Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit dermatomikosis superfisialis sampai saat ini masih menjadi salah satu masalah
kesehatan khususnya di Indonesia. Hal tersebut terutama disebabkan karena perjalanan
penyakitnya yang sering rekuren, durasi pengobatan yang cenderung lama, didukung oleh
iklim tropis Indonesia yang merupakan faktor predisposisi yang sangat berpengaruh untuk
timbulnya penyakit-penyakit dermatomikosis superfisialis.

Hingga saat ini infeksi jamur superfisial masih umum ditemukan diseluruh dunia dan
insidensnya terus meningkat. Dermatomikosis ini diperkirakan mengenai sekitar 20-25%
populasi dunia dan merupakan salah satu bentuk infeksi yang paling sering pada manusia.
Etiologi tersering kasus mikosis superfisialis adalah golongan dermatofita (dermatofitosis),
tetapi juga disebabkan oleh candida spp.(kandidiasis/kandidosis) dan malasezia furfur
(pitriasis versikolor).

Infeksi jamur pada kulit dapat disebabkan oleh berbagai jenis jamur, yaitu jamur
superfisial, deep mycosis/ subkutan seperti misetoma, kromomikosis, sporotrikosis, dan
jamur-jamur sistemik yang menginvasi kulit seperti kriptokosis, histolamosis, dan lain-lain.
Mikosis kutan disebabkan oleh jamur yang hanya menginvasi jaringan superfisialisyang
terkeratinisasi (kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang lebih dalam.Bentuk yang
paling penting adalah dermatofita, suatu kelompok jamur serumpunyang diklasifikasikan
menjadi 3 genus Epidermophyton, Microsporum danTrychopyton. Ada dua golongan jamur
yang menyebabkan mikosis superfisialis yaitu nondermatofita dan dermatofita.

1
Meskipun banyak orang menghiraukan dermatomikosis, dermatomikosis memiliki efek
psikologis yang besar dan morbiditas yang tinggi. Namun beberapa penelitian menyebutkan
bahwa dermatomikosis dapat mengancam jiwa pada pasien dengan imunitas rendah.
Karena itu penting untuk dapat menegakkan diagnosis secara tepat sehingga tidak terjadi
kegagalan dalam penatalaksanaannya. Pengobatan sendiri dapat dilakukan secara topikal
dan sistemik. Pada masa kini banyak pilihan obat untuk mengatasi dermatofitosis, baik daro
golongan antifungal konvensional hingga antifungal terbaru. Pengobatan yang efektif
sendiri ada kaitannyadengan daya tahan seseorang, faktor lingkungan, dan agen penyebab.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk
(keratin) misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.

Jamur golongan dermatofitosis terdiri dari 3 genus yaitu Microsporum,


Trichophyton, dan Epidermophyton. Microsporum menyerang rambut dan kulit.
Trichophyton menyerang rambut, kulit dan kuku. Epidermophyton menyerang kulit
dan jarang pada kuku. Golongan dermatofita bersifat mencerna keratin, dermatofita
termasuk kelas fungi imperfecti. Gambaran klinis dermatofita menyebabkan
beberapabentuk klinis yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis yang
berbeda tergantung lokasi anatominya.

Dermatofita adalah tergolong jamur contagious. Berspora dan memiliki hifa


sepanjang sel kulit dan rambut yang mati, merupakan serpihan dari orang yang
terinfeksi, membuat infeksi berulang menjadi sering. Infeksi sub-kutaneus yang
jarang yang disebabkan jamur ini dapat terjadi pada pasien AIDS. Dermatofita
yang menginfeksi manusia diklasifikasikan berdasarkan habitat mereka antara lain
sebagai berikut:

3
a. Antrophophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan manusia dan
ditransmisikan baik melalui kontak langsung atau melalui muntahan yang
terkontaminasi
b. Zoophilic dermatophyta sering dikaitkan dengan hewan-hewan, jamur ini
ditransmisikan kepada manusia baik melalui kontak langsung dengan hewan
tersebut misalnya hewan peliharaan dan melalui produksi hewan tersebut
seperti wool.
c. Geophilic dermatophyta addalah jamur tanah yang ditransmisikan kepada
manusia melalui paparan langsung ke tanah atau ke hewan yag berdebu

2.2. Etiologi
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur golongan dermatofita yang teridiri dari tiga
genus, yaitu genus Microsporum, Trichophyton, dan Epidermofiton. Dari 41
spesies dermatofita yang sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia dan binatang, yang terdiri dari 15 spesies Trichophyton, 7
spesies Microsporum dan satu spesies Epidermofiton. Selain sifat keratinofilik,
setiap spesies dermatofita mempunyai afinitas terhadap hospes tertentu.
Dermatofita yang zoofilik terutama menyerang binatang, dan kadang-kadang
menyerang manusia, misalnya Microsporum canis dan Trichophyton verrucosum.
Dermatofita yang geofilik adalah jamur yang hidup di tanah dan dapat
menimbulkan radang yang moderat pada manusia, misalnya Microsporum
gypseum.

Umumnya gejala-gejala klinik yang timbulkan oleh golongan zoofilik dan


golongan geofilik pada manusia bersifat akut dan sedang serta lebih mudah
sembuh. Dermatofita yang antropofilik terutama menyerang manusia karena
memilih manusia sebagai hospes tetapnya. Golongan jamur ini dapat
menyebabkanperjalanan penyakit menjadi menahun dan residif karena reaksi
penolakan tubuh yang sangat ringan. Contoh jamur yang antropofilik ialah
Microsporum audouinii dan Trichophyton rubrum.
4
a. Trichophyton
Mikokonidia banyak, tumbuh bergerombol atau satu-satu sepanjang hifa.
Sedangkan makrokonidia jarang atau tidak dibentuk sama sekali.
 T. mentagrophytes
Makroskopis : Membentuk 2 jenis koloni. Koloni Cottony berwarna putih
seperti wol.Koloni powder seperti serbuk warna merah anggur.
Mikroskopis : Mikrokonidia sangat banyak berkelompok berbentuk bulat/
menyerupai sekelompok buah anggur pada cabang-cabang terminalnya dan
banyak terdapat hifa yang menyerupai spiral.

Gambar 1 : Morfologi mikroskopis Trichophyton

Gambar 2 : Kultur Tripchophyton mentagrophytes

Mentagrophytes

 T. rubrum

Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, koloni berbentuk kapas. Warna

depan putih sampai merah muda dan dasar koloni warna merah.

Mikroskopis : Mikrokonidia banyak, berkelompok atau satu-satu sepanjang

hifa.

5
Gambar 3 : Morfologi mikroskopis T. Rubrum Gambar 4: Kultur Trichophyton rubrum

 T. verrucosum

Makroskopis : Pertumbuhan sangat lambat, bentuk verrucous warna abu-

abu.

Mikroskopis : Makrokonidia dan mikrokonidia jarang

Gambar 5: Morfologi mikroskopis T. Verrucosum Gambar 6 : Kultur Trichophytonverrucosum

6
b. Microsporum

Makrokonidia adalah spora yang paling banyak ditemukan dan terbentuk pada

ujung-ujung hifa, sedangkan mikrokonidia sedikit.

 M. canis

Makroskopis : Pertumbuhan koloni cepat, permukaan halus sampai

bergranuler. Warna depan coklat muda, sedangkan dasar koloni merah

coklat.

Mikroskopis : Makrokonidia banyak dijumpai. Ukurannya besar, ujung

rucing, dinding tebal serta kasar dan ada tonjolan-tonjolan kecil.

Karakteristik dijumpai adanya klamidospora, bisa juga dijumpai racquet

hifa, pectine bodies dan nodular bodies.

Gambar 7 : Morfologi mikroskopis zoophilic M. Canis Gambar 8: Kultur Microsporum canis

 M. gypseum

Makroskopis : Pertumbuhan cepat, warna kuning sampai coklat ada jalur

jalur radier.

7
Mikroskopis : Makrokonidia besar, bentuk bujur telur, dinding tipis dan

bergerigi kecil.

Gambar 9 : Morfologi mikroskopis M. gypseum Gambar 10: Kultur Microsporum gypseum

c. Epidermophyton

Hanya ditemukan makroonidia, ukurannya besar dan berbentuk gada.

 E. Floccosum

Makroskopis : Pertumbuhan koloni lambat, bergranuler warna putih dan

berjalur-jalur sentral warna kuning kehijauan.

Mikroskopis : Makrokonidia lebar-lebar seperti gada atau berbentuk bunga,

ujung bulat dinding halus dan tipis. Mikronidia tidak ada.

Gambar 11 : Morfologi mikroskopis E. Floccosum Gambar 12 : Kultur E. floccosum

8
2.3. Patogenesis
Dermatofita merupakan jamur keratinofilik yang normalnya ditemukan pada
jaringan keratinisasi yang sudah mati, seperti pada stratum korneum, sekitar
rambut, dan di lapisan kuku atau pangkal kuku. Gejala klinis dari infeksi
dermatofita menunjukkan hasil kerja kombinasi antara jaringan dan respon imun.
Jaringan yang rusak itu menunjukkan kelainan mekanis dan aktivitas enzimatis.
Dermatofita memproduksi keratinolitik proteinase yang efektif pada pH asam dan
enzim ini berperan dalam faktor virulensinya. Terjadinya penularan dermatofitosis
adalah melalui 3 cara yaitu :
a. Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui lantai kolam renang dan udara
sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi peradangan (silent
“carrier”)
b. Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui kontak
langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang terinfeksi dan
melekat dipakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah/ tempat tidur hewan,
tempat makanan dan minuman hewan. Sumber penularan utama adalah
anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit.
c. Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia. Secara sporadic menginfeksi
manusia dan menimbulkan reaksi radang.

Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung


jamur baikdari manusia, binatang atau dari tanah.Penularan tak langsung dapat
melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu
atau air.Disamping cara penularan tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-
kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini tergantung pada afinitas jamur itu, apakah jamur Antropofilik,
Zoofilikatau Geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jenis jamur ini berbeda
pula satudengan yang lain dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-
9
bagian dari tubuh Misalnya :Trichophyton rubrum jarang menyerang rambut,
Epidermatophyton floccosum paling sering menyerang lipat pada bagian dalam.

b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih sulit untuk terserang jamur.

c. Faktor suhu dan kelembaban


Kedua faktor ini sangat jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak
padalokalisasi atau lokal, di mana banyak keringat seperti lipat paha dan sela-
sela jaripaling sering terserang penyakit jamur ini.

d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan


Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur di mana terlihat
insidenpenyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah,
penyakit ini lebih sering ditemukan dibanding golongan sosial dan ekonomi
yang lebih baik.

e. Faktor umur dan jenis kelamin


Penyakit Tinea kapitis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan
orangdewasa, dan pada wanita lebih sering ditemukan infeksi jamur di sela-sela
jaridibanding pria dan hal ini banyak berhubungan dengan pekerjaan.Di
sampingfaktor-faktor tadi masih ada faktor-faktor lain seperti faktor
perlindungan tubuh (topi, sepatu dan sebagainya), serta pemakaian pakaian
yang serba nilon, dapat mempermudah penyakit jamur ini.

Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi


pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai kemampuan
melekat pada kulit dan mukosa host, serta kemampuan untuk menembus jaringan
host, dan mampu bertahan dalam lingkungan host., menyesuaikan diri dengan
suhu dan keadaan biokimia host untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan
10
reaksi jaringan atau radang. Terjadiya infeksi dermatofit melalui tiga langkah
utama yaitu perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel serta
pembentukan respon host.

Pertumbuhan jamur dengan pola radial di dalam stratum korneum menyebabkan


timbulnya lesi kulit sirsinar dengan batas yang jelas dan meninggi yang disebut
ringworm.

Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi


pertahanan tubuh nonspesifik dan spesifik. Pada waktu menginvasi penjamu
(host), jamur harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa
penjamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan penjamu. Selanjutnya jamur
harus mampu bertahan di dalam lingkungan penjamu dan dapat menyesuaikan diri
dengan suhu dan keadaan biokimia penjamu untuk dapat berkembang biak dan
menimbulkan reaksi radang. Dari berbagai kemampuan tersebut, kemampuan
jamur untuk menyesuaikan diri, dan kemampuan mengatasi pertahanan selular,
merupakan dua mekanisme terpenting dalam patogenesis penyakit jamur.

Tabel 1. faktor virulensi jamur dan mekanisme penghindaran dari pertahanan imun tubuh.

Virulensi Mekanisme Penghindaran

Dimorfisme Pembentukan filamen

Struktur dinding sel Menghambat sitokin sel Th2

Ikatan komplemen Menghambat zat besi

Adhesin Host mimircry

Antigen, alergen Perubahan dari respons perlindungan Th1

Enzim Penghancuran reaksi imun humoral

Anti oksidan Pertahanan terhadap pembunuhan oksidatif

Intercellular trafficking Lari dari fagosom ke dalam sitosol

11
Mekanisme imun nonspesifik merupakan pertahanan lini pertama melawan infeksi
jamur. Mekanisme ini dapat dipengaruhi oleh faktor umum seperti gizi, keadaan
hormonal, usia, dan faktor khusus seperti penghalang mekanik dari kulit dan
mukosa, sekresi permukaan, dan respons radang.

Produksi keringat dan sekresi kelenjar merupakan pertahanan spesifik, termasuk


asam laktat yang mempunyai pengaruh langsung terhadap penekanan jamur, dan
menyebabkan pH yang rendah untuk menambah potensi anti jamur. Sekresi yang
lain seperti lisozim dalam air mata dan saliva juga mempunyai efek anti jamur.
Perubahan dalam lingkungan mukosa, seperti meningkatnya kadar glukosa, akan
menguntungkan bagi Candida.

Terdapat 2 unsur reaksi radang, yaitu pertama, produksi sejumlah komponen kimia
yang larut dan bersifat toksik terhadap invasi organisme. Komponen kimia ini
antara lain ialah Lisozim, Sitokin, Interferon, Komplemen, dan Protein Fase Akut.
Unsur kedua merupakan elemen selular seperti netrofil dan makrofag, dengan
fungsi utama fagositosis, mencerna, dan merusak partikel asing. Makrofag juga
terlibat dalam respons imun yang spesifik. Sel-sel lain yang termasuk respons
radang nonspesifik ialah basofil, sel mast, eosinofil, trombosit, dan sel NK
(Natural Killer). Neutrofil mempunyai peranan utama dalam pertahanan melawan
infeksi jamur.

2.4. Gejala Klinis


Secara etiologis dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus dan penyakit
yangditimbulkan sesuai dengan penyebabnya.Diagnosis etiologi ini sangat sukar
olehkarena harus menunggu hasil biakan jamur dan ini memerlukan waktu yang
agaklama dan tidak praktis.Disamping itu sering satu gambaran klinik dapat
disebabkanoleh beberapa jenis spesies jamur, dan kadang-kadang satu gambaran
klinis dapatdisebabkan oleh beberapa spesies dermatofita sesuai dengan lokalisasi
tubuh yangdiserang.

12
Istilah Tinea dipakai untuk semua infeksi oleh dermatofita dengan dibubuhi
tempatbagian tubuh yang terkena infeksi, sehingga diperoleh pembagian
dermatofitosis sebagai berikut:
a. Tinea kapitis : bila menyerang kulit kepala clan rambut
b. Tinea korporis : bila menyerang kulit tubuh yang berambut (globrous skin).
c. Tinea kruris : bila menyerang kulit lipat paha, perineum, sekitar anus
dapat meluas sampai ke daerah gluteus, perot bagian bawah dan ketiak atau
aksila
d. Tinea manus dan tinea pedis :Bila menyerang daerah kaki dan tangan, terutama
telapak tangan dan kaki serta sela-selajari.
e. Tinea Unguium : bila menyerang kuku
f. Tinea Barbae : bila menyerang daerah dagu, jenggot, jambang dan kumis.
g. Tinea Imbrikata : bila menyerang seluruh tubuh dengan memberi gambaran
klinik yang khas.

Umumnya dermatofitosis pada kulit memberikan morfologi yang khas yaitu bercak-
bercakyang berbatas tegas disertai efloresensi-efloresensi yang lain,
sehinggamemberikan kelainan-kelainan yang polimorf, dengan bagian tepi yang
aktif sertaberbatas tegas sedang bagian tengah tampak tenang .

Gejala objektif ini selalu disertai dengan perasaan gatal, bila kulit yang gatal ini
digaruk maka papula-papula atau vesikel-vesikel akan pecah sehingga
menimbulkandaerah yang erosit dan bila mengering jadi krusta dan skuama.
Kadang-kadangbentuknya menyerupai dermatitis (ekzema marginatum), tetapi
kadang-kadanghanya berupa makula yang berpigmentasi saja (Tinea korporis) dan
bila ada infeksisekunder menyerupai gejala-gejala pioderma (impetigenisasi).

13
1. Tinea Kapitis
(Scalp ring worm ;Tinea Tonsurans)
Biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan sering ditularkan
melalui binatang- binatang peliharaan seperti kucing, anjing dan sebagainya.
Berdasarkan bentuk yangkhas Tinea Kapitis dibagi dalam 4 bentuk :
a. Gray pacth ring worm
Penyakit ini dimulai dengan papula merah kecil yang melebar ke sekitarnya
danmembentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik.Warna rambut
jadi abu-abudan tidak mengkilat lagi, serta mudah patah dan terlepas dari
akarnya, sehingga menimbulkan alopesia setempat.

Dengan pemeriksaan sinar wood tampak flouresensi kekuning-kuningan


padarambut yang sakit melalui batas "Grey pacth" tersebut. Jenis ini
biasanyadisebabkan spesies Microsporum dan Trichophyton.

Gambar 13 : gray pacth ring worm


b. Black dot ring worm
Terutama disebabkan oleh T. tonsurans, T. violaseum,
mentagrofites.infeksi jamur terjadi di dalam rambut (endotrik) atau luar
rambut (ektotrik) yangmenyebabkan rambut putus tepat pada permukaan
kulit kepala.Ujung rambut tampak sebagai titik-titik hitam diatas
permukaan ulit, yangberwarna kelabu sehingga tarnpak sebagai gambaran
14
”back dot". Biasanyabentuk ini terdapat pada orang dewasa dan lebih
sering pada wanita.Rambutsekitar lesi juga jadi tidak bercahaya lagi
disebabkan kemungkinan sudah terkenainfeksi penyebab utama adalah T.
tonsusurans dan T.violaseum.

c. Kerion
Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan radang yang hebat
yangbersifat lokal, sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil
yangberkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal.Rambut di
daerah iniputus-putus dan mudah dicabut. Bila kerion ini pecah akan
meninggalkan suatudaerah yang botak permanen oleh karena terjadi
sikatrik. Bentuk ini terutamadisebabkan oleh Mikosporon kanis,
M.gipseum , T.tonsurans dan T. Violaseum.

d. Tinea favosa
Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang
berwarnamerah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang
berbentuk cawan(skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus
"moussy odor".Rambut diatas skutula putus-putus dan mudah lepas dan
tidak mengkilat lagi. Bilamenyembuh akan meninggalkan jaringan parut
dan alopesia yang permanen.Penyebab utamanya adalah Trikofiton
schoenleini, T. violasum dan T. gipsum.

Oleh karena Tinea kapitis ini sering menyerupai penyakit-penyakit kulit


yangmenyerang daerah kepala, maka penyakit ini harus dibedakan dengan
penyakit-penyakitbukan oleh jamur seperti: Psoriasis vulgaris dan Dermatitis
seboroika.

15
2. Tinea Korporis
(Tinea circinata=Tinea glabrosa)
Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti kebersihan
danbanyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta kelembaban
kulityang lebih tinggi.Predileksi biasanya terdapat dimuka, anggota gerak atas,
dada,punggung dan anggota gerak bawah.

Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong dengan tepi
yangaktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa melebar
danakhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau sirsiner.Pada
bagian tepi tampak aktif dengan tanda-tanda eritema, adanya papula-papula
danvesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang.Bila tinea
korporis inimenahun tanda-tanda aktif jadi menghilang selanjutnya hanya
meningggalkandaerah-daerah yang hiperpigmentasi saja. Kelainan-kelainan ini
dapat terjadibersama-sama dengan Tinea kruris.
Penyebab utamanya adalah : T.violaseum, T.rubrum, T.metagrofites. M.
gipseum, M.kanis, M.audolini.penyakit ini sering menyerupai:
1. Pitiriasis rosea
2. Psoriasis vulgaris
3. Morbus hansen tipe tuberkuloid
4. Lues stadium II bentuk makulo-papular.

3. Tinea Kruris
(Eczema marginatum."Dhobi itch", "Jockey itch")
Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun, bertambah
hebatbila disertai dengan keluarnya keringat.Kelainan yang timbul dapat bersifat
akutatau menahun.Kelainan yang akut memberikan gambaran yang berupa
makula yangeritematous dengan erosi dan kadang-kadang terjadi ekskoriasis.
Pinggir kelainankulit tampak tegas dan aktif.

16
Apabila kelainan menjadi menahun maka efloresensi yang nampak hanya
makula yang hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi.Gambaran yang
khas adalahlokalisasi kelainan, yakni daerah lipat paha sebelah dalam, daerah
perineum dansekitar anus. Kadang-kadang dapat meluas sampai ke gluteus,
perot bagian bawahdan bahkan dapat sampai ke aksila.

Penyebab utama adalah Epidermofiton flokkosum, T. rubrum


danT.mentografites. Diagnosa Banding:
1. Kandidiasis inguinalis
2. Eritrasma
3. Psoriasis vulgaris
4. Pitiriasis rosea

Gambar 14. Tinea Cruris

4. Tinea Manus Dan Tinea Pedis


Tinea pedis disebut juga Athlete's foot = "Ring worm of the foot". Penyakit ini
seringmenyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah
sepertitukang cuci, pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari
17
harusmemakai sepatu yang tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subjektif
bervariasimulai dari tanpa keluhan sampai rasa gatal yang hebat dan nyeri bila
ada infeksi sekunder. Ada 3 bentuk Tinea pedis:
a. Bentuk intertriginosa
Keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di celah-celah
jariterutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan kelembaban di
celah-ceIah jaritersebut membuat jamur-jamur hidup lebih subur.Bila
menahun dapat terjadi fisurayang nyeri bila kena sentuh. Bila terjadi infeksi
dapat menimbulkan selulitis atauerisipelas disertai gejala-gejala umum.

b. Bentuk hiperkeratosis
Terjadi penebalan kulit disertai sisik terutama ditelapakkaki, tepi kaki dan
punggung kaki.Bila hiperkeratosisnya hebat dapat terjadi fisura-fisurayang
dalam pada bagian lateral telapak kaki.

c. Bentuk vesikuler subakut


Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar jari,
kemudianmeluas ke punggung kaki atau telapak kaki.Tampak ada vesikel
dan bula yangterletak agak dalam di bawah kulit, diserta perasaan gatal yang
hebat. Bila vesikel-vesikelini memecah akan meninggalkan skuama
melingkar yang disebut Collorette.Bila terjadi infeksi akan memperhebat
dan memperberat keadaan sehingga dapatterjadi erisipelas. Semua bentuk
yang terdapat pada Tinea pedis, dapat terjadi padaTinea manus, yaitu
dermatofitosis yang menyerang tangan.Penyebab utamanya ialah : T.rubrum,
T .mentagrofites, dan Epidermofitonflokosum. Tinea manus dan Tinea pedis
harus dibedakan dengan:
1. Dermatitis kontak akut alergis
2. Skabiasis
3. Psoriasispustulosa

18
5. Tinea Unguium
(Onikomikosis = ring worm of the nails)
Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab
danpermulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari
pangkalkuku, Subinguinal distal bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia
trikofita bila dimulai dari bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak
mengkilat lagi, rapuhdan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah kuku
tampak adanya detritusyang banyak mengandung elemen jamur.

Onikomikosis ini merupakan penyakit jamur yang kronik sekali, penderita


mintapertolongan dokter setelah menderita penyakit ini setelah beberapa lama,
karenapenyakit ini tidak memberikan keluhan subjektif, tidak gatal, dan tidak
sakit.Kadang-kadang penderita baru datang berobat setelah seluruh kukunya
sudahterkena penyakit. Penyebab utama adalah : T.rubrum, T.mentagrophytes
Diagnosis banding:
1. Kandidiasis kuku
2. Psoriasis yang menyerang kuku
3. Akrodermatitis persisten

Gambar 15 : tinea unguium

19
6. Tinea Barbae
Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot,
jambangdan kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi putus.Ada 2
bentuk yaitu superfisialis dan kerion.
a. Superfisialis
Kelainan-kelainan berupa gejala eritem, papel dan skuama yang mula-mula
kecil selanjutnya meluas ke arah luar dan memberi gambaran polisiklik,
dengan bagiantepi yang aktif.Biasanya gambaran seperti ini menyerupai
tinea korporis.
b. Kerion
Bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematous dengan ditutupi krusta atau
abses kecil dengan permukaan membasah oleh karena erosi. Tinea barbae ini
didiagnosa banding dengan :
1. Sikosis barbae (folikulitis oleh karena piokokus)
2. Karbunkel
3. Mikosis dalam

Gambar 16 : Tinea Barbae

7. Tinea Imbrikata
Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis yang disebabkan
olehTrikofiton konsentrikum.Gambaran klinik berupa makula yang eritematous
denganskuama yang melingkar.
20
Apabila diraba terasa jelas skuamanya menghadap ke dalam.Pada umumnya
padabagian tengah dari lesi tidak menunjukkan daerah yang lebih tenang, tetapi
seluruhmakula ditutupi oleh skuama yang melingkar. Penyakit ini sering
menyerang seluruhpermukaan tubuh sehingga menyerupai :
1. Eritrodemia
2. Pempigus foliaseus
3. Iktiosis yang sudah menahun

2.5. Penegakkan Diagnosis


Pemeriksaan mikologik dapat membantu dalam menegakan diagnosis.Pemeriksaan
dalam menentukan diagnosis infeksi dermatofitosis terdiri dari pemeriksaan
langsung sediaan basah dan biakan.
a. Pemeriksaan langsung
Pengambilan specimen dimulakan dengan membersihkan lokasi lesi dengan
alcohol/spiritus 70%.Untuk pengambilan specimen pada kulit tidak berambut
(kulit glabrosa) pengerokan dilakukan dari bagian tepi lesi sampai ke bagian
sedikit di luar kelainan sisik kulit menggunakan skapel tumpul steril.Untuk
pengambilan spesimen di kulit berambut, rambut pada kulit yang mengalami
kelainan dicabut dan kulit di bagian itu dikerok untuk mengumpulkan sisik
kulit dan pus.Dalam pengambilan specimen di kuku, spesimen diambil dari
permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga
mengenai seluruh tebal kuku dan bahan di bawah kuku diambil.

b. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dimulai dengan penyediaan slide, bahan diletakan di
atas gelas alas kemudian di tambah 1-2 tetes larutan KOH.Konsentrasi larutan
KOH untuk sediaan rambut adalah 10%, untuk kulit 20% dan untuk kuku
30%.Setelah sediaan dicampurkan dengan larutan KOH, sediaan ditunggu 15-
20 menit untuk melarutkan jaringan.Untuk mempercepatkan proses pelarutan
dapat dilakukan pemanasan sediaan basah dia atas api kecil sehingga berlaku
21
penguapan.Untuk melihat elemen jamur ditambahkan zat pewarna pada sediaan
KOH, tinta parker blue-black.Elemen jamur dapat diperhatikan di bawah
mikroskop cahaya dengan pembesaran 100x dan 400x.

Pada sediaan kuku dan kulit dapat dilihat hifa sebagai garis sejajar terbahagi
oleh sekat lengkap dan bercabang.Terlihat juga spora berderet (artrospora).Pada
sediaan rambut terlihat spora kecil (mikrospora) dan spora besar
(makrospora).Spora yang kelihatan bisa tersusun di luar rambut (ektotriks) atau
di dalam rambut (endotriks).Kadang-kadang dapat terlihat hifa pada sediaan
rambut.

c. Pemeriksaan dengan pembiakan


Pemeriksaan pembiakan dapat dilakukan untuk menyokong pemeriksaan
sediaan langsung dan menentukan spesies dermatofita.Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menanam bahan klinis dalam media buatan, medium agar
dekstrosa Sabouraud. Padamedium ditambahkan antibiotic, Kloramfenikol
untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.

2.6. Tatalaksana
Secara garis besar, dapat dijelaskan bahwa Mekanisme kerja obat antijamur adalah
dengan mempengaruhi sterol membran plasma sel jamur, sintesis asam nukleat
jamur, dan dinding sel jamur yaitu kitin, β glukan, dan mannooprotein.
a. Sterol membran plasma : ergosterol dan sintesis ergosterol
Ergosterol adalah komponen penting yang menjaga integritas membran sel
jamur dengan cara mengatur fluiditas dan keseimbangan dinding membran sel
jamur. Kerja obat antijamur secara langsung (golongan polien) adalah
menghambat sintesis ergosterol dimana obat ini mengikat secara langsung
ergosterol dan channel ion di membran sel jamur, hal ini menyebabkan
gangguan permeabilitas berupa kebocoran ion kalium dan menyebabkan
kematian sel. Sedangkan kerja antijamur secara tidak langsung (golongan azol)
22
adalah mengganggu biosintesis ergosterol dengan cara mengganggu demetilasi
ergosterol pada jalur sitokrom P450 (demetilasi prekursor ergosterol).

a. Sintesis asam nukleat


Kerja obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah dengan
cara menterminasi secara dini rantai RNA dan menginterupsi sintesis DNA.
Sebagai contoh obat antijamur yang mengganggu sintesis asam nukleat adalah
5 flusitosin (5 FC), dimana 5 FC masuk ke dalam inti sel jamur melalui sitosin
permease. Di dalam sel jamur 5 FC diubah menjadi 5 fluoro uridin trifosfat
yang menyebabkan terminasi dini rantai RNA. Trifosfat ini juga akan berubah
menjadi 5 fuoro deoksiuridin monofosfat yang akan menghambat timidilat
sintetase sehingga memutus sintesis DNA.

b. Unsur utama dinding sel jamur : glukans


Dinding sel jamur memiliki keunikan karena tersusun atas mannoproteins,
kitin, dan α dan β glukan yang menyelenggarakan berbagai fungsi,
diantaranya menjaga rigiditas dan bentuk sel, metabolisme, pertukaran ion
pada membran sel. Sebagai unsur penyangga adalah β glukan. Obat antijamur
seperti golongan ekinokandin menghambat pembentukan β1,3 glukan tetapi
tidak secara kompetitif. Sehingga apabila β glukan tidak terbentuk, integritas
struktural dan morfologi sel jamur akan mengalami lisis.

Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah
jenggot,telapak tangan dan kaki, biasanya dapat diobati dengan pengobatan topikal
saja.
a. Lesi-lesi yang meradang akut dengan vesikula dan eksudat harus
dirawatdengan kompres basah secara terbuka, dengan berselang-selang atau
terusmenerus. Vesikel harus dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.
b. Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonasol,
ekonasol,bifonasol, kotrimasol dalam bentuk larutan atau krem dengan
23
konsentrasi 1-2%dioleskan 2 x sehari akan menghasilkan penyembuhan dalam
waktu 1-3 minggu.
c. Lesi hiperkeratosis yang tebal, seperti pada telapak tangan atau kaki
memerlukanterapi lokal dengan obat-obatan yang mengandung bahan
keratolitik seperti asamsalisilat 3-6%. Obat ini akan menyebabkan kulit
menjadi lunak dan mengelupas. Obat-obat keratolitik dapat mengadakan
sensitasi kulit sehingga perlu hati-hatikalau menggunakannya.
d. Pengobatan infeksi jamur pada kuku, jarang atau sukar untuk mencapai
kesembuhan total. Kuku yang menebal dapat ditipiskan secara mekanis
misalnya dengan kertas amplas, untuk mengurangi keluhan-keluhan
kosmetika. Pemakaian haloprogin lokal atau larutan derivat asol bisa
menolong. Pencabutan kuku jari kaki dengan operasi, bersamaan dengan
terapi griseofulvin sistemik, merupakansatu-satunya pengobatan yang bisa
diandalkan terhadap onikomikosis jari kaki.

Pengobatan sistemik pada umumnya mempergunakan griseofulvin. Griseofulvin


adalah suatu antibiotika fungisidal yang dibuat dari biakan spesies
penisillium.Obatini sangat manjur terhadap segala jamur dermatofitosis.
Griseofulvin diserap lebih cepat oleh saluran pencernaan apabila diberi bersama-
sama dengan makanan yang banyak mengandung lemak, tetapi absorpsi total
setelah 24 jam tetap dan tidak dipengaruhi apakah griseofulvin diminum
bersamaan waktu makan atau di antara waktu makan. Dosis rata-rata orang
dewasa 500 mg per hari. Pemberian pengobatan dilakukan 4 x sehari, 2 x sehari
atau sekali sehari. Untuk anak-anak dianjurkan 5 mg per kg beratbadan dan
lamanya pemberian adalah 10 hari. Salep ketokonasol dapat diberikan 2 xsehari
dalam waktu 14 hari.

24
Berdasarkan lokasi tinea yang dialami pasien, tatalaksana yang diberikan yaitu:
a. Tinea Unguium
Pengobatan tergantung jenis klinis, jamur penyebab, jumlah kuku yang
terinfeksi, dan tingkat keparahan keterlibatan kuku. Pengobatan sistemik selalu
diperlukan pada pengobatan subtipe OSP (Onikomikosis Subungual Proksimal)
dan subtipe OSD (Onikomikosis Subungual Distal) yang melibatkan daerah
lunula. OSPT (Onikomikosis Superfisial Putih) dan OSD (Onikomikosis
Subungual Distal) yang terbatas pada distal kuku dapat diobati dengan agen
topikal. Kombinasi pengobatan sistemik dan topikal akan meningkatkan
kesembuhan. Tingkat kekambuhan tetap tinggi, bahkan dengan obat-obat baru,
sehingga dibutuhkan kerjasama yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan.

British Association of Dermatologists menerbitkan pedoman diperbarui yang


akan dibahas berikut ini.
1. Antijamur Topikal
Struktur keras keratin dan kompak kuku menghalangi difusi obat topikal ke
dalam dan melalui lempeng kuku. Konsentrasi obat topikal dapat berkurang
1000 kali dari luar ke dalam. Penggunaan agen topikal harus dibatasi pada
kasus-kasus yang melibatkan kurang dari setengah lempeng kuku distal atau
jika tidak dapat mentoleransi pengobatan sistemik. Agen yang tersedia
termasuk amorolfine, ciclopirox, tioconazole, dan efinaconazole.
 Amorolfine (Strength of Recommendation D; Level of Evidence 3)
Amorolfine termasuk obat antijamur golongan morpholine sintetis
dengan spektrum fungisida yang luas. Obat ini menghambat enzim delta
14 reduktase dan delta 8 dan delta 7 isomerase dalam jalur biosintesis
ergosterol dan bersifat fungisida terhadap C. Albicans dan T.
mentagrophytes. Obat ini dioleskan pada kuku yang terkena sekali atau
dua kali seminggu selama 6-12 bulan. Amorolfine telah terbukti efektif
pada sekitar 50% kasus infeksi jamur kuku distal. Efek samping lacquer

25
amorolfine jarang dan terbatas, berupa rasa terbakar, pruritus, dan
eritema.

 Ciclopirox (SoR D; LoE 3).


Ciclopirox merupakan turunan hydroxypyridone dengan aktivitas
antijamur spektrum luas terhadap T. rubrum, S. brevicaulis, dan Candida
spesies. Obat dioleskan pada kuku sekali sehari selama 48 minggu.
Ciclopirox sekali sehari terbukti lebih efektif daripada plasebo (34%
ciclopirox vs 10% plasebo). Durasi pengobatan yang dianjurkan adalah
hingga 24 minggu untuk kuku tangan dan sampai 48 minggu untuk kuku
kaki. Tidak ada uji klinik yang membandingkan amorolfine dengan
ciclopirox untuk onikomikosis. Efek samping yang sering adalah
eritema periungual dan lipat kuku.

 Tioconazole (SoR D; LoE 3).


Tioconazole adalah antijamur imidazole, tersedia sebagai larutan 28%.
Dalam sebuah studi terbuka atas 27 pasien onikomikosis, kesembuhan
klinik dan mikologi dicapai pada 22% pasien. Efek samping yang sering
adalah dermatitis kontak alergi.

 Eficonazole (SoR D; LoE 3).


Eficonazole 10% adalah obat antijamur golongan triazole. Obat ini
diaplikasikan sekali sehari pada kuku. Sebuah uji klinik barubaru ini
menunjukkan bahwa eficonazole menghasilkan tingkat kesembuhan
mikologi mendekati 50% dan kesembuhan klinik mencapai 15% setelah
48 minggu aplikasi.

26
2. Pengobatan Sistemik
Obat sistemik utama yang diindikasikan dan secara luas digunakan untuk
pengobatan onikomikosis adalah terbinafine dan itraconazole. Griseofulvin
juga diindikasikan, tetapi lebih jarang digunakan.

 Griseofulvin (SoR C; LoE 2+)


Griseofulvin adalah obat fungistatik lemah, bertindak menghambat
sintesis asam nukleat dan menghambat sintesis dinding sel jamur. Pada
orang dewasa, dosis yang dianjurkan adalah 500-1000 mg per hari
selama 6-9 bulan untuk infeksi kuku tangan dan 12-18 bulan untuk
infeksi kuku kaki. Sebaiknya dikonsumsi dengan makanan berlemak
untuk meningkatkan penyerapan dan bioavailabilitas. Tingkat
kesembuhan mikologi untuk infeksi kuku hanya 30-40%. Efek samping
antara lain mual dan ruam kulit pada 8-15% pasien. Uji klinik yang
membandingkan terapi griseofulvin dengan terbinafine dan itraconazole
menunjukkan bahwa tingkat kesembuhan griseofulvin lebih rendah dari
terbinafine dan itraconazole. Griseofulvin memiliki beberapa
keterbatasan termasuk kesembuhan lebih rendah, durasi pengobatan
panjang, risiko interaksi obat yang lebih besar dibandingkan obat
antijamur yang lebih baru. Oleh karena itu, griseofulvin tidak lagi
menjadi pilihan kecuali obat lain tidak tersedia atau kontraindikasi.

 Terbinafine (SoR A; LoE 1+)


Terbinafine bekerja menghambat enzim squalene epoxidase yang
penting untuk biosintesis ergosterol, komponen integral dinding sel
jamur. Lebih dari 70% terbinafine diserap setelah pemberian oral, dan
tidak terpengaruh asupan makanan. Terbinafine dimetabolisme sebagian
besar melalui ginjal dan diekskresikan dalam urin. Terbinafine sangat
lipofilik, sehingga terdistribusi dengan baik di kulit dan kuku.

27
Pengobatan biasanya dengan dosis 250 mg per hari selama 6 bulan
untuk infeksi jamur kuku tangan dan
12 bulan untuk infeksi jamur kuku kaki. Terbinafine memiliki efek
fungisida yang luas dan kuat terhadap dermatofita, terutama T. rubrum
dan T. mentagrophytes, tetapi memiliki aktivitas fungistatik rendah
terhadap spesies Candida dibandingkan golongan azole. Sebuah
penelitian surveilans postmarketing mengungkapkan bahwa efek
samping yang paling umum adalah gastrointestinal (4 - 9%) seperti
mual, diare, atau gangguan rasa, dan dermatologis (2 - 3%) seperti ruam,
pruritus, urtikaria, atau eksim.

 Itraconazole (SoR A; LoE 1+)


Itraconazole aktif terhadap berbagai jamur termasuk ragi dan
dermatofita. Mekanisme kerja itraconazole sama dengan antijamur azole
lainnya, yaitu menghambat mediasi sitokrom P450 oksidase untuk
sintesis ergosterol, yang diperlukan untuk dinding sel jamur.
Itraconazole diserap optimal pada pemberian bersama makanan dan pH
asam. Obat ini sangat lipofilik dan dimetabolisme di hati oleh sitokrom
P450 3A4, yang meningkatkan risiko interaksi dengan obat lain yang
dimetabolisme oleh enzim ini. Seperti terbinafine, obat ini dikonsumsi
sekali sehari (200 mg per dosis) selama 6 bulan untuk infeksi jamur
kuku tangan dan selama 9 bulan untuk infeksi jamur kuku kaki.

3. Laser
Onikomikosis banyak terjadi pada pasien dengan beberapa penyakit
sistemik lain yang sulit diberi obat antijamur sistemik jangka panjang.
Terapi laser merupakan salah satu pilihan terapi.

Terapi laser sejak tahun 2010 diteliti baik secara in vitro maupun in vivo.
Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui beberapa jenis laser
28
untuk onikomikosis, di antaranya: PinPointeTM FootLaserTM (PinPointe
USA, Inc.), Cutera GenesisPlusTM (Cutera, Inc.), Q-ClearTM (Light Age,
Inc.), CoolTouch VARIATM (CoolTouch, Inc.), dan JOULE
ClearSenseTM (Sciton, Inc.). Laser mempunyai efek bakterisidal. Energi
yang disalurkan menyebabkan hipertermia lokal, destruksi mikroorganisme
patogen, dan stimulasi proses penyembuhan. Energi laser bekerja melalui
mekanisme denaturasi molekul, baik total maupun parsial pada organisme
patogen.30 Energi laser menghasilkan reaksi fotobiologi atau fotokimia
yang merusak sel patogen atau melalui mekanisme yang memicu respons
imun yang menyerang organisme patogen. Mekanisme kerja laser pada
onikomikosis belum diketahui dengan pasti. Diduga berdasarkan prinsip
fototermolisis selektif. Absorpsi laser tidak sama antara infeksi jamur dan
jaringan sekitarnya, menyebabkan konversi energi tersebut menjadi energi
panas atau mekanik.

Hasil penelitian menunjukkan laser dapat memberikan “perbaikan


sementara pada kasus onikomikosis”. Laser belum dikatakan sebagai terapi
onikomikosis serta masih sedikit penelitian mengenai peran laser pada
onikomikosis. Laser yang banyak digunakan pada penelitian onikomikosis
antara lain Nd:YAG, titanium safir (Ti:Sapphire), dan laser diode. Energi
laser dapat diberikan secara terpulsasi untuk menghasilkan energi yang
lebih besar dalam waktu lebih singkat. Durasi pulsasi mulai dari milidetik
(10-3 detik) sampai femtodetik (10-15 detik) telah dipelajari
penggunaannya pada kasus onikomikosis.

b. Tinea Kapitis
1. Topikal
Tidak disarankan bila hanya terapi topikal saja. Rambut dicuci dengan
sampo antimikotik: selenium sulfida 1% dan 2,5% 2- 4 kali/minggu atau
sampo ketokonazol 2% 2 hari sekali selama 2-4 minggu.
29
2. Sistemik
 Spesies Microsporum
 Obat pilihan: griseofulvin fine particle/microsize 20-25
mg/kgBB/hari dan ultramicrosize 10-15 mg/kgBB/hari selama 8
minggu.
 Alternatif: Itrakonazol 50-100 mg/hari atau 5 mg/kgBB/hari selama
6 minggu, atau terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg
untuk BB 20-40 kg dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 4
minggu.
 Spesies Trichophyton:
 Obat pilihan: terbinafin 62,5 mg/hari untuk BB 10-20 kg, 125 mg
untuk BB 20-40 kg dan 250 mg/hari untuk BB >40 kg selama 2-4
minggu.
 Alternatif : Griseofulvin 8 minggu, itrakonazol 2 minggu, atau
flukonazol 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu.

c. Tinea Korporis dan Kruris


1. Topikal
 Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali
sehari selama 1-2 minggu.
 Alternatif Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol,
klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.

2. Sistemik
Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi
 Obat pilihan: terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan
hasil pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2 minggu

30
 Alternatif: itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu, griseofulvin
oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu, atau
ketokonazol 200 mg/hari

d. Tinea Imbrikata
 Terbinafin 62,5-250 mg/hari (tergantung berat badan) selama 4-6 minggu.
 Griseofulvin microsize 10-20 mg/kgBB/hari selama 6-8 minggu.

e. Tinea Pedis
1. Topikal
 Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin**) sekali
sehari selama 1-2 minggu.
 Alternatif: Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol,
klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu. 14-15, siklopiroksolamin
(ciclopirox gel 0,77% atau krim 1%) 2 kali sehari selama 4 minggu
untuk tinea pedis dan tinea interdigitalis.
2. Sistemik
 Obat pilihan: terbinafin 250 mg/hari selama 2 minggu. Anak-anak 5
mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
 Alternatif: itrakonazol 2x100 mg/hari selama 3 minggu atau 100 mg/hari
selama 4 minggu.

2.7. Edukasi
Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa kebersihan pribadi yang sederhana dan
pendidikan kesehetan yang baik tanpa obat lebih efektif dan lebih murah daripada
menggunakan farmakoterapi seperti griseofulvin dalam pengobatan tinea cruris.
Beberapa edukasi yang dapat diberikan pada pasien dengan tinea adalah:
a. Menjaga kebersihan diri.
b. Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi obat.
31
c. Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.
d. Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area yang rentan
terinfeksi jamur.
e. Gunakan sandal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki setelah mandi.
f. Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain. Cuci
handuk yang kemungkinan terkontaminasi.
g. Skrining keluarga
h. Tatalaksana linen infeksius: pakaian, sprei, handuk dan linen lainnya direndam
dengan sodium hipoklorit 2% untuk membunuh jamur atau menggunakan
disinfektan lain
i. Menenangkan pasien dengan menjelaskan bahwa kasus tinea bila diobati
dengan benar, penyakit akan sembuh dan tidak kambuh, kecuali bila terpajan
ulang dengan jamur penyebab.Tinea pedis menjadi kronik dan rekuren bila
sumber penularan terus menerus ada.
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad sanactionam : bonam

2.8. Kasus Tinea


Beberapa contoh kasus tinea yang dapat ditemui:
a. Seorang pria usian 35 th mengeluh gatal di selangkangan sejak 1 bulan, gatal
bertambah saat berkeringat, pada pemeriksaan di dapatkan makula eritema
berbatas tegas degan tepi aktif terdiri dari vesikel dan papul dan di tengah lesi
tampak central healing, diagnosis klinisnya adalah: tinea kruris.
b. Seorang perempuan berusia 24 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
gatal-gatal di lipat paha sejak 1 minggu yang lalu. Gatal semakin bertambah
bila berkeringat. Pemeriksaan fisik didapatkan makula eritema, dengan tepi
polisiklik, tepi terdapat papul dan vesikel, dengan skuama dan central healing
pada daerah lipatan paha, perineum, dan perianal. Diagnosis yang tepat adalah:
tinea kruris.
32
c. Pasien datang dengan keluhan gatal-gatal pada lengan bawah. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan lesi berbatas tegas, central healing dan dipinggir
papul eritema. Maka berdasarkan hal tersebut diatas,diagnosis yang tepat
adalah: tinea korporis.
.

33
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan:


1. Dermatofitosis merupakan kelompok penyakit yang disebabkan oleh jamur dermatofit
dari tiga genus, Epidermophyton, Trichophyton, dan Microsporum, yang bersifat
keratinofilik mengenai stratum korneum pada kulit, rambut dan kukuj dengan cara
transmisi melalui zoofilik, antropofilik dan geofilik.
2. Di Indonesia insiden dermatofitosis paling tinggi di antara kelompok dematomikosis
superfisialis. Klasifikasi penyakit ini digolongkan berdasarkan lokasi atau ciri khusus
tertentu, dan jenis struktur keratin yang terlibat yaitu kulit, kuku dan rambut.
3. Terjadinya dermatofitosis melalui 3 tahap utama, yaitu perlekatan, dengan keratinosit,
penetrasi melewati dalam sel dan pembentukan respon imun. Adanya virulesi jamur,
mekanisme penghindaran, kondisi imunitas host yang lemah memudahkan infeksi
dermatofit.
4. Mekanisme pertahanan host terhadap infeksi dermatofit terediri dari pertahanan non
spesifik dan spesifik yang melibatkan surveilan system imun.
5. Tatalaksana dermatofitosis dapat berupa medikamentosa yang dilakukan dengan
pemberian obat secara topikal maupun sistemik, dan non medikamentosa berupa
edukasi.

34
DAFTAR PUSTAKA

Ameen M, Lear JT, Madan V, Mohd Mustapa MF, Richardson M. British Association of
Dermatologists’ guidelines for the management of onychomycosis 2014. Br J
Dermatol. 2014;171(5):937–58.
Anugrah, Radityo. 2016. Diagnosis dan Tatalaksana Onikomikosis. CDK 43(9): 675-678.
Bramono, Suyoso dkk. 2013. Dermatomikosis Superfisialis. Edisi kedua. Badan Penerbit
FKUI. Jakarta. Hal. 9-23, 50-69,154
Cholis M. 2015. Imunologi Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Djuanda. Adhi, dkk. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima: Balai Penerbit,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal.89-105
Kaltsum, Ummi. 2014. Pendekatan Holistik Penatalaksanaan Dermatofitosis (Tinea Manum
Dekstra, Tinea Korporis, dan Tinea Cruris Sinistra) pada Wanita Usia 43 Tahun
Dengan Pekerjaan Buruh Cuci Harian. J Medula Unila. 3 (1): 135-142.
Kartowigno, Soenarto. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri Press. Palembang.
Hal: 41-63
Rippon. 1988. Medical Mycology, The Pathogenic fungi and The Pathogenic
Actinomycetes. W.B. Saunders Company. Philadelphia
Siregar, R.S. 2005.Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Widaty, Sandra, dkk. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia. Jakarta: Perdoski.

35
Wolff, Lowell et all. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine Seventh Edition
Vol. 2. P: 1807-1830. Mc Graw-Hill’s
Wolff, Johnson. 2006. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology.
Section 23. Cutaneus Fungal Infection. Mc Graw-Hill’s.

36

Anda mungkin juga menyukai