Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENGENALAN KELITBANGAN

BIDANG JALAN DAN JEMBATAN

NAMA : REZA KURNIAWAN, S.T.


NIP : 19930115 201802 1 001
JABATAN : TEKNIK JALAN DAN JEMBATAN AHLI PERTAMA

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN


KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
2018
Daftar Isi

Daftar Isi ................................................................................................................................. i

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

1.2. Ruang Lingkup ........................................................................................................ 2

1.3. Tujuan ..................................................................................................................... 2

1.4. Sasaran ................................................................................................................... 2

BAB 2 RESUME KEGIATAN ................................................................................................. 3

2.1. Balai Litbang Perkerasan Jalan ............................................................................... 3

2.1.1. Materi Teori di Kelas ......................................................................................... 3

2.1.2. Materi Laboratorium Aspal ................................................................................ 4

2.1.3. Materi Laboratorium Agregat ............................................................................ 4

2.1.4. Materi Laboratorium Campuran ........................................................................ 5

2.1.5. Materi Praktik Lapangan ................................................................................... 5

2.2. Balai Litbang Struktur Jembatan .............................................................................. 6

2.2.1. Materi di Dalam Kelas....................................................................................... 6

2.2.2. Pemeriksaan Visual Jembatan ......................................................................... 7

2.2.3. Pemeriksaan Khusus Jembatan ....................................................................... 7

2.2.4. Pengujian Bahan Jembatan .............................................................................. 8

2.3. Balai Litbang Geoteknik ........................................................................................... 9

2.3.1. Teknologi Jalan di Atas Tanah Lunak ............................................................... 9

2.3.2. Pengujian Tanah ............................................................................................ 10

2.3.3. Bor Tangan dan Sondir................................................................................... 11

2.3.4. Georadar dan Geolistrik .................................................................................. 11

2.4. Balai Litbang Teknik dan Sistem Lalu Lintas .......................................................... 12

BAB 3 TOPIK KHUSUS ....................................................................................................... 13

i
3.1. Perancangan JUDESA .......................................................................................... 13

3.2. Pelat Ortotropik ...................................................................................................... 13

BAB 4 PENUTUP ................................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17

LAMPIRAN A ....................................................................................................................... 18

Catatan:
- Isi dari daftar isi diratakan kiri
- Daftar gambar dan tabel dimasukkan
- Isi dari daftar isi menggunakan spasi 1,5 tanpa ada before dan after

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di dalam Permen PUPR 13.1/PRT/M/2015, salah satu misi Kementerian PUPR adalah
mempercepat pembangunan infrastruktur jalan untuk mendukung konektivitas guna
meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan pelayanan sistem logistik nasional. Dalam
melaksanakan pembangunan jalan baru, sering kali dihadapkan dengan kondisi jalan yang
akan dibangun harus melewati sebuah halangan seperti sungai dan jurang. Salah satu
solusinya adalah dengan dibangunnya jembatan sebagai bangunan pelengkap jalan untuk
mengkoneksi jalan. Jembatan bukan hanya sekedar penghubung antara satu daratan ke
daratan lain, tapi bisa juga disebut sebagai aksesoris dari sebuah sungai ataupun peraian.
Bahkan di daerah tertentu jembatan dijadikan sebagai maskot atau ikon dari daerah tersebut.
Contohnya saja Jembatan Ampera yang ada di Palembang Sumatera Selatan, Suramadu
yang menghubungkan antara Surabaya dan Madura, dan masih banyak lagi yang lain.
Produk Balitbang KemenPUPR ini telah dilaksanakan di beberapa tempat yaitu
diantaranya di Desa Siru dan Desa Wae Wako, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara
Timur, dan juga Desa Cihawuk dan Desa Cibeureum, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Namun,
dalam pedoman perencanaan JUDESA bentang 40 m, dicontohkan sistem lantai menggunakan
galvanized mesh plate yang dinilai kurang nyaman bagi para pengguna jembatan.
Dengan menggunakan teknologi jembatan terkini, proses pembangunan proyek bisa
berjalan sangat cepat serta pembiayaannya bisa efisien. Oleh karena itu produk Balitbang
Kementerian PUPR yaitu JUDESA, Jembatan untuk Desa Asimetris, sangat mendukung hal
tersebut. Dalam perkembangan teknologi pelat lantai jembatan terdapat beberapa alternatif
pengganti pelat lantai beton bertulang, salah satunya adalah pelat lantai baja ortotropik atau
Orthotropic Steel Deck (OSD). OSD telah banyak digunakan di hampir seluruh jembatan
bentang panjang di dunia. Disamping memiliki berat yang ringan dan mampu mengatasi
permasalahan-permasalahan yang terjadi pada pelat beton. Lama waktu pemasangan pelat
baja ortotropik juga lebih singkat jika dibandingkan dengan pelat lantai beton, sehingga OSD
dianggap sebagai pilihan tepat untuk menggantikan pelat lantai beton pada jembatan bentang
menengah-panjang di dunia. Di Indonesia masih jarang ditemukan jembatan dengan OSD,
sehingga diperlukan penelitian-penelitian terkait dengan pelat baja ortotropik agar pelat baja
ini dapat lebih banyak digunakan di Indonesia, mengingat Indonesia akan membutuhkan
jembatan-jembatan bentang panjang untuk menghubungkan pulau-pulau besar di Indonesia
agar sistem transportasi dan ekonomi di Indonesia menjadi lebih sinergi.

1
1.2. Ruang Lingkup
Laporan ini membahas mengenai hasil kegiatan On the job training di Pusat Jalan dan
Jembatan Balitbang Kementerian PUPR dan topik khusus yang akan diangkat yaitu JUDESA,
Jembatan untuk Desa Asimetris. Selain itu, laporan ini membahas mengenai sistem lantai
JUDESA.

1.3. Tujuan
Laporan ini bertujuan untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman langsung berkaitan
dengan pelaksanaan kerja di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat yang berhubungan dengan kelitbangan jalan dan jembatan dan penerapan JUDESA,
Jembatan untuk Desa Asimetris. Lebih daripada itu, laporan ini bertujuan untuk memahami
tentang sistem lantai JUDESA.

1.4. Sasaran
Sasaran laporan ini adalah tercapainya peningkatan pemahaman terhadap produk-produk
kelitbangan yang telah dihasilkan oleh Pusjatan dan di luar Pusjatan.

Catatan:
- Paragraf baru diratakan kiri
- Istilah2 asing dicetak miring
- Ruang lingkup, tujuan, dan sasaran dibuat poin2 baik untuk umum dan topik khusus
- Nomor halaman adalah di tengah bawah dari halaman

2
BAB 2
RESUME KEGIATAN

2.1. Balai Litbang Perkerasan Jalan


2.1.1. Materi Teori di Kelas
A. Perkerasan Lentur
Pada umumnya, susunan perkerasan lentur terdiri dari lapis permukaan, lapis pondasi
atas, lapis pondasi bawah, dan tanah dasar. Lapis permukaan berfungsi untuk penahan beban
yang paling utama, lapis pondasi atas berfungsi untuk pendukung lapis permukaan, lapis
pondasi bawah berfungsi untuk mengalihkan infiltrasi air, dan tanah dasar berfungsi untuk
mendukung beban di atasnya. Tanah asli dapat berupa tanah eksisting, galian atau timbunan.
Agregat dapat berupa agregat alami, modifikasi, atau buatan. Agregat alam adalah agregat
yang digunakan dalam bentuk alamiahnya dengan sedikit atau tanpa pemrosesan sama
sekali. Agregat modifikasi adalah batuan yang telah dipecah dan disaring sebelum digunakan.
Agregat buatan didapatkan dari proses kimia atau fisika dari beberapa material sehingga
menghasilkan suatu material baru yang sifatnya menyerupai agregat. Aspal dapat berupa
aspal alami atau aspal buatan hasil penyulingan minyak bumi. Campuran beraspal harus
memiliki karakteristik stabil, fleksibel, tahan lama, kedap air, tahan terhadap geser, dan mudah
untuk dikerjakan. Pada umumnya, penyebab kerusakan pada perkerasan lentur yaitu lalu
lintas yang berat dan temperatur yang tinggi. Kedua penyebab tersebut dapat mengakibatkan
Rutting dan Cracking. Bentuk-bentuk kerusakan perkerasan lentur yaitu retak kulit buaya,
retak blok, deformasi plastis (gelombang), alur (rutting), sungkur, amblas, pengelupasan
(delamination), bleeding, pelepasan butir, berlubang, penggerusan (scouring), dan
penyumbatan. Penanganannya dapat berupa pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala,
rehabilitasi, dan rekonstruksi, tergantung dari seberapa besar kerusakannya.

B. Perkerasan Kaku
Perkerasan kaku terdiri dari tiga jenis yaitu perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan
(JPCP), perkerasan kaku bersambung dengan tulangan (JRCP), dan perkerasan kaku
menerus dengan tulangan (CRCP). Sambunga pada perkerasan kaku ada 4 jenis yaitu
sambungan susut/kontraksi, sambungan kontruksi, sambungan isolasi, dan sambungan
ekspansi. Sambungan kontraksi melintang diperlukan untuk mengendalikan retak karena
tegangan yang disebabkan oleh penyusutan beton akibat proses hidrasi, beban lalu
lintas,perubahan temperatur serta berkurangnya kelembaban beton. Sambungan memanjang
dibuat untuk mengendalikan retak memanjang, dan digunakan jika lebar pelat beton lebih dari

3
4m. Mesin pembentuk perkerasan kai terdiri atas 2 jenis yaitu mesin untuk acuan tetap (fixed
form) dan mesin untuk acuan gelincir atau acuan bergerak (slip form). Sistem acuan gelincir
adalah acuan pembentuk yang menggunakan mesin yang bergerak secara otomatis,dapat
menyebarkan, meratakan, memadatkan dan menyelesaikan permukaan beton semen dengan
cara disinkronkan melalui sensor umpan balik,yang terdapat pada mesin penghampar.

2.1.2. Materi Laboratorium Aspal


 Pengujian Penetrasi. Bertujuan untuk mengetahui nilai kekerasan aspal. Hasilnya didapat
adalah 56,2.
 Pengujian Titik Lembek. Bertujuan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Hasil
yang didapat adalah 49,8 °C.
 Pengujian Daktilitas. Bertujuan untuk menentukan tingkat elastisitas dan sifat kohesi aspal.
Hasil yang didapat adalah lebih dari 140 cm.
 Pengujian TFOT. Bertujuan untuk mengetahui kehilangan minyak pada aspal akibat
pemanasan.
 Pengujian Berat Jenis. Bertujuan untuk mengetahui berat jenis aspal. Hasilnya adalah 1,033.
 Pengujian Titik Nyala. Bertujuan untuk menentukan suhu yang aman untuk pelaksanaan
pengaspalan.
 Pengujian Kelarutan Aspal. Bertujuan mengetahui derajat kelarutan aspal dalam TCE
(Trichloroethylene). Hasilnya adalah 96,55 %.
 Pengujian Kekentalan. Bertujuan untuk mengetahui suhu pencampuran dan penghamparan.

2.1.3. Materi Laboratorium Agregat


 Pengujian Analisa Saringan. Bertujuan untuk mengetahui gradasi agregat.
 Pengujian Berat Jenis dan Absorpsi Agregat. Bertujuan untuk mengetahui berat jenis dan
tingkat penyerapan air oleh agregat.
 Pengujian Keausan. Bertujuan untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap keausan.
Pengujian Sand Equivalent. Bertujuan untuk mengetahui tingkat komposisi bahan yang
merugikan dari suatu agregat.
 Pengujian Angularitas Agregat Kasar. Bertujuan untuk mengetahui jumlah bidang pecah
agregat kasar.
 Pengujian Kadar Rongga Agregat Halus. Bertujuan untuk mengetahui bidang pecah agregat
halus.
 Pengujian Penyelimutan dan Pengelupasan. Bertujuan untuk mengetahui kelekatan agregat
terhadap aspal.

4
 Pengujian Pipih dan Lonjong. Bertujuan untuk mengetahui bentuk butir agregat.
 Pengujian Kekekalan Agregat. Bertujuan untuk mengetahui indeks kekekalan batu.
 Pengujian jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan no. 200. Bertujuan untuk
mengetahui persentase filler dalam suatu agregat.
 Pengujian gumpalan lempung dan butir-butir mudah pecah. Bertujuan untuk mengetahui
persentase bahan yang tidak dikehendaki oleh agregat.

2.1.4. Materi Laboratorium Campuran


 Pengujian berat jenis maksimum. Bertujuan untuk mengetahui berat jenis maksimum dari
campuran beraspal. Hasilnya adalah 2,46.
 Pengujian Marshall. Bertujuan untuk mengetahui stabilitas dan kelelehan dari suatu
campuran beraspal.
 Pengujian Campuran dengan Alat PRD. Bertujuan untuk mengetahui nilai VIM mutlak.
 Pengujian Marshall setelah perendaman. Bertujuan untuk mengetahui keawetan dan
kerusakan yang diakibatkan oleh air.

2.1.5. Materi Praktik Lapangan


 Pengujian core drill. Bertujuan untuk mengetahui kepadatan dan ketebalan lapisan campuran
beraspal yang telah dihampar.
 Pengujian sand cone. Bertujuan untuk mengetahui kepadatan tanah lapangan.
 Pengujian Dynamic Cone Penetrometer. Bertujuan untuk mencari CBR Lapangan.
 Pengujian LWD. Bertujuan untuk mencari lendutan pada lalu lintas rendah.
 Pengujian FWD. Bertujuan untuk mencari lendutan.
 Pengujian ketidakrataan dengan ROMDAS. Bertujuan untuk mencari nilai IRI dari
perkerasan.

5
2.2. Balai Litbang Struktur Jembatan
2.2.1. Materi di Dalam Kelas
Jembatan adalah Bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai penghubung
suatu ruas jalan yang terputus akibat adanya hambatan berupa sungai, lembah, saluran,
persilangan atas dan lain-lain. Dalam merencanakan jembatan, dibutuhkan parameter untuk
dapat menentukan tipe bangunan atas, bangunan bawah dan fondasi, lokasi/letak jembatan,
material pada tiap komponen jembatan. Sesuai dengan Surat Edaran Menteri PUPR No.
07/SE/M/2015, persyaratan umum perencanaan, yaitu kekuatan dan stabilitas struktur,
kenyamanan dan keselamatan, kemudahan, ekonomis, pertimbangan aspek non teknis,
keawetan, dan estetika.
Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar struktur/bangunan (sub structure)
yang berfungsi meneruskan beban secara merata dari bagian atas struktur/bangunan (upper
structure) kelapisan tanah yang berada di bagian bawahnya tanpa mengakibatkan keruntuhan
tanah, dan Penurunan (settlement) tanah/pondasi yang berlebihan. Cara memeriksa kualitas
pondasi dalam yaitu Static Loading Test, PDA (Pile Driving Analizer), PIT (Pile Integrity Test),
Kalendering (Tiang Pancang).
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan ketika memilih metode konstruksi adalah
skala jembatan, hambatan yang dilintasi jembatan, keberaturan panjangnya bentang
jembatan, penampang horizontal dan vertikal dari dek jembatan, sifat lapisan tanah, cuaca
setempat, biaya material lokal, pasar tenaga kerja lokal, aksesibilitas menuju lokasi, waktu
yang diizinkan untuk konstruksi. Metode konstruksi pra cetak yaitu balanced cantilever
erection with launching gantry, balanced cantilever erection with lifting frames, span by span
erection with launching gantry, dan full span precast method. Metode konstruksi cast in situ
yaitu Cast in-situ Post tensioned, Balanced Cantilever, dan Incrementally Launched. Metode
konstruksi jembatan lainnya yaitu Pier Head Rotation di Indonesia dikenal dengan sistem
Sosrobahudan Main span Lifting di Indonesia sudah digunakan untuk Jembatan Holtekamp,
Papua.
Tujuan utama dari pemeriksaan jembatan yaitu mengetahui kondisi jembatan dan
strategi pemeliharaan, perbaikan, dan rehabilitasi. Tujuan khusus dari pemeriksaan jembatan
adalah memeriksa keamanan jembatan saat layan, menjaga lancarnya lalu lintas,
menyediakan data atau kondisi jembatan, memeriksa pengaruh beban dan jumlah kendaraan,
memantau keadaan jembatan jangka panjang, dan menyediakan informasi mengenai
kapasitas jembatan. Jenis pemeriksaan jembatan yaitu pemeriksaan inventarisasi,
pemeriksaan detil, pemeriksaan rutin, dan pemeriksaan khusus.

6
2.2.2. Pemeriksaan Visual Jembatan
Pemeriksaan visual jembatan yaitu pemeriksaan inventarisasi, pemeriksaan detil, dan
pemeriksaan rutin. Pemeriksaan inventarisasi dilakukan pada jembatan baru atau setelah
dilakukan rehabilitasi. Pemeriksaan inventarisasi bertujuan untuk mendaftarkan data jembatan
ke pusat data (data base). Data yang didapat dari pemeriksaan inventarisasi yaitu
administrasi, geometri, bahan, lokasi, panjang bentang, dan jenis konstruksi. Pemeriksaan
detil dilakukan setiap 2 s.d 5 tahun (tergantung kebutuhan). Pemeriksaan detil bertujuan untuk
mengetahui kondisi jembatan dan untuk mempersiapkan strategi penanganan jembatan serta
membuat urutan prioritas. Data yang didapat dari pemeriksaan detil yaitu kerusakan elemen,
kelompok elemen, komponen utama jembatan. Pemeriksaan detil dilakukan setiap 1 tahun.
Pemeriksaan detil bertujuan untuk memeriksa hasil pemeliharaan rutin dan menentukan
tindakan darurat agar jembatan layak dan aman.
Pusjatan membuat aplikasi untuk memudahkan pemeriksaan jembatan yaitu INVI-J,
Inspeksi Visual Jembatan. Salah satu keunggulan dari aplikasi sistem inspeksi jembatan ini
adalah proses otomatisasi kriteria penilaian S dan R, berdasarkan kondisi kerusakan dan
penyebab kerusakan yang ada, sehingga memudahkan dalam rangka penilaian kondisi
Elemen Jembatan, dan mereduksi subjektifitas inspektor.

2.2.3. Pemeriksaan Khusus Jembatan


Pemeriksaan khusus jembatan adalah untuk mengetahui kondisi jembatan secara
lebih spesifik dan tahap lanjutan dari pemeriksaan detail sesuai kondisi yg dibutuhkan dgn alat
khusus. Pemeriksaan khusus jembatan terdiri dari pengujian beton, pemeriksaan geometri,
pengujian statis, pengujian dinamis, dan pengujian baja. Dalam pengukuran dan pemetaan,
alat khusus yang diperlukan yaitu total station, waterpass, GPS, dan meteran digital. Dalam
pengujian material beton, alat khusus yang diperlukan yaitu Covermeter, Hammer, Pundit,
Resistivity, Winsor Probe, dan Impact Echo. Dalam pengujian material baja, alat khusus yang
diperlukan yaitu Torsimeter, Elcometer, Thickness Gauge, Hardness Gauge, dan Ultrasonic.
Dalam pengujian struktur jembatan, alat khusus yang digunakan yaitu alat ukur respon statik
jembatan dan alat ukur respon dinamik jembatan.
Di dalam OJT ini pengujian yang dilakukan yaitu elcometer untuk mengetahui tebal cat
jembatan, thickness gauge untuk mengetahui tebal pelat jembatan, hardness untuk
mengetahui kekerasan logam, covermeter untuk mengetahui tebal selimut beton dan jarak
tulangan, concrete hammer test, untuk menentukan homogenitas beton dan memperkirakan
kekuatan tekan beton, ultrasonic pulse velocity (UPV) untuk menentukan homogenitas beton
dan menentukan kedalaman retak pada beton.

7
2.2.4. Pengujian Bahan Jembatan
a. Pengujian Kuat Tarik Baja
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kuat tarik leleh dan kuat tarik putus baja tulangan
beton. Standar acuan yang digunakan SNI 2052:2014 - Baja tulangan beton, SNI 07-0371-
1998 - Batang uji Tarik untuk bahan logam, dan SNI 07-0408-1989 - Cara uji Tarik logam.

b. Pengujian Balok Beton dengan Dua Titik Pembebanan


Pengujian ini bertujuan untuk menentukan nilai kuat lentur beton dengan 2 titik pembebanan
untuk pemenuhan spesifikasi mutu beton. Standar acuan yang digunakan adalah SNI
4431:2011.

c. Pengujian Kuat Tekan Beton


Pengujian ini bertujuan untuk menentukan nilai kuat tekan beton untuk memenuhi spesifikasi
mutu beton. Standar acuan yang digunakan adalah SNI 1974:2011.

d. Pengujian Bantalan Karet Jembatan


Pengujian ini bertujuan untuk memeriksa kondisi bantalan karet apakah terdapat cacat,
mengukur dimensi benda uji bantalan karet, dan menghitung gaya overload sesuai dengan
dimensi benda uji apabila tidak memiliki standar bebannya. Ada 3 pengujian bantalan karet
jembatan yaitu Uji Overload sesuai SNI 3967:2013, Uji Regangan Tekan sesuai SNI
3967:2013 atau SNI 3967 : 1995, dan Uji Tegangan Geser SNI 3967 : 1995.

e. Pengujian Campuran Beton SCC


Di OJT ini, pengujian campuran beton SCC diuji dengan slump flow yang bertujuan untuk
mengetahui parameter kinerja beton segar yang diukur berdasarkan besarnya diameter beton
segar yang terbentuk diatas bidang datar sesaat setelah kerucut slump diangkat dan diuji
dengan J-Ring yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan beton melewati tulangan.

8
2.3. Balai Litbang Geoteknik
2.3.1. Teknologi Jalan di Atas Tanah Lunak
Tanah problematik terdiri dari tiga, yaitu tanah lunak, tanah gambut, dan tanah
ekspansif. Tanah dasar lunak dan daya dukung rendah mengakibatkan penurunan besar dan
stabilitas timbunan rendah. Tanah lunak dan gambut meliputi sekitar 20 juta hektar atau sekitar
10% dari luas total daratan di Indonesia. Tanah-tanah yang jika tidak dikenali dan diselidiki
secara seksama dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka panjang
yang tidak dapat ditolerir. Tanah lunak adalah tanah yang mempunyai kuat geser yang rendah
dan kompresibilitas yang tinggi. Tanah lunak banyak dijumpai di daerah pantai, delta sungai,
alluvial plain, dan cekungan-cekungan. Gambut adalah jenis tanah yang memiliki kadar
organik lebih dari 75 %. Berdasarkan kandungan seratnya, gambut dikelompokkan kembali
menjadi dua kelompok, yaitu amorf dan fibrous.
Tanah lunak menurut spesifikasi umum revisi 3 adalah tanah dengan CBR lapangan <
2%. Penyelidikan tanah di lapangan antara lain pengeboran mesin yang dilakukan hingga
tanah keras (N-SPT>50), uji SPT, dilakukan tiap interval 2m, UDS yang diambil sebelum uji
SPT, uji penetrasi konus dengan alat Sondir (qc>150kg/cm2), dan uji geofisika (geolistrik dan
seismik) yang bertujuan untuk menduga stratifikasi dan elevasi muka air tanah. Pengambilan
contoh tanah untuk pengujian laboratorium diambil dengan Sumur Uji (Trial Pits) dan
Undisturbed Sample (UDS) dari pemboran mesin.
Sondir bertujuan untuk mengetahui kedalaman tanah lunak, daya dukung tanah dasar
(qc) dan kedalaman bidang gelincir. SPT (Standard Penetration Test) bertujuan untuk
mengetahui kedalaman tanah keras dan daya dukung di tiap kedalaman. Pemboran bertujuan
mendapatkan contoh dan penampang tanah/batuan untuk mengetahui jenis tanah/batuan
bawah permukaan secara pasti. Jumlah pemboran yang harus dilakukan minimal 1 titik pada
setiap lokasi timbunan. Pemboran minimal mencapai kedalaman 5-10 meter kedalaman tanah
dasar (di bawah timbunan). Metode pemboran inti kering yaitu menggunakan open tube atau
tabung dinding tipis atau single tube core barrel. Pemboran ini menghasilkan contoh tanah
terganggu dan dapat dilakukan deskripsi.
Pengujian tanah laboraturium yang dilakukan antara lain uji indeks tanah berupa kadar
air, berat jenis, berat isi, angka pori, batas cair, batas plastis, distribusi ukuran butir, kadar
organik dan permeabilitas, lalu kuat geser tanah berupa triaxial Consolidated Undrained (CU),
Direct shear, kemudian uji konsolidasi berupa konsolidasi drainase vertikal dan horizontal.
Untuk tanah gambut, pengujiannya berupa pengujian keasaman bahan gambut
dengan alat pHmeter, pengukuran tebal endapan gambut, pengujian untuk penentuan kadar
serat dari contoh gambut dengan cara kering di laboratorium, pengujian berat volume
kapasitas mengikat air dan kapasitas udara bahan gambut jenuh air.
9
2.3.2. Pengujian Tanah
a. Kadar Air

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan air yang berada dalam tanah yang
di uji yaitu merupakan perbandingan massa air dibagi dengan massa tanah kering dikalikan
100% yang dinyatakan dalam %. Kegunaan hasil pengujian ini dapat diterapkan untuk
menentukan konsistensi perilaku material dan sifatnya, pada tanah kohesif konsistensinya
tergantung dari nilai kadar airnya.
b. Berat Isi

Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai berat isi tanah halus dengan cetakan
benda uji, dari pengujian ini juga dapat diketahui berat isi keringnya, angka pori, porositas dan
derajat kejenuhan. Kegunaan hasil pengujian ini dapat digunakan sebagai data pendukung
dalam perhitungan penurunan atau dinding penahan tanah.
c. Berat Jenis

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui angka perbandingan antara berat isi butir tanah
dan berat isi air suling pada temperatur dan volume yang sama, dimana berat isi butir
merupakan perbandingan antara berat butir tanah dengan volume tanah dan berat isi air
merupakan perbandingan antara berat air dengan volume air. Kegunaan hasil pengujian ini
dapat diterapkan untuk menentukan konsistensi perilaku material dan sifatnya.
d. Atterberg Limit

Pengujian batas cair dimaksudkan untuk mengetahui nilai batas cair pada tanah kohesif
dengan menggunakan alat Casagrande yaitu pada pukulan 25. Pengujian batas plastis
dimaksudkan untuk mengetahui nilai batas plastis pada tanah kohesif dengan menggulung-
gulung tanah hingga diameter ± 3 mm dan menunjukkan retak-retak. Batas plastis merupakan
kadar air antara kondisi tanah semi plastis dan tanah padat atau keras. Kegunaan hasil
pengujian ini dapat diterapkan untuk menentukan konsistensi perilaku material dan sifatnya,
pada tanah kohesif konsistensinya tergantung dari nilai kadar airnya.
e. Analisa Saringan dan Hidrometer

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya butiran, persentase dari masing-
masing saringan dan jumlah persentase dari pasir, lanau dan kadar lempungnya. Kegunaan
hasil pengujian ini akan digunakan untuk mengklasifikasikan tanah tersebut.
f. Kuat Tekan Bebas (UCS)

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya kuat tekan maksimum akibat
pembebanan. Kegunaan hasil pengujian ini dapat diterapkan dalam perhitungan daya dukung
tanah.

10
2.3.3. Bor Tangan dan Sondir
Bor tangan bertujuan untuk mendapatkan jenis tanah, susunan dan ketebalan lapisan
serta pengambilan contoh. Kelebihan metode ini sangat sederhana karena ringan dan mudah
dipindahkan, cocok untuk tanah kohesif yang tidak terlalu keras, dan dapat melakukan
pengambilan contoh dan pengujian tanah setempat lainnya. Kekurangan metode ini adalah
tidak cocok untuk lapisan tanah yang berbutir (kerikil, kerakal), mempunyai pemboran
kedalaman yang terbatas kurang dari 10 meter, dan harus dibantu dengan menara kaki tiga
(tripod) bila ingin mencapai lapisan tanah yang lebih dalam.
Sondir bertujuan untuk memperoleh paramater-paramater perlawanan penetrasi
lapisan tanah di lapangan berupa perlawanan konus (qc), perlawanan geser (fs), angka
banding geser (Rf), dan geseran total tanah (Tf). Kelebihan sondir adalah cocok untuk lapisan
tanah yang bersifat kohesif, dapat langsung memperoleh daya dukung tanah, Alatnya mudah
dibawa (portable), dan dapat menentukan lapisan tanah keras. Kekurangan sondir adalah
tidak cocok untuk lapisan tanah berbutir terutama kerikil, tidak dapat mengambil contoh tanah,
dan perlu pengujian lain untuk mendapatkan stratifikasi tanah.
2.3.4. Georadar dan Geolistrik
Georadar menggunakan teknologi radar untuk melihat bawah permukaan. Georadar
dapat diaplikasikan pada medium berupa batuan, tanah, es, air tawar, pavement dan struktur.
Georadar mampu mendeteksi objek, perubahan perlapisan medium, gerowongan dan
rekahan.
Geolistrik bertujuan untuk mengetahui pendugaan stratifikasi tanah. Konsep dasar
penyelidikan geolistrik menyatakan bahwa setiap tanah/batuan seperti lempung, pasir, kerikil,
tipe variasi batuan sedimen dan batuan beku mempunyai tahan jenis kelistrikan yang spesifik.
Prosedur dilapangan dalam hal penempatan titik penyelidikan geolistrik yaitu, medan lapangan
yang cukup datar dan rata, bentangan/rentangan kabel/tali/pita penunjuk jarak di kedua belah
sisi harus sejajar kontur, lurus dan tegang, titik penyelidikan geolistrik ditempatkan agak
menjauhi bangunan-bangunan permanen seperti bangunan/tiang listrik dari besi dan beton
yang dapat mengganggu jalannya arus listrik, pada tempat dekat tebing, tempatkan titik agak
menjauhi tepi/bibir tebing, kalau memotong tebing, titik akhir deteksi usahakan menjauhi
tebing.

11
2.4. Balai Litbang Teknik dan Sistem Lalu Lintas

Catatan:
- Paragraf baru dkk diratakan kiri
- Isitlah2 asing dicetak miring

12
BAB 3
TOPIK KHUSUS

3.1. Perancangan JUDESA


Judesa adalah produk Pusjatan yang merupakan singkatan dari Jembatan untuk Desa
Asimetris. Judesa berbentuk jembatan gantung asimetris yang bangunan atasnya berfungsi
sebagai pemikul langsung beban lalu lintas yang melewati jembatan tersebut, terdiri dari lantai
jembatan, gelagar pengaku, batang penggantung, kabel pemikul, dan pagar pengaman.
Seluruh beban lalu lintas dan gaya-gaya yang bekerja dipikul oleh sepasang kabel pemikul
yang menumpu di atas satu pasang menara dan dua pasang blok angkur. Jembatan gantung
tipe ini hanya boleh dilewati oleh lalu lintas pejalan kaki dan kendaraan ringan seperti sepeda
motor. Dalam pedoman teknis perancangan JUDESA bentang 40 meter, dipakai sistem lantai
galvanized mesh plate.

Gambar 1. Jembatan untuk Desa Asimetris


(Sumber : https://www.pu.go.id/berita/view/15195/teknologi-jembatan-gantung-judesa-solusi-alternatif-
hubungkan-antar-desa)

3.2. Pelat Ortotropik


Pelat ortotropik mempunyai arti pelat yang mempunyai kekakuan yang tidak sama
dalam dua arah yang saling tegak lurus, hal ini disebabkan adanya penempatan suatu
konstruksi pengaku yang dikenal dengan sebutan “rib” hanya pada satu arah sebagaimana
yang direncanakan. Konstruksi pengaku tersebut berupa suatu konstruksi balok dalam
berbagai macam profil, baik berupa pelat tegak, pelat T terbalik atau pelat berbentuk U. pelat-

13
pelat ini disamping dapat meningkatkan kekakuan terhadap lentur juga dapat mencegah
adanya tekuk pada pelat baja. Suatu hal yang perlu dicermati adalah adanya kemungkinan
retak fatik pada bagian hubungan antara konstruksi pengaku/rib dengan pelat lantai.

Gambar 2. Tipe Pelat Baja Ortotropik


(Sumber : Pedoman Perencanaan Teknis Pelat Ortotropik Baja Segmental untuk Lantai Jembatan
Rangka Baja)

Pelat baja ortotropik dipilih karena mampu mengurangi beban sistem pelat jembatan
yang telah terbuat sehingga pemasangan dapat dilakukan dengan peralatan yang lebih ringan
dan diharapkan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan mengurangi beban jembatan secara
keseluruhan sehingga kapasitas beban yang dipikul rangka baja dapat meningkat. Pelat baja
ortotropik yang tersedia dapat dibuat dengan menerapkan konfigurasi penunjang dalam arah
melintang maupun memanjang. Pemilihan kedua konfigurasi tersebut diakibatkan ada atau
tidaknya ketersediaan gelagar memanjang/stringer dlam sistem rangka jembatan. Bila gelagar
memanjang tersedia maka konfigurasi penunjang dalam arah melintang begitu juga
sebaliknya. Detail yang perlu diperhitungkan apabila menerapkan sistem ini adalah
sambungan antar segmen agar pergerakan antar segmen baik dalam arah melintang atau
memanjang dapat dibuat lebih seragam, dan menyatu dengan baik, serta sistem lapisan aus
jalur kendaraan yang biasanya lebih rumit daripada dengan pelat jembatan dari bahan beton.
Secara umum, sistem pelapisan jembatan ortotropik yaitu lapisan perekat yang
berfungsi untuk menjamin kelekatan antara baja dan lapisan isolasi, lapisan isolasi yang
berfungsi untuk melindungi pelat lantai baja terhadap korosi dan membuat transisi fleksibel
antara lapisan perkerasan dengan pelat baja, lapisan adhesi yang berfungsi untuk menjamin
kelekatan yang cukup antara lapisan isolasi dan lapisan perkerasan aspal, dan lapisan
perkerasan yang berfungsi untuk mengambil dan mentransfer beban pada struktur di
14
bawahnya. Sistem lapisan perkerasan jembatan tipe ini lebih rumit dibanding dengan pelat
lantai jembatan beton karena diperlukan suatu bahan yang dapat merekatkan antara cat yang
melapisi baja dengan perkerasan jembatan. Selain itu, perkerasan jembatan juga harus
mampu menahan panas yang tinggi akibat pemanasan komponen pelat baja ortotropik dan
pergerakan akibat pemuaian pelat baja ortotropik dan lendutan jembatan.

Catatan:

- Paragraf baru diratakan kiri

- Ukuran font untuk judul gambar dan tabel adalah Arial 11 dan diletakkan di atas tabel dan
dibawah gambar

- Untuk sumber gambar dan tabel adalah Arial 10 dan diletakkan di pojok kiri bawah tabel dan di
bawah gambar

- Untuk sumber dari website tulis website depannya saja tetapi di daftar pustaka baru ditulis
lengkap dan ditambahkan kapan dilihat

15
BAB 4
PENUTUP

16
DAFTAR PUSTAKA

17
LAMPIRAN A

18

Anda mungkin juga menyukai