuai kondisi tempat kerja dan mengenali
situasi kerja apabila baru bekerja pada situasi tersebut.
Perhitungan Zerro Accident di PT. D yang diuraikan sebagai berikut :
Rumus : 1.000.000 jam kerja
Jumlah Naker x jam kerja
Jumlah total Naker : 143 orang (Mei 2011)
129 orang (Agustus 2011)
Jam kerja : 7 jam
1.000.000
Zerro accident = = 1066 HK
134 𝑥 7
1066 𝐻𝐾
= = 41 jam kerja/bulan (Mei, 2011)
26 𝐻𝐾
1.000.000
Zerro accident = = 1107 HK
129 𝑥 7
1107 𝐻𝐾
= = 42,57 atau 43 jam kerja/bulan (Agustus, 2011)
26 𝐻𝐾
96
pada bulan Agustus kehilangan jam kerja sebanyak 42,57 atau 43 jam kerja dalam
26 hari kerja dengan jumlah pekerja sebanyak 129 orang. Perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah pekerja maka semakin kecil peluang
kehilangan jam kerja sedangkan semakin sedikit jumlah pekerja maka semakin
besar peluang untuk kehilangan jam kerja. PT. D menetapkan tingkat kecelakaan
maksimal 8 kasus/2 bulan, menetepkan target Hari Tanpa Kecelakaan Kerja
(HTKK) 2 bulan (Zerro Accident) dan hari kerja yang hilang (HKH) 20 hari/2
bulan untuk mencapai sasaran dalam menerapkan Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
97
DISKUSI
98
11. Peningkatan pemahaman terkait Good Hygienic Practices
12. Memahami dan mematuhi semua peraturan yang ditetapkan
pemerintah/kebijakan pemerintah.
13. Memahami cara mengatasi kendala serta mampu membuat perencanaan
projek secara berkelanjutan.
99
KESIMPULAN
100
buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. Tanaman dengan
umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan kuran lebih 10 butir dan tanaman
dengan umur lebih 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15-20 butir.
Berdasarkan hasil pengamatan teridentifikasi lima Control Point di pabrik
pengolahan Crude Palm Oil (CPO) yaitu Continous Sterilizer, Digester, Vacum
Dryer, CF Skimmer Height, Dilution Water dan Hot Well Tank, sedangkan pada
Critical Control Point teridentifikasi dua yaitu Storage Tank dan Kernel Drying
Silo.
Control Point (CP) dan Critcal Control Point (CCP) pada PT tersebut sesuai
dengan aliran produksi, yang secara khusus memproduksi CPO dalam
jumlah/volume yang besar dan waktu produksi yang cukup lama, maka dari itu
segala fasilitas-fasilitas produksi pabrik tersebut diatur sedemikian rupa. Proses
produksi lebih diperhatikan agar efisiensi dalam mendapatkan hasil produk lebih
baik dengan kualitas yang lebih unggul.
Jenis pengujian umum yang dilakukan oleh Quality Control (QC) pada
pabrik pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel ((PK) dimulai dari
grading/sortasi, sterilization station, pressing station, nut and kernel station,
clarification station, boiler station, WTP station, effluent station sampai pada
loading sheed. Untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan oleh pabrik CPO
dan PK sangat ditekankan pada beberapa hal yang menjadi tanggung jawab
manajemen diantaranya sistem kualitas, pengawasan proses serta tindakan
perbaikan dan pengawasan terhadap kualitas minyak dan inti sawit.
Implementasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) sebesar 68,71%
diperoleh dari hasil check list yang dilakukan dari delapan prinsip beserta kriteria
dan indikator-indikator yang menjadi bagian penting RSPO, sehingga
membuatnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari manajemen produksi
bersih (Cleaner Production). Keterkaitan 5 standar International Organization for
Standardization (ISO) 14000 dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil
(RSPO) yang diterapkan dengan total sebesar 61,25%. Implementasi pencapaian
prinsip pada semua indikator RSPO sebesar 89% yang berarti bahwa terjadi
sinergi sebesar angka tersebut, yang merupakan kinerja pencapaian sangat baik
101
dari suatu implementasi perusahaan dalam penerapan produksi bersih (Cleaner
Production).
Dalam meningkatkan Sistem Mnanajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) serta untuk menanggulangi kecelakaan pada saat kerja dapat
diterapkan pada stasiun-stasiun tertentu dengan frekuensi suara dan udara yang
cukup tinggi, sehingga lebih diperketat untuk penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) seperti ear plug dan masker agar lebih optimal dalam implementasi SMK3.
102
DAFTAR PUSTAKA
Apple JM. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi Ketiga. ITB. Bandung.
[CWK] Citra Widya Education. 2008. Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Citra Widya
Education. Bekasi.
Chaeran M. 2007. Kajian Kebisingan Akibat Aktifitas Di Bandara Studi Kasus Bandara Ahmad
Yani Semarang. Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Fauzi, Y. 2008. Kelapa Sawit : Budi Daya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan
Pemasaran.Cetakan 24. Penebar Swadaya. Jakarta.
Gaspersz V. 2004. Production Planning And Inventory Control. PT. Gramedia Pustaka Umum.
Jakarta.
Hadiwiardjo, Bambang, 1997. ISO 14001- Panduan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan.
Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta.
Kementrian Pertanian RI. 2014. Statistik Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia 2013-2015.
Kementrian Pertanian RI. Jakarta.
Ketaren S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Ketaren S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Kuhre, W.L., 1995. ISO 14001 Certification Environmental Management System. Prentice Hall,
NJ. USA.
Mangoensoekarjo S dan H. Semangun. 2005. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Mondy R.W., Noe R.M., Premeaux S.R. 1993. Human Resource Management (5rded.),
Massachusetts, Allyn and Bacon.
Naibaho P. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Naibaho PM. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
103
Nurhidayati R. 2010.Analisa Mutu Kernel Palm Dengan Parameter Kadar ALB (Asam Lemak
Bebas), Kadar Air Dan Kadar Zat Pengotor Di Pabrik Kelapa Sawit Pt. Perkebunan
Nusantara-V TandunKabupaten Kampar. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau. Pekanbaru.
Oil World. 2015. Oil Word Statistic 2009-2015. ISTA Mielke GmBh. Hamburg.
Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Cetakan Keempat. Penerbit Penebar Swadaya.
Jakarta.
Pahan I. 2008. Panduan Lengkap kelapa Sawit. Edisi Keenam. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Panduan D. 2006. Prinsip dan kriteria RSPO untuk produksi minyak sawit berkelanjutan.
www.rspo.org.pdf [diakses pada 7 Januari 2012).
PASPI. 2016. Mitos dan Fakta Industri Minyak Kelapa Sawit Indonesia dalam Isu Sosial Ekonomi
dan Lingkungan Global. Edisi kedua. Bogor. ISBN : 978-602-74377-1-5.
Poku K. 2002. Small-scale palm oil processing in Africa. FAO agricultural services bulletin
N°148, FAO, Roma.
Purwanto. 2005. Penerapan Produksi Bersih Di Kawasan Industri. Makalah Seminar Penerapan
Program Produksi Bersih Dalam Mendorong Terciptanya Kawasan Eco Industrial Di
Indonesia.
Rondang T. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Fakultas Tekhnik Universitas Sumatera Utara.
Medan.
RSPO EB. 2007. Sistem Sertifikasi RSPO. www.scaleup.or.id. [diakses pada 16 Juli 2012].
Salunkhe DK. 1992. World Oilseeds, Chemistry, Technology and Utilization. Published by Van
Nostrand Reinhold. NewYork.
Sari YM. 2005. Potensi Minyak Kelapa Sawit (CPO) Sebagai Biodiesel Alternatif Pengganti
Minyak Solar Di Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Riau.
Sasongko DP, Hadiyarto A, Sudharto P hadi, Asmorohadi Nasio, Subagyo A. 2000 Kebisingan
Lingkungan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Suma’mur. 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. PT. Toko Gunung Agung.
Jakarta.
Seto S. 2001. Pangan dan Gizi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sutjana, Putu ID. 2006. Hambatan Dalam Penerapan K3 Dan Ergonomi Di Perusahaan. Fisiologi
Fakultas Kedokteran Program Magister Ergonomi Fisiologi Kerja Program Pascasarjana.
Universitas Udayana.
Susanti. 2015. Modul Pembelajaran Pengolahan Kelapa sawit. Fakultas Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan. Universitas Pendidikan Indonesia.
104
Susanti D dan Rahmadani. 2015. Penganalisaan Standard Industri Cpo Dankernel Di Pt Sinar
Sawit Lestari Damuli. Laporan Praktik Kerja Lapang. Universitas Negeri Medan.
Weston, NC, Stuckey DC. 1994. Cleaner Technologies and The UK Chemical Industry.
Trans.IchemE, 72, 91-101
105
GLOSARIUM
106
Hydrocyclone Alat pemisah cangkang dan kernel
Human error Potensi bahaya yang berasal dari manusia
ISO 14000 Standar Internasional tentang Sistem Manajemen
Lingkungan
Loading Ramp Tempat pembongkaran TBS yang dikirim dari
kebun ke Apabrik untuk dilakukan sortasi
LDTS Light Tenera Dust Saparating yang berfungsi
untuk memisahkan cangkang dan kernel
Oil Gutter Berfungsi untuk menampung dan mengalirkan
minyak Crude Oil hasil dari pemisahan minyak
dalam digester
Pericarp Cangkang atau jaringan yang mengelilingi biji,
sebagai pelindung embrio
PKO Palm Kernel Oil. Minyak yang dihasilkan dari inti
kelapa sawit
Physical Hazard Potensi bahaya yang ditimbulkan oleh kebisingan,
radiasi, getaran dan lain-lain
PKS Pabrik Kelapa Sawit
Polishing Drum Alat yang brerfungsi sebagai pembersih serabut
yang masih melekat pada Nut
RSPO Roundtable on Sustainable Palm Oil. Suatu
Organisasi dunia yang memprioritaskan konsep
minyak sawit lestari sebagai sarana perbaikan
berkelanjutan antar pemegang kekuasaan
(stakeholder) dengan masyarakat maupun
lingkungan.
Screw Press Alat pengepresan terhadap brondolan (cake fiber)
yang sudah homogen dan memisahkan minyak
dari cake fiber untuk mendapatkan rendemen
yang maksimal serta menghasilkan nut pecah
yang minimal
SMK3 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
TBS Tandan Buah Segar. Tandan buah yang masih
utuh
Thresher Tempat pelepasan brondolan dari tandan
TSS Total Suspended Solid. Padatan yang
tersuspensidi dalam air berupa bahan-bahan
organik dan an organik yang dapat disaring
dengan kertas millipore berpori-pori 0,45µm
Vacuum Dryer Alat untuk mengeringkan minyak sehingga kadar
airnya menjadi sekitar <0,25%
Vibrating screen Tempat pemisahan minyak dari pengotor
107
INDEKS
A K
APAR, 95, 96, 108 Kelapa sawit, i, ii, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9,
APD, 81, 84, 88, 89, 90, 91, 93, 108 10, 11, 12, 13, 23, 26, 29, 45, 46, 61,
Asam kaprilat, 8 65, 69, 71, 74, 88, 89, 91, 92, 85, 102,
Asam laurat, 8 108, 109
Asam linoleat, 8 Kesehatan kerja, 91, 80, 82, 83, 94, 95
Asam miristat, 8 Keselamatan kerja, iv, 80, 82, 83, 93
Asam oleat, 8
Asam palmitat, 8, 74 M
Asam stearat, 8 Moisture and Impurities, 79
B P
Brondolan, i, 8, 9, 23, 28, 29, 71, 109 Peroxide Value (PV), 76
Pisifera, 3, 4, 5
C
Produksi bersih, iii, 80, 81, 82, 83, 90,
Cangkang, iv, 2, 40, 85, 109 92, 77, 78, 104
Control Point (CP), 60, 63, 64, 65, 66,
67 Q
CPKO, 1, i, 3, 6, 46 Quality Control (QC), 72
CPO, 1, i, ii, iii, 3, 5, 6, 9, 10, 11, 12, 23,
31, 34, 44, 60, 61, 63, 64, 66, 71, 72, R
82, 85, 106, 108
Recovery/Reclaim, 81, 95, 77
Critical Control Point (CCP), 60, 62
Recycle, iv, 81, 86, 95, 77
D Reduce, iii, 81, 83, 95, 77
Reuse, iii, 81, 84, 95, 77
DOBI, 63, 67 Roundtable on Sustainable Palm Oil
Dura, 3, 4, 5 (RSPO), 95, 76, 77, 78, 79
E S
Elimination, 81, 82, 95, 77 Serat, iv, 85, 86, 108
Sludge, iv, 35, 36, 65, 85, 87
F
SMK3, 80, 81, 82, 109
Free Fatty Acid (FFA), 74
T
I
Tandan Buah Segar (TBS), ii, iii, 9, 23,
Instruksi Kerja (IK), 81, 83 82, 84, 90
Iodine Value (IV), 76 Tandan Kosong Sawit (TKS), iii, 84
ISO 14000, 94, 95, 77, 78, 79, 105, 109 Tenera, 3, 4, 40, 109
108
W Z
Warna (Colour), 78 Zerro Accident, 96, 97
109
PROFIL PENULIS
110
Agung Nugroho, lahir di Karanganyar, Jawa Tengah,
19 Juli 1983. Sejak tahun 2008 menjadi dosen pada
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas
Lambung Mangkurat di Banjarbaru. AgungNugroho,
memperoleh gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor
(2005) pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
dan kemudian memperoleh Master dan Doktor di
Sangji University, Republik Korea pada bidang Produk
Bahan Alam.
Penulis telah banyak melakukan penelitian pada bidang bahan alam tumbuhan,
meliputi ekstraksi, isolasi dan identifikasi fitokimia, HPLC kuantifikasi, uji
bioaktivitas, serta formulasi dan pengendalian mutu produk-produk berbasis bahan
alam. Produk berbasis kelapa sawit juga menjadi salah satu fokus penelitiannya.
Sampai saat ini, lebih dari 25 artikel seputar analisis dan pemanfaatan bahan alam
telah penulis publikasikan pada jurnal ilmiah internasional. Pengalaman dari beberapa
penelitian dan publikasi di bidang bahan alam telah dirangkumnya menjadi sebuah
buku ajar yang berjudul Teknologi Bahan Alam.
111
112