Anda di halaman 1dari 7

ndonesia merupakan negara yang memiliki potensi cadangan air ke-5 terbesar di dunia.

Tetapi
kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, aspek geologis, sebaran curah hujan yang tidak
merata, laju pertumbuhan penduduk, alih fungsi lahan adalah beberapa hal yang menjadi
tantangan dalam pengelolaan sumberdaya air. Pengelolaan sumberdaya air yang tidak
mengindahi kaidah penataan ruang dan tidak didukung oleh konservasi lahan niscaya hanya akan
menambah masalah baru.

Tema Nasional Hari Air Dunia (HAD) ke-21 pada tahun 2013 ini, ‘Kerja Sama Pengelolaan
Sumber Daya Air Terpadu’, menyampaikan pesan yang sangat jelas bahwa tantangan bidang
sumber daya air tidak bisa ditangani secara sporadis, sendiri-sendiri maupun hanya ditangani
sebelah pihak oleh Pemerintah.

“Air adalah milik bersama, oleh karena itu pengelolaannya harus kita lakukan bersama-sama.
Dengan tema nasional HAD tahun ini, kami (Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat
Jenderal Sumber Daya Air –red.) mencoba untuk menggugah kepedulian semua pihak agar
bekerjasama dalam pengelolaan sumber daya air secara terpadu,” ucap Direktur Bina
Penatagunaan Sumber Daya Air (BPSDA) Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA)
Arie Setiadi Moerwanto dalam acara Wide Shot yang tayang di Metro TV, Jakarta (12/4).

Arie Setiadi menambahkan bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air terpadu
adalah pengelolaan yang memerhatikan aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan dan
pengendalian daya rusak air, didukung oleh pemberdayaan masyrakat serta data dan informasi
sumber daya air yang akurat. “Air bermanfaat besar dalam kehidupan kita, tetapi perlu diingat
bahwa air juga memiliki daya rusak. Oleh karena itu, sebaiknya kita tidak hanya
mengoptimalkan pendayagunaannya tetapi harus memerhatikan aspek konservasinya,” imbuh
Direktur BPSDA.

Hal lainnya yang juga mendasari pentingnya kerjasama pengelolaan sumber daya air adalah rasio
antara jumlah tampungan air dan jumlah penduduk Indonesia yang kurang seimbang. Indonesia
baru memiliki kapasitas tampung air 52,6 meter³/kapita/tahun, sedangkan idealnya kita memiliki
kapasitas tampung air 1.000 meter³/kapita/tahunnya. “Saat ini ketersediaan air kita sangat
tergantung kepada Daerah Aliran Sungai (DAS) dan kondisi DAS sendiri sangat bergantung
pada cuaca. Untuk itulah kita membutuhkan banyak tampungan air untuk menampung air di
musim hujan dan mendayagunakannya dengan bijak di musim kemarau,” jelas Arie Setiadi.

Kegiatan menampung air sebanyak-banyaknya tidak akan berjalan efektif bila hanya dilakukan
oleh Pemerintah, maka dari itu Pemerintah membuka kesempatan seluas-luasnya untuk
bekerjasama dalam pengelolaan sumber daya air, baik dengan pihak swasta maupun masyarakat
umum. “Kesempatan ini terbuka tidak hanya untuk pihak yang memiliki dana banyak. Karena
pengelolaan sumber daya air seperti membangun tampungan air bisa di lakukan mulai dari skala
rumah tangga seperti membuat lubang biopori ataupun sumur resapan tampungan dangkal, ”
sebagai mana diutarakan oleh Arie Setiadi.
Direktur BPSDA melanjutkan, pihak swasta bisa berperan dengan membangun tampungan air
skala besar seperti bendungan, kemudian mereka bisa mengelola air yang ditampung dan
memanfaatkannya sebagai tenaga listrik, misalnya. Masyarakat umum juga bisa bekerjasama
dengan turut memelihara serta melestarikan situ-situ dan danau-danau yang ada di Indonesia.

“Pada acara puncak Hari Air Dunia yang akan diselenggarakan pada bulan Mei nanti,
Pemerintah akan memberikan apresiasi kepada para pihak yang telah begitu peduli terhadap air.
Baik dari pihak perorangan, komunitas, maupun pihak swasta,” sebut Arie Setiadi.

Seraya menutup dialog, Direktur BPSDA berujar bahwa hanya air yang bisa mengakibatkan
krisis secara serentak, mulai dari krisis ekonomi, politik, hingga pertahanan dan keamanan.
Dengan mengelola air secara terpadu, kita bisa mencapai ketahanan pangan, ketahanan air dan
ketahanan energi sekaligus. (datinsda)

Banyak kendala

Di sejumlah daerah, ketidakpuasan pelanggan masih mendominasi penanganan air bersih oleh
PDAM. Di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, sekitar 17.500 pelanggan atau seperlima dari
total pelanggan PDAM Balikpapan, kesulitan air bersih sejak lima hari lalu.

Pipa transmisi patah akibat longsor di lokasi pengembangan perumahan Grand City.
Dampaknya, produksi air di Instalasi Pengolahan Air Minum Kampung Damai anjlok separuh,
menjadi 200 liter per detik. "Kami secepatnya memperbaiki," ujar Gazali Rachman, Direktur
Umum PDAM Balikpapan.
Kompas/Emanuel Edi Saputra

Di Nagari Kepala Hilalang, Kecamatan 2x11 Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman,
Sumatera Barat, sebagai bentuk protes, warga merusak pipa PDAM Padang Pariaman di Korong
Pincuran Tujuh. Lubang besar sedalam 30 sentimeter digali sebelum melubangi pipa.

Sekitar 6.000 dari total 13.000 pelanggan PDAM di Padang Pariaman dan Kota Pariaman
akhirnya tak mendapat aliran air bersih. "Ini akar masalahnya bertahun-tahun," kata Wali Nagari
Kepala Hilalang Taufik Syafei.

Di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang dilintasi Sungai Kahayan, air PDAM mengalir,
tetapi sering keruh karena terpengaruh tanah gambut. Warga harus lebih dulu menampung air
agar kotoran mengendap.

"Kendati demikian, air itu layak. Hasil uji laboratorium, tidak ada ikutan bahan berbahaya," kata
Direktur PDAM Kota Palangkaraya Tridoyo Kertanegara.
Di luar masalah-masalah itu, sejumlah PDAM menyatakan kesiapan merespons tanggung jawab
lebih membuka akses warga, di antaranya PDAM Tirta Dharma Makassar dan PDAM Surya
Sembada Surabaya.

Layanan PDAM Tirta Dharma Makassar, Sulawesi Selatan, mencakup 72 persen atau 163.000
sambungan. Daftar tunggunya 70.000 sambungan pelanggan. PDAM itu punya lima instalasi
pengolahan air dengan total debit air 2.850 liter per detik.

"Kami siap menambah jangkauan layanan bagi seluruh warga," ujar Pejabat Sementara Direktur
Utama PDAM Tirta Dharma Ibrahim Saleh.

Adapun layanan PDAM Surya Sembada Surabaya saat ini mencakup 92,6 persen dari total area,
atau yang terbaik se-Indonesia. Area yang belum terlayani terkendala sengketa lahan atau terlalu
jauh dari rumah pompa sehingga tekanan air tidak cukup.

"Kami berusaha sehingga sebelum tahun 2020 cakupan pelayanan kami 100 persen," kata
Manajer Sekretariat dan Humas PDAM Surya Sembada Ari Bimo Sakti. Total ada 527.000
pelanggan.

Untuk daerah yang belum terlayani, tahun 2015 akan dibangun rumah pompa. Total 16 tempat
penampungan air akan dibangun mulai tahun ini. Kapasitas layanan air yang ada 10.000 liter per
detik.

Tanggapan industri

Menanggapi kemungkinan pengurangan peran swasta dalam pengelolaan air, dunia usaha
menyerahkannya kepada pemerintah. "Berapa persen kami boleh mengakses, silakan pemerintah
mengatur. Kami hanya mengikuti. Yang penting ada kepastian hukum," kata Sekjen Asosiasi
Industri Minuman Ringan (Asrim) Suroso Natakusuma.

Kemarin, sejumlah asosiasi pengusahaan air bertemu dengan Kementerian Perindustrian. Mereka
meminta pemerintah memperjelas dasar hukum di tengah kekosongan aturan teknis setelah
pembatalan UU SDA.

Industri-industri pengguna air itu kemarin membentuk Forum Komunikasi Lintas Asosiasi
Pengguna Air. Sementara ini terdapat 10 asosiasi yang bergabung, antara lain Aspadin, Asrim,
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, serta Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman
Seluruh Indonesia (Gapmmi).

Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan, pertemuan itu membahas UU SDA. Pelaku
usaha memohon pemerintah memberikan kepastian berusaha setelah UU SDA dibatalkan
Mahkamah Konstitusi (MK).

Secara khusus, Menteri Perindustrian Saleh Husin berharap segera ada peraturan pemerintah
yang baru. "Harus dikeluarkan secepatnya untuk memberikan kepastian hukum bagi industri. Di
sisi lain, hak rakyat atas air juga harus terpenuhi," ujarnya.
Sementara itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunggu sikap pemerintah.

"BKPM dan Kementerian Perindustrian sepakat, setiap investasi yang legal sebelum ada
keputusan pembatalan UU SDA dari MK harus dilindungi. Namun, mekanisme apa setelah
pencabutan, kami tidak bisa grusa-grusu (terburu-buru) mengeluarkan peraturan. Kami akan
mengkaji," kata Kepala BKPM Franky Sibarani.

Susun undang-undang

Secara terpisah, ahli hidrologi dari Universitas Diponegoro Semarang, Robert Kondiatie,
menyatakan, pemerintah diminta segera menyusun undang-undang baru terkait pengelolaan air
yang sejalan dengan tafsir MK, yaitu mengedepankan pengakuan hak setiap warga atas air.

"Prinsip dari undang-undang baru ke depan adalah mengembalikan air sebagai hak setiap warga
sebagaimana diatur Undang-Undang Dasar 1945. Ini artinya, air tidak boleh dikomersialkan,"
katanya.

Sejauh ini, rencana yang disiapkan pemerintah adalah menyusun rancangan peraturan
pemerintah, bukan undang-undang.

VIVA.co.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta setuju atas tuntutan untuk mengambil alih
pengelolaan air dari PT PAM Lyonasse Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta kepada
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, menilai
bahwa pengelolaan air memang lebih baik dikembalikan kepada Pemerintah Provinsi.

"Palyja dan Aetra diambilalih oleh Pemerintah saja. Kita (pemerintah) punya banyak orang yang
lebih berkompeten tentang air daripada mereka," ujar Heru, kemarin.

Heru meceritakan bahwa semenjak pengambilalihan Palyja dan Aetra pada era 1990-an, aset
PDAM diserahkan sepenuhnya kepada mereka, mulai mobil operasional, jaringan pipa, kantor,
sampai pegawai tenaga ahli.

Namun, karena ketidaksesuaian cara bekerja dan masalah internal lainnya, sedikit demi sedikit
pegawai yang berasal dari PDAM meminta pemutusan hubungan kerja.

"Padahal, orang-orang dari PAM itu semua berkompeten," ujarnya.

"Jadi, kalau dilihat, jadwal sebenarnya sudah wanprestasi. Seharusnya jangan diserahkan semua
jaringan pipa waktu itu ke mereka," dia menambahkan. Kini dibutuhkan bantuan dan bukti-bukti
lain dari Lembaga Bantuan Hukum untuk memenangkan kasus itu.

Palyja dan Aetra mulai ikut mengelola sumber daya air minum di Jakarta sejak 1997. Belasan
lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi
Air Jakarta (KMMSAJ) kemudian mengajukan gugatan kepada kedua perusahaan itu dan
Presiden Indonesia, Wakil Presiden Indonesia, Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum,
Pemprov DKI, DPRD DKI, dan PDAM DKI Jakarta di PN Jakarta Pusat pada 22 November
2012.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan itu pada Selasa 24 Maret 2015.
Pengadilan juga mewajibkan tergugat untuk mengembalikan pengelolaan air minum di Jakarta
kepada Pemprov DKI. Dengan kata lain, mengembalikan kewenangan pengelolaan air itu ke
PDAM DKI Jakarta, sebagai BUMD milik DKI yang khusus mengurusi pengelolaan air

ISU – ISU YANG BERKEMBANG DALAM PELAYANAN

AIR MINUM OLEH PDAM

Dalam kesempatan yang sangat baik di acara pembukaan IWWEF 2013 yang dihadiri Wakil Presiden
Republik Indonesia Boediono, Ketua Umum PERPAMSI, Syaiful, tak lupa membeberkan sejumlah isu atau
permasalahan yang dihadapi PDAM dewasa ini. Berikut isu atau permasalahan yang dikemukakan tersebut.

 Permasalahan Sumber Pendanaan Investasi

Untuk memberikan kemudahan PDAM dalam memperoleh sumber pendanaaan investasi, Pemerintah telah
mengeluarkan Perpres No. 229 Tahun 2009 Tentang Tatacara Pelaksanaanya. Namun sampai saat in progresnya
masih relatif sangat kecil dan baru dimanfaatkan oleh tiga PDAM. PERPAMSI menganggap, salah satu faktor yang
menghambat berjalannya pengajuan permohonannya memuat ketentuan yang dinilai cukup berat bagi PDAM,
terutama bagi pemerintah daerah untuk memenuhinya. Kepala daerah diharuskan untuk mebuat surat pernyataan
mengenai kesediaan untuk menanggung pembebanan kewajiban apabila terjadi gagal bayar dan kesediaan untuk
dipotong Dana Alokasi Umum (DAU) apabila menunggak pembayaran angsuran pinjaman. Hal ini menyebabkan
banyak kepala daerah yang belum mendukung PDAM untuk mengikuti program tersebut karena dinilai dampaknya
akan menghambat kegiatan pembangunan di daerah. Maka dari itu PERPAMSI mengusulkan kepada pusat agar
ketenuan yang disyaratkan tersebut dapat disesuaikan lagi sehingga tidak memberatkanPDAM dan pemerintah
daerah.

Selain itu juga perlu diekmbangkan dan dibuat terobosan baru dalam pola investasi untuk penambahan
jumlah sambungan rumah, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR. Hal ini didasarkan atas
pengalaman program air (water) hibah yang dinilai cukup berhasil dilaksanakan untuk menambha jumlah
sambungan rumah. PERPAMSI berharap kedepan program seperti ini dilaksanakan langsung oleh pusat melalui
dana APBN sehingga dapat menjadi program yang berkelanjutan dan rutin dilaksanakan setiap tahunnya.

 Terbatasnya Ketersediaan Sumber Air Baku

Saat ini beberapa daerah kesulitan untuk memperoleh sumber air baku yang berkualitas dan berkelanjutan karena
faktor lingkungan dan perkembangan penduduk, termasuk akibat dari pemekaran daerah. Hampir semua kota harus
mengambil air baku untuk minum jauh ke luar kota. Karenanya diperlukan upaya – upaya untuk mengatasinya
antara lain melalui program regionalilsasi pemanfaatan air baku. PERMPAMSI berharap pemerinta pusat – melalui
Kementrian PU – terus berupaya untuk memenuhi dan menjamin ketersediaan air baku bagi PDAM sebagai
penyelenggara air minum di daerah. Namun hal ini tentu tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan
dari pemerintah daerah. Seringkali terjadi ketidak-terpaduan program antara pusat dengan daerah. Sebagai contoh,
pusat telah membangun unit air baku dan unit produksi di daerah akan tetapi daerah tidak menganggarkan dana
untuk membangun unit transmisi dan distribusi sehingga infrastruktur yang telah dibangun tidak dapat dimanfaatkan
oleh PDAM untuk mengembangkan pelayanan. Dengan kata lain ketersediaan air baku sudah terjamin tetapi tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Karenanya, diperlukan komitmen dan dukungan dari daerah untuk mensinergikan
program dari pusat tersebut sehingga dapat berfungsi secara optimal untuk mengembangkan pelayanan air minum di
daerah itu sendiri.

 Permasalahan Pajak Air Minum dan Non-Air Minum

Sesuai amanat PP No. 16 tahun 2005, PDAM berkewajiban untuk mendistribusikanair minum yang memenuhi
persyaratan. Berkaitan dangan hal ini PDAM yang mendistribusikan air minum akan berpotensi dikenakan pajak
oleh pemerintah mengingat saat ini kebijakan fiskal untuk pembebasan pajak baru sebatas air bersih saja.
PERPAMSI menilai terjadi kerancuan terminolohi antara air minum dan air bersih yang menyebabkan fasilitas
pembebasan pajak disektor air minum belum sejalan dengan tujuan MGDs, yaitu untuk menyediakan akses air
minum yang aman dan sanitasi yang layak utnuk melindungi masyarakat. Untuk itu, PERPAMSI meminta agar
fasilitas pembebasan pajak disektor air minum supaya lebih diperjelas baik untuk air minum maupun non-air
minum, dan diharapkan dapat disamakan dengan produk lain yang mendapat pembebasan pajak.

 Permasalahan Tata Kelola Perusahaan yang Baik

Pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) di lingkungan PDAM masih
bersifat himbauan, berbeda dengan penerapan GCG di lingkungan BUMN yang merupakan kewajiban yang
ditetapkan melalui SK Menteri BUMN.

Hal ini sangat diperlukan untuk meningkatakan kemampuan manajemen dan kelembagaan dalam pengelolaan air
minum secara efektif, efisien, dan profesional sehingga dapat transparan dan partisipatif dalam penyelenggaraannya
dan akuntabel dalam pengelolaannya.

Untuk itu PERPAMSI mendorong untuk sesegera mungkin dilaksanakan penerapan tata kelola perusahaan yang
baik di lingkungan PDAM dalam rangka untuk pengembangan pelayanan air minum.

(Maj. Bul Air Minum – Edi. 208 '2013)


Last Updated ( Friday, 11 October 2013 02:48

Dalam laporannya Ketua Umum Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI) Syaiful
menyampaikan dari 410 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) baru mengaliri air minum bersih untuk
masyarakat perkotaan dan pedesaan masing-masing sekitar 41,88% dan 13,9%, sehingga secara
keseluruhan baru mencapai 27%. Sedangkan capaian proporsi akses penduduk terhadap sumber air
minum terlindungi (akses aman) secara nasional sampai dengan tahun 2011 sebesar 55,04%. "Masih
jauh dari target MDGs pada tahun 2015 nanti sebesar 68,87%," ucap Syaiful.

Syaiful juga menyampaikan beberapa tantangan yang dihadapi oleh PDAM yang berasal dari sektor
internal dan eksternal perusahaan. Penyebab di sektor internal, ia menyebutkan di antaranya adalah
cakupan pelayanan yang masih rendah, operasional PDAM yang tidak efisien. Sedangkan penyebab
masalah eksternal terkait dengan masalah kebijakan, hukum administrasi, tidak mendapat dukungan
sumberdaya yang berkualitas, intervensi pemerintah daerah dan DPRD, serta tidak adanya dukungan
penerapan tarif dengan pemulihan biaya penuh (full cost recovery).

Anda mungkin juga menyukai