Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata


Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang
iris, lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di
sebelah anterior lensa terdapat humor aquoeus, di sebelah posteriornya, vitreus.
Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeable (sedikit lebih permeabel
daripada dinding kapiler) yang akan memperoleh air dan elektrolit masuk. Di sebelah
depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lameral subepitel terus
diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik.
Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Masing-masing
serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini
jelas dibagian perifer lensa di dekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel
subkapsul. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum yang dikenal dengan zonula
(zonula zinni), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan
menyisip ke dalam ekuator lensa. Enam puluh lima persen terdiri dari air, sekitar 35
% protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh) dan sedikit
sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih
tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serta nyeri, pembuluh
darah atau syaraf di lensa (Vaughan, 2000).
Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan
jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih
cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Otot siliaris dikontrol oleh sistem
saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk
penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot

Universitas Sumatera Utara


untuk penglihatan dekat. Lensa adalah suatu struktur elastis yang terdiri dari serat-
serat transparan. Kadang-kadang serta-serat ini menjadi keruh (opak), sehingga
berkas cahaya tidak dapat menembusnya, suatu keadaan yang dikenal sebagai
katarak. Lensa defektif ini biasanya dapat dikeluarkan secara bedah dan penglihatan
dipulihkan dengan memasang lensa buatan atau kacamata kompensasi (Sherwood,
2001).

2.2 Katarak
2.2.1 Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani ‘katarraktes‘ yang berarti air terjun karena
pada awalnya latarak dipikir sebagai cairan yang mengalir dari otak ke depan lensa.
Menurut WHO, katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang
menghalangi sinar masuk ke dalam mata sehingga menyebabkan penurunan atau
gangguan penglihatan.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-
duanya ( Ilyas, 2009 ).
2.2.2 Etiologi dan Klasifikasi
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma,
ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan dengan proses
penyakit intraokuler lainnya. Selain itu, katarak juga boleh disebabkan oleh bahan
toksik khusus. Keracunan beberapa jenis obat dapat menimbulkan katarak, seperti:
eserin ( 0.25-0.5 % ), kortikosteroid, ergot, dan antikolinesterase topikal. Kelainan
sistemik atau metabolik juga dapat menyebabkan terjadinya katarak, seperti diabetes
mellitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik. Katarak dapat ditemukan dalam keadaan
tanpa adanya kelainan mata atau sistemik ( katarak senil, juvenil, herediter ) atau
kelainan kongenital mata. (Ilyas,2009)

Universitas Sumatera Utara


Katarak terdiri daripada beberapa klasifikasi :
a) Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab
kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang
tepat.
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapat sejak lahir dan terjadi
akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Untuk mengetahui penyebab
katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi pada ibu seperti
rubella pada kehamilan trimester pertama dan riwayat pemakaian obat selama
kehamilan.
Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :
i. Kapsulolentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak
kapsular dan katarak polaris.
ii. Lentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak yang mengenai
korteks atau nukleus lensa sahaja.

Dikenal bentuk-bentuk katarak kongenital :


i. Katarak piramidalis atau polaris anterior
Katarak piramidalis atau polaris anterior terjadi akibat gangguan perkembangan lensa
pada saat mulai terbentuknya plakoda lensa. Pada saat ini apabila ibu dengan
kehamilan kurang dari 3 bulan terdapat infeksi virus, maka amnion akan
mengandungi virus. Pada pemeriksaan objektif akan terlihat kekeruhan kornea dan
terdapatnya jaringan fibrosis di dalam bilik mata depan yang menghubungkan
kekeruhan kornea dengan lensa terletak di polus. Kekeruhan lensa pada katarak polar
anterior ini tidak progresif.
ii. Katarak piramidalis atau polaris posterior
Katarak ini terjadi akibat arteri hialoid yang menetap pada saat tidak diperlukan lagi
oleh lensa untuk metabolism. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat kekeruhan

Universitas Sumatera Utara


di dataran belakang lensa. Adanya arteri hialoid yang menetap ini dapat dilihat
dengan pemeriksaan ultrasonografi.
iii. Katarak zonularis atau lamelaris
Katarak lamelaris bersifat herediter, diturunkan secara dominan dan biasanya
bilateral. Bila pada permulaan perkembangan serat lensa normal dan kemudian terjadi
gangguan perkembangan serat, maka akan terlihat kekeruhan serat lensa pada suatu
zona di dalam lensa.
iv. Katarak pungtata dan lain-lain.
Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih
atau suatu leukokoria. Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa
nistagmus dan strasbismus. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia,
homosisteinuri, diabetes mellitus toksoplasmosis, dan histoplasmosis. (Ilyas,2009)
b) Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuk pada usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit
sistemik ataupun
metabolik dan penyakit lainnya seperti :
1. Katarak metabolik
• Katarak diabetik dan galaktosemik (gula)
• Katarak hipokalsemik (tetanik)
• Katarak defisiensi gizi
• Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria)
• Penyakit Wilson
• Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain.

Universitas Sumatera Utara


2. Otot
• Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)
3. Katarak traumatik
4. Katarak komplikata
• Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia,
aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis).
• Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti
Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).
• Katarak anoksik
• Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein,
dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik,
klorpromazin, busulfan, dan besi).
• Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit
(sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis imperfekta,
kondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom.
• Katarak radiasi(Ilyas,2009)
c) Katarak Senil
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia
diatas 50 tahun. Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat degenerasi serat
lensa karena proses penuaan. Penyebabnya sampai sekarag tidak diketahui secara
pasti.
Katarak senil secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan
hipermatur.(Ilyas,2009)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. Perbedaan stadium katarak senil

Insipien Imatur Matur Hipermatur


• Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Massif
• Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
• Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
• Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
• Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
• Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos
• Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma
(Sumber : Ilyas, 2009)

I. Katarak insipien
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :
Kekeruhan mulai dari tepi akuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan
posterior. Vakuol mula terlihat di dalam korteks.
Katarak subkapsular posterior, kekeruhan ini mulai terlihat anterior subkapsular
posterior, celah berbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif
pada katarak insipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa.

Universitas Sumatera Utara


II. Katarak imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada
katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan
osmotik bahan lensa degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
III. Katarak matur
Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini
bias terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak
dikeluarkan,maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran yang
normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat
bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan negatif. (Ilyas,2009)

IV. Katarak hipermatur


Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi
keras atau lembek dan mencair.
Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi
mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam
dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berjalan lanjut
disertai dengan kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai
dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini
disebut sebagai katarak Morgagni.

d) Katarak Komplikata
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan
proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor
intraokular, iskemia okular, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak
komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin ( hipoparatiroid,

Universitas Sumatera Utara


galaktosemia dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (steroid lokal lama, steroid
sistemik, oral kontra septik dan miotika antikolinesterase).
Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di
daerah bawah kapsul atau pada lapisan korteks, kekeruhan dapat difus, pungtata
ataupun linear. Dapat berbentuk rosete, retikulum dan biasanya terlihat vakuol.
Dikenal 2 bentuk yaitu :
• Kelainan pada polus posterior mata
Terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi retina, miopia tinggi
dan kontusio retina. Biasanya kelainan ini berjalan aksial sehingga sering terlihat
nukleus lensa tetap jernih. Katarak akibat miopia tinggi dan ablasi retina memberikan
gambaran agak berlainan.
• Kelainan pada polus anterior mata
Biasanya akibat kelainan kornea berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma dan
glaukoma. Pada katarak iridosiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis
anterior sedangkan pada katarak akibat glaukoma akan terlihat katarak disiminata
pungtata subkapsular anterior. (Ilyas,2009)
e) Katarak Diabetes
katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes
mellitus.
Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi dalam 3 bentuk :
• Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemi nyata, pada
lensa akan terlihat kekruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut.
Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan
hilang jika terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali.
• Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snowflakes atau
bentuk piring subkapsular.

Universitas Sumatera Utara


• Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara
histologi dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik.

f) Katarak Sekunder
Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang
tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari ekstraksi katarak ekstra
kapsular ( EKEK ). Pengobatan katarak sekunder adalah pembedahan seperti disisio
katarak sekunder, kapsulotomi, membranektomi, atau mengeluarkan seluruh
membran keruh. (Ilyas,2009)

2.2.3 Patogenesis
 Konsep Penuaan
Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul lensa,
korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul lensa.
Pada anak dan remaja nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua nukleus ini
menjadi keras. Dengan menjadi tuanya seseorang, maka lensa mata akan kekurangan
air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada bagian tengahnya,
sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang. Dengan
bertambahnya usia, lensa mulai berkurang kebeningannya, keadaan ini akan
berkembang dengan bertambah beratnya katarak.
 Teori Radikal Bebas
Mekanisme terjadinya katarak karena penuaan memang masih diperdebatkan, tetapi
telah semakin nyata bahwa oksidasi dari protein lensa adalah salah satu faktor
penting. Serat-serat protein yang halus yang membentuk lensa internal itu sendiri
bersifat bening. Kebeningan lensa secara keseluruhan bergantung pada keseragaman
penampang dari serat-serat ini serta keteraturan dan kesejajaran letaknya di dalam
lensa. Ketika protein rusak, keseragaman struktur ini menghilang dan serat-serat
bukannya meneruskan cahaya secara merata, tetapi menyebabkan cahaya terpencar

Universitas Sumatera Utara


dan bahkan terpantul. Hasilnya adalah kerusakan penglihatan yang parah (Youngson,
2005). Kerusakan protein akibat elektronnya diambil oleh radikal bebas dapat
mengakibatkan sel-sel jaringan dimana protein tersebut berada menjadi rusak yang
banyak terjadi adalah pada lensa mata sehingga menyebabkan katarak
(Kumalaningsih, 2006). Pandangan yang mengatakan bahwa katarak karena usia
mungkin disebabkan oleh kerusakan radikal bebas memang tidak langsung, tetapi
sangat kuat dan terutama didasarkan pada perbedaan antara kadar antioksidan di
dalam tubuh penderita katarak dibandingkan dengan mereka yang memiliki lensa
bening.
 Sinar Ultraviolet
Banyak ilmuan yang sekarang ini mencurigai bahwa salah satu sumber radikal bebas
penyebab katarak adalah sinar ultraviolet yang terdapat dalam jumlah besar di dalam
sinar matahari. Memang sudah diketahui bahwa radiasi ultraviolet menghasilkan
radikal bebas di dalam jaringan. Jaringan di permukaan mata yang transparan sangat
peka terhadap sinar ultraviolet. Pada mereka yang mempunyai riwayat terpajan sinar
matahari untuk waktu lama dapat mempercepat terjadinya katarak.
 Merokok
Kerusakan lensa pada katarak adalah kerusakan akibat oksidasi pada protein lensa.
Rokok kaya akan radikal bebas dan substansi oksidatif lain seperti aldehid. Kita tahu
bahwa radikal bebas dari asap rokok dapat merusak protein. Dilihat dari semua ini,
tidaklah mengherankan bahwa perokok lebih rentan terhadap katarak dibanding
dengan yang bukan perokok.
2.2.4 Manifestasi Klinis
1) Gejala subjektif dari pasien dengan katarak :
• Penurunan tajam penglihatan dan silau serta gangguan fungsional
akibat kehilangan penglihatan.
• Silau pada malam hari.
2) Gejala objektif biasanya meliputi :

Universitas Sumatera Utara


• Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
Penglihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan
bertambah putih.

3) Gejala umum gangguan katarak meliputi :


• Penglihatan kabur dan berkabut.
• Merasa silau terhadap sinar matahari.
• Kadang merasa seperti ada film didepan mata.
• Seperti ada titik gelap didepan mata.
• Penglihatan ganda.
• Sukar melihat benda yang menyilaukan.
• Halo, warna disekitar sumber sinar.
• Warna manik mata berubah atau putih.
• Sukar mengerjakan pekerjaan sehari-hari.
• Penglihatan dimalam hari lebih berkurang.
• Sukar mengendarai kendaraan dimalam hari.
• Waktu membaca penerangan memerlukan sinar lebih cerah.
• Sering berganti kacamata.
• Penglihatan menguning.
• Untuk sementara jelas melihat dekat (Ilyas, 2009).

2.2.5 Diagnosis
Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata.Katarak pada
stadium perkembangan yang paling dini dapat diketahui melalui pupil yang didilatasi
maksimum dengan opthalmoskop, kaca pembesar atau slitlamp. Pemeriksaan yang
dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah ( slitlamp ),
funduskopi, tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah. Pada pasien diabetes,
diperiksa juga kadar gula darah. Pemeriksaan kartu mata Snellen juga dilakukan

Universitas Sumatera Utara


untuk melihat kemungkinan terganggu dengan kerusakan kornea, lensa , atau vitreous
humor atau penyakit sistem saraf dan jalan optik.

2.2.6 Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi, tetapi jika gejala katarak tidak
mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Operasi katarak dilakukan dengan
cara ekstraksi lensa dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular. (Ilyas,2009)
• Operasi katarak intrakapsular atau Ekstraksi Katarak Intrakapsular
( EKIK )
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan
pada zonula Zinn yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada
katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder. Pembedahan ini
dilakukan dengan mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus.
yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular.
• Operasi katarak ekstrakapsular atau Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular
( EKEK )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
korteks lensa dapat keluar, melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien
katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra
okular, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma, sebelumnya mata mengalami
ablasi retina, pasca bedah ablasi dan perencanaan implantasi sekunder lensa intra
okular. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadi katarak
sekunder. (Ilyas,2009)

Universitas Sumatera Utara


2.3 Diabetes Mellitus
2.3.1.Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan atau
mengalihkan, manakala Mellitus berasal dari bahasa Latin yaitu madu atau gula.
Diabetes Mellitus (DM) atau penyakit gula adalah penyakit metabolik yang ditandai
dengan terjadinya hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin atau
kerja insulin. Secara klinis, DM adalah sindroma yang merupakan gabungan
kumpulan gejala-gejala klinik yang meliputi aspek metabolik dan vaskuler yaitu
hiperglikemi puasa dan post prandial, aterosklerotik dan penyakit vaskuler
mikroangiopati serta hampir semua organ tubuh akan terkena dampaknya.(Sudoyo
dkk, 2009).

2.3.2 Etiologi dan Klasifikasi


1) Diabetes Mellitus tipe 1/ Insulin Dependent Diabetes Mellitus
Ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas, faktor genetik, imunologi dan
mungkin pula lingkungan (virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
• Faktor genetik
Penderita DM tipe 1 mewarisi kecenderungan genetik kearah DM tipe 1,
kecenderungan ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe HLA ( Human
Leucocyte Antigen ) tertentu. Resiko meningkat 20x pada individu yang memiliki
tipe HLA DR3 atau HLA DR4.

• Faktor imunologi

Universitas Sumatera Utara


Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi dengan jaringan tersebut sebagai jaringan asing.
• Faktor lingkungan
Virus/toksin tertentu dapat memacu proses yang dapat menimbulkan destruksi sel
beta.
2) Diabetes Mellitus tipe 2/Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
Mekanisme tepat menyebabkan resistensi insulin dan sekresi insulin pada DM tipe 2
masih belum diketahui. Faktor resiko yang berhubungan adalah obesitas, riwayat
keluarga, dan usia.
3) Diabetes Mellitus tipe lain
• Defek fungsi sel beta genetik
• Defek genetik kerja insulin
• Penyakit pada eksokrin pankreas
• Endokrinolopati
• Obat/bahan kimia yang menginduksi
4) Diabetes Mellitus Gestational ( Saat kehamilan )

Tabel 2.2 Karakteristik umum DM tipe 1 dan 2


Karakteristik Tipe 1 Tipe 2
• Onset Biasanya umur <30 Biasanya umur >30
tahun tahun
• Berkaitan obese Jarang Sangat sering
• Menjurus pada Ya Tidak
ketoasidosis
• Kadar insulin endogen Sangat rendah/tidak Tergantung derajat
dalam plasma terdeteksi resistensi insulin dan
destruksi sekretorik
insulin

Universitas Sumatera Utara


• Konkodansi kembar < 50 % > 90%
• Berkaitan dengan Ya Tidak
antigen spesifik HLA-
D
• Antibody sel islet pada Ada, tapi boleh juga Tidak ada
diagnose tidak terdeteksi sama
sekali
• Patologi islet Hilangnya sel beta Kelihatan normal,
selektif deposisi amiloid sering
terjadi
• Penyebab komplikasi Ya Ya
• Respon hiperglikemi Tidak Ya,pada tahap awal
pada pemberian obat
oral antihiperglikemi

2.3.3 Patofisiologi
Diabetes dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Mellitus Tipe 2.
Pada DM tipe 1, pancreas tidak dapat memproduksi insulin atau insulin yang
diproduksi sangat sedikit. Hal ini disebabkan pada jenis DM ini, timbul reaksi
otoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta. Antibodi yang timbul,
Islet Cell Antibody (ICS) akan bereaksi dengan antigen (sel beta) menyebabkan
hancurnya sel beta itu. Oleh itu, kadar glukosa darah menjadi sangat tinggi dan tidak
dapat digunakan secara optimal untuk pembentukan energi. Maka,energy nantinya
diperoleh dari peningkatan katabolisme lipid dan protein.
Pada DM tipe 2, berlaku resistensi insulin, dimana sel-sel tubuh tidak
berespon tepat ketika adanya insulin dan juga penurunan kemampuan sel beta

Universitas Sumatera Utara


pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Pada tipe
ini, jumlah insulin normal,malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin
yang terdapat di permukaan sel kurang, jadi glukosa akan bertumpuk di dalam darah.
Sel beta akan terus memproduksi insulin sehingga pada suatu saat menyebabkan
hipeinsulinemia. Keadaan ini akan menyebabkan desensitisasi reseptor insulin pada
tahap postreceptor, yaitu penurunan aktivitas kinase receptor, translokasi glucose
transport, dan aktivasi glycogen synthase. Ini akan menyebabkan resistensi insulin
yang membawa kepada keadaan hiperglikemi. Kadar glukosa darah yang tinggi
meningkatkan aktivitas pankreas menghasilkan insulin sehingga pada suatu saat kerja
pankreas mulai lemah dan akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin. (Sudoyo
dkk, 2009).

2.3.4 Manifestasi Klinis


1) Gejala khas DM :
• Poliuria ( sering kencing dalam jumlah banyak )
• Polidipsi ( banyak minum )
• Polifagia ( banyak makan )
• Berat badan menurun tanpa sebab yang jelas
2) Gejala tidak khas DM :
• Kesemutan
• Mata kabur
• Impotensi pada pria
• Pruritus pada vulva
• Luka yang sulit sembuh

Universitas Sumatera Utara


2.3.5 Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah.
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
bergejala, yang mempunyai resiko DM. Apabila ditemukan gejala khas DM,
pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali
pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui
cara pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kriteria Diagnosis DM
Kriteria diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl.
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir, atau
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl.
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl.
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gram glkosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
TTGO : tes toleransi glukosa oral
(Sumber: Sudoyo dkk, 2009)

Universitas Sumatera Utara


2.3.6 Penatalaksanaan
• Farmakoterapi
i. Obat anti hiperglikemik oral
 Golongan Insulin Sensitizing : Biguanid, Glitazone
 Golongan Sekretagok Insulin : Sulfonilurea, Glinid
ii. Penghambat Alfa Glukosidase
 Golongan Incretin
• Non farmakologis
i. Terapi gizi medis
ii. Latihan jasmani

2.3.7 Hubungan Diabetes Mellitus dengan Katarak


Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan
amplitude akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula
kadar glukosa dalam aqueous humor. Diabetes mellitus dapat mempengaruhi
ketajaman lensa akibat penumpukan zat-zat sisa metabolism gula oleh sel-sel lensa
mata. (Rasyid dkk, 2013)

2.4 Usia
2.4.1 Definisi
Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam
satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan
derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Nuswantari, 1998)

2.4.2 Kategori Usia


a) Kategori Usia Menurut Depkes RI (2009):
1. Masa balita : 0 - 5 tahun.

Universitas Sumatera Utara


2. Masa kanak-kanak : 5 - 11 tahun.
3. Masa remaja Awal : 12 - 1 6 tahun.
4. Masa remaja Akhir : 17 - 25 tahun.
5. Masa dewasa Awal : 26- 35 tahun.
6. Masa dewasa Akhir : 36- 45 tahun.
7. Masa Lansia Awal : 46- 55 tahun.
8. Masa Lansia Akhir : 56 - 65 tahun.
9. Masa Manula : 65 - sampai atas

2.4.3 Pengaruh Usia terhadap Katarak


Penyakit katarak di Indonesia banyak terjadi pada usia diatas 40 tahun.
Proses degenerative mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh karena terjadi
penurunan kerja metabolisme dalam tubuh, artinya semakin bertambahnya usia
seseorang maka risiko terjadinya penyakit katarak akan semakin besar pula
(Istiantoro, 2008). WHO melaporkan bahwa hubungan katarak dengan proses
penuaan telah diketahui sejak dulu. Usia dikatakan merupakan faktor risiko utama
terjadinya katarak. Katarak senilis dikatakan suatu penyakit idiopatik, yang umumnya
terjadi pada usia di atas 50 tahun, prevalensinya cenderung meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia. . (Rasyid dkk, 2013)

2.5 Jenis Kelamin


2.5.1 Definisi
“Sex” refers to the biological and physiological characteristics that define
men and women. Dari definisi yang dimaksud oleh WHO diatas, terlihat bahwa jenis
kelamin (sex) adalah perbedaan biologis dan fisiologis yang dapat membedakan laki-
laki dan perempuan. Pengertian jenis kelamin (seks) menurut Hungu (2007) adalah
perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir.
Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki

Universitas Sumatera Utara


memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara
biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan
fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya,
dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di
muka bumi.

2.5.2 Kategori jenis kelamin


Terdapat 2 jenis kelamin yang dimiliki manusia, antara lain:
1. Laki-laki
2. Perempuan

2.5.3 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Katarak


Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian katarak yang
kebanyakan diderita oleh perempuan disebabkan perempuan mengalami menopause
pada usia lebih kurang 45 tahun, sehingga mengakibatkan kemampuan metabolisme
dalam tubuh semakin berkurang dan terjadi kerusakan pada jaringan tubuh
(Ilyas,2007) (Rasyid dkk, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Framingham Eye Study (NHANES) di Punjab, India, ditemukan indikasi bahwa
penderita katarak wanita lebih tinggi dibandingkan laki-laki terutama diatas umur 60
tahun, tetapi belum ada penjelasan yang mendasari.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai