PENDAHULUAN
1
sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan
radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui
penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.
2
1.3 Tujuan
1. untuk mengetahui definisi Hisprung dan Labiopalatiskizis
2. untuk mengetahui etiologi Hisprung dan Labiopalatiskizis
3. untuk mengetahui patofisiologi Hisprung dan Labiopalatiskizis
4. untuk mengetahui manifestasi klinis Hisprung dan Labiopalatiskizis
5. untuk mengetahui komplikasi Hisprung dan Labiopalatiskizis
6. untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Hisprung dan Labiopalatiskizis
7. untuk mengetahui penatalaksanaan Hisprung dan Labiopalatiskizis
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik
dan faktor lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan
sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal
pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus (Budi, 2010).
2.3 Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi
usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak
pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ).
5
2. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang
membaik secara spontan maupun dengan edema.
3. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang
diikuti dengan obstruksi usus akut.
4. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan
demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
5. Gejala hanya konstipasi ringan.
(Mansjoer, 2000 : 380)
Masa Neonatal :
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.
2. Muntah berisi empedu.
3. Enggan minum.
4. Distensi abdomen.
Masa bayi dan anak-anak :
1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh (Betz, 2002 : 197)
Komplikasi
Gawat pernapasan (akut)
1. Enterokolitis (akut)
2. Striktura ani (pasca bedah)
3. Inkontinensia (jangka panjang)
(Betz, 2002 : 197)
1. Obstruksi usus
2. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
3. Konstipasi
6
(Suriadi, 2001 : 241)
2.6 Penatalaksanaan
Menurut Yuda (2010), penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu
pembedahan dan konservatif.
1) Pembedahan
Pembedahan pada mega kolon/penyakit hisprung dilakukan dalam dua
tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double barrel sehingga tonus dan
ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan
waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan).
Tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:
a. Prosedur duhamel
Dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan
menganastomosiskannya di belakang usus aganglionik, membuat dinding
7
ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang
telah ditarik.
b. Prosedur swenson
Membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan end to
end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan
pemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior
c. Prosedur soave
Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh
kemudian kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat
dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot
rektosigmoid yang tersisa.
2) Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.
A. Pengertiam Labio/Plato
8
a. Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang
hingga ke hidung.
b. Unilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
c. Bilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah
mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk
menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)
B. Etiologi
1. Faktor Herediter :
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif
dan 25% bersifat dominan.
a. Mutasi gen.
b. Kelainan kromosom
2. Faktor Eksternal / Lingkungan :
a. Faktor usia ibu
Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin,
Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat,
Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-
langit. Antineoplastik, Kortikosteroid
b. Nutrisi
c. Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
d. Radiasi
e. Stres emosional
f. Trauma, (trimester pertama). (Wong, Donna L. 2003)
9
C. Patofisiologi
Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital yang memiliki prevalensi
cukup tinggi. Bibir sumbing memiliki beberapa tingkant kerusakan sesuai organ
yang mengalami kecacatannya. Bila hanya dibibir disebut labioschizis, tapi bisa
juga mengenai gusi dan palatum atau langit-langit. Tingkat kecacatan ini
mempengaruhi keberhasilan operasi.
Cacat bibir sumbing terjadi pada trimester pertama kehamilan karena tidak
terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang mengganggu
pembelahan sel pada masa kehamilan bisa menyebabkan kelainan tersebut, misal
kekurangan zat besi, obat2 tertentu, radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing
sering ditemukan di desa terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa perawatan
kehamilan yang baik serta gizi yang buruk.
D. Manifestasi Klinis
Pada labio Skisis :
1. Distorsi pada hidung
10
2. Tampak sebagian atau keduanya
3. Adanya celah pada bibir
E. Komplikasi
1. Gangguan bicara dan pendengaran
2. Terjadinya otitis media
3. Aspirasi
4. Distress pernafasan
5. Risisko infeksi saluran nafas
6. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto roentgen
2. Pemeriksaan fisisk
3. MRI untuk evaluasi abnormal
G. Pemeriksaan Terapeutik
1. Penatalaksanaan tergantung pada beratnya kecacatan
2. Prioritas pertama adalah pada teknik pemberian nutrisi yang adekuat
3. Mencegah komplikasi
4. Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan
11
H. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang
melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya
kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir
tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari
berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara
bertahap.
Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi
tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat
badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis.
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan
kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk
danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus
disesuaikan bagi masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan
pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan
pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat
dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring
dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon
tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HISPRUNG
STUDY KASUS
Seorang anak M (pr) berusia 1 bulan dibawa ibunya ke rumah sakit pada tanggal 2
Juni 2008 dikarenakan perutnya kembung dan tidak bisa BAB. Setelah
mendapatkan pelayanan dari rumah sakit, ibu mengatakan, anaknya baru bisa
BAB jika diberi obat lewat dubur, anaknya sudah tidak muntah dan sudah bisa
BAB, jadi sudah sembuh, mestinya boleh pulang, ibu bingung karena dokter
umum membolehkan pulang dan rawat jalan tapi dokter spesialis anak belum
boleh karena sekalian mau di operasi.
3.1 Pengkajian
1. Biodata
Data bayi
Nama : By. M
Jenis kelamin : perempuan
Tanggal Lahir : 8 Mei 2008
Tanggal MRS : 2 juni 2008
BB/PB : 2900 g/ 54cm
Dx medis : hirsprung
Pengkajian : 9 Juni
Data Ibu
Nama : Ny. K
Pekerjaan : Tidak kerja
Pendidikan : SLTA
Alamat : Kedinding Tenagh SBY
Nama ayah : Tn T
Pekerjaan : PT PAL
Pendidikan : SLTA
13
2. Keluhan utama
Tidak bisa BAB sehingga perut anak besar sehingga tidak mau makan dan
minum
6. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 90/60mm/hg
Denyut nadi : 114/menit
Suhu tubuh : 36,5
RR : 40/menit
b. Pemeriksaan persistem
B1 reathing : normal
B2 Blood : normal
B3 Brain : normal
B4 Bladder : normal
B5 Bowel : kembung, bising usus 10x/ menit, muntah,
Peningkatan nyeri abdomen
B6 Bone : normal
7. Data Tambahan :
Radiologi :
14
Torax Foto (2-6-08):
Cor : besar & bentuk kesan normal
Pulmo : tidak tampak infiltrat, sinus phrenicocostalis D.S tajam
Thymus : positif
Kesimpulan : foto torax tidak tampak kelainan
Baby gram (2-6-08):
Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar
BOF (2-6-08)
Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar
(menyokong gambaran Hirsprung Disease
Colon in loop (5-6-08):
Tampak pelebaran rectosigmoid
Tampak area aganglionik di rectum dengan jarak ± 1,5 cm dari
anal dengan daerah hipoganglionik diatasnya.
Tampak bagian sigmoid lebih besar dari rectum.
Kesimpulan : Sesuai gambaran Hirschprung Diseases
Analisis Data
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1 S: Ibu; Aganglionisis parasimpatikus Konstipasi
-Anaknya baru bisa BAB jika ↓
diberi obat lwat dubur. Mesenterikus
-BAB 1-2×/hr, konsisitensi ↓
lembek, berwarna kuning. Daya dorong lemah
↓
O: Feses tidak bisa keluar
- Tampak distensi abdomen. ↓
- Lingkar abdomen 39 cm. Konstipasi
- Bising usus 10×/mnt
15
2. S: Kurang pengetahuan tentang Cemas orang
- Ibu mengatakan, kondisi penyakit dan terapi yang tua (Ibu)
anaknya sudah tidak muntah diprogramkan
dan sudah bisa BAB, jadi
sudah sembuh, mestinya
boleh pulang.
- Ibu mengatakan, saya
bingung karena dokter satu
membolehkan pulang dan
rawat jalan tapi dokter
satunya belum boleh karena
sekalian mau dioperasi.
O:
- Wajah tampak kusut
- Kurang perhatian (rambut
dan baju acak-acakan)
- Interaksi dengan Ibu-Ibu
lain kurang.
- Afek datar
- Emosi rendah
- Tidak ada diaforesis
- T = 130/80
- N = 80×/mnt
- RR = 20 ×/mnt
16
parasimpatis 2. Konsisitensi lembek 2. Berikan ASI 2. ASI tetap
area rektum 3. Distensi abdomen diberikan
berkurang secara
4. Lingkar abdomen kontinyu untuk
berkurang memenuhi
nutrisi dan
cairan tubuh
anak
3. Observasi 3. Adanya bunyi
bising usus, abnormal bisa
distensi menunjukkan
abdomen, adanya
lingkar komplikasi dari
abdomen fungsi GI
4. Observasi 4. Indikator
frekuensi dan kembalinya
karakteristik fungsi gastro-
feses tiap BAB intestinal (GI),
mengidentifika
si ketepatan
intervensi.
5. Membantu 5. Intake cairan
memperlancar yang adekuat
defekasi untuk dapat
melunakkan membantu
feses dengan melunaakkan
menambah feses
intake cairan
2 Ansietas Tujuan: Ansietas (ibu) 1. Anjurkan pada 1. Pengungkapan
(ibu) berkurang dalam 24 jam orangtua untuk perasaan
berhubungan Kriteria Hasil: mengekspresikan membantu
dengan 1. Ibu mangungkapkan perasaan mengurangi
17
kurang suatu pemahaman yang rasa cemas
pengetahuan baik tentang proses 2. Gunakan 2. Komunikasi
tentang penyakit anaknya komunikasi yang tepat
penyakit dan 2. Ibu memahami terapi terapeutik sebagai wujud
terapi yang yang diprogramkan tim (kontak tubuh, rasa empati
diprogramka dokter sikap tubuh)
n 1. Jelaskan pada ibu 3. Jelaskan pada 3. Informasi
tentang penyakit orangtua membantu
yang diderita mengenai orangtua
anaknya. penyakit anak, memahami
2. Berikan ibu jadwal perawatan dan kondisi
pemeriksaan pengobatan penyakit anak,
diagnostic perawatan dan
3. Berikan informasi pengobatan
tentang rencana 4. Libatkan 4.Orangtua
operasi orangtua dalam merasa tenang
4. Berikan penjelasan perawatan anak
pada ibu tentang 5. Anjurkan berdoa 5.Dengan berdoa
perawatan setelah sesuai keyakinan membuat hati
5. Meningkatkan berkurang
pengetahuan ibu
18
4. Mengobservasi frekuensi O:
dan karakteristik feses tiap - Tampak distensi abdomen.
BAB - Lingkar abdomen 39 cm.
5. Mengetahui peristaltic - Bising usus 10×/mnt
usus A: Konstipasi teratasi.
6. Membantu memperlancar P : rencana tindakan 1 dihentikan,
defekasi untuk rencana 2, 3,4 dan 5 dilanjutkan
melunakkan feses denagn
menambah intake cairan
2 Ansietas (ibu) 1. Menganjurkan pada S:
berhubungan orangtua untuk - Ibu mengatakan, kondisi anaknya
dengan kurang mengekspresikan perasaan sudah tidak muntah dan sudah bisa
pengetahuan 2. Menggunakan komunikasi BAB, jadi sudah sembuh,
tentang terapeutik (kontak tubuh, mestinya boleh pulang.
penyakit dan sikap tubuh) - Ibu mengatakan, saya bingung
terapi yang 3. Menjelaskan pada orangtua karena dokter satu membolehkan
diprogramkan mengenai penyakit anak, pulang dan rawat jalan tapi dokter
perawatan dan pengobatan satunya belum boleh karena
4. Melibatkan orangtua dalam sekalian mau dioperasi.
perawatan anak
5. Menganjurkan orangtua O:
(ibu) berdoa sesuai - Wajah tampak kusut
keyakinan - Kurang perhatian (rambut dan
baju acak-acakan)
- Interaksi dengan Ibu-Ibu lain
kurang.
- Afek datar
- Emosi rendah
- Tidak ada diaforesis
- T = 130/80
- N = 80×/mnt
- RR = 20 ×/mnt
19
A: Ansietas ibu berkurang
sebagian
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah.
Baik masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan
buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar
dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak.
Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan
benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya
tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara
pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam
mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.
4.2 SARAN
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang
penyakit hisaprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Medika:
Jakarta
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit Ilmu
Penyakit Dalam: Jakarta
22