Anda di halaman 1dari 19

Trend Perawatan Luka Terkini

Rabu, 19 Agustus 2015


Trend & Issue Modern Wound Care

PERAWATAN LUKA TERKINI

I. Pendahuluan

Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit terpapar suhu
atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. Respon tubuh terhadap berbagai
cedera dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan
anatomi dan fungsi secara terus menerus disebut dengan penyembuhan luka. Penyembuhan
luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan
dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara bersama-sama berinteraksi,
melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal
secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan.
Metode perawatan luka berkembang cepat dalam 20 tahun terakhir, jika tenaga kesehatan dan
pasiennya memanfaatkan terapi canggih yang sesuai dengan perkembangan, akan
memberikan dasar pemahaman yang lebih besar terhadap pentingnya perawatan luka. Semua
tujuan manajemen luka adalah untuk membuat luka stabil dengan perkembangan granulasi
jaringan yang baik dan suplai darah yang adekuat., hanya cara tersebut yang membuat
penyembuhan luka bisa sempurna.
Untuk memulai perawatan luka, pengkajian awal yang harus dijawab adalah, apakah luka
tersebut bersih, atau ada jaringan nekrotik yang harus dibuang, apakah ada tanda klinik yang
memperlihatkan masalah infeksi, apakah kondisi luka kelihatan kering dan terdapat resiko
kekeringan pada sel, apakah absorpsi atau drainage objektif terhadap obat topical dan lain-
lain. Terjadinya peradangan pada luka adalah hal alami yang sering kali memproduksi
eksudat; mengatasi eksudat adalah bagian penting dari penanganan luka. Selanjutnya,
mengontrol eksudat juga sangat penting untuk menangani kondisi dasar luka, yang mana
selama ini masih kurang diperhatikan dan kurang diannggap sebagai suatu hal yang penting
bagi perawat, akibatnya bila produksi eksudat tidak dikontrol dapat meningkatkan jumlah
bakteri pada luka, kerusakan kulit, bau pada luka dan pasti akan meningkatkan biaya
perawatan setiap kali mengganti balutan.
Keseimbangan kelembaban pada permukaan balutan luka adalah faktor kunci dalam
mengoptimalkan perbaikan jaringan; mengeliminasi eksudat dari luka yang berlebihan pada
luka kronik yang merupakan bagian penting untuk permukaan luka. Untuk itu dikembangkan
suatu metode perawatan luka dengan cara mempertahankan isolasi lingkungan luka agar tetap
lembab dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, yang dikenal dengan Moist
Wound Healing. Metode ini secara klinis memiliki keuntungan akan meningkatkan proliferasi
dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan air yang tipis, mengurangi resiko timbulnya
jaringan parut dan lain-lain, disamping beberapa keunggulan metode ini dibandingkan
dengan kondisi luka yang kering adalah meningkatkan epitelisasi 30-50%, meningkatkan
sintesa kolagen sebanyak 50 %, rata-rata re-epitelisasi dengan kelembaban 2-5 kali lebih
cepat serta dapat mengurangi kehilangan cairan dari atas permukaan luka.
Dari manfaat dan keuntungan metode Moist Wound Healing tersebut, dapat dimanfaatkan
sebagai suatu trend perawatan luka dengan prinsip luka cepat sembuh, kualitas penyembuhan
baik serta dapat mengurangi biaya perawatan luka, dan ini sangat penting bagi perawat untuk
dapat mengembangkan dan mengaplikasikannya di lingkungan perawatan khususnya
perawatan luka yang jelas sangat memberikan kepuasan bagi kesembuhan luka pasien.

II. Konsep Penyembuhan Luka


1) Definisi
Penyembuhan luka adalah respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan
yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus
menerus.
Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih,
ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara bersama-sama
berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Idealnya luka yang sembuh
kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan.
2) Etiologi

Secara alamiah penyebab kerusakan harus diidentifikasi dan dihentikan sebelum memulai
perawatan luka, serta mengidentifikasi, mengontrol penyebab dan faktor-faktor yang
mempengaruhi penyembuhan sebelum mulai proses penyembuhan. Berikut ini akan
dijelaskan penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka :

 Trauma

 Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia

 Gigitan binatang atau serangga

 Tekanan

 Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena


 Immunodefisiensi

 Malignansi

 Kerusakan jaringan ikat

 Penyakit metabolik, seperti diabetes

 Defisiensi nutrisi

 Kerusakan psikososial

 Efek obat-obatan

Pada banyak kasus ditemukan penyebab dan faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
dengan multifaktor.
3) Klasifikasi Luka

a. Berdasarkan penyebab
1) Luka pembedahan atau bukan pembedahan
2) Akut atau kronik
b. Kedalaman jaringan yang terlibat
1) Superficial: Hanya jaringan epidermis
2) Partial thickness: Luka yang meluas sampai ke dalam dermis
3) Full thickness: Lapisan yang paling dalam dari jaringan yang destruksi. Melibatkan
jaringan subkutan dan kadang-kadang meluas sampai ke fascia dan struktur yang dibawahnya
seperti otot, tendon atau tulang.

2.4 Prinsip Dasar Penyembuhan Luka


Penyembuhan luka adalah proses yang komplek dan dinamis dengan perubahan lingkungan
luka dan status kesehatan individu. Fisiologi dari penyembuhan luka yang normal adalah
melalui fase hemostasis, inflamasi, granulasi dan maturasi yang merupakan suatu kerangka
untuk memahami prinsip dasar perawatan luka. Melalui pemahaman ini profesional
keperawatan dapat mengembangkan ketrampilan yang dibutuhkan untuk merawat luka dan
dapat membantu perbaikan jaringan. Luka kronik mendorong para profesional keperawatan
untuk mencari cara mengatasi masalah ini. Penyembuhan luka kronik membutuhkan
perawatan yang berpusat pada pasien ”patient centered”, holistik, interdisiplin, cost efektif
dan eviden based yang kuat.
Penelitian pada luka akut dengan model binatang menunjukkan ada empat fase penyembuhan
luka. Sehingga diyakini bahwa luka kronik harus juga melalui fase yang sama. Fase tersebut
adalah sebagai berikut:

 Inflamasi

 Proliferasi atau granulasi

 Remodeling atau maturasi

Inflamasi
Secara klinik, inflamasi adalah fase ke dua dari proses penyembuhan yang menampilkan
eritema, pembengkakan dan peningkatan suhu/hangat yang sering dihubungkan dengan nyeri,
secara klasik ”rubor et tumor cum calore et dolore”. Tahap ini biasanya berlangsung hingga 4
hari sesudah injuri. Pada proses penyembuhan ini biasanya terjadi proses pembersihan
debris/sisa-sisa. Ini adalah pekerjaan dari PMN’s (polymorphonucleocytes). Respon inflamasi
menyebabkan pembuluh darah menjadi bocor mengeluarkan plasma dan PMN’s ke sekitar
jaringan. Neutropil memfagositosis sisa-sisa dan mikroorganisme dan merupakan pertahanan
awal terhadap infeksi. Mereka dibantu sel-sel mast lokal. Fibrin kemudian pecah sebagai
bagian dari pembersihan ini.
Tugas selanjutnya membangun kembali kompleksitas yang membutuhkan kontraktor. Sel
yang berperan sebagai kontraktor pada penyembuhan luka ini adalah makrofag. Makrofag
mampu memfagosit bakteri dan merupakan garis pertahan kedua. Makrofag juga mensekresi
komotaktik yang bervariasi dan faktor pertumbuhan seperti faktor pertumbuhan fibrobalas
(FGF), faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan beta trasformasi (tgf) dan
interleukin-1 (IL-1).

Proliferasi (proliferasi, granulasi dan kontraksi)


Fase granulasi berawal dari hari ke empat sesudah perlukaan dan biasanya berlangsung
hingga hari ke 21 pada luka akut tergangung pada ukuran luka. Secara klinis ditandai oleh
adanya jaringan yang berwarna merah pada dasar luka dan mengganti jaringan dermal dan
kadang-kadang subdermal pada luka yang lebih dalam yang baik untuk kontraksi luka. Pada
penyembuhan luka secara analoginya satu kali pembersihan debris, dibawah kontraktur
langsung terbentuk jaringan baru.
Kerangka dipenuhi oleh fibroblas yang mensekresi kolagen pada dermal yang kemudian akan
terjadi regenerasi. Peran fibroblas disini adalah untuk kontraksi. Serat-serat halus merupakan
sel-sel perisit yang beregenerasi ke lapisan luar dari kapiler dan sel endotelial yang akan
membentuk garis. Proses ini disebut angiogenesis. Sel-sel ”roofer” dan ”sider” adalah
keratinosit yang bertanggungjawab untuk epitelisasi. Pada tahap akhir epitelisasi, terjadi
kontraktur dimana keratinosit berdifrensiasi untuk membentuk lapisan protektif luar atau
stratum korneum.

Remodeling atau maturasi


Setelah struktur dasar komplit mulailah finishing interior. Pada proses penyembuhan luka
jaringan dermal mengalami peningkatan tension/kekuatan, peran ini dilakukan oleh
fibroblast. Remodeling dapat membutuhkan waktu 2 tahun sesudah perlukaan.

Tabel 1. Fase penyembuhan luka


Analogi
Fase Sel-sel yang
Waktu membangun
penyembuhan berperan
rumah

Proliferation Hari 4 – 21 Macrophages Supervisor Cell


Granulation Lymphocytes Specific laborers at
Angiocytes the site:
Neurocytes Plumber
Electrician

Contracture Fibroblasts Framers


Keratinocytes Roofers and Siders

Remodeling Hari 21 – 2 Fibrocytes Remodelers


tahun
Pada beberapa literatur dijelaskan juga bahwa proses penyembuhan luka meliputi dua
komponen utama yaitu regenerasi dan perbaikan (repair). Regenerasi adalah pergantian sel-
sel yang hilang dan jaringan dengan sel-sel yang bertipe sama, sedangkan repair adalah tipe
penyembuhan yang biasanya menghasilkan terbentuknya scar. Repair merupakan proses yang
lebih kompleks daripada regenerasi. Penyembuhan repair terjadi oleh intention primer,
sekunder dan tersier.

Intension primer

Fase-fase dalam penyembuhan Intension primer :

1. Fase Inisial (3-5 hari)

2. Sudut insisi merapat, migrasi sel-sel epitel, mulai pertumbuhan sel

3. Fase granulasi (5 hari – 4 minggu)

Fibroblas bermigrasi ke dalam bagian luka dan mensekresi kolagen. Selama fase granulasi
luka berwarna merah muda dan mengandung pembuluh darah. Tampak granula-granula
merah. Luka berisiko dehiscence dan resisten terhadap infeksi.
Epitelium permukaan pada tepi luka mulai terlihat. Dalam beberapa hari lapisan epitelium
yang tipis bermigrasi menyebrangi permukaan luka. Epitel menebal dan mulai matur dan luka
merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi terjadi selama 3 – 5 hari.

4. Fase kontraktur scar ( 7 hari – beberapa bulan )

Serabut-serabut kolagen terbentuk dan terjadi proses remodeling. Pergerakan miofibroblast


yang aktif menyebabkan kontraksi area penyembuhan, membentu menutup defek dan
membawa ujung kulit tertutup bersama-sama. Skar yang matur selanjutnya terbentuk. Skar
yang matur tidak mengandung pembuluh darah dan pucat dan lebih terasa nyeri daripada fase
granulasi

Intension sekunder
Adalah luka yang terjadi dari trauma, elserasi dan infeksi dan memiliki sejumlah besar
eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan jaringan yang cukup luas
menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi inflamasi dapat lebih besar daripada
penyembuhan primer.
Intension Tersier
Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan jaringa granulasi dijahit
bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang terkontaminasi terbuka dan dijahit rapat setelah
infeksi dikendalikan. Ini juga dapat terjadi ketika luka primer mengalami infeksi, terbuka dan
dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian dijahit. Intension tersier biasanya
mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam daripada intension primer atau sekunder

III. TREND DAN ISU PERAWATAN LUKA

3.1 Kecendrungan Perawatan Luka Saat ini


Pada tatanan pelayanan keperawatan, khususnya dalam perawatan luka, banyak diteliti
metode – metode penyembuhan luka, baik penyembuhan secara medis, maupun secara
komplementer dengan menggunakan media yang ada di alam untuk mempercepat
penyembuhan luka. Semua hasil penelitian memiliki evidence based yang cukup kuat dan
bisa dibuktikan. Namun pada prinsipnya, secara keilmuan seorang perawat professional harus
mengetahui bagaimana proses penyembuhan luka secara alami, kenapa terjadi luka, proses
apa yang terjadi pada luka, berapa lama luka akan sembuh dan kenapa luka tersebut bisa
sembuh dengan meninggalkan jaringan parut atau bahkan sembuh tanpa meninggalkan
jaringan parut. Hal ini akan mempengaruhi persepsi dan kemampuan perawat dalam
melaksanakan perawatan luka, semakin mengerti proses yang terjadi pada luka, kualitas
seorang perawat akan semakin baik dalam melakukan perawatan luka dan outcomenya juga
akan baik, kepuasan pasien meningkat.
Perawatan luka dewasa ini, cenderung menggunakan metode balutan kasa ”wet-to-dry”,
digunakan khusus untuk debridemen pada dasar luka, normal salin digunakan untuk
melembabkan kasa, kemudian dibalut dengan kasa kering. Ketika kasa lembab menjadi
kering, akan menekan permukaan jaringan, yang berarti segera harus diganti dengan balutan
kering berikutnya. Hal ini mengakibatkan tidak hanya pertumbuhan jaringan sehat yang
terganggu, tetapi juga menimbulkan rasa nyeri yang berlebihan, metode wet to dry dianggap
sebagai metode debridemen mekanik dan diindikasikan bila ada sejumlah jaringan nekrotik
pada luka.
Dari metode perawatan luka saat ini, banyak prinsip-prinsip yang terlupakan atau tidak
menjadi pertimbangan bagi perawat dalam merawat luka, seperti proses fisiologis
pertumbuhan jaringan luka, bagaimana mengoptimalkan perbaikan jaringan, meningkatkan
aliran darah ke permukaan luka, bagaimana cara balutan ideal, jenis balutan yang dipakai
tanpa merusak jaringan yang sehat, tidak menimbulkan nyeri/trauma baru serta bagaimana
agar dapat mempercepat proses penyembuhan luka hingga dapat menekan biaya perawatan.
Karena itulah perlu dilakukan metode perawatan luka yang telah mempertimbangkan
berbagai aspek tersebut demi mencapai perawatan luka yang efektif, proses penyembuhan
yang cepat, outcome yang berkualitas dan biaya yang lebih murah.

3.2 “Moist Wound Healing”


Definisi
Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi lingkungan luka yang tetap lembab
dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban, oklusive dan semi oklusive. Penanganan
luka ini saat ini digemari terutama untuk luka kronik, seperti ”venous leg ulcers, pressure
ulcers, dan diabetic foot ulcers”.
Dan metode moist wound healing adalah metode untuk mempertahankan kelembaban luka
dengan menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan
pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami.

Substansi biokimia pada cairan luka kronik berbeda dengan luka akut. Produksi cairan
kopious pada luka kronik menekan penyembuhan luka dan dapat menyebabkan maserasi
pada pinggir luka. Cairan pada luka kronik ini juga menghancurkan matrik protein
ekstraselular dan faktor-faktor pertumbuhan, menimbulkan inflamasi yang lama, menekan
proliferasi sel, dan membunuh matrik jaringan. Dengan demikian, untuk mengefektifkan
perawatan pada dasar luka, harus mengutamakan penanganan cairan yang keluar dari
permukaan luka untuk mencegah aktifitas dari biokimiawi yang bersifat negatif/merugikan.
Tujuan Moist Wound Healing
Sesuai dengan pengertiannya, Moist Wound Healing bertujuan untuk mempertahankan isolasi
lingkungan luka yang tetap lembab dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban,
oklusive dan semi oklusive, dengan mempertahankan luka tetap lembab dan dilindungi
selama proses penyembuhan dapat mempercepat penyembuhan 45 % dan mengurangi
komplikasi infeksi dan pertumbuhan jaringan parut residual.

Mempertahankan kelembaban luka dan balutan yang baik


Bertambahnya produksi eksudat adalah bagian dari fase inflamasi yang normal pada proses
penyembuhan luka. Peningkatan permeabilitas kapiler pembuluh darah, menyebabkan cairan
yang kaya akan protein masuk ke rongga interstitial. Hal ini meningkatkan produksi dari
cairan yang memfasilitasi pembersihan luka dari permukaan luka dan mempertahankan
kelembaban lingkungan lokal yang maksimal untuk memaksimalkan penyembuhan.
Keseimbangan kelembaban pada permukaan balutan luka adalah faktor kunci dalam
mengoptimalkan perbaikan jaringan; mengeliminasi eksudat dari luka yang berlebihan pada
luka kronik yang merupakan bagian penting untuk permukaan luka.

Keuntungan dari permukaan luka yang lembab

 Mengurangi pembentukan jaringan parut

 Meningkatkan produksi faktor pertumbuhan

 Mengaktivasi protease permukaan luka untuk mengangkat jaringan


devitalisasi/yang mati

 Menambah pertahanan immun permukaan luka

 Meningkatkan kecepatan angiogenesis dan proliferasi fibroblast

 Meningkatkan proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan air yang
tipis
 Mengurangi biaya. Biaya pembelian balutan oklusif lebih mahal dari balutan kasa
konvensional, tetapi dengan mengurangi frekuensi penggantian balutan dan
meningkatkan kecepatan penyembuhan dapat menghemat biaya yang dibutuhkan.

Perbandingan permukaan luka yang lembab dengan luka yang terbuka

 Kelembaban meningkatkan epitelisasi 30-50%

 Kelembaban meningkatkan sintesa kolagen sebanyak 50 %

 Rata-rata re-epitelisasi dengan kelembaban 2-5 kali lebih cepat

 Mengurangi kehilangan cairan dari atas permukaan luka

Karakteristik penyembuhan luka dengan prinsip moist:

 Memfasilitasi pertumbuhan sel-sel epitel pada permukaan luka

 Mengurangi pada inflamasi permukaan luka

Tanpa lapisan yang lembab/kering:

 Pergerakan pertumbuhan epitelial sebagai debridement enzym membentuk


eskar/parut

 Menambah inflamasi pada luka (eksudat)

Nyeri
Nyeri adalah komplikasi dari perawatan luka. Mengganti balutan yang kering pada luka
menyebabkan rasa nyeri yang lebih hebat/berat dari pada dengan balutan yang lembab.
Hipergranulasi
Beberapa penelitian kini menemukan indikasi berkurangnya inflamasi dan jaringan granulasi
pada luka akut dengan menggunakan prinsip moist.

Teknik Mempertahankan Kelembaban Luka


Prinsip Dasar Perawatan Luka
Ada tiga prinsip dasar penyembuhan luka.

1. Identifikasi dan kontrol penyebab sebaik mungkin

2. Konsen dengan dukungan ”patient centered”

3. Optimalisasi perawatan pada luka

Optimalisasi perawatan pada luka


Mengurangi dehidrasi dan kematian sel. Seperti telah dijelaskan pada fase penyembuhan
luka bahwa sel-sel seperti neutropil dan magrofag membentuk fibroblast dan perisit. Dan sel-
sel ini tidak dapat berfungsi pada lingkungan yang kering.

Meningkatkan angiogenesis. Tidak hanya sel-sel yang dibutuhkan untuk angiogenesis juga
dibutuhkan lingkungan yang lembab tetapi juga angiogenesis terjadi pada tekanan oksigen
rendah, balutan ”occlusive” dapat merangsang proses angiogenesis ini.
Meningkatkan debridement autolisis. Dengan mempertahankan lingkungan lembab sel
neutropil dapat hidup dan enzim proteolitik dibawa ke dasar luka yang memungkinkan
mengurangi/menghilangkan rasa nyeri saat debridemen. Proses ini dilanjutkan dengan
degradasi fibrin yang memproduksi faktor yang merangsang makrofag untuk mengeluarkan
faktor pertumbuhan ke dasar luka.
Meningkatkan re-epitelisasi. Pada luka yang lebih besar, lebih dalam sel epidermal harus
menyebar diatas permukaan luka dari pinggir luka serta harus mendapatkan suplai darah dan
nutrisi. Krusta yang kering pada luka menekan/menghalangi suplai tersebut dan memberikan
barier untuk migrasi dengan epitelisasi yang lambat.
Barier bakteri dan mengurangi kejadian infeksi. Balutan oklusif membalut dengan baik
dapat memberikan barier terhadap migrasi mikroorganisme ke dalam luka. Bakteri dapat
menembus kasa setebal 64 lapisan pada penggunaan kasa lembab. Luka yang dibalut dengan
pembalut oklusif menunjukkan kejadian infeksi lebih jarang daripada kasa pembalut
konvensional tersebut.
Mengurangi nyeri. Diyakini luka yang lembab melindungi ujung saraf sehingga mengurangi
nyeri.

Memilih Balutan yang ideal


Pada tahun 1979 Tumer menggambarkan balutan yang ideal dengan karakteristik sebagai
berikut:

 Dapat mengangkat eksudat yang berlebihan dan toksin

 Kelembaban tinggi pada permukaan luka

 Memungkinkan pertukaran gas

 Memberikan insulasi termal

 Melindungi terhadap infeksi sekunder

 Bebas dari partikel-partikel dan komponen toksik

 Tidak menimbulkan trauma saat mengangkat/mengganti balutan

Walau bagaimanapun tidak ada suatu balutan yang dapat berfungsi magis ”one-size-fits-all”.
Sebagai praktisi klinis sangat penting untuk memahami karakteristik dari perbedaan balutan
dan penggunaannya sesuai dengan perkembangan fase penyembuhan luka, karakteristik luka,
dan faktor risiko dari pasien yang mempengaruhi penyembuhan dan ketrampilan dari perawat
itu sendiri.
Balutan Luka
Balutan luka yang moist seperti ”foam/busa, alginate, hydrocolloid, hydrogel, dan film
transparant.” hydrocolloid merupakan balutan yang tahan terhadap air yang membantu
pencegah kontaminasi bakteri. Hydroclloid menyerap eksudat dan melindungi lingkungan
dasar luka secara alami.
Hydrogel merupakan gel hydropilik yang meningkatkan kelembaban pada area luka.
Hydrogel rehidrasi dasar luka dan melunakkan jaringan nekrotik.
Film transparan merupakan balutan yang tahan terhadap air yang semi oklusive, berarti air
dan gas dapat melalui permukaan balutan film transparan ini dan termasuk juga dapat
mempertahankan lingkungan luka yang tetap lembab.
Pada luka tekan balutan luka sangat berperan penting dengan fungsi sebagai berikut:

 Membantu melindungi luka dari injuri yang berulang

 Membantu melindungi luka dari kuman penyakit dan mencegah luka terinfeksi

 Membantu menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung penyembuhan luka

 Menambal bagian luka terutama bagian yang mati

Balutan luka yang tersedia sangat bervariasi. Tidak seperti balutan atau pembalut kasa yang
biasa, balutan luka khusus karena mereka membantu menciptakan tingkat kelembaban pada
luka. Pada masa kini hasil-hasil dari penelitian menyatakan bahwa tingkat kelembaban
mendukung kesehatan kulit, kelembaban memberi kesempatan yang lebih baik untuk proses
penyembuhan. Konsep inilah yang disebut dengan ”moist wound healing.”
Perlindungan untuk Luka
Meskipun kita berfikir sebaliknya, membiarkan balutan tidak dibuka/diganti dalam beberapa
hari sangat membantu dalam proses penyembuhan awal karena luka tidak terganggu. Hal ini
sangat penting karena situasi kelembaban lingkungan luka dapat dipertahankan dengan baik
sesuai dengan suhu tubuh, kondisi ini akan mendukung penyembuhan luka. Untuk penjelasan
lebih lanjut, penggantian balutan yang lebih sering mengakibatkan suhu luka menurun/dingin
akibat terpapar dengan udara. Hal ini akan mengakibatkan perlambatan proses penyembuhan
hingga suhu luka menjadi hangat kembali. Jadi, penggantian balutan duka yang tidak terlalu
sering sudah sangat jelas dapat membantu proses penyembuhan.
Sebagai ilustrasi untuk menunjukkan bagaimana kelembaban dapat menyembuhkan lebih
ceat adalah dengan melidungi/membalut luka akan tercipta lingkungan yang lembab yang
diikuti oleh pergerakan sel-sel epidermal dengan mudah menyebrangi permukaan luka, untuk
menyembuhkan luka. Pada lingkungan luka yang kering, sel-sel epidermal harus menyusup
melalui terowongan yang lembab dan mensekresi enzym untuk kemudian mengangkat
keropeng dari permukaan luka sebelum sel-sel bermigrasi dan selanjutnya baru memulai
proses penyembuhan.
Berbagai tipe ”moist wound dressing” (balutan luka yang mampu mempertahankan
kelembaban)
Ada beberapa tipe balutan luka dan lebih dari satu dapat direkomendasikan untuk dipakai
merawat luka hingga sembuh. Untuk hal ini, kita perlu memahami tentang tipe balutan luka
yang dapat kita pilih dan gunakan, yang akan dijelaskan berikut ini.
Foam/Busa
Balutan foam/busa dapat menyerap banyak cairan, sehingga digunakan pada tahap awal masa
pertumbuhan luka, bila luka tersebut banyak mengeluarkan drainase. Balutan busa nyaman
dan lembut bagi kulit dan dapat digunakan untuk pemakaian beberapa hari. Bentuk, ukuran,
dan ketebalan dari busa tersebut sangat bervariassi, dengan atau tanpa perekat pada
permukaannya.

Foam silikon lunak/balutan yang menyerap


Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada permukaan yang kontak
dengan luka. Silikon membantu mencegah balutan foam melekap pada permukaan luka atau
sekitar kulit pada pinggir luka. Hasilnya menghindarkan luka dari trauma akibat balutan saat
mengganti balutan, dan membantu proses penyembuhan. Balutan luka silikon lunak ini
dirancang untuk luka dengan drainase dan luas.

Balutan wafer berperekat/ balutan hydrocolloid


Balutan hidrokoloid ”water-loving” dirancanga elastis, merekat, dan dari agen-agen gell
(seperti pectin atau gelatin) dan bahan-bahan absorben/penyerap lainnya. Bila dikenakan
pada luka, drainase dari luka berinteraksi dengan komponen-komponen dari balutan untuk
membentuk seperti gel yang menciptakan lingkungan yang lembab untuk penyembuhan luka.
Balutan hidrokoloid ada dalam bermacam bentuk, ukuran, dan ketebalan, dan digunakan pada
luka dengan jumlah drainase sedikit atau sedang. Balutan jenis ini biasanya diganti satu kali
selama 5-7 hari, tergantung pada metode aplikasinya, lokasi luka, derajad paparan kerutan-
kerutan dan potongan-potongan, dan inkontinensia. Balutan hidrokoloid tidak biasa
digunakan pada luka yang terinfeksi.

Hydrogels
Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran, seperti serat kasa, atau gel. Gel akan memberi rasa
sejuk dan dingin pada luka, yang akan meningkatkan rasa nyaman pasien. Gel sangat baik
menciptakan dan mempertahankan lingkungan penyembuhan luka yang moist/lembab dan
digunakan pada jenis luka dengan drainase yang sedikit. Gel diletakkan langsung diatas
permukaan luka, dan biasanya dibalut dengan balutan sekunder (foam atau kasa) untuk
mempertahankan kelembaban sesuai level yang dibutuhkan untuk mendukung penyembuhan
luka.

Hydrofibers
Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau balutan pita yang
terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa bahan penyerap sama dengan
yang digunakan pada balutan hidrokoloid. Komponen-komponen balutan akan berinteraksi
dengan drainase dari luka untuk membentuk gel yang lunak yang sangat mudah dieliminir
dari permukaan luka. Hidrofiber digunakan pada luka dengan drainase yang sedang atau
banyak, dan luka yang dalam dan membutuhkan balutan sekunder. Hidrofiber dapat juga
digunakan pada luka yang kering sepanjang kelembaban balutan tetap dipertahankan (dengan
menambahkan larutan normal salin). Balutan hidrofiber dapat dipakai selama 7 hari,
tergantung pada jumlah drainase pada luka.

Alginates
Alginat lunak dan bukan tenunan yang dibentuk dari bahan dasar ganggang laut. Alginate
tersedai dalam bentuk ”pad” atau sumbu. Alginate dan hidrofiber merupakan tipe produk
yang sama. Paa kasus ini, alginate akan menjadi lunak, tidak lengket dengan luka. Alginate
juga digunakan pada luka dengan drainase sedang hingga berat dan tidak dapat digunakan
pada luka yang kering. Balutan dapat dipotong sesuai kebutuhan, bentuk luka yang akan
dibalut, atau dapat dilapisi untuk menambah penyerapan.

Gauze
Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester, atau kombinasi dari
serat lainnya. Berbagai produk tenunan ada yang kasar dan berlubang, tergantung pada
benangnya. Kasa berlubang yang baik sering digunakan untuk membungkus, seperti balutan
basah lembab normal saline. Kasa katun kasar, seperti balutan basah lembab normal saline,
digunakan untuk debridement non selektif (mengangkat debris dan atau jaringan yang mati).
Banyak kasa yang bukan tenunan dibuat dari poliester, rayon, atau campuran bermacam serat
yang ditenun seperti kasa katun tetapi lebih kuat, besar, lunak, dan lebih menyerap. Beberapa
balutan, seperti kasa saline hipertonik kering digunakan untuk debridemen, berisi bahan-
bahan yang mendukung penyembuhan. Produk lainnya berisi petrolatum atau elemen
penyembuh luka lainnya dengan indikasi yang sesuai dengan tipe lukanya.
Dengan memahami hal tersebut diatas maka perawat dapat memilih balutan yang tepat untuk
digunakan saat merawat luka.

Pembersih Luka
Membersihkan permukaan luka dengan mengangkat bakteri dan drainase. Produk yang
digunakan dapat mengandung deterjen. Dapat juga digunakan normal saline untuk
membersihkan luka tanpa membahayakan jaringan yang baru tumbuh.

Penyembuhan luka membutuhkan pendekatan :

1. .Patient centered: ingat selalu bahwa apa yang menyebabkan sesorang menderita
luka dan atau luka kronik. Kita dapat mengembangkan rencana penanganan yang baik
tetapi bila pasien tidak melibatkan pasien akan berhasil.

2. Holistic: praktek yang baik membutuhkan pengkajian pasien ”whole”/secara


menyeluruh, bukan ”lubang pada pasien”/”hole in the patient”. Semua kemungkinan
faktor-faktor yang berkontribusi harus dieksplorasi.

3. Interdisciplinary: perawatan luka adalah bisnis yang komplek membutuhkan


ketrampilan dari berbagai disiplin, ketrampilan perawatan, fisioterapis, terapi okupasi,
dietisian, dan dokter umum dan spesialis (dermatologis, bedah plastik, dan bedah
vaskular sesuai dengan yang dibutuhkan). Kadang-kadang memerlukan/melibatkan
pekerja sosial.

4. Evidence based: pada saat ini lingkungan penanganan harus berdasarkan pada
kebaikan dan ”cost efekctive”.
PENUTUP
Kesimpulan
Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi lingkungan luka yang tetap lembab
dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban, oklusive dan semi oklusive. Penanganan
luka ini saat ini digemari terutama untuk luka kronik, seperti ”venous leg ulcers, pressure
ulcers, dan diabetic foot ulcers”.
Keseimbangan kelembaban pada permukaan balutan luka adalah faktor kunci dalam
mengoptimalkan perbaikan jaringan, mengeliminasi eksudat dari luka yang berlebihan pada
luka kronik yang merupakan bagian penting untuk permukaan luka. Dan metode moist
wound healing adalah metode untuk mempertahankan kelembaban luka dengan
menggunakan balutan penahan kelembaban, metode ini memiliki prinsip penyembuhan luka
secara alami, karena dengan mempertahankan kelembaban dapat menyembuhkan lebih cepat
dengan melidungi/membalut luka akan tercipta lingkungan yang lembab yang diikuti oleh
pergerakan sel-sel epidermal dengan mudah menyeberangi permukaan luka, untuk
menyembuhkan luka. Keuntungan dengan mempertahankan luka tetap lembab dan dilindungi
selama proses penyembuhan dapat mempercepat penyembuhan 45 % dan mengurangi
komplikasi infeksi dan pertumbuhan jaringan parut residual.

Saran
Dari manfaat dan keuntungan metode Moist Wound Healing tersebut, dapat dimanfaatkan
sebagai suatu trend perawatan luka dengan prinsip luka cepat sembuh, kualitas penyembuhan
baik serta dapat mengurangi biaya perawatan luka, dan ini sangat penting bagi perawat untuk
dapat mengembangkan dan mengaplikasikannya di lingkungan perawatan khususnya
perawatan luka yang jelas sangat memberikan kepuasan bagi kesembuhan luka pasien.
Diposting oleh Jvrist YP di 23.20

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke


Pinterest

http://jvrist.blogspot.co.id/2015/08/trend-issue-modern-wound-care.html

Ns. Ikram bauk, S.Kep, WOC(ET)N,. WARNA DASAR LUKA FISIOLOGI


PENYEMBUHAN LUKA TIPE PENYEMBUHAN LUKA. A Wound is. An injury to the
integument or underlying structures that may or may not result in a loss of skin integrity.
Physiological function of the tissue is impaired (K. Carville)
Dehisensi luka adalah terbukanya kembali luka operasi yang telah dijahit secara primer.
Dehisensi luka menimbulkan dampak negatif baik bagi penderita, keluarga, maupun ahli
bedah beserta tim. Dampak bagi penderita antara lain infeksi dan perluasan luka yang diikuti
oleh penyulit. Tidak jarang kematian dijumpai sehubungan dengan infeksi berat atau penyulit
yang terjadi. Pada pasien yang bertahan hidup, kerap diperlukan operasi berulang, lama rawat
yang berkepanjangan dampak psikologis serta biaya pengobatan. Tim ahli bedah tentunya
juga tidak menginginkan dehisensi luka ini terjadi karena merupakan efek samping yang
buruk.

Penyebab dehisensi luka operasi pada anak bersifat multifaktorial. Faktor tubuh anak, baik
lokal (jenis sayatan, jenis simpul, operasi gawat darurat, operasi terinfeksi atau kebocoran
usus) maupun sistemik dan faktor lingkungan. Faktor lainnya misalnya faktor gangguan
oksigenisasi, gangguan kecukupan aliran vena, infeksi, adanya benda asing gizi (gizi buruk
atau obesitas), diabetes, obat-obatan (steroid, antiinflamasi, nonsteroid, kemoterapi), kondisi
imunokompromis atau rentan (keganasan, radiasi, AIDS) dan faktor usia. Setiap akan
melakukan operasi, tim dokter telah mempersiapkan menghilangkan potensi risiko tersebut.
Namun, terkadang dehisensi masih tetap terjadi dan belum diketahui faktor penyebab lainnya.

GSTP1 I105V, sebuah enzim yang dikendalikan oleh gen, berfungsi sebagai salah satu
antioksidan kuat dalam tubuh anak yang sedang menjalani operasi. Namun pada anak yang
mengalami polimorfisme gen GSTP1, ia akan mengalami perubahan respon enzim yaitu tidak
berfungsinya antioksidan. Jika antioksidan tidak berfungsi akan berakibat pada reaksi
peradangan dalam tubuh yang menjadi tinggi, stress oksidatif yang meningkat sehingga luka
sulit sembuh dan menimbulkan risiko terjadinya dehisensi luka. Untuk itu, diperlukan sebuah
penelitian untuk melihat peran polimorfisme GSTP1 I105V terhadap terjadinya komplikasi
dehisensi luka operasi pada anak yang menjalani operasi mayor.

Penelitian kemudian dilakukan oleh dr. Tinuk Agung Meilany, SpA(K) sebagai penelitian
disertasinya dan didapatkan hasil penelitian bahwa polimorfisme GSTP1 I105V dapat
memengaruhi peningkatan kejadian dehisensi luka pada keadaan hipoksia pasca operasi yang
ditunjukkan dengan penurunan TcPO2 dan pada subjek dengan komplikasi hipoalbumin.

Hasil penelitian tersebut dipaparkan oleh dr. Tinuk pada sidang promosi doktoralnya Kamis
(14/7) lalu di Ruang Senat Akademik Fakultas, FKUI Salemba. Disertasi berjudul
“Polimorfisme GSTP1 I105V Sebagai Faktor Risiko Peningkatan Kejadian Dehisensi
Luka Pasca Bedah Abdomen Mayor pada Anak” ini berhasil dipertahankan dihadapan tim
penguji yang diketuai oleh Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI dengan anggota tim penguji Dr.
rer. Nat. dr. Septelia Inawati Wanandi; Dr. dr. Joedo Prihartono, MPH; dan Prof. Dr. dr.
David S. Perdanakusuma, SpBP-RE(K) (Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga).

Prof. dr. Pratiwi Pudjilestari Sudarmono, PhD, SpMK(K), selaku ketua sidang, kemudian
mengangkat dr. Tinuk Agung Meilany, SpA(K) sebagai Doktor dalam bidang Ilmu
Kedokteran di FKUI. Promotor Prof. dr. Akmal Taher, SpU(K) dan ko promotor Dr. dr.
Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) dan Prof. dr. Herawati Sudoyo, MS, PhD (Lembaga
Biologi Molekuler Eijkman) berharap hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dasar
terkait pembuatan rekomendasi tata laksana bedah mayor pada anak dalam upaya mencegah
dehisensi luka. (Humas FKUI)

http://fk.ui.ac.id/berita/faktor-penyebab-dehisensi-luka-pasca-operasi-pada-anak.html

Anda mungkin juga menyukai