I. Pendahuluan
Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit terpapar suhu
atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. Respon tubuh terhadap berbagai
cedera dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan
anatomi dan fungsi secara terus menerus disebut dengan penyembuhan luka. Penyembuhan
luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan
dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara bersama-sama berinteraksi,
melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal
secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan.
Metode perawatan luka berkembang cepat dalam 20 tahun terakhir, jika tenaga kesehatan dan
pasiennya memanfaatkan terapi canggih yang sesuai dengan perkembangan, akan
memberikan dasar pemahaman yang lebih besar terhadap pentingnya perawatan luka. Semua
tujuan manajemen luka adalah untuk membuat luka stabil dengan perkembangan granulasi
jaringan yang baik dan suplai darah yang adekuat., hanya cara tersebut yang membuat
penyembuhan luka bisa sempurna.
Untuk memulai perawatan luka, pengkajian awal yang harus dijawab adalah, apakah luka
tersebut bersih, atau ada jaringan nekrotik yang harus dibuang, apakah ada tanda klinik yang
memperlihatkan masalah infeksi, apakah kondisi luka kelihatan kering dan terdapat resiko
kekeringan pada sel, apakah absorpsi atau drainage objektif terhadap obat topical dan lain-
lain. Terjadinya peradangan pada luka adalah hal alami yang sering kali memproduksi
eksudat; mengatasi eksudat adalah bagian penting dari penanganan luka. Selanjutnya,
mengontrol eksudat juga sangat penting untuk menangani kondisi dasar luka, yang mana
selama ini masih kurang diperhatikan dan kurang diannggap sebagai suatu hal yang penting
bagi perawat, akibatnya bila produksi eksudat tidak dikontrol dapat meningkatkan jumlah
bakteri pada luka, kerusakan kulit, bau pada luka dan pasti akan meningkatkan biaya
perawatan setiap kali mengganti balutan.
Keseimbangan kelembaban pada permukaan balutan luka adalah faktor kunci dalam
mengoptimalkan perbaikan jaringan; mengeliminasi eksudat dari luka yang berlebihan pada
luka kronik yang merupakan bagian penting untuk permukaan luka. Untuk itu dikembangkan
suatu metode perawatan luka dengan cara mempertahankan isolasi lingkungan luka agar tetap
lembab dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, yang dikenal dengan Moist
Wound Healing. Metode ini secara klinis memiliki keuntungan akan meningkatkan proliferasi
dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan air yang tipis, mengurangi resiko timbulnya
jaringan parut dan lain-lain, disamping beberapa keunggulan metode ini dibandingkan
dengan kondisi luka yang kering adalah meningkatkan epitelisasi 30-50%, meningkatkan
sintesa kolagen sebanyak 50 %, rata-rata re-epitelisasi dengan kelembaban 2-5 kali lebih
cepat serta dapat mengurangi kehilangan cairan dari atas permukaan luka.
Dari manfaat dan keuntungan metode Moist Wound Healing tersebut, dapat dimanfaatkan
sebagai suatu trend perawatan luka dengan prinsip luka cepat sembuh, kualitas penyembuhan
baik serta dapat mengurangi biaya perawatan luka, dan ini sangat penting bagi perawat untuk
dapat mengembangkan dan mengaplikasikannya di lingkungan perawatan khususnya
perawatan luka yang jelas sangat memberikan kepuasan bagi kesembuhan luka pasien.
Secara alamiah penyebab kerusakan harus diidentifikasi dan dihentikan sebelum memulai
perawatan luka, serta mengidentifikasi, mengontrol penyebab dan faktor-faktor yang
mempengaruhi penyembuhan sebelum mulai proses penyembuhan. Berikut ini akan
dijelaskan penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka :
Trauma
Tekanan
Malignansi
Defisiensi nutrisi
Kerusakan psikososial
Efek obat-obatan
Pada banyak kasus ditemukan penyebab dan faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
dengan multifaktor.
3) Klasifikasi Luka
a. Berdasarkan penyebab
1) Luka pembedahan atau bukan pembedahan
2) Akut atau kronik
b. Kedalaman jaringan yang terlibat
1) Superficial: Hanya jaringan epidermis
2) Partial thickness: Luka yang meluas sampai ke dalam dermis
3) Full thickness: Lapisan yang paling dalam dari jaringan yang destruksi. Melibatkan
jaringan subkutan dan kadang-kadang meluas sampai ke fascia dan struktur yang dibawahnya
seperti otot, tendon atau tulang.
Inflamasi
Inflamasi
Secara klinik, inflamasi adalah fase ke dua dari proses penyembuhan yang menampilkan
eritema, pembengkakan dan peningkatan suhu/hangat yang sering dihubungkan dengan nyeri,
secara klasik ”rubor et tumor cum calore et dolore”. Tahap ini biasanya berlangsung hingga 4
hari sesudah injuri. Pada proses penyembuhan ini biasanya terjadi proses pembersihan
debris/sisa-sisa. Ini adalah pekerjaan dari PMN’s (polymorphonucleocytes). Respon inflamasi
menyebabkan pembuluh darah menjadi bocor mengeluarkan plasma dan PMN’s ke sekitar
jaringan. Neutropil memfagositosis sisa-sisa dan mikroorganisme dan merupakan pertahanan
awal terhadap infeksi. Mereka dibantu sel-sel mast lokal. Fibrin kemudian pecah sebagai
bagian dari pembersihan ini.
Tugas selanjutnya membangun kembali kompleksitas yang membutuhkan kontraktor. Sel
yang berperan sebagai kontraktor pada penyembuhan luka ini adalah makrofag. Makrofag
mampu memfagosit bakteri dan merupakan garis pertahan kedua. Makrofag juga mensekresi
komotaktik yang bervariasi dan faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan fibrobalas
(FGF), faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan beta trasformasi (tgf) dan
interleukin-1 (IL-1).
Intension primer
Fibroblas bermigrasi ke dalam bagian luka dan mensekresi kolagen. Selama fase granulasi
luka berwarna merah muda dan mengandung pembuluh darah. Tampak granula-granula
merah. Luka berisiko dehiscence dan resisten terhadap infeksi.
Epitelium permukaan pada tepi luka mulai terlihat. Dalam beberapa hari lapisan epitelium
yang tipis bermigrasi menyebrangi permukaan luka. Epitel menebal dan mulai matur dan luka
merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi terjadi selama 3 – 5 hari.
Intension sekunder
Adalah luka yang terjadi dari trauma, elserasi dan infeksi dan memiliki sejumlah besar
eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan jaringan yang cukup luas
menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi inflamasi dapat lebih besar daripada
penyembuhan primer.
Intension Tersier
Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan jaringa granulasi dijahit
bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang terkontaminasi terbuka dan dijahit rapat setelah
infeksi dikendalikan. Ini juga dapat terjadi ketika luka primer mengalami infeksi, terbuka dan
dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian dijahit. Intension tersier biasanya
mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam daripada intension primer atau sekunder
Substansi biokimia pada cairan luka kronik berbeda dengan luka akut. Produksi cairan
kopious pada luka kronik menekan penyembuhan luka dan dapat menyebabkan maserasi
pada pinggir luka. Cairan pada luka kronik ini juga menghancurkan matrik protein
ekstraselular dan faktor-faktor pertumbuhan, menimbulkan inflamasi yang lama, menekan
proliferasi sel, dan membunuh matrik jaringan. Dengan demikian, untuk mengefektifkan
perawatan pada dasar luka, harus mengutamakan penanganan cairan yang keluar dari
permukaan luka untuk mencegah aktifitas dari biokimiawi yang bersifat negatif/merugikan.
Tujuan Moist Wound Healing
Sesuai dengan pengertiannya, Moist Wound Healing bertujuan untuk mempertahankan isolasi
lingkungan luka yang tetap lembab dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban,
oklusive dan semi oklusive, dengan mempertahankan luka tetap lembab dan dilindungi
selama proses penyembuhan dapat mempercepat penyembuhan 45 % dan mengurangi
komplikasi infeksi dan pertumbuhan jaringan parut residual.
Meningkatkan proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan air yang
tipis
Mengurangi biaya. Biaya pembelian balutan oklusif lebih mahal dari balutan kasa
konvensional, tetapi dengan mengurangi frekuensi penggantian balutan dan
meningkatkan kecepatan penyembuhan dapat menghemat biaya yang dibutuhkan.
Nyeri
Nyeri adalah komplikasi dari perawatan luka. Mengganti balutan yang kering pada luka
menyebabkan rasa nyeri yang lebih hebat/berat dari pada dengan balutan yang lembab.
Hipergranulasi
Beberapa penelitian kini menemukan indikasi berkurangnya inflamasi dan jaringan granulasi
pada luka akut dengan menggunakan prinsip moist.
Meningkatkan angiogenesis. Tidak hanya sel-sel yang dibutuhkan untuk angiogenesis juga
dibutuhkan lingkungan yang lembab tetapi juga angiogenesis terjadi pada tekanan oksigen
rendah, balutan ”occlusive” dapat merangsang proses angiogenesis ini.
Meningkatkan debridement autolisis. Dengan mempertahankan lingkungan lembab sel
neutropil dapat hidup dan enzim proteolitik dibawa ke dasar luka yang memungkinkan
mengurangi/menghilangkan rasa nyeri saat debridemen. Proses ini dilanjutkan dengan
degradasi fibrin yang memproduksi faktor yang merangsang makrofag untuk mengeluarkan
faktor pertumbuhan ke dasar luka.
Meningkatkan re-epitelisasi. Pada luka yang lebih besar, lebih dalam sel epidermal harus
menyebar diatas permukaan luka dari pinggir luka serta harus mendapatkan suplai darah dan
nutrisi. Krusta yang kering pada luka menekan/menghalangi suplai tersebut dan memberikan
barier untuk migrasi dengan epitelisasi yang lambat.
Barier bakteri dan mengurangi kejadian infeksi. Balutan oklusif membalut dengan baik
dapat memberikan barier terhadap migrasi mikroorganisme ke dalam luka. Bakteri dapat
menembus kasa setebal 64 lapisan pada penggunaan kasa lembab. Luka yang dibalut dengan
pembalut oklusif menunjukkan kejadian infeksi lebih jarang daripada kasa pembalut
konvensional tersebut.
Mengurangi nyeri. Diyakini luka yang lembab melindungi ujung saraf sehingga mengurangi
nyeri.
Walau bagaimanapun tidak ada suatu balutan yang dapat berfungsi magis ”one-size-fits-all”.
Sebagai praktisi klinis sangat penting untuk memahami karakteristik dari perbedaan balutan
dan penggunaannya sesuai dengan perkembangan fase penyembuhan luka, karakteristik luka,
dan faktor risiko dari pasien yang mempengaruhi penyembuhan dan ketrampilan dari perawat
itu sendiri.
Balutan Luka
Balutan luka yang moist seperti ”foam/busa, alginate, hydrocolloid, hydrogel, dan film
transparant.” hydrocolloid merupakan balutan yang tahan terhadap air yang membantu
pencegah kontaminasi bakteri. Hydroclloid menyerap eksudat dan melindungi lingkungan
dasar luka secara alami.
Hydrogel merupakan gel hydropilik yang meningkatkan kelembaban pada area luka.
Hydrogel rehidrasi dasar luka dan melunakkan jaringan nekrotik.
Film transparan merupakan balutan yang tahan terhadap air yang semi oklusive, berarti air
dan gas dapat melalui permukaan balutan film transparan ini dan termasuk juga dapat
mempertahankan lingkungan luka yang tetap lembab.
Pada luka tekan balutan luka sangat berperan penting dengan fungsi sebagai berikut:
Membantu melindungi luka dari kuman penyakit dan mencegah luka terinfeksi
Balutan luka yang tersedia sangat bervariasi. Tidak seperti balutan atau pembalut kasa yang
biasa, balutan luka khusus karena mereka membantu menciptakan tingkat kelembaban pada
luka. Pada masa kini hasil-hasil dari penelitian menyatakan bahwa tingkat kelembaban
mendukung kesehatan kulit, kelembaban memberi kesempatan yang lebih baik untuk proses
penyembuhan. Konsep inilah yang disebut dengan ”moist wound healing.”
Perlindungan untuk Luka
Meskipun kita berfikir sebaliknya, membiarkan balutan tidak dibuka/diganti dalam beberapa
hari sangat membantu dalam proses penyembuhan awal karena luka tidak terganggu. Hal ini
sangat penting karena situasi kelembaban lingkungan luka dapat dipertahankan dengan baik
sesuai dengan suhu tubuh, kondisi ini akan mendukung penyembuhan luka. Untuk penjelasan
lebih lanjut, penggantian balutan yang lebih sering mengakibatkan suhu luka menurun/dingin
akibat terpapar dengan udara. Hal ini akan mengakibatkan perlambatan proses penyembuhan
hingga suhu luka menjadi hangat kembali. Jadi, penggantian balutan duka yang tidak terlalu
sering sudah sangat jelas dapat membantu proses penyembuhan.
Sebagai ilustrasi untuk menunjukkan bagaimana kelembaban dapat menyembuhkan lebih
ceat adalah dengan melidungi/membalut luka akan tercipta lingkungan yang lembab yang
diikuti oleh pergerakan sel-sel epidermal dengan mudah menyebrangi permukaan luka, untuk
menyembuhkan luka. Pada lingkungan luka yang kering, sel-sel epidermal harus menyusup
melalui terowongan yang lembab dan mensekresi enzym untuk kemudian mengangkat
keropeng dari permukaan luka sebelum sel-sel bermigrasi dan selanjutnya baru memulai
proses penyembuhan.
Berbagai tipe ”moist wound dressing” (balutan luka yang mampu mempertahankan
kelembaban)
Ada beberapa tipe balutan luka dan lebih dari satu dapat direkomendasikan untuk dipakai
merawat luka hingga sembuh. Untuk hal ini, kita perlu memahami tentang tipe balutan luka
yang dapat kita pilih dan gunakan, yang akan dijelaskan berikut ini.
Foam/Busa
Balutan foam/busa dapat menyerap banyak cairan, sehingga digunakan pada tahap awal masa
pertumbuhan luka, bila luka tersebut banyak mengeluarkan drainase. Balutan busa nyaman
dan lembut bagi kulit dan dapat digunakan untuk pemakaian beberapa hari. Bentuk, ukuran,
dan ketebalan dari busa tersebut sangat bervariassi, dengan atau tanpa perekat pada
permukaannya.
Hydrogels
Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran, seperti serat kasa, atau gel. Gel akan memberi rasa
sejuk dan dingin pada luka, yang akan meningkatkan rasa nyaman pasien. Gel sangat baik
menciptakan dan mempertahankan lingkungan penyembuhan luka yang moist/lembab dan
digunakan pada jenis luka dengan drainase yang sedikit. Gel diletakkan langsung diatas
permukaan luka, dan biasanya dibalut dengan balutan sekunder (foam atau kasa) untuk
mempertahankan kelembaban sesuai level yang dibutuhkan untuk mendukung penyembuhan
luka.
Hydrofibers
Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau balutan pita yang
terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa bahan penyerap sama dengan
yang digunakan pada balutan hidrokoloid. Komponen-komponen balutan akan berinteraksi
dengan drainase dari luka untuk membentuk gel yang lunak yang sangat mudah dieliminir
dari permukaan luka. Hidrofiber digunakan pada luka dengan drainase yang sedang atau
banyak, dan luka yang dalam dan membutuhkan balutan sekunder. Hidrofiber dapat juga
digunakan pada luka yang kering sepanjang kelembaban balutan tetap dipertahankan (dengan
menambahkan larutan normal salin). Balutan hidrofiber dapat dipakai selama 7 hari,
tergantung pada jumlah drainase pada luka.
Alginates
Alginat lunak dan bukan tenunan yang dibentuk dari bahan dasar ganggang laut. Alginate
tersedai dalam bentuk ”pad” atau sumbu. Alginate dan hidrofiber merupakan tipe produk
yang sama. Paa kasus ini, alginate akan menjadi lunak, tidak lengket dengan luka. Alginate
juga digunakan pada luka dengan drainase sedang hingga berat dan tidak dapat digunakan
pada luka yang kering. Balutan dapat dipotong sesuai kebutuhan, bentuk luka yang akan
dibalut, atau dapat dilapisi untuk menambah penyerapan.
Gauze
Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester, atau kombinasi dari
serat lainnya. Berbagai produk tenunan ada yang kasar dan berlubang, tergantung pada
benangnya. Kasa berlubang yang baik sering digunakan untuk membungkus, seperti balutan
basah lembab normal saline. Kasa katun kasar, seperti balutan basah lembab normal saline,
digunakan untuk debridement non selektif (mengangkat debris dan atau jaringan yang mati).
Banyak kasa yang bukan tenunan dibuat dari poliester, rayon, atau campuran bermacam serat
yang ditenun seperti kasa katun tetapi lebih kuat, besar, lunak, dan lebih menyerap. Beberapa
balutan, seperti kasa saline hipertonik kering digunakan untuk debridemen, berisi bahan-
bahan yang mendukung penyembuhan. Produk lainnya berisi petrolatum atau elemen
penyembuh luka lainnya dengan indikasi yang sesuai dengan tipe lukanya.
Dengan memahami hal tersebut diatas maka perawat dapat memilih balutan yang tepat untuk
digunakan saat merawat luka.
Pembersih Luka
Membersihkan permukaan luka dengan mengangkat bakteri dan drainase. Produk yang
digunakan dapat mengandung deterjen. Dapat juga digunakan normal saline untuk
membersihkan luka tanpa membahayakan jaringan yang baru tumbuh.
1. .Patient centered: ingat selalu bahwa apa yang menyebabkan sesorang menderita
luka dan atau luka kronik. Kita dapat mengembangkan rencana penanganan yang baik
tetapi bila pasien tidak melibatkan pasien akan berhasil.
4. Evidence based: pada saat ini lingkungan penanganan harus berdasarkan pada
kebaikan dan ”cost efekctive”.
PENUTUP
Kesimpulan
Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi lingkungan luka yang tetap lembab
dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban, oklusive dan semi oklusive. Penanganan
luka ini saat ini digemari terutama untuk luka kronik, seperti ”venous leg ulcers, pressure
ulcers, dan diabetic foot ulcers”.
Keseimbangan kelembaban pada permukaan balutan luka adalah faktor kunci dalam
mengoptimalkan perbaikan jaringan, mengeliminasi eksudat dari luka yang berlebihan pada
luka kronik yang merupakan bagian penting untuk permukaan luka. Dan metode moist
wound healing adalah metode untuk mempertahankan kelembaban luka dengan
menggunakan balutan penahan kelembaban, metode ini memiliki prinsip penyembuhan luka
secara alami, karena dengan mempertahankan kelembaban dapat menyembuhkan lebih cepat
dengan melidungi/membalut luka akan tercipta lingkungan yang lembab yang diikuti oleh
pergerakan sel-sel epidermal dengan mudah menyeberangi permukaan luka, untuk
menyembuhkan luka. Keuntungan dengan mempertahankan luka tetap lembab dan dilindungi
selama proses penyembuhan dapat mempercepat penyembuhan 45 % dan mengurangi
komplikasi infeksi dan pertumbuhan jaringan parut residual.
Saran
Dari manfaat dan keuntungan metode Moist Wound Healing tersebut, dapat dimanfaatkan
sebagai suatu trend perawatan luka dengan prinsip luka cepat sembuh, kualitas penyembuhan
baik serta dapat mengurangi biaya perawatan luka, dan ini sangat penting bagi perawat untuk
dapat mengembangkan dan mengaplikasikannya di lingkungan perawatan khususnya
perawatan luka yang jelas sangat memberikan kepuasan bagi kesembuhan luka pasien.
Diposting oleh Jvrist YP di 23.20
http://jvrist.blogspot.co.id/2015/08/trend-issue-modern-wound-care.html
Penyebab dehisensi luka operasi pada anak bersifat multifaktorial. Faktor tubuh anak, baik
lokal (jenis sayatan, jenis simpul, operasi gawat darurat, operasi terinfeksi atau kebocoran
usus) maupun sistemik dan faktor lingkungan. Faktor lainnya misalnya faktor gangguan
oksigenisasi, gangguan kecukupan aliran vena, infeksi, adanya benda asing gizi (gizi buruk
atau obesitas), diabetes, obat-obatan (steroid, antiinflamasi, nonsteroid, kemoterapi), kondisi
imunokompromis atau rentan (keganasan, radiasi, AIDS) dan faktor usia. Setiap akan
melakukan operasi, tim dokter telah mempersiapkan menghilangkan potensi risiko tersebut.
Namun, terkadang dehisensi masih tetap terjadi dan belum diketahui faktor penyebab lainnya.
GSTP1 I105V, sebuah enzim yang dikendalikan oleh gen, berfungsi sebagai salah satu
antioksidan kuat dalam tubuh anak yang sedang menjalani operasi. Namun pada anak yang
mengalami polimorfisme gen GSTP1, ia akan mengalami perubahan respon enzim yaitu tidak
berfungsinya antioksidan. Jika antioksidan tidak berfungsi akan berakibat pada reaksi
peradangan dalam tubuh yang menjadi tinggi, stress oksidatif yang meningkat sehingga luka
sulit sembuh dan menimbulkan risiko terjadinya dehisensi luka. Untuk itu, diperlukan sebuah
penelitian untuk melihat peran polimorfisme GSTP1 I105V terhadap terjadinya komplikasi
dehisensi luka operasi pada anak yang menjalani operasi mayor.
Penelitian kemudian dilakukan oleh dr. Tinuk Agung Meilany, SpA(K) sebagai penelitian
disertasinya dan didapatkan hasil penelitian bahwa polimorfisme GSTP1 I105V dapat
memengaruhi peningkatan kejadian dehisensi luka pada keadaan hipoksia pasca operasi yang
ditunjukkan dengan penurunan TcPO2 dan pada subjek dengan komplikasi hipoalbumin.
Hasil penelitian tersebut dipaparkan oleh dr. Tinuk pada sidang promosi doktoralnya Kamis
(14/7) lalu di Ruang Senat Akademik Fakultas, FKUI Salemba. Disertasi berjudul
“Polimorfisme GSTP1 I105V Sebagai Faktor Risiko Peningkatan Kejadian Dehisensi
Luka Pasca Bedah Abdomen Mayor pada Anak” ini berhasil dipertahankan dihadapan tim
penguji yang diketuai oleh Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI dengan anggota tim penguji Dr.
rer. Nat. dr. Septelia Inawati Wanandi; Dr. dr. Joedo Prihartono, MPH; dan Prof. Dr. dr.
David S. Perdanakusuma, SpBP-RE(K) (Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga).
Prof. dr. Pratiwi Pudjilestari Sudarmono, PhD, SpMK(K), selaku ketua sidang, kemudian
mengangkat dr. Tinuk Agung Meilany, SpA(K) sebagai Doktor dalam bidang Ilmu
Kedokteran di FKUI. Promotor Prof. dr. Akmal Taher, SpU(K) dan ko promotor Dr. dr.
Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) dan Prof. dr. Herawati Sudoyo, MS, PhD (Lembaga
Biologi Molekuler Eijkman) berharap hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dasar
terkait pembuatan rekomendasi tata laksana bedah mayor pada anak dalam upaya mencegah
dehisensi luka. (Humas FKUI)
http://fk.ui.ac.id/berita/faktor-penyebab-dehisensi-luka-pasca-operasi-pada-anak.html