PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki
kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa melalui
pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib
serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan
spiritual (Alison, 2009). Contoh penyakit paliatif diantaranya adalah Pasien
yang menjalani Hemodialisa. Pasien dengan penyakit tersebut, sering kali
merasakan gangguan rasa nyaman nyeri. Untuk mengatasi rasa nyeri tersebut,
dapat dilakukan dengan manajemen nyeri (Depkes RI, 2006).
Pasien yang menjalani HD mengalami gejala komplikasi seperti nyeri
yang berdampak terhadap kualitas hidup bahkan dapat menimbulkan
kematian(Septiwi, 2013; PERNEFRI, 2012; Murtagh et al., 2007). Gangguan
nyeri muskuloskeletalberupa nyeri sendi, nyeri punggung, dan kram otot
berkaitan dengan gangguan mineral dan tulang akibat GGK yang
mempengaruhi tingginya kadar hormon paratiroid walaupun terdapat faktor
lain yang mempengaruhi seperti faktor demografi, gaya hidup, biologi,
psikologi, dan dialisis (Sabbatini, 2003).
Manajemen nyeri atau pain management adalah salah satu bagian dari
disiplin ilmu medis yang berkaitan dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri
atau pain relief. Manajemen nyeri dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu
dengan teknik farmakologi dan non farmakologi (Long, 2001).
Makalah ini diharapkan mampu memberikan pengertian tentang
manajemen nyeri pada pasien dengan hemodialisa dan menjadi acuan dalam
mengurangi nyeri pada pasien hemodialisa yang menjadi salah satu hal
terpenting dalam mencapai kualitas hidup yang baik bagi pasien dan
keluarganya.
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi nyeri?
2. Apa definisi Hemodialisa?
3. Bagaimana patofisiologi nyeri pada pasien hemodialisa?
4. Bagaimana Manajemen Nyeri pada Pasien Hemodialisa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi nyeri.
2. Untuk mengetahui definisi hemodialisa.
3. Untuk mengetahui patofisiologi nyeri pada pasien hemodialisa.
4. Untuk mengetahui manajemen nyeri pada pasien hemodialisa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan dan berhubungan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial (Tamsuri, 2007). Nyeri merupakan sensasi subjektif, rasa tidak nyaman
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan baik aktual atau potensial, bersifat
protektif, menyebabkan individu menjauhi suatu rangsangan yang berbahaya,
atau tidak memiliki fungsi, seperti pada nyeri kronik (Carpenito, 2007).
Respon nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional individu
yang tidak menyenangkan, sebagai akibat kerusakan jaringan yang bersifat
potensial uataupun actual. Pengkajian yang teliti dan tepat diperlukan untuk
mengetahui skala nyeri agar dapat diatasi dengan tindakan yang tepat (D’Arcy,
2007).
2. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan berdasarkan pada
tempat, sifat, berat ringannya nyeri dan waktu lamanya serangan.
a. Nyeri berdasarkan tempatnya :
1) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya
pada mukosa, kulit.
2) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
3) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh didaerah
yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4) Central pain, yaitu nyeri yag terjadi karena perangsangan pada system
saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus dan lain-lain.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya;
1) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
3
4
2) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama.
3) Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap sekitar 10-15 menit, lalu
menghilang, kemudian timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan berat-ringannya:
1) Nyeri rendah , yaitu nyeri dengan intensitas rendah.
2) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
3) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan:
1) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka
operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri koroner.
2) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri
kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun.
B. Hemodialisa
1. Definisi Hemodialisa
Menurut Almahdinur (2010), menjelaskan bahwa hemodialisis
merupakan terapi pengganti faal ginjal dengan tujuan untuk mengeluarkan
(eliminasi) sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan
air dan elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan kompartemen larutan
dialisat melalui selaput (membran) semipermeabel yang bertindak sebagai ginjal
buatan (artificial kidney atau dializer).
Hemodialisis adalah suatu proses pembersihan darah dengan
menggunakan ginjal buatan (dializer), dari zat-zat yang konsentrasinya
berlebihan di dalam tubuh. Zat-zat tersebut dapat berupa zat yang terlarut dalam
darah, seperti toksin ureum dan kalium, atau zat pelarutnya, yaitu air atau serum
darah (Suwitra, 2006).
5
2. Indikasi
Pemeliharaan dibutuhkan pada gagal ginjal kronis (penyakit ginjal
stadium terminal) dalam keadaan berikut : teIjadi tanda-tanda dan gejala
uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah, anoreksia berat, peningkatan
letargi, konfunsi mental), kadar serum yang meningkat muatan cairan berlebih
yang tidak responsive terhadap terapi diuretic serta pembatasan cairan, dan
penurunan status kesehatan yang umum, disamping itu terdengarnya suara
gesekan pericardiui11 (pericardialfriction rub) (Brunner & Suddarth, 2013).
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan,
dan GFR 4 ml/detik.
yang lebih tinggi. Dengan ini zat-zat terlarut tidak ikut melewati membran. Ini
merupakan proses pasif. Saat darah dipompa melalui dialiser maka membran
akan mengeluarkan tekanan positifnya, sehingga tekanan diruangan yang
berlawanan dengan membran menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan cairan dan
larutan dengan ukuran kecil bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi menuju
daerah yang bertekanan rendah (tekanan hidrostatik). Karena adanya tekanan
hidrostatik tersebut maka cairan dapat bergerak menuju membran
semipermeabel. Proses ini disebut dengan ultrafiltrasi (O’callaghan, 2009).
Ada tiga komponen utama yang terlibat dalam proses hemodialisis yaitu
alat dializer, cairan dialisat dan sistem penghantaran darah. Dializer adalah alat
dalam proses dialisis yang mampu mengalirkan darah dan dialisat dalam
kompartemen-kompartemen di dalamnya, dengan dibatasi membran semi
permeabel (Depner, 2005). Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk menarik
limbah-limbah tubuh dari darah. Sementara sebagai buffer umumnya digunakan
bikarbonat, karena memiliki risiko lebih kecil untuk menyebabkan hipotensi
dibandingkan dengan buffer natrium. Kadar setiap zat di cairan dialisat juga
perlu diatur sesuai kebutuhan. Sementara itu, air yang digunakan harus diproses
agar tidak menimbulkan risiko kontaminasi (Septiwi, 2010).
Sistem penghantaran darah dapat dibagi menjadi bagian di mesin dialisis
dan akses dialisis di tubuh pasien. Bagian yang di mesin terdiri atas pompa
darah, sistem pengaliran dialisat, dan berbagai monitor. Sementara akses juga
bisa dibagi atas beberapa jenis, antara lain fistula, graft atau kateter. Prosedur
yang dinilai paling efektif adalah dengan membuat suatu fistula dengan cara
membuat sambungan secara anastomosis (shunt) antara arteri dan vena. Salah
satu prosedur yang paling umum adalah menyambungkan arteri radialis dengan
vena cephalica, yang biasa disebut fistula Cimino-Breschia. (Carpenter &
Lazarus, 2012).
insersi pada arteriovenosa fistula dan akan terus dilakukan sepanjang hidupnya
atau sampai pencangkokan ginjal yang tepat pada pasien dengan gagal ginjal
kronis. Prosedur insersi pada arteriovenosa fistula akan menyebabkan rasa nyeri
dalam jangka waktu yang lama (Park, 1994).
Prosedur insersi pada arteriovenosa fistula akan menyebabkan rasa nyeri
selama pasien melakukan hemodialysis yang biasa disebut dengan prosedur
kanulasi. Kanulasi adalah suatu tindakan memasukkan jarum melalui kulit
menuju pembuluh darah (AV Shunt atau Femoral) sebagai sarana untuk
menghubungkan antara sirkulasi vaskular dan mesin dialisa selama proses HD
(Daugirdas, Blake & Ing, 2007).
Prosedur kanulasi ini dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan kulit
dan juga pembuluh darah. Keadaan tersebut menyebabkan pelepasan substansi
kimia seperti histamin, bradikinin dan kalium. Substansi tersebut menyebabkan
nociceptor bereaksi, apabila nociceptor mencapai ambang nyeri, maka akan
timbul impuls saraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer hingga transmisi
saraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri pada area
kanulasi (Perry & Potter, 2006).
Namun, meskipun insersi pada arteriovenosa fistula menyebabkan sakit,
tidak direkomendasikan untuk dilakukan anastesi lokal karena akan
menimbulkan vasokonstriksi, sensasi terbakar, bekas luka dan infeksi pada
arteriovenosa fistula (Crespo, 2004).
C. Manajemen Nyeri
1. Konsep Manajemen Nyeri
Manajemen nyeri atau pain management adalah salah satu bagian dari
disiplin ilmu medis yang berkaitan dengan upaya-upaya menghilangkan nyeri
atau pain relief. Manajemen nyeri ini menggunakan pendekatan multi disipin
yang didalamnya termasuk pendekatan farmakologikal dan non farmakologikal
(Long, 2001).
Menurut Prasetyo (2010), manajemen nyeri mempunyai beberapa manfaat
dintaranya adalah:
1. Meringankan pasien dari penderitaannya
2. Menghilangkan nyeri dan keluhan yang mengganggu
3. Dapat meningkatkan kemampuan koping
4. Dapat digunakan sebagai terapi tambahan bersama terapi modalitas
lainnya.
Fungsi manajemen nyeri adalah :
1. Dapat menurunkan nyeri dan kecemasan tanpa penggunaan obat yang
dapat menimbulkan efek samping,
2. Dapat meningkatkan control pasien terhadap nyeri.
10
b. Kompres dingin
Yang digunakan adalah kantong berisi es batu (cold pack), bisa
juga berupa handuk yang dicelupkan ke dalam air dingin. Dampak
fisiologisnya adalah vasokonstriksi (pembuluh darah penguncup) dan
penurunan metabolik, membantu mengontrol perdarahan dan
pembengkakan karena trauma, mengurangi nyeri, dan menurunkan
aktivitas ujung saraf pada otot. Melakukan kompres harus hati-hati
karena dapat menyebabkan jaringan kulit mengalami nekrosis
(kematian sel). Untuk itu dianjurkan melakukan kompres dingin tidak
lebih dari 30 menit.
Sabhita (2008) merekomendasikan kompres dingin sebelum
venipuncture sangat efektif mengurangi nyeri akibat insersi fistula
arteriovenosa pada pasien dengan hemodialisis dan dapat diadopsi
11
d. Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat pemulihan penderita penyakit
kronis seperti kanker. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan di
12
A. Kesimpulan
Pasien yang menjalani Hemodialisa sering kali akan merasakan
gangguan rasa nyaman nyeri. Hal ini terjadi pada saat dilakukan
penusukan pada arteriovenosa fistula, disebabkan karena kanul yang
besar.
Manajemen nyeri atau pain management adalah salah satu
bagian dari disiplin ilmu medis yang berkaitan dengan upaya-upaya
menghilangkan nyeri atau pain relief. Manajemen nyeri dapat dilakukan
dengan dua teknik yaitu dengan teknik farmakologi dan non
farmakologi
B. Saran
Meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan wawasan
manajemen nyeri pada pasien dengan hemodialisa sehingga sebagai
perawat kita dapat menentukan jenis asuhan keperawatan yang
diberikan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Jakarta: EGC
Carpenter, C.B., & Lazarus, J.M. 2000. Dialisis dan Transplantasi dalam Terapi
Gagal Ginjal. In : Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
ke13. Jakarta: EGC. hlm.1443-54.
D’Arcy (2007). Pain Management ; Evidence Based Tools and Techiques for
Nursing Professional. United States of America; HCPro Inc.