Perkembangan era globalisasi yang diikuti oleh Teshita, 2014). Oleh karena itu perlu pertumbuhan industri dan ekonomi yang pesat, dilakukan pemurnian terhadap minyak serta peningkatan jumlah penduduk jelantah sebelum digunakan. menyebabkan peningkatan jumlah konsumsi energi yang signifikan. Data dari Salah satu metode pemurnian minyak Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi jelantah adalah adsorbsi menggunakan (BPPT) dalam Outlook Energi Indonesia 2016 abu batubara. Abu batubara sebagai limbah tidak seperti gas hasil pembakaran, karena menyatakan bahwa penyumbang angka merupakan bahan padat yang tidak mudah konsumsi energi tertinggi adalah industri (48%) larut dan tidak mudah menguap sehingga akan dan transportasi (35%) yang masih lebih merepotkan dalam penanganannya. Apabila jumlahnya banyak dan tidak ditangani mengandalkan sumber-sumber energi tak dengan baik, maka abu batubara tersebut terbarukan seperti batubara, gas, dan minyak dapat mengotori lingkungan terutama yang disebabkan oleh abu yang beterbangan di bumi, sedangkan penggunaan bahan bakar non udara dan dapat terhisap oleh manusia dan minyak atau biofuel dari tahun ke tahun hewan juga dapat mempengaruhi kondisi air semakin meningkat namun pada tahun 2014 dan tanah di sekitarnya sehingga dapat mematikan tanaman. Oleh karena itu baru mencapai angka 9 %. Oleh karena itu, saat penelitian ini dilakukan untuk memanfaatkan ini banyak dilakukan penelitian terkait bahan yang tak banyak digunakan oleh masyarakat umum untuk mengambil pengembangan energi alternatif untuk manfaatnya dalam hal penggunaan energy meningkatkan produksi dan konsumsi biofuel terbarukan yaitu energy biodiesel. tersebut (Sugiyono, Aninditha, Wahid, dan Biodiesel yang dihasilkan dari reaksi Adiarso, 2016). transesterifikasi tidak dapat langsung Salah satu yang berpotensi untuk menjadi energy digunakan, karena masih mengandung alternative dalam hal menggantikan konsumsi sisa reaksi dan pengotor lain yang dapat energy tak terbarukan adalah energy biodiesel. menimbulkan bahaya pada sistem bahan baku yang potensial untuk pembakaran. Zat pengotor yang dikembangkan menjadi biodiesel adalah minyak terkandung di dalam biodiesel kasar jelantah yang merupakan yang merupakan antara lain sabun, gliserol, asam lemak limbah sisa penggorengan. Di Indonesia sendiri, bebas, sisa alkohol, katalis, air dan sisa trigliserida yang tidak bereaksi. Kadar pada tahun 2014 konsumsi minyak goreng gliserol yang tinggi dalam biodiesel dapat mencapai 7,8 juta ton dan meningkat menjadi menyebabkan deposit pada sistem injeksi 8,5 juta ton pada tahun 2015 (indexmundi, dan memicu peningkatan emisi aldehid. 2016). Kandungan air dalam biodiesel dapat menyebabkan korosi pada mesin Minyak jelantah dapat diubah sedangkan sabun dan asam lemak bebas menjadi biodiesel dengan cara menyababkan kerusakan komponen mereaksikannya dengan alkohol tertentu pada mesin (Faccini et al., 2011). membentuk senyawa ester. Meski demikian, minyak jelantah tidak dapat Oleh karena itu, biodiesel yang akan langsung direaksikan karena memiliki digunakan harus dimurnikan terlebih kandungan asam lemak bebas. dahulu, agar memenuhi standar Kandungan asam lemak bebas (Free biodiesel. Terdapat dua metode umum Fatty Acid atau FFA) bahan baku lebih untuk memurnikan biodiesel yaitu dari 3% pada reaksi transesterifikasi metode basah (wet washing) dan menggunakan katalis alkali metode kering (dry washing). Metode menyebabkan terbentuknya sabun (Allah basah menggunakan air adalah metode yang paling umum digunakan karena selain dapat melarutkan kontaminan, air juga tersedia dalam jumlah melimpah dan ekonimis. Namun, penggunaan air memiliki kelemahan yaitu menyebabkan pembentukan emulsi, asam lemak bebas dan sabun (Manique, Faccini, Onorevoli, Benvenutti, dan Caramao, 2012).
Limbah cair yang dihasilkan dari
pemurnian dengan metode basah juga menjadi permasalahan tersendiri bagi lingkungan (Faccini et al., 2011).
Pemurnian biodiesel dengan metode
adsorbsi (dry washing) telah banyak diteliti sebagai alternatif dari metode basah karena prosesnya cepat dan tidak menghasilkan residu cairan. Adsorben berbasis silika adalah salah satu jenis adsorben yang telah diaplikasikan dalam pemurnian biodiesel. (Berrios & Skelton, 2008) menggunakan Magnesol (magnesium silikat komersial) untuk pemurnian biodiesel yang menunjukkan penurunan kadar metanol dalam biodiesel dibandingkan resin penukar ion. Silika gel juga terbukti memiliki performa yang baik dalam pemurnian biodiesel dibanding metode basah menggunakan asam fosfat fosfat 5% dan air (Predojevic, 2008).
Penelitian ini akan mengkaji pemanfaatan
abu batubara dari sisa penggunaan pembakaran di industry