Latar Belakang
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat
yang optimal. Derajat kesehatan diselenggarakan bagi masyarakat untuk mewujudkan upaya
profesional juga dibutuhkan sarana dan prasarana sebagai penunjangnya (Depkes RI, 2006).
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi
Kegiatan pelayanan yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat (drug
oriented) sekarang berubah menjadi pelayanan yang komprehensif berbasis pasien (patient
oriented) dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Oleh karena itu apoteker
dengan tenaga kesehatan lain secara aktif, berinteraksi langsung dengan pasien disamping
memberikan informasi yang tepat tentang terapi obat kepada pasien, serta apoteker
berkewajiban menjamin bahwa pasien mengerti dan memahami serta patuh dalam
kefarmasian yang dilakukan oleh seorang Apoteker. Dalam rangka mencapai tujuan
pelayanan kefarmasian tersebut, maka Apoteker dituntut untuk dapat memberikan pelayanan
kepada pasien dengan menerapkan prinsip pharmaceutical care. Oleh karena itu, calon
Apoteker sangat perlu untuk mendapat ilmu dan bekal baik teori maupun praktek dalam
Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas merupakan suatu upaya dan
sarana pelatihan serta pembelajaran bagi calon Apoteker. Harapan dari kegiatan tersebut
adalah bahwa setelah calon Apoteker yang melakukan PKPA di Puskesmas, mereka dapat
mengerti dan memahami akan gambaran dan realita dari pekerjaan kefarmasian di
Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Instansi Pemerintahan yaitu
(professionalisme) serta wawasan dan pengalaman nyata (reality) untuk melakukan praktek
3. Memberikan kesempatan kepada calon Apoteker untuk melihat dan mempelajari strategi dan
4. Memberikan gambaran nyata tentang permasalahan (problem solving) praktek dan pekerjaan
kefarmasian di Puskesmas
5. Mempersiapkan calon Apoteker agar memiliki sikap-perilaku dan profesionalisme untuk
6. Memberi kesempatan kepada calon Apoteker untuk belajar berkomunikasi dan berinteraksi
7. Memberikan kesempatan kepada calon Apoteker untuk belajar pengalaman praktek profesi
Apoteker di Puskesmas dalam kaitan dengan peran, tugas dan fungsi Apoteker dalam bidang
kesehatan masyarakat.
Manfaat dari kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Instansi Pemerintahan
1. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab Apoteker dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian di Puskesmas
4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi seorang Apoteker yang mampu bekerja
secara profesional.
BAB II
unsur, yaitu unsur pimpinan (Kepala Puskesmas), unsur pembantu pimpinan (Kepala urusan
Tata Usaha), dan Unit Pelaksana. Tujuan dibentuk struktur organisasi sebagai pengarahan,
Hal tersebut sejalan dengan PerMenKes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Kebijakan
Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan.
Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografis dan keadaan infrastruktur lainnya
merupakan perangkat pemerintah daerah tingkat dua sehingga pembagian wilayah kerja
Puskesmas ditetapkan oleh bupati/walikota dengan saran teknis dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Sasaran penduduk yang dilayani oleh Puskesmas rata-rata 30.000 penduduk
tiap Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu
ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang disebut Puskesmas
Pembantu (Pustu) dan Puskesmas Keliling (Pusling). Khusus untuk kota besar dengan jumlah
penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja Puskesmas bisa meliputi satu kelurahan.
Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa atau lebih
merupakan Puskesmas Pembina yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi Puskesmas
Kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi pelayanan medis meliputi pelayanan
puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu kabupaten atau kota dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, sedangkan penetapannya dilakukan sesuai
Pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut dapat dipergunakan sebagai acuan :
1. Kepala Puskesmas
2. Unit tata usaha yang bertanggung jawab membantu Kepala Puskesmas dalam pengelolaan
sebagai berikut :
c. Keuangan;
a. Unit Pustu;
b. Unit Pusling.
tugas dan tanggung jawab masing-masing unit puskesmas. Khusus untuk Kepala puskesmas
kriteria tersebut dipersyaratkan harus seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum
tingkat kecamatan. Sesuai dengan tanggungjawab tersebut dan besarnya peran Kepala
Puskesmas dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan maka
Pejabat sementara ditunjuk dalam keadaan tidak tersedianya tenaga yang memenuhi
syarat untuk menjabat jabatan eselon IV-A. Pejabat sementara yang ditunjuk harus sesuai
dengan kriteria Kepala Puskesmas yakni seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum
Puskesmas Pembantu (Pustu) merupakan unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan
dalam masyarakat lingkungan wilayah yang lebih kecil serta jenis dan kompetensi pelayanan
yang disesuaikan dengan kemampuan tenaga dan sarana yang tersedia. Pustu merupakan
bagian integral dari puskesmas, dengan kata lain puskesmas juga meliputi Pustu yang ada di
wilayah kerjanya. Tugas pokok Pustu adalah menyelenggarakan sebagian program kegiatan
puskesmas sesuai dengan kompetensi tenaga dan sumberdaya lain yang tersedia.
Puskesmas Keliling (Pusling) merupakan tim pelayanan kesehatan yang terdiri dari
tenaga yang dilengkapi dengan kendaraan bermotor atau roda empat, perahu bermotor,
peralatan kesehatan, peralatan komunikasi yang berasal dari puskesmas. Pusling berfungsi
untuk menunjang dan membantu kegiatan pelaksanaan program puskesmas dalam wilayah
kerjanya yang belum terjangkau atau lokasi yang sulit dijangkau oleh sarana kesehatan.
terpencil yang tidak terjangkau oleh pelayanan puskesmas, melakukan rujukan bagi kasus
gawat darurat dan melakukan penyuluhan dengan menggunakan alat audiovisual. Adapun
contoh struktur organisasi puskesmas secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.
Memiliki makna bahwa puskesmas berperan sebagai fasilitator dan motivator dan turut
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat noninstruktif guna
setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat. Sedangkan pemberdayaan keluarga adalah segala
upaya fasilitas yang bersifat non instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
untuk melakukan pemecahannya dengan benar tanpa atau dengan bantuan pihak
lain(Anonim, 2009b).
kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat pokok (basic health service), yang
sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk
pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan medik. Pada umumnya pelayanan kesehatan
tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory atau out patient service)
(Anonim, 2009b). Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan pemerintah yang wajib
(Anonim, 2009c).
kegiatan dalam rangka menunjang dirinya sendiri, memberi petunjuk kepada masyarakat
tentang bagaimana menggali serta menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan
efisien; memberi bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun
masyarakat dan bekerja sama dengan sektor–sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan
Puskesmas mempunyai peran dan fungsi sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Salah satu peran Puskesmas adalah memberikan pelayanan kesehatan
kepada mayarakat secara terpadu, dengan melakukan kegiatan pokok. Puskesmas memiliki
fungsi sebagai alat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya, memiliki peran
untuk hidup sehat, dan memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu
Sesuai dengan jumlah tenaga maupun fasilitas dari setiap puskesmas berbeda, maka
kegiatan pokok bagi puskesmas satu dengan puskesmas lain berbeda pula. Kegiatan pokok
puskesmas yang harus dilaksanakan meliputi: kesejahteraan ibu dan anak, keluarga
masyarakat, kesehatan kerja, kesehatan gigi dan mulut, upaya kesehatan jiwa, kesehatan
mata, laboratorium sederhana, pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi
kesehatan, kesehatan lanjut usia, pembinaan pengobatan tradisional, dan kegiatan posyandu.
terkecil. Setiap kegiatan pokok puskesmas dilaksanakan dan dilakukan dengan melalui
program kesehatan tertentu seperti Pekan Imunisasi Nasional. Pelaksanaan kegiatan tersebut,
bila petunjuk maupun perbekalan akan diberikan oleh pemerintah pusat bersama pemerintah
Sumber daya manusia (SDM) merupakan sumber daya yang paling penting dalam usaha
mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama, namun paling sulit untuk di manajemen.
SDM memberikan sumbangan tenaga, bakat, kreatifitas dan usaha kepada organisasi dalam
1 (satu) orang tenaga apoteker sebagai penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh tenaga
berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta
Puskesmas adalah 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien perhari (Depkes RI, 2014).
melakukan pekerjaan kefarmasian di puskesmas adalah apoteker dan dibantu oleh asisten
apoteker yang sekarang lebih dikenal dengan istilah Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK).
c. Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya dengan
d. Selalu belajar sepanjang karier baik pada jalur formal maupun informal, sehingga ilmu dan
Prasarana adalah suatu tempat, fasilitas dan peralatan yang secara langsung terkait
dengan pelayanan kefarmasian, sedangkan sarana adalah fasilitas dan peralatan yang secara
ketersediaan ruang rawat inap, jumlah karyawan, angka kunjungan dan kepuasan pasien.
Prasarana dan sarana yang harus dimiliki puskesmas untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kefarmasian adalah sebagai berikut :
a. Papan nama “Ruang Farmasi” yang dapat terlihat jelas oleh pasien.
c. Peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain timbangan gram dan miligram,
d. Tersedia tempat dan alat untuk men-display informasi obat bebas dalam upaya penyuluhan
pasien, misalnya untuk memasang poster, tempat brosur, leaflet, booklet dan majalah
kesehatan.
e. Tersedia sumber informasi dan literatur obat yang memadai untuk pelayanan informasi obat,
antara lain: Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO) dan Informasi
f. Tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang memadai.
g. Tempat penyimpanan obat khusus seperti lemari es untuk supositoria, serum dan vaksin serta
h. Tersedia kartu stock untuk masing-masing jenis obat atau komputer agar pemasukan dan
pengeluaran obat, termasuk tanggal kadaluarsa obat, dapat dipantau dengan baik.
i. Tempat penyerahan obat yang memadai yang memungkinkan untuk melakukan pelayanan
Sistem pengelolaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi aspek seleksi
obat merupakan suatu rangkaian yang terkait, dengan demikian dimensi pengelolaan obat
akan dimulai dari perencanaan pengadaan yang merupakan dasar pada dimensi pengadaan
obat di puskesmas.
Pengelolaan perbekalan farmasi adalah suatu proses yang merupakan siklus kegiatan,
penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan
untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat di
puskesmas.
Tujuan dari perencanaan adalah untuk mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat dan
obat secara rasional. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, puskesmas
diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Selanjutnya, instalasi farmasi kabupaten atau kota yang
akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat puskesmas diwilayah
ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di kabupaten atau kota
(Anonim, 2010a). Proses perencanaan obat dilakukan oleh DKK Semarang menggunakan
metode epidemiologi yang berdasarkan pola penyakit yang sering terjadi di daerah Kota
Semarang. Adapun team Perencanaan Obat Terpadu (POT), terdiri dari bidang pelayanan
pemerintah kota. Setelah perencanaan obat yang akan dibutuhkan puskesmas disetujui oleh
DKK Semarang, kemudian IF akan menyiapkan obat yang disetujui oleh DKK dan
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam perencanaan obat di puskesmas yaitu :
1) Metode Konsumsi
Metode konsumsi merupakan analisa data pemakai obat tahun sebelumnya. Untuk
menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan
2) Metode Epidemiologi
penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan, stok-stok pengaman dan waktu tunggu. Langkah-
langkah dalam metode ini ialah menentukan jumlah pendidikan yang akan dilayani,
Metode kombinasi ialah metode perencanaan obat yang dikombinasi antara metode konsumsi
dan epidemiologi. Metode yang digunakan berpedoman pada Daftar Obat Esensial Nasional
b. Permintaan Obat
pelayanan kesehatan sesuai dengan pola penyakit yang ada di wilayah kerjanya. Sumber
penyediaan obat di puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota. Obat yang
diperkenankan untuk disediakan di puskesmas adalah obat esensial yang jenis dan itemnya
telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN). Selain itu, permintaan obat juga harus sesuai dengan kesepakatan global maupun
KepMenKes Nomor 85 Tahun 1989 tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan atau
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang diperkenankan
1) Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh dunia bagi
5) Meningkatkan efektifitas dan efisensi alokasi dana obat di pelayanan kesehatan publik.
diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan dari sub unit ke Kepala
Puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub unit (Anonim, 2010b).
Pengadaan dibuat dengan cara : Apoteker membuat surat pesanan berupa LPLPO
(Laporan pemakain dan lembar permintaan obat), yang ditandatangani oleh kepala puskesmas
Kabupaten/Kota setempat, 3 lembar untuk Gudang Farmasi dan 1 lembar sebagai arsip.
LPLPO dikirimkan pada setiap akhir bulan dan permitaan barang akan diterima pada setiap
awal bulan.
Permintaan obat terdiri dari permintaan rutin dan permintaan khusus. Permintaan rutin
dilakukan sesuai dengan jadwal yang di susun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
dilakukan apabila :
3) Data penyakit
5) Sisa stok
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan
dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di bawahnya. Tujuan dari
penerimaan adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan
Penerimaan obat harus dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang
diberi kuasa oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima obat mempunyai tanggung jawab atas
kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas penerima obat juga wajib melakukan
pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan, meliputi kemasan, jenis dan jumlah obat,
bentuk sediaan obat sesuai dengan isi LPLPO dan ditanda tangani oleh petugas penerima
serta diketahui oleh Kepala puskesmas. Petugas penerima obat juga dapat menolak jika
terdapat kekurangan dan kerusakan pada obat. Setiap penambahan obat, dicatat dan
dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stock barang (Anonim, 2010a).
d. Penyimpanan
perbekalan farmasi yang bermutu dan keabsahannya terjamin. Puskesmas harus memiliki
perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi. Salah satu sarana penunjang yang
digunakan untuk penyimpanan perbekalan farmasi adalah gudang. Peranan gudang ini
sebagai tempat penyimpanan sementara karena obat yang datang tidak semuanya dapat
langsung digunakan. Penyimpanan di dalam gudang ini bertujuan agar obat-obatan yang
diterima aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia, serta menjaga
1) Luas minimal 3 x 4 m2 dan atau disesuaikan dengan jumlah obat yang disimpan.
4) Lantai dibuat dari semen atau tegel atau keramik atau papan yang tidak memungkinkan
bertumpuknya debu dan kotoran lain. Harus diberi alas papan (palet).
8) Tersedia lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu terkunci dan terjamin
keamanannya.
diantaranya adalah :
6) Tumpukan dus harus disusun dengan rapi dan sesuai dengan petunjuk.
1) Kelembaban
Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya, meliputi
ventilasi harus baik, obat disimpan di tempat yang kering, wadah harus selalu dalam kondisi
tertutup rapat dan jangan dibiarkan terbuka, bila memungkinkan dapat dipasang kipas angin
atau AC, membiarkan pengering (silica gel) tetap dalam wadah tablet dan kapsul dan jika ada
2) Sinar matahari
Sebagian besar cairan, larutan dan injeksi tidak stabil dan mudah rusak karena sinar
matahari. Agar obat tidak mudah rusak karena pengaruh sinar matahari, sebaiknya jendela-
Beberapa obat seperti krim, salep dan supositoria sangat sensitif terhadap suhu panas,
karena dapat meleleh. Sehingga obat-obatan jenis ini harus dihindarkan dari udara panas.
Ruangan harus sejuk, karena ada beberapa obat yang diharuskan disimpan pada lemari
pendingin dengan suhu 4-8ºC, seperti vaksin, sera dan produk darah, antitoksin, insulin,
injeksi oksitoksin dan lain-lain. Cara mencegah kerusakan karena panas antara lain ruangan
harus memiliki ventilasi atau sirkulasi udara yang memadai, hindari atap gedung dari bahan
4) Kerusakan fisik
Kerusakan fisik selama penyimpanan dapat dihindari dengan beberapa cara, yaitu :
a) Dus obat jangan ditumpuk terlalu tinggi karena obat yang ada di dalam dus
bagian tengah ke bawah dapat pecah dan rusak, selain itu akan menyulitkan pengambilan
b) Penumpukan dus obat sesuai dengan petunjuk pada karton, jika tidak tertulis
jamur.
6) Pengotor
Ruangan yang kotor dapat mengundang hewan pengerat dan serangga yang nantinya
dapat merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh karena itu, ruangan
e. Distribusi Obat
penyerahan obat, perbekalan farmasi yang bermutu, teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-
lingkungan Puskesmas, Pustu, Pusling, Polindes dan Posyandu diharapkan dapat menjamin
Pelayanan distribusi obat dengan UDDS merupakan salah satu sistem distribusi dimana
obat untuk tiap pasien disiapkan oleh farmasis dalam sekali dosis/minum. Sistem ini mulai
c) Pasien hanya membayar obat yang dikonsumsi saja, sehingga mengurangi kerugian biaya
Keuntungan sistem distribusi obat dengan ODDS antara lain menghindari duplikasi order
sediaan farmasi yang berlebihan dan mengurangi keterlibatan perawat dalam penyiapan obat.
Sedangkan kerugian sistem distribusi ODDS yaitu memerlukan biaya awal yang besar dan
Sistem distribusi obat dengan ward floor stocksystem adalah sistem distribusi obat
kepada pasien sesuai dengan permintaan dokter, yang obatnya disiapkan dan diambil oleh
perawat dari persediaan obat yang disimpan di ruangan. Obat-obatan yang ada diruangan
biasanya adalah obat-obat emergency seperti atropin sulfat, deksametason, adrenalin dan lain-
lain.
Adapun keuntungan sistem distribusi obat dengan ward floor stock system antara lain :
b) Tidak ada pengembalian obat yang terpakai karena obat langsung diberikan pada pasien.
Kerugian sistem distribusi obat dengan ward floor stock system antara lain :
Sistem distribusi obat IPS merupakan sistem penyaluran obat kepada pasien secara
individu sesuai dengan resep yang ditulis oleh dokter, setiap resep dikaji dan disiapkan oleh
instalasi farmasi. Keuntungan sistem distribusi IPS diantaranya, yaitu semua resep dikaji
langsung oleh apoteker, memberi kesempataninteraksi antara dokter, apoteker, perawat dan
pasien dan mempermudah penagihan biaya pada pasien. Sedangkan kerugian sistem
distribusi IPS, yaitu kemungkinan keterlambatan sediaan obat dan terjadi kesalahan
f. Pengendalian
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang
diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi
2) Menentukan :
a) Stock optimum adalah jumlah stock obat yang diserahkan kepada unit pelayanan agar tidak
mengalami kekurangan/kekosongan.
b) Stock pengaman adalah jumlah stock yang disediakan untuk mencegah terjadinya sesuatu hal
yang tidak terduga, misalnya karena keterlambatan pengiriman dari Instalasi Farmasi
3) Menentukan waktu tunggu (leadtime), yaitu waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan
kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan yang
diterima, disimpan, didistribusikan, dan digunakan di puskesmas dan atau unit pelayanan
lainnya.
Puskesmas mempunyai tanggung jawab atas terlaksanakannya pencatatan dan pelaporan obat
yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan
obat.
Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di Puskesmas adalah
LPLPO dan kartu stock. LPLPO juga dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan
kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat (Anonim,
2006a).
Kejadian obat hilang dapat terjadi karena adanya peristiwa pencurian obat dari tempat
Obat juga dinyatakan hilang apabila jumlah obat dalam tempat penyimpanannya
ditemukan kurang dari catatan sisa stock pada kartu stock yang bersangkutan. Pengujian
silang antara jumlah obat dalam tempat penyimpanannya dengan catatan sisa stock pada kartu
stock perlu dilakukan secara berkala, paling tidak 3 (tiga) bulan sekali. Pengujian semacam
ini harus dilakukan oleh Kepala Puskesmas. Untuk menangani kejadian obat hilang ini, perlu
a) Petugas pengelola obat yang mengetahui kejadian obat hilang segera menyusun daftar jenis
dan jumlah obat hilang, serta melaporkan kepada Kepala Puskesmas. Daftar obat hilang
tersebut- nantinya akan digunakan sebagai lampiran dari Berita Acara Obat Hilang yang
c) Kepala Puskesmas menyampaikan laporan kejadian tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan
e) Apabila jumlah obat yang tersisa diperhitungkan tidak lagi mencukupi kebutuhan
f) Apabila hilangnya obat karena pencurian maka dilaporkan kepada kepolisian dengan
Jika petugas pengelola obat menemukan obat yang tidak layak pakai (karena rusak atau
a) Petugas ruang farmasi, kamar suntik atau unit pelayanan kesehatan lainnya segera
melaporkan dan mengirimkan kembali obat tersebut kepada Kepala Puskesmas melalui
b) Petugas gudang obat puskesmas menerima dan mengumpulkan obat rusak dalam gudang.
Jika memang ditemukan obat tidak layak pakai maka harus segera dikurangkan dari catatan
sisa stock pada masing-masing kartu stock yang dikelolanya. Petugas kemudian melaporkan
obat rusak atau kadaluarsa yang diterimanya dari satuan kerja lainnya, ditambah dengan obat
c) Kepala Puskesmas selanjutnya melaporkan dan mengirimkan kembali obat rusak atau
kadaluarsa kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota, untuk kemudian dibuatkan
Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 34 Tahun
yang disebabkan oleh penyalahgunaan obat yang tidak memenuhi persyaratan untuk
keamanan dan kemanfaatan serta melaksanakan penghapusan barang milik daerah dalam hal
(i) Memisahkan obat-obat rusak dan kadaluarsa ke tempat yang sudah ditentukan.
(ii) Membuat daftar obat–obat rusak dan kadaluarsa dan akan dilaporkan untuk dihapuskan
(i) Membuat surat kepada Kepala DKK Semarang untuk membuat laporan obat rusak dan
(ii) Mengirimkan laporan kepada Kepala DKK Semarang dan menunggu persetujuan
penghapusan.
(i) Setelah ada persetujuan penghapusan, obat rusak dan kadaluarsa diserahkan kepada DKK
(ii) Adanya penadatanganan Berita Acara Serah Terima Obat Rusak dan Kadaluarsa.
d) Pemusnahan obat
(i) Dilaksanakan pemusnahan obat secara serentak di salah satu puskesmas dengan incenerator.
(ii) Pemusnahan dilaksanakan oleh team pemusnahan obat dengan disaksikan dari Dinas
(iii) Penadatanganan Berita Acara Pemusnahan Obat Rusak dan Kadaluarsa setelah dilaksanakan
pemusnahan.
F. Administrasi
rangka penatalaksanaan pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan maupun pengelolaan resep supaya lebih mudah untuk dimonitor dan
dievaluasi. Administrasi untuk obat dan perbekalan kesehatan meliputi semua tahap
kartu stock atau komputer, pendistribusian dan pelaporan menggunakan form LPLPO.
(Umum, Jamkesmas, Askes), penyimpanan bendel resep harian secara teratur selama tiga
tahun dan pemusnahan resep yang dilengkapi dengan berita acara.Kegiatan administrasi lain
yaitu berupa pencatatan kesalahan pengobatan (medication error), monitoring efek samping
pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan pelayanan farmasi khusus.
Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang
meliputi skrining resep, penyiapan dan penyerahan obat. Pelayanan resep dilakukan sebagai
berikut :
a. Penerimaan Resep
(SIP), alamat praktek dokter, paraf dokter, tanggal, penulisan resep, nama obat, jumlah obat,
cara penggunaan, nama pasien, umur pasien dan jenis kelamin pasien.
2) Pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, cara dan
3) Pertimbangkan klinik seperti alergi, efek samping, interaksi dan kesesuaian dosis.
4) Melakukan konfirmasi ulang kepada dokter apabila ditemukan keraguan pada resep atau
b. Penyiapan Obat
Penyiapan obat dilakukan setelah pemeriksaan resep hal-hal yang diperhatikan dalam
3) Memberikan etiket : warna putih untuk obat dalam atau oral, warna biru untuk obat luar dan
suntik dan menempelkan label “Kocok Dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
4) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk
c. Penyerahan Obat
Hal-hal yang perlu dilakukan setelah penyiapan obat adalah sebagai berikut :
1) Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali mengenai
penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat.
2) Memanggil nama pasien dan memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
3) Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik dan sopan,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya kurang stabil.
4) Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.
5) Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain yang terkait dengan obat
tersebut, antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan
Pelayanan informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,
bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh
pasien. Sumber informasi obat adalah Buku Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat
Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI), Farmakologi dan Terapi serta
buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat
yang berisi: nama dagang obat jadi, komposisi, bobot isi atau jumlah tiap wadah, dosis
pemakaian, cara pemakaian, khasiat atau kegunaan, kontraindikasi (bila ada), tanggal
kadaluarsa, nomer ijin edar/nomor registrasi, nomer kode produksi, nama dan alamat industri.
Informasi obat yang diperlukan pasien adalah: waktu penggunaan obat, lama
penggunaan obat serta cara penggunaan obat yang benar (Anonim, 2010a).
Kegiatan yang dilakukan pada saat pelayanan informasi obat di puskesmas meliputi:
a. Pembuatan leaflet/brosur
Pembuatan leaflet atau brosur adalah kegiatan pelayanan informasi obat (PIO) yang
bersifat pasif karena tidak ada interaksi antara komunikator (yang memberi informasi) dan
b. Konseling
Konseling merupakan kegiatan pelayanan informasi obat (PIO) yang bersifat aktif
karena pasien aktif bertanya kepada farmasis setelah mereka menerima informasi obat.
Konseling ini biasanya berkaitan dengan efek pemakaian obat terhadap penyakit yang mereka
derita.
c. Visite farmasi
Visite farmasi merupakan kegiatan pelayanan informasi obat (PIO) yang bersifat aktif
dimana farmasis/apoteker datang ke pasien rawat inap untuk menjelaskan segala hal yang
berhubungan dengan obat. Ada interaksi antara pasien dengan farmasis. Sebelum melakukan
visite pasien, farmasis/apoteker harus membaca catatan medis pasien yang berisi tentang data
subyektif pasien, diagnosa dokter, hasil pemeriksaan laboratorium dan terapi obat yang
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar masyarakat dapat
menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat,
sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan.
Puskesmas rawat inap adalah puskesmas dengan fasilitas tempat perawatan dan ruang
tambahan untuk menolong penderita gawat darurat baik berupa tindakan operatif terbatas
Kriteria yang harus dipenuhi oleh Puskesmas rawat inap adalah sebagai berikut:
1) Puskesmas harus terletak kira–kira 20 km dari Rumah Sakit, mudah dicapai dengan
2) Dipimpin oleh seorang dokter disertai tenaga kesehatan yang memadai, jumlah kunjungan
minimal 100 orang per hari, penduduk wilayah puskesmas dan penduduk 3 puskesmas sekitar
20.000 orang per puskesmas. Untuk mendukung terlaksananya pelayanan rawat inap di
puskesmas yang memadai maka perlu ditunjang dengan kegiatan, jumlah ketenagaan yang
merupakan syarat terlaksananya program kegiatan puskesmas rawat, untuk itu pemerintah
daerah bersedia menyediakan anggaran rutin yang mencukupi kegiatan dan jumlah
a) Kegiatan, meliputi :
(i) Melakukan tindakan operatif terbatas pada kasus–kasus seperti kecelakaan lalu lintas,
(ii) Merawat sementara atau melakukan observasi diagnostik dengan rata–rata perawatan 3 hari
sakit;
(iv) Memberi pertolongan persalinan bagi kehamilan resiko tinggi atau persalinan dengan
penyulit;
(v) Melakukan MOP atau MOW (MOP = Metode Operasi pada Pria, MOW = Metode Operasi
pada Wanita).
b) Ketenagaan, meliputi :
(i) Dokter ke dua ialah dokter yang telah mendapatkan latihan klinis di rumah sakit selama
kurang lebih 6 bulan dalam bidang bedah, obsgyn, pediatrik dan internis;
(ii) Seorang perawat yang telah dilatih 6 bulan dalam bidang perawatan bedah, kebidanan,
(iii) Tiga orang perawat kesehatan atau bidan yang diberi tugas secara bergilir;
3) Pola ketenagaan di puskesmas secara umum yaitu dokter (1), dokter gigi (1), perawat
kesehatan (8), bidan (5), tenaga gizi (1), juru imunisasi (1), pengemudi atau pekarya (2),
tenaga administrasi (1), perawat gigi (1), sanitarian (1), pekarya kesehatan (2), asisten
kesehatan lainnya tanpa perlu tinggal dalam ruang rawat inap. Salah satu contoh bersifat
pelayanan rawat jalan (ambulatory atau out patient service) (Anonim, 2006a).
Apoteker sebagai care giver atau pemberi layanan diharapkan dapat memberikan
pelayanan sampai dengan kunjungan ke rumah pasien atau dapat melalui telepon, terutama
pasien lanjut usia serta pasien penderita penyakit kronis yang mendapatkan terapi obat. Jenis
pelayanan yang diberikan pada home care, meliputi informasi penggunaan obat, konseling
pasien, memantau kondisi pasien pada saat menggunakan obat dan kondisinya setelah
5. Farmakoekonomi
dimana dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola
Saat ini banyak sekali perkembangan ilmu tentang farmasi, salah satu yang luput dari
perhatian adalah kaitan farmasi dengan ekonomi yang lebih dikenal dengan farmakoekonomi.
memutuskan apakah suatu obat layak dimasukkan ke dalam daftar obat yang disubsidi,
memilih program pelayanan kesehatan dan membuat kebijakan-kebijakan strategis lain yang
yang terpenting adalah bagaimana memberikan obat yang efektif dengan dana yang tersedia,
pengalokasian sumber daya yang tersedia secara efisien, kebutuhan pasien dimana dari sudut
Apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker harus
memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk
penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai. Apoteker harus berpartisipasi secara
aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker juga harus ikut membantu memberikan informasi,
antara lain dengan penyebaran leaflet atau brosur, poster dan penyuluhan (Cahyo, 2012).