YUSUF
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA
OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB 2A8E2925 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 Www.Optimaprep.Com
ILMU
P E N YA K I T
DA L A M
1. Gizi
• Efek termik makanan adalah peningkatan laju
metabolisme tubuh (penggunaan kalori) yang terjadi
setelah makan untuk mencerna makanan.
http://emedicine.medscape.com/article/177484-treatment#d9
3. Asma
• Definisi:
– Gangguan inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya.
– Inflamasi kronik mengakibatkan
hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik
berulang:
• mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari.
– Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi & seringkali
bersifat reversibel.
PDPI, Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
GINA 2005
3. Asma
• Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca.
• Tanda klinis: sesak napas, mengi, & hiperinflasi. Serangan berat: sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, penggunaan otot bantu napas.
• Rasa tidak nyaman tersebut dapat berupa salah satu atau beberapa gejala
berikut yaitu:
– nyeri epigastrium,
– rasa terbakar di epigastrium,
– rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, rasa kembung pada saluran cerna
atas, mual, muntah, dan sendawa.
Ya Tidak
7. Hipoglikemia pada DM
• Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar
glukosa darah <70 mg/dL.
• Derajat hipoglikemia:
– Hipoglikemia berat: pasien butuh orang lain untuk
mendapat asupan karbohidrat, glukagon, atau resusitasi
lainnya.
– Hipoglikemia simtomatik: GDS <70 mg/dL, gejala (+)
– Hipoglikemia asimtomatik: GDS <70 mg/dL, gejala (-)
– Hipoglikemia relatif: GDS >70 mg/dL, gejala (+)
– Probable hipoglikemia: gejala hipoglikemia tanpa periksa
GDS.
Hipotiroidisme
• Ningtyas (2010)
menganjurkan
pengukuran yodium
urin 24 jam lebih,
sedangkan WHO
menganjurkan urin
casual (urin sewaktu).
10. Akantosis Nigrikans
Human Physiology.
11. Metabolisme Kalsium
11. Metabolisme Kalsium
12. OA
Kondrosit
Penipisan kartilago
Sklerosis subkondral/eburnation
The Only EKG Book You'll Ever Need. 8th ed. 2015.
• The amplitude, or height, of a normal T wave is one-third to two-thirds that of the
corresponding R wave.
• With the onset of infarction, the T waves become tall and narrow, a phenomenon
called peaking. These peaked T waves are often referred to as hyperacute T waves.
Shortly afterward, usually a few hours later, the T waves invert..
The Only EKG Book You'll Ever Need. 8th ed. 2015.
Perbandingan Penyebab dari gel. T tinggi
14. Acute Mountain Sickness
http://pharmaceuticalintelligence.com/tag/acute-high-altitude-sickness/
14. Acute Mountain Sickness
High altitude pulmonary edema
• In the setting of a recent gain in altitude, the presence of
the following:
– Symptoms: at least two of:
- dyspnea at rest
- cough
- weakness or decreased exercise performance
- chest tightness or congestion
https://acls-algorithms.com/synchronized-and-unsynchronized-cardioversion/
http://emedicine.medscape.com/article/1834044-overview
ILMU BEDAH
16. Kanker Tiroid
• Epidemiologi
- Merupakan jenis keganasan jaringan endokrin yang
terbanyak.
- Lebih banyak pada wanita
- Usia penderita <20 tahun atau >50 tahun
• Etiologi yang pasti belum diketahui.
• Beberapa faktor predisposisi:
Penyinaran di daerah kepala leher dan dada.
Stimulasi terus menerus TSH pada goitre.
Hashimoto / Tiroiditis Otoimun
Genetika yang abnormal.
Kekurangan yodium atau kelebihan yodium.
Penyakit Grave dan Stimulator Endogen.
Inborn Error Metabolisme Tiroid.
Faktor Risiko
• Paparan radiasi pada tiroid
• Age and Sex
• Nodul jinakpaling sering pada wanita 20-40 years (Campbell,
1989)
• 5%-10% of these are malignant (Campbell, 1989)
• Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi memiliki nodul yang ganas
• Family History
– History of family member with medullary thyroid carcinoma
– History of family member with other endocrine abnormalities
(parathyroid, adrenals)
– History of familial polyposis (Gardner’s syndrome)
optimized by optima
Gejala Klinis
• Biasanya, satu-satunya gejala yang diduga sebagai keganasan adalah
adanya massa tiroid teraba yang tidak nyeri atau kelenjar getah
bening yang membesar.
• Terkadang, pasien datang dengan gejala dan tanda-tanda yang
perlu diwaspadai untuk kemungkinan kondisi ganas.
• Gejala dan tanda tersebut misalnya:
– suara serak (akibat penekanan n. Laryngeus rekuren)
– nyeri lokal
– Disfagia
– sesak napas
– Hemoptisis
– nodul atau massa pada leher tidak nyeri yang cepat membesar
– Stridor
Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:
56
Evaluation of the thyroid Nodule
(Physical Exam)
• Examination of the thyroid nodule: • Examine for ectopic thyroid
• consistency - hard vs. soft tissue
• Indirect or fiberoptic
• size - < 4.0 cm laryngoscopy
• Multinodular vs. solitary nodule – vocal cord mobility
– multi nodular - 3% chance of – evaluate airway
malignancy (Goldman, 1996) • Systematic palpation of the
– solitary nodule - 5%-12% neck
chance of malignancy • Metastatic adenopathy
(Goldman, 1996) commonly found:
• Mobility with swallowing – in the central
• Mobility with respect to compartment (level VI)
surrounding tissues – along middle and lower
portion of the jugular vein
• Well circumscribed vs. ill defined (regions III and IV) and
borders
optimized by optima
Evaluation of the Thyroid Nodule
• Blood Tests • Radioactive iodine
– Thyroid function tests – is trapped and organified
• thyroxine (T4) – can determine functionality of a
• triiodothyronin (T3) thyroid nodule
• thyroid stimulating hormone (TSH) – 17% of cold nodules, 13% of warm
– Serum Calcium or cool nodules, and 4% of hot
– Thyroglobulin (TG) nodules to be malignant
– Calcitonin • FNAB : Currently considered to be the
• USG : best first-line diagnostic procedure in
the evaluation of the thyroid nodule
– 90% accuracy in categorizing
nodules as solid, cystic, or mixed
(Rojeski, 1985)
– Best method of determining the
volume of a nodule (Rojeski, 1985)
– Can detect the presence of lymph
node enlargement and
calcifications
optimized by optima
• Foto USG
optimized by optima
WDTC - Papillary Carcinoma
optimized by optima
Papillary carcinoma • Micro Findings:
– Based on characteristic
– Most common form of architecture & cytological
thyroid cancer. feature.
– Twenties to forties, – Papillae formed by a central
fibrovascular stalk & covered by
associated with previous neoplastic epithelial cells.
exposure to ionizing – Psammoma bodies in the
radiation. papillary stalk, fibrous stroma or
between tumor cells.
Gross Findings: – Nuclear features:
• Round to slight oval shape.
– Solid, firm, grayish white • Pale, clear, empty or ground glass
lobulated lesion with appearance (Orphan Annie):
sclerotic center. empty of nucleus with irregular
thickened inner aspect of nuclear
membrane.
• Pseudo-inclusion: deep
cytoplasmic invagination and
result in nuclear acidophilic,
inclusion-like round structures,
sharply outlined and eccentric,
with a crescent-shaped rim of
compressed chromatin on the
side.
• Grooves: coffee-bean like.
WDTC - Follicular Carcinoma
optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma
optimized by optima
Medullary Thyroid Carcinoma
• Diagnosis
• Labs: 1) basal and pentagastrin stimulated serum
calcitonin levels (>300 pg/ml)
2) serum calcium
3) 24 hour urinary catecholamines
(metanephrines, VMA, nor-metanephrines)
4) carcinoembryonic antigen (CEA)
• Fine-needle aspiration
• Genetic testing of all first degree relatives
optimized by optima
Anaplastic Carcinoma of the Thyroid
optimized by optima
Management
• Surgery is the definitive management of thyroid cancer, excluding
most cases of ATC and lymphoma
• Types of operations:
– lobectomy with isthmusectomy
• minimal operation required for a potentially malignant thyroid
nodule
– total thyroidectomy –
• removal of all thyroid tissue
• preservation of the contralateral parathyroid glands
– subtotal thyroidectomy
• anything less than a total thyroidectomy
optimized by optima
Penatalaksanaan
73
17. Priapism - definition/background
• Ereksi penis/klitoris yang persisten dan nyeri
tanpa keinginan seksual (purposeless
erection)
• Seringkali idiopatik
• Dapat berkaitan dengan beberapa penyakit
sistemik
• Terkadang terlihat setelah penyuntikan intra-
cavernosal
Priapism - causes
• Psychotropic drugs • calcium-channel
– phenothiazines blockers
– butyrophenones • anti-coagulants
• hydralazine • tamoxifen
• prazosin, labetolol, • omeprazole
phentolamine and • hydroxyzine
other -blockers
• cocaine, marijuana, and
• testosterone ethanol
• metoclopramide
Priapism - treatment
• Karena pharmacological • Aspiration and irrigation
agents – Untuk priapismus yang
– Terbutaline 5 mg po lebih dari 2 jam
diulang dalam 15 – discuss with urologist if at
minutesresolusi pada all possible
1/3 of patients – Harus memberitahukan
– Injeksi intracavernous dari pada pasien bahwa terapi
-adrenergic dapat meyebabkan
• phenylephrine 100 to 500 impotensi yang permanen
mcg (put 10 mg in 500cc – conscious sedation may be
NSS 20 mcg/ml. Inject
10 to 20 cc every 5-10 necessary
minutes (maximum - 10
doses)
– Blok N. Dorsalis Penis
Kelainan Tanda & Gejala
Fimosis Ketidakmampuan untuk meretraksi kulit distal yang
melapisi glans penis
Parafimosis Kulit yang ter-retraksi tersangkut/ terjebak di belakang
sulcus coronarius
Peyronie’s disease Inflamasi kronik tunica albuginea, suatu kelainan jaringan
ikat yang berkaitan dengan pertumbuhan plak fibrosa,
menyebabkan nyeri, kurvatura abnormal, disfungsi ereksi,
indentasi, loss of girth and shortening
Detumescence erection Detumescence adalah kebalikan dari ereksi, dimana darah
meninggalkan erectile tissue, kembali pada keadaan
flaccid.
18. Appendisitis
Alvarado Score
19. Indikasi rawat pasien luka bakar (LB)
• LB derajat II > 10 % ( < 10 • LB Listrik / Petir dengan
tahun / > 50 tahun ). kerusakan jaringan
• LB derajat II > 20 % ( 10 – dibawah kulit
50 tahun ) • LB Kimia / Radiasi /
• LB derajat II > 30 % ( 10 – Inhalasi dengan penyulit.
50 tahun )ICU • LB dengan penyakit
• LB yang mengenai : Penyerta.
wajah, leher, mata, • LB dengan Trauma
telinga, tangan, kaki, Inhalasi
sendi, genitalia.
• LB derajat III > 5 %, semua
umur.
http://emedicine.medscape.com/article/1277360-overview#showall
Indikasi resusitasi cairan
• American Burn • Unit Luka Bakar RSCM
Association – LB derajat II > 10 % ( < 10
– LB derajat II > 10 % ( < 10 tahun / > 50 tahun ).
tahun / > 50 tahun ). – LB derajat II > 15% ( 10 –
– LB derajat II > 20 % ( 10 – 50 tahun )
50 tahun )
• Cairan RL 4cc x BB (Kg)x
% luas luka bakar
(Baxter) dibagi 8 jam
pertama dan 16 jam
berikutnya
http://emedicine.medscape.com/article/1277360
SOP Unit Pelayanan Khusus Luka Bakar RSUPNCM 2011
To estimate scattered burns: patient's
palm surface = 1% total body surface Total Body
area
Surface Area
http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml
20. Buerger’s Disease (Thrombangiitis Obliterans)
• Berkaitan dengan cigarette smoking
• Lesi oklusif sering terjadi pada arteri muskular, dengan
predileksi pembuluh darah tibial.
• Gejala
– nyeri saat aktifitas dan berkurang saat istirahat, bila sudah
parah, nyeri juga saat beristirahat
– gangrene, ulserasi
– Berkurang dengan berhenti merokok
• Trombophlebitis superfisial rekuren (“phlebitis
migrans”)
• Epidemiologi : pada dewasa muda, perokok berat, dan
tidak ada faktor risiko aterosklerotik yang lain.
• Pemeriksaan angiography - diffuse occlusion of distal
extremity vessels
• Progresi penyakit - distal ke proximal
Buerger’s treatment
• Rawat RS
• Memastikan diagnosis dan arterial imaging.
• Vasoactive dilation is done during initial
admission to hospital, along with debridement of
any gangrenous tissue.
• Tatalaksana selanjutnya diberikan bergantung
keparahan dan derajat nyeri
• Penghentian rokok menurunkan insidens
amputasi dan meningkatkan patensi dan limb
salvage pada pasien yang melalui surgical
revascularisation
Vasoactive drugs
• Nifedipine dilatasi perifer dan meningkatkan
aliran darah distal
– Diberikan bersamaan dengan penghentian rokok,
antibiotik dan iloprost
• Pentoxifylline and cilostazol have had good
effects, although there are few supportive data.
Pentoxifylline has been shown to improve pain
and healing in ischaemic ulcers. Cilostazol could
be tried in conjunction with or following failure of
other medical therapies (e.g., nifedipine).
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1148/treatment/step-by-
step.html
CT-angiografi menunjukan stenosis
segmental arteri tungkai bawah
Disorder Onset Etiology Clinical Feat.
Buerger Disease chronic Segmental vascular Intermitten claudicatio,Smoking
inflammation
Polyarteritis nodosa acute immune complex– Fever,Malaise,Fatigue,Anorexia,
induced disease weight loss,Myalgia,Arthralgia in large
necrotizing joints,polyneuropathy, cerebral
inflammatory lesions ischemia, rash, purpura, gangrene,
small and medium- Abdominal pain, does not involve the
sized arteries lungs
http://www.medscape.org/viewarticle/541739_2
http://www.medscape.org/viewarticle/456664
Yasukawa (2001)
• During 13-week double- • Tamsulosin can be used in
blind administration of BPH patients who are
once-daily tamsulosin or hypertensive without any
placebo, no statistically restrictions on blood
significant differences pressure control
were observed in blood medication
pressure or heart rate
among normotensive,
controlled hypertensive,
and uncontrolled
hypertensive patients
23. Pediatrics Fractures
• Tulang yang sedang tumbuh: tulang cenderung
membengkok (BOW) daripada patah (BREAK).
• Gaya kompresifFraktur TORUS/ BUCKLE.
• Fraktur greenstickmenyebabkan patah pada satu
bagian korteks tulang, sedangkan korteks yang lain
hanya membengkok (BOWING/ BENDS).
• Pada anak dengan usia yang masih sangat muda,
tidak menyebabkan korteks tulang patah plastic
deformation/ bowing.
Fractures Peculiar to Children
A. Torus or buckling
B. Greenstick
C. Bowing
D. Epiphyseal
A B C D
• break in only one
cortex= GREENSTICK
fracture
• The other cortex only
BENDS
Fraktur Lempeng Epifise
• Salter-Harris
Classification
– Only used for pediatric
fractures that involve the
growth plate (physis)
– Five types (I-V)
– Most active
growthepiphysis
I – S = Slip (separated or straight across). Fracture of the cartilage of the
physis (growth plate)
II – A = Above. The fracture lies above the physis, or Away from the joint.
III – L = Lower. The fracture is below the physis in the epiphysis.
IV – TE = Through Everything. The fracture is through the metaphysis,
physis, and epiphysis.
V – R = Rammed (crushed). The physis has been crushed.
http://www.merckmanuals.com/professional/injuries_poisoning/fractures_dis
locations_and_sprains/fractures.html
24. Divertikulum Meckel
• Divertikulum Meckel dialami sekitar 2%-4% dari populasi.
• Keadaan malformasi dari traktus gastrointestinaldengan
adanya persistensi dari duktus vitello-intestinal/
omphalomesenterik yang gagal mengalami penutupan dan
absorpsi.
• Komplikasi:
– Ulkus
– Pendarahankomplikasi yang tersering terjadi yaitu sebanyak 20-30%
– obstruksi usus kecil
– Divertikulitis
– perforasi
Sagar J, Kumar V, Shah DK. Meckel’s diverticulum: a systematic review. J R Soc Med.
2006;99:501-505.
Divertikulum Meckel adalah kelainan bawaan yang mengikuti “rule of two”
(kelainan bawaan serba dua), yaitu :
• Kelainan kongenital yang paling sering terjadi dengan prevalensi 2%
populasi
• Perbandingan kejadian antara laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1
• Ditemukan 2 kaki (sekitar 60 cm) dari valvula ileosekal (valvula Bauhini)
• Di dalamnya mungkin terdapat dua jenis jaringan heteropik, yaitu mukosa
lambung dan jaringan pankreas
• Dua penyakit dapat timbul di dalamnya,yaitu divertikulitis dan tukak
peptik
• Dua penyulit yang dapat terjadi, yaitu perforasi pada divertikulitis akut
atau tukak peptik dan perdarahan tukak peptik
• Sebagian besar pasien menunjukkan gejala-gejala divertikulum Meckel
pada usia di bawah 2 tahun.
Sagar J, Kumar V, Shah DK. Meckel’s diverticulum: a systematic review. J R Soc Med.
2006;99:501-505.
Gambaran Klinis dan Komplikasi
• Kebanyakan dari pasien yang menderita Divertikulum Meckel
tidak menunjukkan gejala
• kelainan ini lebih sering ditemukan secara insidental pada
pemeriksaan barium maupun laparotomi.
• Gejala yang timbul pada kelainan ini lebih cenderung akibat dari
komplikasi yang timbul.
• Komplikasi:
• Obstruksi usus (35%)
• pendarahan (32%) brick red/ current jelly stool
• diverticulitis (22%)
• kelainan umbilikus (10%)
• Hernia littrehernia containing a Meckel's diverticulum
• Disebut juga Also known as a persistent omphalomesenteric duct hernia.
• neoplasma.
Jenis-jenis kelainan tubulus
omphalomesenterik.
a. Fistula umbilikoileal,
b. Sinus duktus omphalomesenterik,
c. Kista duktus omphalomesenterik,
d. Pita fibrosis,
e. Divertikulum Meckel dengan paten pita
fibrosis,
f. Divertikulum Meckel dengan obliterasi
penuh
Pemeriksaan penunjang imaging:
A. Studi barium dengan gambaran lipatan triradiate,
B. Technetium-99m-labeled RBC Study menunjukkan adanya perdarahan kuadran kanan bawah,
C. Angiografi dengan gambaran arteri vitellointestinal,
D. Skintigrafi Tc-99m pertechnetate dengan gambaran fokus small uptake atau hotspot,
E. Enteroklisis dengan gambaran kelainan pengisian elongasi tubulus,
F. CT-scan dengan gambaran divertikulum distended fluid-filled dengan leher pendek,
G. CT-scan pelvis dengan gambaran Divertikulum Meckel berupa blind ending segmen tubulus
usus,
H. USG transverse abdomen kanan bawah dengan gambaran target-like mass dengan sentral
hipoechogendari inti lemak mesenteric yang dikelilingi oleh dinding divertikulum dan usus,
I. USG longitudinal pelvis dengan gambaran blind-ending dan kista seperti tubulus berisikan
echo internal dengan debris,
J. CT-scan dengan gambaranenterolit pada leher divertikulum.
25. Komplikasi padaTotal Hip Arthroplasty –
Heterotopic Ossification
• Pembentukan tulang pada Terapi
jaringan yang secara normal – Pemanasan handuk
tidak menunjukkan sifat hangat, infrared
ossifikasi – Radiasi pre-op/post-op
– Sendi bengkak, nyeri, hangat
– Seringkali terjadi
500- 1000 Rad
pengurangan range of “lindungi implant”
movement – Indometasin
– Dapat terjadi sejak 2 minggu
post op – Ibuprofen
– Dapat berlanjut menjadi – Diphosphonates
pembentukan tulang
ekstensif dalam 3 bulan
Ashton et al. Prevention of heterotopic bone formation in high risk patients post-total hip
arthroplasty. Journal of Orthopaedic Surgery 2000, 8(2): 53–57
Teknik: Total Hip Replacement
• Femoral head impaction Final implant
26. Electrical Injury
• Injury by 3 mechanisms
– Injury from current flow (direct contact)
– Arc injury (electricity passes through air)
• Electricity arcs at a temperature of 4000C, causing flash
burns
– Flame injury by ignition of clothing or
surroundings
Types of electrical injury
Electrical injury
Arc Injury
High voltage
Low voltage (flash burn
(>1000V) Lightning
(<1000V) type injury)
High voltage versus low voltage
• High voltage (>1000V) injuries tend to have
higher rates of complications
– Amputations, fasciotomies
– Compartment syndrome
– Longer hospital stays, ICU stays, mechanical
ventilation
– Cardiac dysrhythmias, acute renal failure
– Higher body surface area burn
Clinical features
• Head and neck • Nervous system
– Tympanic membrane – Brain
rupture • Loss of consciousness
– Temporary hearing loss (usually transient)
– Cataracts – may happen • Respiratory arrest
immediately or be delayed • Confusion, flat affect,
memory problems
• Cardiovascular system • Seizures
– Dysrhythmias – asystole, – Spinal cord injury either
VF cardiac arrest immediate or delayed
– May also cause transient – Peripheral nerve damage
ST elevation, QT
prolongation, PVCs, Atrial
fibrillation, bundle branch
blocks
Clinical features
• Skin
– Thermal burns at contact points
– Kissing burn – current causes
flexion of extremity burns at
flexor creases http://www.forensicmed.co.uk/wounds/bu
rns/chemical-and-electrical-burns/
– Burns around mouth common in (accessed July 2012)
http://burnssurgery.blogspot.ca/2012/07/electrical-contract-burns-
bilateral.html#!/2012/07/electrical-contract-burns-bilateral.html (accessed Sept 2012)
Electrical injury Management
• ABCs, ATLS
• Dysrhythmias – ACLS
• Manage trauma and orthopedic injuries
• Consider need for amputations, fasciotomies, escharotomies
• Consider myoglobinuria and rhabdomyolysis
• Splinting, burn and wound care
• Consider need for cardiac monitoring
– Abnormal ECG, dysrhythmia, loss of consciousness, high voltage
injury
• Consider transfer to burn centre
Out of hospital ED initial
management management
• Ensure scene safety • ABCs, ACLS, trauma
– Careful for live lines on the management as needed
scene • Fluid resuscitation
• ACLS protocols as needed – Parkland formula not helpful
• Fluid resuscitation with here as surface wounds not
saline or ringers lactate reflective of more extensive
internal damage
• Spine immobilization if – Fluids to maintain urine
suspected trauma output 1-1.5 cc/kg/hrfor
rhabdomyolysis management
• ECG
• Analgesia!
Cardiac monitoring
Low voltage injury Loss of High voltage injury
< 1000 V consciousness > 1000 V
or
Normal ECG
Documented Normal ECG
dysrhythmia
Discharge home or
??
Abnormal ECG
Low risk patients Intermediate
risk patients
Admission with telemetry
Electrical Injuries: A Review For The Emergency Clinician Czuczman AD, Zane RD. October 2009; Volume
11, Number 10
Extremity injury
• Monitor for compartment syndrome
– Feel compartments, assess for pain on passive extension,
paraesthesias etc
– Compartment pressures should be < 30 mmHg
– Fasciotomy if needed
• May need carpal tunnel release if arm involvement
• Amputate non viable extremities/digits
• Splint in position of safety to prevent contractures
Lightning injuries – clinical features
Special case as is a massive • Cardiac
current impulse for a very – Usually asystole instead
short time of Vfib
Short time duration means • ENT
minimal burns, tissue – Perforated tympanic
destruction membranes,
Main cause of death is displacement of ossicles
cardiac arrest – Cataracts (often delayed)
Higher mortality than other • Psychiatric
electrical injuries
– PTSD, depression,
chronic fatigue
Lightning injuries continued...
• Neurologic
– LOC, confusion, anterograde amnesia,
paraesthesias
– Keraunoparalysis – transient paralysis of lower
limbs (sometime upper) that are cold, mottled,
blue and pulseless – usually self resolves in few
hours
Lightning injuries - burns
4 patterns of burns http://www.scienceinseconds.com
/blog/By-the-Power-of-Zeus
(accessed July 2012)
Linear
Punctate
http://atlas-
emergency-
medicine.org.ua/ch.1
6.htm (accessed
Feathering July 2012)
Thermal
http://atlas-
emergency-
medicine.org.ua/ch.1 Feathering
6.htm (accessed
July 2012)
Punctate
Linear
Lightning injuries - management
• ECG
• Cardiac biomarkers if ECG abnormal, chest
pain, altered mentation
• CT head if altered mentation
• Does not usually require aggressive fluid
resuscitation, fasciotomies etc
27. Snake Bite
• Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen
sehingga pengaruhnya tidak dapat diinterpretasikan
sebagai akibat dari satu jenis toksin saja.
• Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu
fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase,
kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase,
DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan
lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan
hemolisis atau pelepasan histamin sehingga timbul
reaksi anafilaksis. Hialuronidase merusak bahan dasar
sel sehingga memudahkan penyebaran racun.
De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan
atau luka yang terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik
sebagai berikut (Dreisbach, 1987):
• Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam
30 menit – 24 jam)
• Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil,
mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur
• Gejala khusus gigitan ular berbisa :
– Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal,
peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit
(petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular
diseminata (KID)
– Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan,
ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang dan
koma
– Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma
– Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda – tanda 5P
(pain, pallor, paresthesia, paralysis pulselesness), (Sudoyo, 2006)
Bisa Ular
Neurotoksin
• jenis racun yang menyerang sistem saraf.
• Bekerja cepat dan cepat diserap
• Racun jenis ini melumpuhkan otot-otot hingga otot pernafasan, yang
dapat menyebabkan kematian gagal napas
• Mulai bergejala dalam hitungan menit setelah tergigitmengalami
kelemahan yang progresif.
• Kematian terjadi setelah 5-15 jam
• Contoh jenis ular yang memiliki racun neurotoksin adalah jenis elapidae
seperti ular Kobra
• Gejala yang segera muncul:
– Sensasi seperti ditusuk jarum pada tempat gigitan, akan menyebar keseluruh
tubuh dalam 2-5 menit setelah gigitan
– Udem minimal disekitar tempat gigitantidak meluas
– Gigitannya sendiri tidak nyeri
http://www.chm.bris.ac.uk/webprojects2003/stoneley/types.htm
Gejala Lain Neurotoksin:
• Fang marks • Tremor otot(fasiciculation)
• Nyeri abdomen dan otot Menyerang motor neuron
Abdominal • Midriasis
• Halusinasi and confusion
• Drowsiness.
• Hipotensi
• Ptosis
• Takikardia atau bradikardi
• Paralisis otot leherkepala
• Paralisis flaksid
terkulai
• Chest tightness.
• Hilangnya koordinasi otot
• Respiratory distress.
• Kesulitan berbicara 20
• Respiratory muscle paralyses.
minutes setelah gigitan
• Gelisah/REstlessness.
• Mual dan muntah
• Kehilangan kontrol terhadap
• Disfagia Konstriksi esofagus fungsi tubuhinkontinensia
• Peningkatan salivasikarena • Koma
tidak dapat menelan • Mati
• Peningkatan produksi keringat
http://www.snakes-uncovered.com/Neurotoxic_Venom.html
Hemotoksin
• jenis racun yang menyerang sistem sirkulasi
darah dalam tubuh, terdapat pula enzim
pemecah protein (proteolytic).
• Akibatnya sel-sel darah akan rusak dan terjadi
penggumpalan darah, pembengkakan di
daerah sekitar luka gigitan,
• beberapa menit saja korban akan merasakan
sakit yang dan terasa panas yang luar biasa.
Derajat Parrish (Gigitan Ular)
• Derajat 0 • Derajat 2
– Tidak ada gejala sistemik – Sama dengan derajat 1
setelah 12 jam – Ptechiae, echimosis
– Pembengkakan minimal – Nyeri hebat dalam 12 jam
diameter 1 cm pertama
• Derajat 1 • Derajat 3
– Bekas gigitan 2 taring – Sama dengan derajat 2
– Bengkak dengan diameter – Syok dan distress
1-5 cm pernafasan/ptechiae,
– Tidak ada tanda-tanda echimosis seluruh tubuh
sistemik sampai 12 jam • Derajat 4
– Sangat cepat memburuk
Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular dapat di klasifikasikan sebagai
berikut:
0 0 + +/- <3cm/12> 0
I +/- + + 3-12 cm/12 jam 0
http://orthoinfo.aaos.org/
Pemeriksaan Penunjang
• X-ray: melihat adanya
fraktur.
• Pemeriksaan lain: MRI,
CT scan, dan
arthrogram.
bladder
Patent Urachus
• Karena tidak adanya involusi dari duktus
– Terdapat saluran yang meghubungkan vesika urinaria dengan
umbilicus
• Datang pada usia1-3 bulan
• The presenting complaint
– Keluarnya cairan dari umbilikus42% of the patients
• serous, purulent, or bloodyurachal sinus or cyst
• Keluarnya cairan jernih yang terus menerus (spt urin)sangat
mengarah pada patent urachus
• Berlangsung selama beberapa minggu
– Massa Umbilical yang nyeri karena adanya infection
www.mssurg.net/.../Pediatric%20Umbilical%20Abnormalities%20-
Superior vesica fissure(Exstrophy bladder variants)
• Simfisis pubis lebar
• Umbilikus letak rendah atau memanjang
• A small superior bladder opening or a patch of isolated
bladder mucosaInfraumbilica
• Genitalia are intact
Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
– Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).
Stromal infiltrate
Keratitis Jamur
Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).
Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry (cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
sentral penglihatan hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil
Ablatio suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
retina photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup
Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
hipertensi menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing –
cotton wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire
35. Keratokonjungtivitis toksik
• Definition :
– Corneal toxicity is caused by chemical trauma and by iatrogenic and
factitious disease, which are often overlooked
Dart J. Corneal toxicity : The epithelium and stroma in iatrogenic and factitious disease. Eye (2003) 17;886-92
• The clinical signs
– Both iatrogenic and factitious disease are usually
nonspecific and identical to those resulting from
other causes of corneal epithelial disease such as:
• punctate keratopathy,
• Coarse focal keratopathy,
• pseudodendrites,
• Filamentary keratopathy, and
• persistent epithelial defect
NEUROLOGI
36. Trauma Medula Spinalis
• Terjadi jika medula spinalis mengalami kompresi atau gangguan
vaskularisasi atau adanya subluksasi vertebrae.
• Penyebab tersering: kecelakaan lalu lintas, kekerasan, terjatuh, atau
cedera olahraga.
• Gejala: tergantung lokasi dan berat cedera
– Cedera komplit: tidak ada fungsi medula spinalis di bawah lesi.
– Cedera parsial: masih ada sebagian fungsi medula spinalis di bawah lesi.
• Gejala lain: nyeri di area cedera, paralisis extrimitas, nyeri pada kulit,
hilangnya kontrol berkemih dan defekasi, disfungsi seksual.
• Tatalaksana:
– Minimalisasi cedera lanjutan: realigned dan imobilisasi, steroid segera
mungkin.
– Rehabilitasi: setelah stabil fisioterapi dan terapi okupasi
– Komplikasi jangka lama: ulkus dekubitus, ISK, kontraktur dan atropi otot-otot
ekstrimitas.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/tutorials/spinalcordinjury/nr259103.pdf
Spinal Shock
• Definisi: kondisi neurologis lokal sementara yang muncul segera setelah
adanya cedera medula spinalis.
• Pembengkakan dan edema dari medula spinalis terjadi 30 menit setelah
benturan dan dapat mengakibatkan gangguan konduksi saraf.
• Nyeri berat dapat dirasakan pada area tepat di atas lesi, berkaitan dengan
peningkatan sensitifitas nyeri.
• Gejala antara lain: paralisis flacid, atonia, flacid sphincter dan tidak ada
refleks di bawah lesi. Tidak dapat merasakan nyeri, suhu, perabaan,
proprioseptif atau tekanan di bawah lesi. Terdapat pula gangguan
termoregulasi, sensasi somatik/viseral di bawah lesi, distensi usus dan
ileus paralitik.
• Spinal shock dapat berlangsung dalam hitungan jam hingga minggu
tergantung masing-masing pasien.
• Pemberian steroid harus dilakukan dalam waktu 8 jam setelah kejadian.
Protokol: metilprednisolon 30mg/kg bolus dalam 15 menit, dilanjutkan
5,4mg/kg/h IV, dimulai 45 menit setelah pemberian bolus.
37. Motor Lesion
• Hemiparesis: kelemahan sesisi
tubuh. Lebih ringan dibandingkan
hemiplegia (paralisis total dari kaki,
tangan dan tubuh sesisi).
• Dapat menggerakan bagian yang
terkenan, namun dengan kekuatan
otot yang menurun.
• Dapat disebabkan oleh beberapa
gangguan medis yang menyebabkan
gangguan pada otak dan medula
spinalis.
• Merupakan suatu gejala atau suatu
kondisi yang disebabkan oleh
migrain, trauma kepala, muscular
dysthophy, stroke, tumor otak, atau
cerebral palsy.
38. Fraktur Os. Ethmoid
• Os. Ethmoid
• tulang tengkorak yang memisahkan rongga nasal dengan otak.
• Terletak di atap nasal, diantara dua rongga orbita.
• Fraktur lateral plate Os. Ethmoid
• Adanya hubungan antara rongga nasal dan rongga orbita
ipsilateral melalui dinding inferomedial rongga orbita,
menyebabkan emfisema orbital.
• Biomekanika fraktur Os. Ethmoid
• biasanya terjadi akibat gaya ke atas terhadap hidung
menyebabkan kebocoran CSF melalui rongga nasal.
• Fraktur Os. Ethmoid juga dapat merusak n. Olfaktorius
menimbulkan anosmia, atau penurunan fungsi penghidu.
Identify the elements of the bony orbit on a skull or x-ray.
Ethmoid Fracture
4 menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi tidak memahami penyebab
sakitnya
5 menyadari penyakitnya dari faktor-faktor yang berhubungan dengan
penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya
6 menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk
mencapai perbaikan
42. FOBIA KHAS/ SPESIFIK
DEFINISI
• Ketakutan irasional dan menetap pada obyek
yang khusus, aktivitas atau situasi yang
menyebabkan respon kecemasan yang tiba-
tiba, yang menyebabkan gangguan yang
signifikan dalam performa, dan menghasilkan
prilaku menghindar
Beberapa Jenis Fobia Spesifik yang Sering
Ditemui
Fobia Fobia terhadap:
Arachnofobia Laba-laba
Aviatofobia Terbang
Akrofobia Ketinggian
Nekrofobia Kematian
Androfobia Laki-laki
Ginofobia Perempuan
43. ANSIETAS
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan
perasaan akan datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya
provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif
bebas dari gejala di antara serangan panik.
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit,
cedera, dan kematian.
http://www.medscape.com/viewarticle/762477
Terapi Antidepresan
Reaction Formation :
• manifest patterns of behavior and consciously
experienced attitudes that are exactly the
opposite of the underlying impulses
45. GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA
Gangguan Karaktristik
• Gejala Klinis
– Gejala konstitusi: malaise, nyeri kepala, arthralgia, anoreksia, nausea,
demam
– Afek primer
• Pria: genitalia eksterna
• Wanita: vagina bagian dalam dan serviks
– Sindrom inguinal
• Peradangan KGB inguinal medial, multipel, berbenjol, berkonfluensi, 5 tanda radang
akut perlunakan tidak serenta
• Sering pada pria dan wanita dengan afek primer di vagina 1/3 bagian bawah
– Sindrom genital
• Peradangan KGB perirektal (kelenjar Gerota). Pada senggama secara genitoanal atau
wanita yang afek primernya di vagina 2/3 atas atau serviks
• Tatalaksana
– DOC: Doxisiklin 100 mg PO 2x/hari selama 21 hari
• Untuk pasien yang tidak hamil
– Eritromisin 500 mg PO 4x/hari selama 21 hari
– Insisi/aspirasi
47. Pedikulosis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis kapitis
• Infeksi kulit dan rambut kepala
• Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk
• Gejala
• Mula-mula gatal di oksiput dan temporal, karena garukan
terjadi erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur, telur berwarna abu-abu/mengkilat
• Pengobatan
• Malathion 1%, gameksan 1%,
benzil benzoat 25%
Pedikulosis kapitis
• Infeksi kulit dan rambut kepala
• Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk
• Gejala: mula-mula gatal di oksiput dan temporal,
karena garukan terjadi erosi, ekskoriasi, infeksi
sekunder
• Diagnosis: menemukan kutu/telur, telur berwarna abu-
abu/mengkilat
• Pengobatan: malathion 0.5%- 1%, gameksan 1%, benzil
benzoat 25%, Permetrin 1%
• Permethrin 1% lotion or shampoo (Nix) is first-line
treatment for pediculosis, except in places with known
permethrin resistance.
• Topical therapies should be used twice, at day 0 and
again at day 7 to 10, to fully eradicate lice.
Permethrin 1% lotion (Nix) Apply to damp hair and First-choice treatment per
leave on for 10 minutes, guidelines
then rinse; repeat in seven
days (per package insert
Malathion 0.5% lotion Apply to dry hair enough to Flammable; do not use hair
(Ovide) sufficiently wet the hair dryer, cigarettes, or open
and scalp; allow to dry flame while hair is wet
naturally
Shampoo eight to 12 hours
later, rinse, and use lice
comb
Repeat after seven to nine
days if live lice still are
present
http://www.aafp.org/afp/2012/0915/p535.html
Pedikulosis korporis
• Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene buruk
(jarang mencuci pakaian)
• Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit
untuk menghisap darah
• Gejala
• Hanya bekas garukan di badan
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian
• Pengobatan
• Gameksan 1%, benzil benzoat 25%,
malathion 2%, pakaian direbus/setrika
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Menyerang dewasa (tergolong PMS), dapat
menyerang jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu
mata dan pada tepi batas rambut kepala
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke
abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black
dot pada celana dalam
• Pengobatan
• Gameksan 1%, benzil benzoat 25%
48. Tinea Pedis
• Etiologi
– Interdigitalis: T. rubrum
– Hiperkeratotik kronik: T. rubrum, T. mentagrophytes var
interdigitales, E. floccosum
– Tipe ulseratif & Tipe vesikular/inflamatorik: T. mentagrophytes
var mentagrophytes
http://emedicine.medscape.com/article/1091684-clinical#b5
JENIS P R E S E N TA S I K L I N I S KLINIS
Tipe Ulceratif • Lesi vesikopustular, ulkus, erosi diantara jari kaki yang
menyebar cepat
• Sering disertai infeksi sekunder, selulitis, limfangitis,
pireksia, malaise
• Mengenai hampir seluruh telapak
• Biasa pada DM dan imunokompromais
http://emedicine.medscape.com/article/1091684-clinical#b5
Tinea Pedis: Tatalaksana
• Antifungal topikal, oral, atau kombinasi keduanya
• Antifungal topikal digunakan selama 1-6 minggu
– Lulikonazol (imidazol): 1x/hari selama 2 minggu
– Naftifine gel atau krim 2%: untuk interdigitalis dan
mokasin
• Tipe mokasin: kombinasi antifungal dengan
keratolitik karena ketebalan skuama
– Solusio Whitfield (asam salisilat dan benzoat)
http://emedicine.medscape.com/article/1091684-clinical#b5
49. Morbus Hansen: Efek Samping Terapi
• Dapson
– Erupsi obat, anemia hemofilik, leukopenia, insomnia, neuropati
• Rifampisin
– Pemberian seminggu sekali dengan jumlah besar flu like
syndrome
– Hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, dan erupsi
kulit (Soebono, 1997)
• Klofazimin (Lamprene)
– Terjadi dalam dosis tinggi
– Gangguan GI (Nyeri Abdomen, Nausea, Diare, Anoreksi, dan
Vomitus), penurunan BB, hiperpigmentasi pada kulit
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31135/4/Chapter%20II.pdf
50. Seabather’s Eruption
• Ruam yang muncul saat berenang di laut akibat tersengat larva makhluk
laut
• Etiologi
– Ubur-ubur, anemon laut
• Terapi
– Hindari menggosok kulit larva yang tertinggal di kulit dapat menyengat
– Segera ganti pakaian larva dapat tinggal di pakaian renang
– Mandi dengan air bersih gosok dengan sabun kuat-kuat
– gunakan salep steroid, atau minum antihistamin
– Gunakan ice pack untuk mengurangi nyeri
http://www.webmd.com/skin-problems-and-treatments/tc/seabathers-eruption-topic-overview?page=2
Swimmer’s Itch
• Disebut juga dermatitis serkarial ruam kulit
akibat reaksi alergi yang dicetuskan oleh larva
parasit schistosoma
• Terapi
– Krim steroid, kompres dingin, pasta baking soda,
losion anti gatal
http://www.cdc.gov/parasites/swimmersitch/faqs.html
ILMU
K E S E H ATA N
ANAK
51. Hymenoptera (Bee/Wasp) Sting
• Wasp venoms contain molecules such as
phospholipases A and B, hyaluronidases, and
invertebrate neurotoxin.
• Bee venoms contain hyaluronidase,
phospholipase A2, acid phosphatase, meletin,
and other kinins.
• Target organs are the skin, vascular system, and
respiratory system.
• Pathology is similar to other immunoglobulin E
(IgE)–mediated allergic reactions.
Hymenoptera (Bee/Wasp) Sting
• The release of histamine (a potent vasodilator) in
response to venom exposure accounts for the majority
of reactions.
• In local reactions, this leads to swelling, oedema, and
pain.
• Anaphylaxis may occur and is typically a result of
sudden systemic release of mast cells and basophil
mediators.
• Urticaria, vasodilation, bronchospasm, laryngospasm,
and angioedema are prominent symptoms of the
reaction.
• Respiratory arrest may result in refractory cases.
Wasp Sting: Local Reaction
produces increased
localized ischemia
phospholipase A, capillary
direct mast cell increases the
phospholipase B, permeability and
degranulation inflammatory
as well as localized swelling
with the release response with
mastoparan and redness at the
of histamine. subsequent
peptide, site of the wasp
vasodilation
sting
Fase Dini/ Initial Response
TERJADI BEBERAPA MENIT SETELAH TERPAPAR ALERGEN YANG
SAMA UNTUK KEDUA KALINYA
PUNCAKNYA 15-20 MENIT PASCA PAPARAN
BERAKHIR 60 MENIT KEMUDIAN
POSISI KRIKOTIROTOMI
Krikotirotomi VS Trakeostomi
• Cricotirotomi:
– biasa dilakukan pada kasus
emergensi/ darurat krn lbh
mudah utk dilakukan
– Insisi pada membran krikoid
• Trakeostomi:
– untuk jangka waktu lama
– Insisi di antara cincin trakea
POSISI TRAKEOSTOMI
54. Downes score
Skor 0 1 2
Laju pernafasan < 60/menit 60-80/menit >80/menit
Sianosis Tidak ada Tidak ada dengan Ada dengan FiO2
FiO2 40% 40%
Retraksi Tidak ada Ringan Berat
Merintih Tidak ada Sedikit Jelas
Udara masuk Baik, bilateral Menurun Sangat buruk
Skor Interpretasi
<4 Distres pernafasan ringan
Nasal kanul/headbox
4-7 Disteres pernafasan moderat
Perlu nasal CPAP?
>7 Distres pernafasan berat (perlu analisis gas darah)
Perlu intubasi?
Pemeriksaan fisis
Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal
di luar serangan
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European Society
for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally published
online April 29, 2013
Approch to the infant with regurgitation and vomitting
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European
Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally
published online April 29, 2013
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the European Society
for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally published
online April 29, 2013
Management
• Lifestyle changes are emphasized as first-line
therapy in both GER and GERD, whereas
medications are explicitly indicated only for
patients with GERD.
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and
Nutrition (NASPGHAN) and the European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY,
AND NUTRITION. Pediatrics; originally published online April 29, 2013
Management
Medications
Pediatric Gastroesophageal Reflux Clinical Practice Guidelines: Joint Recommendations of the North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) and the
European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN). Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition . 49:498–547
Gastroesophageal Reflux: Management Guidance for the Pediatrician . Jenifer R. Lightdale, David A. Gremse and SECTION ON GASTROENTEROLOGY, HEPATOLOGY, AND NUTRITION. Pediatrics; originally
published online April 29, 2013
58. TRANSFUSI DARAH
Darah lengkap (whole blood)
Komponen darah
~ Sel darah merah
~ Leukosit
~ Trombosit
~ Plasma (beku-segar)
~ Kriopresipitat
PRC
86. Transfusi PRC
• Sel darah merah yang tersedia dalam bentuk sel darah merah pekat
(PRC), berasal dari WB dengan volume PRC yang dihasilkan ±200 ml
dan nilai hematokrit 70-80%.
• Dosis dan cara pemberian
– Setiap unit PRC akan menaikkan konsentrasi Hb kira-kira 1g/dL atau
kenaikan hematokrit sekitar 3%.
– Hampir semua anak-anak mentoleransi dosis 5-10 mL/kg. Dosis
neonatus adalah 10-15 mL/kg.
– Digunakan dosis 5 ml/kg apabila hematokrit < 20%, dan dosis 2,5
mL/kg bila hematokrit <10%.
– Transfusi PRC 3 ml/kg akan menaikkan HB 1 g/dL atau 10 mL/kg akan
menaikkan hematokrit 10%.
– Lama pemberian PRC minimum 2 jam dan maksimum 4 jam.
Beberapa rumus yang dipakai untuk menentukan
jumlah darah yang diperlukan
Darah lengkap:
BB(kg) x 6x (Hbdiinginkan –
Hbtercatat)
Ht donor unit
OBSTRUKSI
Urin warna
teh
Feses warna
Tidak ada bilirubin direk yg menuju usus
Dempul
Kolestasis (Cholestatic Liver Disease)
• Definisi : Keadaan bilirubin direk > 1 mg/dl bila bilirubin total < 5
mg/dl, atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total bila kadar
bil.total >5 mg/dl
• Kolestasis : Hepatoselular (Sindrom hepatitis neonatal) vs Obstruktif
(Kolestasis ekstrahepatik)
• Sign and Symptom : Jaundice, dark urine and pale stools,
nonspecific poor feeding and sleep disturbances, bleeding and
bruising, seizures
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Atresia Bilier
• Merupakan penyebab kolestasis tersering dan serius pada bayi yang
terjadi pada 1 per 10.000 kelahiran
• Ditandai dengan adanya obstruksi total aliran empedu karena destruksi
atau hilangnya sebagian atau seluruh duktus biliaris. Merupakan proses
yang bertahap dengan inflamasi progresif dan obliterasi fibrotik saluran
bilier
• Etiologi masih belum diketahui
• Tipe embrional 20% dari seluruh kasus atresia bilier,
– sering muncul bersama anomali kongenital lain seperti polisplenia, vena porta
preduodenum, situs inversus dan juga malrotasi usus.
– Ikterus dan feses akolik sudah timbul pada 3 minggu pertama kehidupan
• tipe perinatal yang dijumpai pada 80% dari seluruh kasus atresia bilier,
ikterus dan feses akolik baru muncul pada minggu ke-2 sampai minggu ke-
4 kehidupan.
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
Atresia Bilier
• Gambaran klinis: biasanya terjadi pada bayi perempuan,
lahir normal, bertumbuh dengan baik pada awalnya, bayi
tidak tampak sakit kecuali sedikit ikterik. Tinja
dempul/akolil terus menerus. Ikterik umumnya terjadi
pada usia 3-6 minggu
• Laboratorium : Peningkatan SGOT/SGPT ringan-sedang.
Peningkatan GGT (gamma glutamyl transpeptidase) dan
fosfatase alkali progresif.
• Diagnostik: USG dan Biopsi Hati
• Terapi: Prosedur Kasai (Portoenterostomi)
• Komplikasi: Progressive liver disease, portal hypertension,
sepsis
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
62. Enkopresis
• Definisi:
– Pengeluaran feses yang tidak sesuai secara
berulang, biasanya involunter.
– Terjadi minimal 1x/bulan, min. 3 bulan.
– Usia mental atau usia kronologis 4 tahun.
– Eksklusi zat atau kondisi medis sebagai penyebab.
Kriteria Diagnosis Enkopresis (DSM-IV-TR)
1. Endemic. This occurs in the equatorial strip of Africa and is the most
common form of childhood malignancy in this area. The patients
characteristically present with jaw and orbital lesions. Involvement of
the gastrointestinal tract, ovaries, kidney, and breast are also common.
312
Burkitt’s Lymphoma
• The tumor cells are monotonous small (10-25μm) round cells. The nuclei
are round or oval and have several prominent basophilic nucleoli. The
chromatin is coarse and the nuclear membrane is rather thick.
• The cytoplasm is easily identifiable; Mitoses are numerous, and a
prominent starry sky pattern is the rule, although by no means
pathognomonic.
• In well-fixed material, the cytoplasm of individual cells ‘squares off’,
forming acute angles in which the membranes of adjacent cells abut on
each other.
• Occasionally, the tumor is accompanied by a florid granulomatous
reaction.
• Numerous fat vacuoles in cytoplasm (Oil Red O positive)
313
Burkitt lymphoma with characterstic starry sky appearance.
314
Limfoma Hodgkin
• Limfoma Hodgkin merupakan bagian dari limfoma maligna
(keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat).
• Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari sistem
limforetikular ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg
pada organ yang terkena.
• Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel
pada penyakit ini diduga merupakan manifestasi reaksi
kekebalan selular terhadap sel ganas tersebut.
• Lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan limfoma non
Hodgkin.
• Faktor risiko diduga berhubungan dengan infeksi virus
Eipstein-Barr, radiasi, dan faktor genetik.
• Histopatologi : ditemukan sel Reed-Sternberg.
Limfoma Hodgkin
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
• Pembengkakan yang tidak nyeri • Limfadenopati, dapat sebagian
dari 1 atau lebih kelenjar getah ataupun generalisata dengan
bening superfisial. Pada 60-80% predileksi terutama daerah
kasus mengenai kelenjar getah servikal, yang tidak terasa nyeri,
bening servikal, pada 60% kasus diskret, elastik, dan biasanya
berhubungan dengan keterlibatan kenyal
mediastinum • Splenomegali
• demam hilang timbul (intermiten) • Gejala-gejala penyakit paru (bila
• Berkeringat malam yang terkena kelenjar getah
• Anoreksia, penurunan berat bening mediastinum dan hilus)
badan • Gejala-gejala penyakit susunan
• Rasa lelah saraf (biasanya muncul lambat).
317
318
Lymphoma
This classifications
includes numerous
diagnoses that are
rarely or never
observed in
children.
64. Bunyi Napas Tambahan
• Wheeze: high-pitched continuous sounds with a dominant
frequency of 400 Hz or more.
– Continuous musical tones that are most commonly heard at
end inspiration or early expiration
– all mechanisms narrowing lower airway calibre produce
wheezing such as bronchospasm, mucosal oedema, intraluminal
tumour or secretions, foreign body, external compression by a
tumour mass, etc
• Rhonchi are characterized as low-pitched continuous
sounds with a dominant frequency of about 200 Hz or less.
• Stridor is defined as a harsh, vibratory sound of varying
pitch caused by turbulent airflow through an obstructed
airway obstruction in the portions of the airway that are
outside the chest cavity (upper airway tracts)
STRIDOR
• Harsh, high-pitched, musical sound produced by
turbulent airflow through a partially obstructed airway
• May be inspiratory, expiratory, or biphasic depending on
its timing in the respiratory cycle
• Inspiratory stridor suggests airway obstruction above the
glottis (extrathoracic lesion (eg, laryngeal))
– Laryngeal lesions often result in voice changes.
• Expiratory stridor is indicative of obstruction in the lower
trachea. (intrathoracic lesion (eg, tracheal, bronchial))
• A biphasic stridor suggests a glottic or subglottic lesion.
Emedicine
http://medschool.lsuhsc.edu
Inspiratory Stridor
• Partial supraglottic airway
obstruction
• Other aerodigestive tract
symptoms
– suprasternal and intercostal
retractions
– feeding difficulties
– muffled cry
Biphasic Stridor
• Partial obstruction at the
level of the
glottis/subglottic
• Primarily inspiratory stridor
• Other aerodigestive tract
symptoms
– Hoarseness
– Aphonia
– nasal flaring
– retractions
Expiratory Stridor
• Partial obstruction at the
level of the subglottis or
proximal trachea
• Other aerodigestive tract
symptoms
– xiphoid retractions
– barking cough
– nasal flaring
Causes of Stridor
neonate
http://medschool.lsuhsc.edu
http://dnbhelp.files.wordpress.com/2011/10/stridor.jpg?w=645
64. Laringomalasia
• Laringomalasia adalah kelainan kongenital dimana
epiglotis lemah
• Akibat epiglotis yang jatuh, akan menimbulkan stridor
kronik, yang diperparah dengan gravitasi (berbaring).
• Pada pemeriksaan dapat terlihat laring berbentuk
omega
• Laringomalasia biasanya terjadi pada anak dibawah 2
tahun, dimulai dari usia 4-6 minggu, memuncak pada
usia 6 bulan dan menghilang di usia 2 tahun.
• Sebagian besar kasus tidak memerlukan tatalaksana.
65. HERNIA DIAFRAGMA
PATHOGENESIS
Pulmonary hypertension vicious cycle of progressive
resulting from these hypoxemia, hypercarbia,
arterial anomalies leads acidosis, and pulmonary
to right-to-left shunting hypertension observed in the
at atrial and ductal neonatal period
levels
• Kehamilan dengan
dua janin atau lebih
• Faktor yang
mempengaruhi:
– Faktor obat-obat
konduksi ovulasi,
faktor keturunan,
faktor yang lain belum
diketahui.
Kehamilan Gemelli: Diagnosis
Anamnesis
• Ibu mengatakan perut tampak lebih buncit dari seharusnya
umur kehamilan
• Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil
• Uterus terasa lebih cepat membesar
• Pernah hamil kembar atau terdapat riwayat keturunan
Ultrasonografi
• Terlihat 2 janin pada triwulan II, 2 jantung yang
berdenyut telah dapat ditentukan pada triwulan I
Kehamilan Gemelli: Komplikasi
Maternal Fetal
• Anemia • Malpresensi
• Hydramnion • Plasenta previa
• Preeklampsia • Solusio Plasenta
• Kelahiran prematur • KPD
• Perdarahan postpartum • Prematuritas
• SC • Prolaps plasenta
• IUGR
• Malformasi kongenital
67. Sindrom Sheehan
• Hipopituarisme disebabkan oleh nekrosis akibat
kehilangan banyak darah, terutama akibat syok
hipovolemik selama dan setelah melahirkan
• Gejala awal: agalaktorea dan/atau kesulitan menyusui,
amenorea atau oligomenorea setelah partus
• Terapi
– Pemberian hidrokortison terlebih dulu baru baru
tiroksin terapi tiroksin dapat menginduksi krisis
adrenal
• Dosis: 20 mg/hari (15 mg pagi dan 5 mg sore hari)
68. Polihidramnion
• Volume air ketuban lebih 2000 cc
• Muncul sesudah kehamilan lebih 20 minggu
• Etiologi
– Rh isoimunisasi, DM, gemelli, kelainan kongenital dan idiopatik
• Gejala
– Sering pada trimester terakhir kehamilan.
– Fundus uteri ≥ tua kehamilan.
– DJJ sulit didengar
– Ringan : sesak nafas ringan
– Berat : air ketuban > 4000 cc
– Dyspnoe & orthopnea,
– Oedema pada extremitas bawah
• Diagnosis
– Palpasi dan USG
Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO
Polihidramnion: Tatalaksana
• Identifikasi penyebab
• Kronik hidramnion : diet protein ↑, cukup istirahat.
• Polihidramnion sedang/berat, aterm → terminasi.
• Penderita di rawat inap, istirahat total dan dimonitor
• Jika dyspnoe berat, orthopnea, janin kecil → amniosintesis
• Amniosintesis, 500 – 1000 cc/hari → diulangi 2 – 3 hari
• Bila perlu dapat dipertimbangkan pemberian tokolitik
• Komplikasi :
– Kelainan letak janin
– partus lama
– solusio plasenta
– tali pusat menumbung dan
– PPH
– Prematuritas dan kematian perinatal tinggi
Buku Saku Pelayanan Ibu, WHO
Oligohidramnion
Tindakan Konservatif
• Tirah baring / istirahat yang cukup.
• Rehidrasi.
• Perbaikan nutrisi.
• Pemantauan kesejahteraan janin (hitung
pergerakan janin, NST, Bpp).
• Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan
amnion.
• Amnion infusion.
• Induksi dan kelahiran
• Kekuatan his
– Kala I: Amplitudo sebesar 40 mmHg, interval 3-4
menit, lama 40-60 detik pembukaan serviks
– Kala II: Amplitudo 60 mmHg, interval 3-4 menit, lama
60-90 detik mendorong janin ke jalan lahir
– Kala III: Amplitudo 60 mmHg pelepasan plasenta
– Kala IV: Amplitudo 60-80 mmHg mencegah HPP
Persalinan Tidak Maju
• Penyebab kontraksi hipotonik uterus
– Primer: sejak semula kontraksi tidak adekuat
• Sedativa, analgesik, progesteron dominan, reseptor
oksitosin <<, overdistorsi otot uterus (gemeli,
hidramnion, makrosomia), CPD
• Dampak: fase laten memanjang, tidak ada pelunakan
serviks, penurunan kepala tidak baik
• Terapi: False labor (his palsu), istirahat cukup, Induksi
persalinan, memecahkan ketuban
Persalinan Tidak Maju
• Inkompatibilitas Rhesus
– Terjadi apabila ibu memiliki
golongan rhesus (-) dan
ayah rhesus (+)
eritroblastosis foetalis
Penyakit Keterangan
Inkompatibilitas ABO Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak
terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan
darah O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap
gol. darah anak (golongan darah A atau B). Biasanya
terjadi pada anak pertama. Pemeriksaan: Coomb’s
Test
Inkompatibilitas Rh Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh–
berarti tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi
karena adanya antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi
di darah anak terhadap antigen Rh anak (berati anak
Rh+). Jarang pada anak pertama krn antibodi ibu
terhadap antigen D anak yg berhasil melewati
plasenta belum banyak.
Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh +
antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk
menimbulkan anemia hemolisis. Pemeriksaan:
Coomb’s Test
Inkompatibilitas ABO vs Inkompatibilitas Rh
Inkompatibilitas ABO Inkompatibilitas Rh
Terjadi pada ibu dengan golongan Ketika ibu Rh (-) hamil dan
darah O terhadap janin dengan memiliki janin dengan Rh (+),
golongan darah A, B, atau AB terekspos selama perjalanan
kehamilan melalui kejadian aborsi,
trauma, prosedure obstetrik
invasif, atau kelahiran normal
Biasanya timbul sejak anak Terjadi pada anak kedua dengan
pertama Rh +
Gejala yang timbul adalah ikterik, Gejala yang timbul mulai dari
anemia ringan, dan peningkatan anemia, hiperbilirubinemia,
bilirubin serum, kadang hingga kernikterus, hidrop fetalis,
kernikterus kematian in utero
Inkompatibilitas ABO Inkompatibilitas Rh
Inkompatibilitas ABO jarang Gejala biasanya lebih parah jika
sekali menimbulkan hidrops dibandingkan dengan
fetalis dan biasanya tidak inkompatibilotas ABO, bahkan
separah inkompatibilitas Rh hingga hidrops fetalis
Risiko dan derajat keparahan Risiko dan derajat keparahan
tidak meningkat di anak meningkat seiring dengan
selanjutnya kehamilan janin Rh (+) berikutnya,
kehamilan kedua menghasilkan bayi
dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya
bisa meninggal in utero
apusan darah tepi memberikan pada inkompatibilitas Rh banyak
gambaran banyak spherocyte ditemukan eritoblas dan sedikit
dan sedikit erythroblasts spherocyte
71. Kenaikan BB pada Ibu Hamil
• IMT= 67/(1.79*1.79)
= 21.53 (normal)
• Kenaikan sejak hamil 3 bulan = 0.4 kg/minggu
• Kenaikan pada minggu 20 = 3.2 kg
• Kenaikan pasien hanya 2.5 kg kurang
konsul gizi
72. Fritsch or Asherman Syndrome
• Kondisi yang memiliki ciri khas adanya adesi atau fibrosis
endometrium yang sering disebabkan oleh proses dilatasi dan
kuretase
• Diagnosis
• Riwayat dilatasi dan kuretase ditunjang dengan adanya jaringan
parut pada uterus oleh histerosonografi atau histerosalfingografi
• Terapi
• Bedah diikuti dengan hormonal untuk mencegah timbulnya jaringan
parut.
73. Agen Tokolitik pada Persalinan Preterm
http://www.webmd.com/baby/guide/pregnancy-after-35
76. Panggul Sempit Pada Kehamilan
• Beberapa kondisi akan mengakibatkan gangguan peredaran
darah atau primi gravida fundus karena kepala janin yang
terhalang.
http://emedicine.medscape.com/article/2026938-treatment
Torsio Kista Ovarium
• Pemeriksaan Penunjang
– USG: pembesaran kista
• Terapi
– Anti nyeri, anti emesis,
operatif
• Komplikasi
– Infeksi, peritonitis, sepsis,
adesi, nyeri kronik,
infertilitas
78. Sifilis Pada Kehamilan
• Faktor Risiko
– DM gestasional, obesitas pada kehamilan,
multiparitas/grandemultiparitas, kehamilan
postmatur
http://emedicine.medscape.com/article/262679-clinical#b5
80. Kondiloma Akuminatum
• PMS akibat HPV (tipe 6 dan 11), kelainan berupa
fibroepitelioma pada kulit dan mukosa
• Gambaran klinis
– Vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot dan
bergabung membentuk seperti kembang kol
• Pemeriksaan
– Bubuhi asam asetat berubah putih
• Terapi
– Tingtura podofilin 25%
– Kauterisasi
IKM & FORENSIK
81. KEJADIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT
Kategorik
Numerik ANOVA Kruskal Wallis**
(>2 kategori)
Analitik Deskriptif
Case report
Case series
Observational Experimental
Cross-sectional
http://www.cdc.gov/violenceprevention/overview/social-ecologicalmodel.html
Social Ecological Model
Faktor individu: faktor dalam diri seseorang yang membuatnnya lebih rentan mengalami
penyakit tertentu. Umumnya yang termasuk dalam faktor ini antara lain usia, pendidikan,
pendapatan, riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan, dll.
Societal: Faktor sosial secara luas yang mempengaruhi timbulnya penyakit. Faktor ini antara lain
meliputi norma sosial dan kultur budaya setempat, kebijakan kesehatan, kebijakan ekonomi, dan
politik.
http://www.cdc.gov/violenceprevention/overview/social-ecologicalmodel.html
86. TRANSMISI PENYAKIT
Mode Transmisi
TRANSMISI KONTAK
Kontak langsung melalui berciuman, hubungan seksual, dll. Contoh: kasus
HIV-AIDS
Kontak tidak langsung Misalnya melalui gelas minum pada kasus common cold
Droplet Saat bersin
TRANSMISI VEHIKULUM
Air- borne Penularan melalui droplet lebih dari 1 m, misalnya pada
kasus TB, cacar air
Water-borne Penularan melalui air, misalnya kasus kolera
Food-borne Penularan melalui makanan, misalnya kasus keracunan
Mode Transmisi Penyakit
VEKTOR
Mekanik binatang yang mentransmisikan penyakit di mana
patogennya berada di luar tubuh binatang itu dan
ditularkan melalui kontak fisik. Contohnya: Lalat membawa
bakteri yang dipindahkan ke makanan melalui kontak fisik
lalat dengan makanan
Biologis binatang yang mentransmisikan penyakit di mana
patogennya berkembang biak dalam tubuh binatang
tersebut. Contohnya: nyamuk Anopheles sebagai biological
vector untuk malaria.
87. JENIS RUJUKAN
• Jenis rujukan secara umum dibagi menjadi 2,
yaitu:
– Rujukan upaya kesehatan individual
– Rujukan upaya kesehatan masyarakat
RUJUKAN UPAYA KESEHATAN RUJUKAN UPAYA KESEHATAN
PERORANGAN MASYARAKAT
• Rujukan kasus untuk keperluan • Rujukan sarana berupa
diagnostik, pengobafan, bantuan laboratorium dan
tindakan operasional dan lain– teknologi kesehatan.
lain
• Rujukan tenaga dalam bentuk
• Rujukan bahan (spesimen) dukungan tenaga ahli untuk
untuk pemeriksaan penyidikan, sebab dan asal
laboratorium klinik usul penyakit atau kejadian
yang lebih lengkap. luar biasa suatu penyakit serta
penanggulangannya pada
• Rujukan ilmu pengetahuan bencana alam, dan lain – lain
antara lain dengan
mendatangkan atau mengirim • Rujukan operasional berupa
tenaga yang lebih kompeten obat, vaksin, pangan pada saat
atau ahli untuk melakukan terjadi bencana, pemeriksaan
tindakan, memberi bahan (spesimen) bila terjadi
pelayanan, ahli pengetahuan keracunan massal,
dan teknologi dalam pemeriksaan air minum
meningkatkan kualitas penduduk dan sebagainya
pelayanan.
88. POLA EPIDEMI PENYAKIT
MENULAR
• Common source: satu orang atau sekelompok
orang tertular penyakit dari satu sumber yang
sama, dibagi menjadi:
– Point
– Continuous
– Intermittent
Contoh:
Insidens hepatitis A di
Penssylvania yang terjadi
akibat sayuran yang
mengandung virus hepatitis
A yang dikonsumsi
pengunjung restoran pada
yanggal 6 November.
Continuous Common Source Epidemic
• Terjadi bila paparan terjadi pada jangka waktu yang
panjang sehingga insidens kasus baru terjadi terus
menerus berminggu-minggu atau lebih panjang.
Contoh:
Paparan air yang mengandung
bakteri terjadi terus menerus,
sehingga insidens diare terjadi
berminggu-minggu.
Continuous Common Source Epidemic
• bila paparan terjadi pada jangka waktu yang
panjang tetapi insidens kasus baru terjadi
hilang timbul.
Propagated Epidemic
• Penularan dari satu orang ke orang lain
• Pada penyakit yang penularannya melalui kontak atau
melalui vehikulum.
Contoh:
Kasus campak yang satu ke
kasus campak yang lain
berjarak 11 hari (1 masa
inkubasi).
89. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(KDRT)
• KDRT: tiap perbuatan terhadap seseorang, terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/ atau
penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Karakteristik Luka Kasus KDRT
• Biasanya datang dengan luka ringan seperti luka memar
atau luka lecet. Dapat pula datang dengan keluhan sakit
kepala, sakit perut, atau diare, dan keluhan nonspesifik
lainnya.
Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
90. IDENTIFIKASI FORENSIK
Secara garis besar ada dua metode pemeriksaan, yaitu:
• Identifikasi primer: identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu
dibantu oleh kriteria identifikasi lain. Teknik identifikasi primer yaitu :
– Pemeriksaan DNA
– Pemeriksaan sidik jari
– Pemeriksaan gigi
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan dua
sampai tiga metode pemeriksaan dengan hasil positif.
Perabaan dan Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
penciuman bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang
teraba kasar. Pada penciuman, bau air mani seperti klorin (pemutih) atau
bau ikan
Ultraviolet (UV) Semen kering (bercak semen) berfluoresensi (bluish-white) putih
kebiruan di bawah iluminasi UV dan menunjukkan warna yang
sebelumnya tak nampak. Namun Pemeriksaan ini tidak spesifik,sebab
nanah, fluor albus, bahan makanan, urin, dan serbuk deterjen yang
tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
PEMERIKSAAN
KIMIAWI
Metode Florence Cairan vaginal atau bercak mani yang
sudah dilarutkan, ditetesi larutan yodium
(larutan Florence) di atas objek glass
Hasil yang diharapkan: kristal-kristal
kholin peryodida tampak berbentuk
jarum-jarum / rhomboid yang berwarna
coklat gelap
Metode Berberio Cairan vagina atau bercak semen yang
sudah dilarutkan, diteteskan pada objek
glass, lalu ditambahkan asam pikrat dan
diamati di bawah mikroskop.
Hasil yang diharapkan: Kristal spermin
pikrat akan terbentuk rhomboik atau
jarum yang berwarna kuning kehijauan.
Untuk membuktikan:
• Ada/tidaknya bukti persetubuhan, dan kapan perkiraan
terjadinya
• Ada/tidaknya kekerasan pada perineum dan daerah lain
(termasuk pemberian racun/obat/zat agar menjadi tidak
berdaya) → toksikologi
• Usia korban (berdasarkan haid, dan tanda seks sekunder)
• Penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan
• kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana
• Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan
adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.
Pemeriksaan Dalam Post Mortem
• Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi
pada mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat tubuh
& sianotik.
• Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih
cair.
• Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea
apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
• Busa halus di saluran pernapasan.
• Edema paru.
• Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti
fraktur laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada
luka.
Asfiksia Mekanik
• Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:
– Pembekapan (smothering)
– Penyumbatan (gagging dan choking)
• Penekanan dinding saluran pernafasan:
– Penjeratan (strangulation)
– Pencekikan (manual strangulation)
– Gantung (hanging)
• External pressure of the chest yaitu penekanan dinding
dada dari luar.
• Drawning (tenggelam) yaitu saluran napas terisi air.
• Inhalation of suffocating gases.
Asfiksia vs Vagal Reflex
• Secara umum, yang sering kali menjadi mekanisme
kematian (terutama pada kasus tenggelam) adalah asfiksia
dan vagal reflex.
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
•Selain menghormati martabat manusia, (nonmaleficence)
dokter juga harus mengusahakan agar pasien • Praktik Kedokteran haruslah memilih
yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya pengobatan yang paling kecil risikonya dan
(patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
•Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap first, do no harm, tetap berlaku dan harus
ramah atau menolong, lebih dari sekedar diikuti.
memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
Menghormati martabat manusia (respect ekonomi, pandangan politik, agama dan
for person) / Autonomy faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus diperlakukan kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan jender tidak boleh dan
sebagai manusia yang memiliki otonomi tidak dapat mengubah sikap dokter
(hak untuk menentukan nasib diri sendiri), terhadap pasiennya.
• Setiap manusia yang otonominya berkurang • Tidak ada pertimbangan lain selain
atau hilang perlu mendapatkan kesehatan pasien yang menjadi perhatian
perlindungan. utama dokter.
• Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang
lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
Prinsip Prima Facie
• Dalam menghadapi pasien, sering kali dokter
diperhadapkan pada dilema etis, di mana terjadi
“tabrakan” antar kaidah dasar moral pada kasus tersebut.
• Enlargement and extension of the tumor in the nasopharynx may result in:
– symptoms of nasal obstruction (eg, congestion, nasal discharge, bleeding),
– changes in hearing (usually associated with blockage of the eustachian tube,
but direct extension into the ear is possible),
– cranial nerve palsies (usually associated with extension of the tumor into the
base of the skull).