Anda di halaman 1dari 13

TUGAS ANALISIS KERUSAKAN

DAN PERAWATAN MESIN

Oleh:

Nama : JAPRIANTO

BP : 1010913041

Tanggal : Sabtu, 26 April 2014

Dosen : Ilhamdi, M.Eng

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014
1. Jelaskan mekanisme keausan pada dua metal yang berkontak!

Suatu komponen struktur dan mesin agar berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya
sangat tergantung pada sifat-sifat yang dimiliki material. Material yang tersedia dan dapat
digunakan oleh para engineer sangat beraneka ragam, seperti logam, polimer, keramik, gelas, dan
komposit. Sifat yang dimiliki oleh material terkadang membatasi kinerjanya. Namun demikian,
jarang sekali kinerja suatu material hanya ditentukan oleh satu sifat, tetapi lebih kepada
kombinasi dari beberapa sifat. Salah satu contohnya adalah ketahanan-aus ( wear resistance )
merupakan fungsi dari beberapa sifat material (kekerasan, kekuatan, dll), friksi serta pelumasan.
Oleh sebab itu penelaahan subyek ini yang dikenal dengan nama ilmu Tribologi. Keausan dapat
didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan material
yang progesif akibat adanya gesekan (friksi) antar permukaan padatan. Keausan bukan
merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap sistem luar (kontak
permukaan). Keausan merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap material yang mengalami
gesekan dengan material lain. Material apapun dapat mengalami keausan disebabkan oleh
mekanisme yang beragam. Keausan telah menjadi perhatian praktis sejak lama, tetapi hingga
beberapa saat lamanya masih belum mendapatkan penjelasan ilmiah yang besar sebagaimana
halnya pada mekanisme kerusakan akibat pembebanan tarik, impak, puntir atau fatigue. Hal ini
disebabkan masih lebih mudah untuk mengganti komponen/part suatu sistem dibandingkan
melakukan disain komponen dengan ketahanan/umur pakai (life) yang lama.

Contohnya :

 Uang logam manjadi tumpul setelah lama dipakai akibat bergesekan dengan kain dan jari
manusia.
 Pensil mejadi tumpul akibat bersesek dengan kertas, jalan kerena menjadi legok atau
tumpul akibat digelindingi oleh roda kereta terus menerus.
 Hanya makhluk hidup (sendi tulang) yang tidak rusak akibat keausan disebabkan
memilki kemampuan penyembuhan diri. Dengan pertumbuhan. Namun ada juga organ
yang tidak punya kemampuan pulih, misalnya gigi.

Studi tentang keausan secatra sistematik dihampat oleh dua faktor utama yaitu

 Adanya sejumlah mekanisme proses keausan yang bekerja terpisah.


 Kesulitan mengukur jumlah kecil materi yang terlibat.

Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang semuanya
bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah satunya adalah metode Ogoshi
dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar (revolving disc).
Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang
pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Besarnya jejak
permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada
material. Semakin besar dan dalam jejak keausan maka semakin tinggi volume material yang
terkelupas dari benda uji. Ilustrasi skematis dari kontak permukaan antara revolving disc dan
benda uji diberikan oleh Gambar berikut ini :

Alat Uji Keausan Bahan merupakan perangkat alat uji yang digunakan untuk mengevaluasi
tingkat keausan suatu bahan. Keausan dapat diartikan dengan seberapa cepat rusak/ringsek kah
suatu mesin tersebut selama dipakai. Pada umumnya untuk mencegah adanya gesekan antara
mesin dengan rangka (crankcase) nya maka mesin tersebut diberi pelumas atau oli. Oleh karena
itu, pengujian tersebut menggunakan pelumas sebagai samplenya.

Material jenis apapun akan mengalami keausan dengan mekanisme yangberagam , yaitu keausan
adhesive, keausan abrasive, keausanfatik, dan keausan oksidasi. Dibawah ini diberikan
penjelasan ringkas dari mekanisme-mekanisme tersebut.
Mekanisme keausan terdiri dari :
1. Keausan adhesive (Adhesive wear)
Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan adanya
perlekatan satu sama lainnya ( adhesive ) serta deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi
pelepasan / pengoyakan salah satu material seperti di perlihatkan pada gambar 2 di bawah ini :

Faktor yang menyebabkan adhesive wear :


1. Kecenderungan dari material yang berbeda untukmembentuk larutan padat atau senyawa
intermetalik.
2. Kebersihan permukaan.
Jumlah wear debris akibat terjadinya aus melalui mekanismeadhesif ini dapat dikurangi
dengan cara ,antara lain :
 Menggunakan material keras.
 Material dengan jenis yang berbeda, misal berbedastruktur kristalnya.

Keausan adesi tidak diinginkan karena dua alasan :


1. Kehilangan materi pada akhirnya membawa pada menurunnyanya unjuk kerja suatu
mekanisme.
2. Pembentukan partikel keausan pada pasangan permukaan slidding yang sangat rapat
dapat menyebabkan mekanisme terhambat atau mahkan macet, padahal umur peralatan
masih baru.
2. Keausan Abrasif (Abrasive wear)
Terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur pada permukaan
material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan material yang lebih
lunak , seperti diperlihatkan pada Gambar 3 di bawah ini. Tingkat keausan pada mekanisme
iniditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau asperity tersebut.
Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat
pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila pertikel tersebut berada di
dalam sistem slury. Pada kasus pertama, partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang
permukaan dan akhirnya mengakibatkan pengoyakan. Sementara pada kasus terakhir, partikel
tersebut mungkin hanya berputar ( rolling ) tanpa efek abrasi.
Faktor yang berperan dalam kaitannya dengan ketahanan material terhadap abrasive
wear antara lain:
1. Material hardness
2. Kondisi struktur mikro
3. Ukuran abrasif
4. Bentuk
Abrasif Bentuk kerusakan permukaan akibat abrasive wear, antara lain :
1. Scratching
2. Scoring
3. Gouging
hanya satu interaksi, sementara pada keausan fatik dibutuhkan interaksi multi. Keausan ini
terjadi akibat interaksi permukaan dimana permukaan yang mengalami beban berulang akan
mengarah pada pembentukan retak-retak mikro. Retak-retak mikro tersebut pada akhirnya
menyatu dan menghasilkan pengelupasan material. Tingkat keausan sangat bergantungpada
tingkat pembebanan. Gambar 4 memberikan skematismekanisme keausan lelah :

4. Keausan Oksidasi/Korosif ( Corrosive wear )

Proses kerusakan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di permukaan oleh faktor
lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan
dengan sifat yang berbeda dengan material induk. Sebagai konsekuensinya, material akan
mengarah kepada perpatahan interface antara lapisan permukaan dan material induk dan
akhirnya seluruh lapisan permukaan itu akan tercabut.
5. Keausan Erosi ( Erosion wear )

Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan yang membentur
permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang dihasilkan analog dengan
abrasive. Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut gaya normal ( 90 derajat ), maka
keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle failure pada permukaannya, skematis
pengujiannya seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
3. Jenis-jenis korosi, penyebab dan mekanisme terjadinya

Secara umum defenisi dari korosi adalah perusakan material secara kimia atau elektrokimia
dengan lingkungan. Selain itu korosi juga di definisikan sebagai degradasi material (logam dan
paduannya) akibat reaksi kimia dengan lingkungan. Contoh perusakan kimia adalah pengkaratan
yang terjadi akibat gas pada temperature tinggi, sedangkan reaksi elektrokimia dapat di lihat
pada sel galvanik.
Adapun syarat terjadinya korosi adalah :
 Adanya katoda
 Adanya anoda
 Adanya lingkungan
Tanpa adanya salah satu syarat di atas maka korosi tidak akan terjadi. Korosi tidak dapat di
hilangkan tetapi hanya dapat di minimalisir pertumbuhannya.
Pada proses korosi ada dua reaksi yang menyebabakan terjadinya korosi yaitu reaksi
oksidasi dan reaksi reduksi. Pada reaksi oksidasi akan terjadi pelepasan elektron oleh material
yang lebih bersifat anodik. Sedangkan reaksi reduksi adalah pemakaian elektron oleh material
yang lebih bersifat katodik.
Proses korosi secara galvanis dapat kita lihat pada gambar berikut :

Gambar 4.1 Proses Korosi


Pada reaksi di atas dapat kita lihat dimana Cu bertindak sebagai katoda mengalami
pertambahan massa dengan melekatnya electron pada Cu. Sedangkan Zn bertindak sebagai
anoda, dimana terjadinya pengurangan massa Zn yang di tandai dengan lepasnya electron dari
Zn. Peristiwa pelepasan dan penerimaan elektron ini harus mempunyai lingkungan, dimana yang
menjadi lingkungan adalah Asam Sulfat. Jika ada dua buah unsur yang di celupkan dalam
larutan elektrolit yang di hubungkan dengan sumber arus maka yang akan mengalami korosi
adalah material yang lebih anodik.
Untuk mengetahui unsur yang lebih anodik dan lebih katodik dapat kita lihat pada deret
Volta. Berikut deret Volta :
K – Ca – Na – Mn – Al – Zn – Fe – Sn – Pb – H – Cu – Hg – Ag – Pt – Au
Anodik Katodik
Selain contoh reaksi sebelumnya kita juga dapat lihat peristiwa korosi lainnya yaitu pada
peristiwa perkaratan (korosi) logam Fe mengalami oksidasi dan oksigen (udara) mengalami
reduksi. Rumus kimia dari karat besi adalah Fe 2O3 . xH2O dan berwarna coklat-merah. Pada
korosi besi, bagian tertentu dari besi itu berlaku sebagai anoda, dimana besi mengalami oksidasi.
Fe(s) -----> Fe2+(aq) +2e E=+0,44V
O2(g) + 2H2O(l) +4e ----> 4OH E=+0,40V
Ion besi (II) yg terbentuk pada anoda selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi (III) yang
kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi Fe2O3 . xH2O.

Berdasarkan sifatnya korosi terbagi atas :


1. Korosi Aktif
Ciri-ciri dari korosi aktif ini antara lain :
 Mudah melepaskan ion
 Mudah menempel di tangan
Contoh : Paku yang berkarat
2. Korosi Pasif
Ciri-ciri dari korosi pasif ini antara lain :
 Sulit melepaskan ion
 Sulit menempel di tangan
Contoh : Korosi pada AL

Jenis-jenis Korosi
1. Uniform or general attack corrosion (korosi seragam)
Korosi seragam adalah korosi yang terjadi pada permukaan material akibat bereaksi
dengan oksigen Biasanya korosi seragam ini terjadi pada material yang memiliki ukuran butir
yang halus dan homogenitas yang tinggi.

Gambar 4.2 Korosi Seragam


Cara pengendalian dari korosi seragam adalah :
 Dengan melakukan pelapisan dengan cat atau dengan material yang lebih anodik.
 Melakukan inhibitas dan cathodic protection.
2. Rithing Corossion (Korosi Sumuran atau kawah)
Korosi sumuran adalah korosi yang terjadi akibat cacat pada permukaan material
seperti celah atau lubang kecil. Pada daerah cacat ini akan lebih anodik dibandingkan
permukaan material sehingga korosi akan menuju bagian dalam material.

Gambar 4.3 Korosi Sumuran


Cara pengendalian korosi sumuran adalah :
 Hindari permukaan logam dari cacat goresan.
 Perhalus permukaan material.
 Hindari variasi yang sedikit pada komposisi material.

3. Crevice Corrosion (korosi celah)


Korosi celah adalah korosi yang di temukan pada daerah berkonsentrasi rendah atau
korosi yang terjadi pada celah yan terbentuk akibat pendempetan material. Pada celah, kadar
oksigen lebih rendah dari lingkungannya sehingga elektron akan berpindah pada kadar
oksigen yang tinggi sehingga terjadi korosi. Korosi celah sering terjadi pada sambungan paku.

Gambar 4.4 Korosi Celah


Cara pengendalian korosi celah :
 Hindari pemakaian sambungan paku keling atau baut, gunakan
sambungan las.
 Gunakan gasket non absorbing.
 Usahakan menghindari daerah dengan aliran udara.
4. Intergranular Corrosion (korosi batas butir)
Korosi batas butir adalah korosi yang terjadi pada atau di sepanjang batas butir dan batas
butir bersifat anodik dan bagian tegah butir bersifat katodik. Korosi ini terjadi akibat
presipitasi dari pengotor seperti khromium di batas butir, yang menyebabkan batas butir
menjadi rentan terhadap serangan korosi. Dimana presipitat krom karbida terbentuk karena
karbon meningkat yang ada di sekitarnya, sehingga krom disekitarnya akan berkurang dan
terjadi korosi. Proses terbentuknya presipitat karbon karbida disebut sentisiasi. Terjadi pada
temperatur 500-800 sehingga kekurangan krom yang memudahkan terjadinya korosi.
Cara pengendalian korosi batas butir adalah :
 Turunkan kadar Karbon dibawah 0,03%.
 Tambahkan paduan yang dapat mengikat Karbon.
 Pendinginan cepat dari temperatur tinggi.
 Pelarutan karbida melalui pemanasan.
 Hindari Pengelasan.

5. Stress Corossion (korosi tegangan)


Korosi tegangan adalah korosi yang di sebabkan adanya tegangan tarik yang
mengakibatkan terjadinya retak. Tegangan ini di sebabkan pada temperatur dan deformasi
yang berbeda.
Berikut retak serta bentuk penjalarannya yang di akibatkan oleh korosi tegangan :

Gambar 4.6 Korosi Tegangan

Cara pengendalian korosi tegangan adalah :


 Turunkan besarnya tegangan
 Turunkan tegangan sisa termal
 Kurangi beban luar atau perbesar area potongan
6. Errosion Corrosion (korosi erosi)
Korosi erosi adalah korosi yang di sebabkan oleh erosi yang mengikis lapisan
pelindung material , zat erosi itu dapat berupa fluida yang mengandung material abrasive.
Korosi tipe ini sering di temui pada pipa-pipa minyak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi korosi ini antara lain :
 Persentase ketidaksamaan, material yang lebih anodik
 Area permukaan Anodik dan Katodik
 Temperatur
 Persentase larutan elektrolit
 Kesediaan oksigen

Gambar 4.7 Korosi Erosi


Cara pengendalian korosi erosi :
 Menghindari partikel abrasive pada fluida
 Mengurangi kecepatan aliran fluida
7. Selectif Corrosion
Selectif corrosion adalah korosi yang menyerang unsur di dalam logam akibat
perbedaan potensial unsur utamanya. Korosi ini di sebabkan karena komposisi yang tidak
merata pada material. Korosi ini biasa terjadi pada pipa-pipa besi cor.

Gambar 4.8 Selectif Corrosion

Cara pengendalian selective korosi :


 Menghindari komposisi yang berbeda dari material penyusun.
8. Korosi Galvanik
Korosi galvanik adalah korosi yang terjadi pada dua logam yang berbeda jenis jika di
hubungkan. Korosi ini juga terjadi karena pasangan elektrikal pada dua logam atau paduan
logam yang memiliki perbedaan komposisi. Logam yang lebih anodik akan terkorosi
sementara logam lainnya yang lebih katodik akan terlindungi. Posisi logam pada deret volta
akan menentukan apakan suatu logam lebih anodik atau katodik

Gambar 4.9 Korosi Galvanik


Pengendalian korosi galvanic adalah :
 Hindari pemakaian 2 jenis logam yang berbeda
 Pergunakan logam yang lebih anodik dengan rasio yang lebih besar dibanding logam
katodik
 Lapisi pada pertemuan dua logam yang berbeda jenis
 Gunakan logam ketiga yang lebih anodik
Metoda-metoda yang di lakukan dalam pengendalian korosi adalah :
 Menekan terjadinya reaksi kimia atau elektrokimianya seperti reaksi anoda dan katoda
 Mengisolasi logam dari lingkungannya
 Mengurangi ion hydrogen di dalam lingkungan yang di kenal dengan mineralisasi
 Mengurangi oksigen yang larut dalam air
 Mencegah kontak dari dua material yang tidak sejenis
 Memilih logam-logam yang memiliki unsure-unsur yang berdekatan
 Mencegah celah atau menutup celah
 Mengadakan proteksi katodik,dengan menempelkan anoda umpan.

Anda mungkin juga menyukai